Fanfic ini sangat berhubungan dengan AAI 1 (banyak scene dari AAI 1, hm, banyak yang diubah-ubah juga sih hehe) dan sedikit berhubungan dengan seri Ace Attorney lain. Pokoknya, Ace Attorney banget lah. Jadi bagi yang bingung dengan beberapa hal silakan tanya saya atau biar lebih lengkap dan terjamin tanya google aja. Akan ada banyak lompatan waktu. Jadi kalau ternyata membingungkan, silakan kritik penulis.

Notes: Audy Fomalhaut dalam cerita ini adalah OC. Beberapa OC juga akan muncul dalam cerita ini nantinya. Tentang judulnya, mungkin nggak nyambung sama ceritanya, tapi saya memilih judul ini dengan berbagai pertimbangan. Dan di akhir cerita (yang entah kapan bisa saya publish, lol) juga akan saya jelaskan.

xxx

Baby Love

T. Drama/Suspense. Miles Edgeworth/Kay Faraday

Disclaimer: Seri Ace Attorney adalah milik Capcom. Saya tidak memiliki segala yang saya tuangkan dalam cerita ini kecuali OC dan plot. Saya juga tidak mengambil keuntungan material dari pembuatan cerita ini.

xxx

"Terkutuk kalian semua! Aku pasti akan lolos! Lihat saja nanti!"

Lelaki tua itu terus memuntahkan ancaman-ancaman kosong. Kekuasaannya, posisinya, kekuatan hukumnya, semua tidak lagi bersisa. Bahkan pegawai-pegawainya yang selalu tunduk dan simpatik kini menatapnya dengan pandangan jijik. Ya, tidak ada lagi yang tersisa. Yang tersisa hanya ancaman hukuman mati yang menggantung beberapa jengkal dari kepalanya.

Miles Edgeworth menjatuhkan beban berat di kedua bahunya dalam satu tarikan nafas. Lelaki tampan berambut perak itu menyandarkan punggungnya ke dinding dan perlahan memejamkan mata. Rentetan kasus tidak berhenti menderanya, memaksa sel abu-abu di otaknya bekerja ekstra keras sepanjang waktu. Ah, betapa ia kini merindukan sofa kantornya yang empuk, bertemankan aroma khas teh Inggris yang mengepul, memanjakan lidahnya dengan kehangatan yang melenakan. Ya, Miles perlahan tersenyum ketika ia merasakan kehangatan itu di pipinya. Membelainya dengan lembut. Memanjakannya... "Eh?" Miles membuka kelopak matanya ketika teringat ia masih berada di kedutaan Cohdopia.

"Kau tampak kelelahan sekali, Mr. Edgeworth," senyum gadis itu langsung menyapanya ketika Miles menoleh untuk melihat sumber ketenangannya. Miles nyaris tersedak ketika merasakan perutnya bergejolak tak nyaman. Perlahan, meski enggan, ia menepis tangan sang gadis.

"Ya, ayo kita segera pulang, Kay," Miles berjalan mengikuti barisan polisi yang sedang menggiring tahanan mereka di depan.

"Baik, Mr. Edgeworth!" gadis itu nyengir penuh semangat seraya melingkarkan tangannya di lengan Miles, yang lagi-lagi merasakan sensasi tidak nyaman di perutnya.

Demi Tuhan, dia masih 17 tahun, Miles berusaha mengabaikan perasaannya yang bergejolak. Berpikir bahwa memang yang paling dia butuhkan saat ini adalah minum teh seorang diri...

xxx

Turnabout Seven Years: Part 1

xxx

Los Angeles, 20 Oktober 2026, 18.26

Ruang lenggang itu senyap. Semua orang diam menatap pria yang berdiri di podium itu. Wajah pria itu pucat pasi, tangannya gemetaran, dan lidahnya kelu.

"Jadi, ada yang ingin Anda katakan lagi, Mr. Gregson?" lelaki tua berjubah panjang yang berdiri di podium lebih tinggi menatap yang pria yang ketakutan itu. Gregson tidak mengatakan apapun, tetapi ia terus menerus menelan ludah dan menghapus keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. Matanya menatap meminta tolong pada lelaki lain yang duduk di sampingnya. Tetapi lelaki itu sama frustasinya, hanya bisa menatap kosong ke depan, mengisyaratkan bahwa ini adalah akhir dari segalanya. "Jika tidak ada yang ingin Anda katakan lagi, maka saya dapat menganggap bahwa tuduhan Mr. Edgeworth terhadap Anda memang benar, dan Anda akan dinyatakan bersalah dalam pengadilan ini," sang hakim menatap lurus-lurus Gregson.

"Kalau boleh saya menambahkan, Sir," seorang pria mengangkat tangannya. Membuat seluruh pasang mata tertuju kepadanya. Beberapa wanita yang menghadiri pengadilan tersebut bahkan mendesah penuh harap. Ya, pria yang menjadi jaksa penuntut hari itu memang amat tampan. Rambut peraknya menjuntai membingkai wajahnya yang tegas, ditambah setelan aristokratnya yang membuat ia tampak seperti bangsawan Eropa yang turun untuk mendengarkan keluh kesah rakyat. "Dia bersalah dengan tuduhan pembunuhan Mrs. Amelia Gregson, dan," jaksa penuntut itu berhenti sejenak, menatap lurus-lurus Gregson, "percobaan pembunuhan jaksa kota Los Angeles, Miles Edgeworth."

Detektif berbadan besar yang mengawasi jalannya sidang dari belakang itu hanya terkekeh pelan ketika hadirin yang mayoritas adalah wanita itu mulai mengutuk Gregson. Dick Gumshoe, sang detektif, hanya menggeleng-geleng tidak percaya seraya menatap orang yang selalu ia kagumi itu. "Mr. Edgeworth, Anda memang ahli sekali menarik simpati wanita."

Gregson yang semula hanya tertunduk itu tiba-tiba memukul podium dengan keras. Ia mendadak bangkit hendak menerjang Miles, yang dengan segera diamankan oleh polisi yang bertugas mengamankan. "Anda harusnya saya bunuh waktu itu! Mati kau, Edgeworth! Kau sampah tidak bermanfaat!" lelaki itu mengeluarkan sumpah serapah dan mencoba memberontak meski kedua tangannya sudah dicekal oleh polisi-polisi berbadan tegap.

"Diam!" Hakim mengetuk palunya berkali-kali. Nampaknya ia lebih takut terhadap amukan hadirin dibanding pemberontakan terdakwa. "Dengan ini Mr. Adrian Gregson saya nyatakan bersalah telah membunuh Mrs. Amelia Gregson dan percobaan pembunuhan terhadap Mr. Miles Edgeworth. Sidang ditutup!" Hakim mengetuk palunya dua kali sebelum dengan segera membereskan arsip-arsip di mejanya. Kentara sekali bahwa ia hendak meninggalkan ruang pengadilan.

Miles hanya tersenyum ketika menatap terdakwa digiring keluar ruangan. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, sebelum akhirnya bergegas menemui Gumshoe yang kentara sekali sedang menikmati curahan pujian yang diberikan para penggemar wanitanya. "Gumshoe, aku ada janji setelah ini, tolong antarkan aku," Miles menarik gusar detektif itu seraya melirik panik arloji di tangannya.

"Ah, janji dengan Miss Fomalhaut?" Gumshoe nyengir. Audy Fomalhaut adalah pengacara yang terkenal di Los Angeles, yang belakangan ini terlihat menjalin hubungan khusus dengan sang jaksa, Miles Edgeworth. Miles mengabaikan siulan iseng Gumshoe dan mempercepat langkahnya. Seketika Miles mencapai mobil, ia menghempaskan tubuhnya ke jok mobil seraya. Gumshoe yang kini duduk di bangku pengemudi nyengir lebar. "Sirine, Mr. Edgeworth?" tanyanya sambil menatapnya lewat kaca spion. Miles hanya mendesah pelan. Ia sebetulnya tidak suka memanfaatkan posisi seperti ini, tapi kalau sudah terlambat seperti ini...

"Ya, tolong nyalakan sirinenya, Gumshoe."

xxx

Jalanan malam itu cukup padat, jadi meski hati kecil Miles mengutuk keegoisannya dalam memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi, ia harus mengakui bahwa memang sirine Gumshoe sangat berguna dalam menerobos lalu lalang mobil. Sementara Gumshoe menyanyikan tembang tak dikenal dengan suara paraunya, Miles memanfaatkan kesempatan itu untuk mengistirahatkan dirinya setelah semalam suntuk tidak tidur. Ya, tembakan di malam hari yang nyaris menembus tubuhnya plus saksi yang sangat sulit ditemui membuat kasus yang sebetulnya sepele ini menjadi lebih berat. Terlebih lawan pengacaranya tadi bukan orang yang mudah dipatahkan argumennya.

Miles memejamkan matanya, satu-satunya hiburan baginya adalah membayangkan dirinya duduk di sofa di kantornya sambil menghirup aroma teh.

"Mr. Edgeworth, sebetulnya apa hubungan Anda dengan Audy?"

Miles membuka kelopak matanya, menatap tajam Gumshoe yang kini tampak kikuk. "Audy?"

"Eh, ya, Sir. Dia meminta saya untuk memanggilnya dengan nama depannya," Gumshoe tersenyum senang ketika mengingat-ingat wajah wanita itu. "Dia mengingatkan saya pada seseorang."

"Hm..." Miles mengedarkan pandangannya ke luar mobil. Ia tidak perlu lagi menebak siapa orang itu. Ya, siapa lagi kalau bukan gadis bodoh itu. Gadis yang selalu merepotkannya, gadis yang mendampinginya sepanjang kasus itu, gadis yang berjanji bahwa ia akan tetap mengontaknya meski kini mereka tidak lagi bersama tetapi malah menghilang tanpa sedikit pun jejak disisakan.

Gumshoe berdehem pelan. Menyadari bahwa percakapan tentang Kay Faraday bukan sesuatu yang diinginkan oleh Miles. "Omong-omong, Anda belum menjelaskan hubungan Anda dengan Audy, Mr. Edgeworth"

Miles tidak menjawab, dia hanya merogoh saku jasnya, mengeluarkan kotak mungil yang membuat Gumshoe menarik nafas tidak percaya. "Aku tidak tahu apakah ini cukup baik," Miles membuka kotak itu, mengangkat kalung berinisial A itu ke arah lampu mobil. Kerlipan cahayanya membuat Miles menyipitkan matanya.

"Anda sungguh-sungguh akan melamarnya, Mr. Edgeworth? Selam... Argh!" Gumshoe berteriak penuh semangat hingga ia tidak sadar bahwa ia hampir menabrak pengendara lain. Gumshoe menghentikan mobilnya mendadak dan nyengir minta maaf ke arah Miles yang menatapnya galak. "Maksud saya, selamat, Mr. Edgeworth. Anda dan Audy pasti akan menjadi pasangan yang berbahagia."

Miles berdehem, menahan rona merah yang menjalar hangat di pipinya. "Aku belum akan melamarnya, Gumshoe. Aku baru akan... memintanya jadian."

Gumshoe terbatuk kaget. "Jadian? Jadi selama lima tahun ini Anda..."

"Aku belum mengatakan apapun," Miles memasukkan kembali kotak itu ke dalam saku jasnya. Ia menerawang menatap lampu kota yang berpendar silau lewat jendela. Perlahan wajah wanita itu tampak nyata di dalam pandangannya. Dan pertemuan pertama mereka berputar kembali dalam ingatannya.

xxx

Los Angeles, 15 September 2021, 13.00

Beberapa tahun cukup untuk membuat orang-orang yang dahulu memendam kebencian padanya kini berdecak kagum. Ya, ia dahulu adalah sang jaksa penuntut bertangan besi dengan rekam jejak tak terkalahan yang melakukan segala cara untuk membuktikan bahwa orang yang dituntutnya adalah orang yang bersalah, tak peduli apakah orang itu sungguh-sungguh bersalah atau tidak. Kini, belajar dari kekalahan terakhirnya dengan Wright, ia mulai selektif memilih kasus.

Dengan menuntut orang-orang yang memang pasti bersalah, yang seringnya berada di atas angin karena memiliki posisi dan kekuasaan, ia berhasil memulihkan kembali namanya sebagai jaksa penuntut yang tidak terkalahkan. Ditambah lagi rumor ketampanannya yang cepat tersebar di kalangan wanita, yang Miles duga adalah perbuatan wanita tua penggemarnya Wendy Oldbag, membuat setiap pengadilan yang melibatkan Miles penuh oleh mahasiswi hukum yang ingin belajar atau ibu-ibu yang katanya ingin "lebih membuka mata terhadap hukum".

Bohong kalau Miles bilang ia tidak suka popularitasnya. Meski dia mengakui bahwa dia sangat canggung dengan perhatian berlebihan para wanita itu kepadanya, ia menyukai titel "jaksa tak terkalahkan" yang ia berhasil raih kembali setelah dua kali ia dikalahkan oleh Phoenix Wright. Maka hari itu Miles tersenyum puas ketika lagi-lagi juri berpihak padanya, memberikan terdakwa di hadapannya ganjaran yang sesuai dengan perbuatannya. Miles pun membereskan arsip-arsip kasusnya, mengabaikan curahan pujian penggemar wanitanya. Tangannya berhenti ketika ia hendak meraih agendanya.

Ia membuka agenda itu, menatap kosong foto yang menghiasi halaman pertama agendanya. Ya, foto itu. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan kasus itu? Kasus berantai yang akhirnya membuka kedok duta besar negara Allebahst yang dahulu merupakan pecahan Cohdopia. Tapi, lebih dari sekadar mengungkap rantai penyelundupan harta negara, ia menemukan hal-hal lain dalam perjalannya. Ya, ia menemukan hal lain yang jauh berharga. Seorang partner.

Dengar Miles, usianya jauh lebih muda darimu, apa yang kau pikirkan? Miles menggeleng pelan, menutup agenda itu dan meletakkannya ke dalam saku jas. Dustalah dia kalau sampai dia bilang bahwa dia hanya menganggap gadis itu sebagai pengganggu. Awalnya, memang ia sangat terganggu dengan kehadiran gadis yang selalu mengikutinya di sampingnya itu. Tetapi setelah ia tahu masa lalu sang gadis yang sama kelamnya dengan dirinya sendiri, ketegaran dan kesungguhan sang gadis untuk menangkap pembunuh ayahnya, semuanya membuat ia mau tak mau merasakan perasaan yang berbeda. Awalnya kagum, lalu simpati, lalu... setelah rangkaian kasus itu usai, barulah ia melihat gadis itu berbeda. Sebetulnya, saat gadis itu pamit, ia ingin memohon agar gadis itu terus menjadi partner investigasinya.

Kau yakin kau hanya menginginkannya sebagai partner? Miles terdiam mendengar pertanyaan lain yang menghantam telak batinnya. Ia tercenung sebelum akhirnya sibuk membantah dalam hati tentang usia mereka yang terpaut jauh, tentang tidak patutnya ia jalan dengan gadis semuda itu. Tapi bukankah nanti ia pun akan menjadi wanita dewasa? Miles menarik napas dalam-dalam. Memutuskan untuk mengakhiri lamunan panjangnya. Besok ia masih akan menghadiri sidang dan terus menerus memikirkan gadis yang tidak diketahui lagi keberadaannya kini adalah pilihan yang bodoh.

xxx

"Omong-omong, saya tidak yakin apakah saya boleh mengatakan ini. Tapi ada baiknya Anda sedikit berhati-hati dalam sidang hari ini,"

Miles sedang sibuk membaca arsip kasusnya pagi itu di kantornya. Ia tidak kaget lagi dengan kehadiran tiba-tiba Dick Gumshoe di kantornya, tetapi ia sangat heran dengan komentar detektif itu. Ia mengangkat wajahnya, menatap dalam-dalam detektif bertubuh besar itu. "Apa maksudmu, Gumshoe?"

Gumshoe berdehem pelan. "Pengacara lawan Anda hari ini, Sir. Audy Fomalhaut."

Miles mengangkat alis. Ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. "Fomalhaut?"

"Ya, Sir. Dia terkenal karena tidak terkalahkan, dan dia..." Gumshoe memelankan suaranya. "Dulunya pernah bekerja di perusahaan milik Mr. Wright, Sir."

Miles terdiam. Ia tidak gentar menghadapi pengacara tidak terkalahkan. Tetapi, mendengar nama Wright, dia harus berpikir dua kali. Ini berarti yang dia hadapi bukan sekadar pengacara haus uang atau haus ketenaran, tapi mungkin seorang pengacara berdedikasi yang sepenuhnya yakin bahwa klien yang dibelanya benar-benar tidak bersalah. "Baiklah, tolong kumpulkan lagi data-data kasus hari ini, Gumshoe."

"Siap, Sir!"

xxx

Los Angeles, 16 September 2021, 12.45

Sidang masih 15 menit lagi, tetapi ruang sidang saat itu sudah penuh, kebanyakan yang hadir adalah mahasiswi. Miles yang sudah hadir di ruangan berulang kali menghapus keringat dingin yang membasahi pelipisnya. Ia tidak biasanya gugup, tetapi ketika ia membaca ulang kasus yang ia tangani kali ini, ia mau tak mau agak menyesal karena menerima permintaan jaksa penuntut lain yang memohon ia untuk menggantikan.

Bukan berarti terdakwa itu tidak bersalah. Tidak, Miles sama sekali tidak akan menganggap lelaki yang sudah menyiksa istrinya, mabuk-mabukan sepanjang hari tanpa pekerjaan, dan merampas harta yang dimiliki istrinya sebagai orang yang tidak bersalah. Tapi membunuh? Ia masih belum yakin. Lelaki itu memiliki rekam jejak yang buruk, alibi yang tidak kuat, dan motif yang meyakinkan. Hanya satu kekurangan kasus ini: pengacaranya. Ya, Miles sama sekali tidak bisa menemukan alasan mengapa wanita bernama Audy Fomalhaut, yang seperti diduga oleh Miles, memiliki rekam jejak seperti Phoenix Wright, mau membela lelaki itu.

"Selamat siang, Mr. Edgeworth,"

Miles mengangkat wajahnya. Jantungnya berhenti sesaat ketika ia melihat wanita bernama Audy Fomalhaut itu. Tidak peduli betapa sederhananya make up atau setelan yang wanita itu kenakan, kecantikannya tetap membuat orang-orang yang berada di ruang sidang menahan napas. Tapi yang lebih membuat Miles kehabisan kata-kata adalah sepasang mata yang menatapnya dengan penuh keberanian dan kesungguhan. Mengingatkannya akan...

"Kay..." Miles menggumam pelan.

"Eh?"

Miles berdehem pelan dan kembali ke sikapnya yang seperti biasa tenang. "Selamat siang, Miss Fomalhaut."

"Rupanya kau sudah mendengar tentangku," Audy tersenyum, mengedarkan pandangannya ke ruang sidang mereka. "Seperti yang Nick katakan, kau memang sangat terkenal."

Miles menggerutu pelan. "Kau tidak akan pernah maju kalau mengikuti setiap perkataan lelaki itu."

Audy terkekeh pelan. "Yah..." Audy kemudian menatap Miles tajam-tajam. "Aku mohon agar kau tidak salah paham terlebih dahulu."

"Eh?"

"Aku hanya akan membela Mr. Morisson atas tuduhan pembunuhan, bukan..." Audy memelankan suaranya. "Tuduhan yang lain..."

Miles mengangkat alis. "Kalau boleh aku mengatakan, Miss Fomalhaut... sikapmu sedikit tidak profesional." Meski Miles mengatakannya dengan datar, sejujurnya Miles merasa sangat lega. Ia merasa tidak apa-apa jika di sidang kali ini ia kalah. Ya, lagi-lagi kekalahannya dari Phoenix Wright dahulu mengajarkannya bahwa yang terpenting adalah mengungkap kebenaran. Bukan kemenangan.

"Ah, kupikir setiap orang akan bersikap tidak profesional jika bertemu pria setampan dirimu," Audy tersenyum lebar seraya berbalik meninggalkan Miles yang tercenung.

xxx

Los Angeles, 20 Oktober 2026, 19.03

"Sudah sampai, Mr. Edgeworth,"

Miles mengerjapkan matanya. Ia melirik arlojinya dan menggerutu pelan. Waktu menunjukkan pukul 19.03 sementara ia berjanji pada Audy untuk datang pada pukul 19.00. Orang-orang tentu akan berkata, "Yah, cuma tiga menit, kok," tapi tidak untuk Miles. Jika ia berjanji untuk datang pukul tujuh, maka ia akan datang pukul tujuh, tidak lebih semenit pun. Tapi yah, bagaimanapun sidangnya tadi melewati jadwal, jadi dia merasa cukup yakin dengan alasannya. "Terima kasih, Gumshoe," Miles melangkah keluar mobil seraya menyisir poni depannya yang berantakan.

"Semoga Anda beruntung, Sir," Gumshoe mengedipkan matanya sambil mengacungkan jempolnya.

Miles berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya, yang tentu saja gagal karena Gumshoe tertawa terbahak seraya berlalu dengan mobilnya. Lelaki tampan itu menepuk-nepuk lengan jasnya yang agak kusut sebelum akhirnya menarik napas panjang.

Audy Fomalhaut.

Nama itu adalah nama pengacara pertama yang mengalahkannya setelah rekor tidak terkalahkan Miles berhasil diraihnya kembali. Tapi Miles tidak merasa dikalahkan wanita itu. Selama sidang, ia bahkan merasa bahwa justru Audy menuntunnya mengungkap kebenaran. Dan akhirnya, meski klien Audy dinyatakan tidak membunuh sang istri karena bukti-bukti yang terbaru mengungkap bahwa sang istri sebenarnya bunuh diri, Mr. Morisson harus menerima hukuman atas perlakuan kasarnya terhadap sang istri.

Aneh memang metode pendekatan yang dilakukan wanita itu. Pada awalnya ia memang mengikuti jejak Phoenix, mencari klien yang memang benar-benar tidak bersalah sebelum dibela di pengadilan. Tetapi belakangan, ia lebih memilih untuk "menegakkan keadilan" setiap klien. Dan dalam setiap pertemuannya dengan Miles, meskipun ia kalah, Audy tetap memperoleh ganjaran yang sesuai untuk klien. Jika klien itu memang berhak mendapat keringanan hukum, maka Audy akan terus membelanya, tanpa pernah menutup mata pada kesalahan klien.

Miles akhirnya membuka pintu restoran tempat ia dan Audy berjanji akan bertemu malam itu. Gugup disapanya pelayan yang menghampirinya. "Err... saya mencari Miss Fomalha..."

"Miles Edgeworth!"

Miles menoleh dan perutnya bergejolak tidak nyaman saat melihat sosok yang menghampirinya. Ya, wanita yang baru saja menerobos ke dalam restoran itu lah penyebabnya. Rambut ikal hitamnya yang membingkai wajah mungilnya kontras dengan kulitnya yang pucat, memancarkan kecantikan lugu sang wanita. Miles dapat melihat bibir merah sang wanita gemetaran karena cuaca di luar yang cukup menggigit dan berusaha menghentikan pikiran konyolnya tentang "pelukan bisa menghangatkan". Miles mendengus, rupanya efek film dewasa yang tidak-sengaja-tapi-sayang-jika-dilewatkan semalam masih terasa.

"Maafkan keterlambatanku," meski terengah karena kelelahan, wanita itu tetap terlihat luar biasa cantik. "Tapi kulihat kau pun baru datang, ya?"

Miles berdeham pelan mengatasi kegugupannya. "Setidaknya aku punya alasan yang kuat, sidangku berjalan terlampau lambat,"

"Oh ya?" Audy tertawa pelan seraya melepaskan mantelnya. "Kau tahu, aku sangat suka kalau kau mulai berkata dengan nada kaku seperti itu."

Miles menelan ludah, menyesali perkataannya barusan. Ah, wanita itu memang tahu cara paling tepat membuatnya kikuk.

"Yah... aku juga baru selesai sidang, sidangnya..." Audy mengerutkan dahinya. "Agak tidak menyenangkan."

"Kenapa? Rekor tak terkalahkanmu pecah?"

Audy menggeleng. "Bukan, tapi... mungkin sebaiknya kita membicarakan ini sambil duduk saja, eh?"

Miles mengangguk, menatap pelayan yang menunggu mereka sejak tadi. "Maaf Sir, tolong antarkan kami ke meja yang kosong."

xxx

"Jadi..."

"Jadi?" Miles berhenti memotong steak di hadapannya. Ditatapnya wanita yang sejak tadi tidak berhenti bercerita tentang kasusnya.

"Kau mendengarkanku tidak sih?" Audy menggembungkan pipinya. Melihat kelakuannya, Miles pasti tidak percaya bahwa wanita ini lebih tua satu tahun dibandingkan dirinya.

"Aku mendengarmu, Audy," Miles meletakkan garpu dan pisaunya. "Kasusmu agak menyulitkan hari ini. Korban adalah Henry Faith, duta besar Jerman. Karena itu, kau harus berhadapan dengan jaksa penuntut dari Jerman. Masalahnya, jaksa penuntutnya juga sangat merepotkan. Dan klienmu pun seperti menyembunyikan sesuatu darimu. Lalu meskipun kau menang dan klienmu dinyatakan tidak bersalah, kau masih merasa ada sesuatu yang belum terungkap."

Audy tersenyum puas sesaat sebelum wajahnya kembali suram. "Aku tidak mengerti..."

"Aku juga tidak..."

"Eh?"

Miles menunjuk Audy. "Aku tidak mengerti dengan dirimu. Mengapa kau mau menerima klien seperti itu? Bukankah kau selalu menjunjung tinggi kejujuran klien?"

Audy terdiam. Ia memainkan ujung taplak meja di hadapannya dengan bimbang. "Aku merasa... dia butuh diselamatkan..."

"Hmm..."

"Lagipula, aku merasa ada yang sangat aneh dengan kasus ini..." Audy terdiam sesaat sebelum akhirnya melanjutkan. "Tapi aku tidak ingin merusak malam ini. Jadi, mengapa kau mengundangku makan malam, Miles?"

Miles terbatuk pelan. Percakapan mereka barusan membuat Miles melupakan tujuan awal ia mengundang wanita itu. "Eh..." Miles menunduk. Merasakan beban di saku jasnya bertambah seratus kali lipat. Tuhan, mengapa ini sulit sekali?

"Miles?"

Miles berdeham pelan. Tangannya merogoh ke dalam saku jasnya. "Aku..."

Brak!

Miles dan Audy tersentak kaget ketika mendengar pintu restoran yang dibanting keras. Miles menoleh ke arah pintu. Dilihatnya seorang wanita menerobos masuk dan kini sedang bersitegang dengan pelayan yang menyambut di depan.

"Itu kan..." Audy tampak terkejut, ia segera bangkit menghampiri wanita itu, mengabaikan Miles yang masih sibuk mengatasi kegugupannya. "Miss von Karma, ada apa ini?"

Von Karma? Miles menoleh ke arah pintu. Kedutaan besar Jerman. Jaksa penuntut dari Jerman. Mungkinkah... "Franziska?"

Wanita yang menerobos masuk itu berhenti mencecar pelayan di hadapannya. "Miles..." Franziska von Karma menahan napas sesaat sebelum kembali ke dirinya yang biasa. "Miss Fomalhaut, aku harus bicara denganmu. Sekarang."

Audy berdecak tidak senang. "Tapi kau kan bisa menelepon dulu atau..."

"Klien anda, Lauren Paups, menghilang," khas Franziska, efisien dan langsung ke permasalahan tanpa basa-basi. "Dan kau, Miles..." Franziska menatap sinis lelaki yang menatap mereka dengan tanda tanya. "Aku sama sekali tidak mengharapkan kehadiranmu di sini dan aku tidak peduli urusanmu dengan Miss Fomalhaut," Franziska berhenti sejenak, menyadari bahwa pernyataannya barusan justru menjadi bukti bahwa ia memang peduli terhadap hubungan Audy dan Miles. "Yang terpenting, Miss Fomalhaut, aku benar-benar memohon kerjasamamu kali ini."

Audy, masih belum pulih dari kekagetannya, menoleh ke arah Miles. "Eh..."

"Pergilah, Audy..." Miles menyodorkan mantel wanita itu. Ia kemudian menoleh ke arah Franziska. "Lama tidak berjumpa, Franziska..."

"Aku tidak punya waktu untuk berbasa-basi denganmu... Edgeworth," Franziska menggerutu pelan, kemudian berjalan keluar dari restoran.

"Maafkan aku, Miles..." Audy melempar pandangan minta maaf sebelum akhirnya tersenyum lega melihat Miles yang mengangguk penuh pengertian. "Aku pergi dulu... bye,"

"Bye," Miles menatap kedua wanita yang kini berlalu dari hadapannya dengan pandangan kosong. Kegugupannya untuk meminang Audy lenyap tanpa bekas. Alih-alih memikirkan tentang kapankah sebaiknya ia menyerahkan kalung itu pada Audy, fakta-fakta kasus yang diberikan lewat percakapan dua wanita tadi menamparnya dengan keras.

Kedutaan besar Jerman. Jaksa penuntut Jerman. Klien yang menghilang... Lauren Paups?

Perasaan yang tidak nyaman mendera Miles ketika diingatnya nama yang terakhir. Kasus yang terus menerus ditanganinya membuat ia kesulitan mengingat detil masa lalu. Tetapi jelas nama itu berhubungan dengan kasus tujuh tahun yang lalu.

Ya, kasus tujuh tahun lalu. Mungkinkah semua itu belum selesai?

xxx To Be Continued xxx