Sekumpulan oneshot story dengan genre utama friendship.


Reboot

Summary: Di antara panggung monokrom yang hampir memudar, persahabatan itu kembali bersemi.

Disclaimer: Vocaloid bukan punya saya, tapi punya Yamaha.

Warning: alur aneh, angst gagal, typo (mungkin), dan lain lain.

Genre: Friendship, Tragedy.

Don't like, don't read. Thanks.


.

.

.

Songfic. Oneshot.

.

.

.


Seorang gadis kecil melambaikan tangan kanannya tinggi-tinggi agar kedua teman—bukan, sahabatnya dapat melihatnya. Mengisyaratkan bahwa si surai cokelat muda memanggilnya.

"Ne, lihat! Bagus kan?" tangan kecilnya memegang sebuah gantungan bintang berwarna kuning.

"Wah, ini benda yang bagus!" seru gadis berkuncir dua. Sedangkan gadis yang bersurai merah muda hanya tersenyum lebar.

"Sebagai kenang-kenangan persahabatan kita ketika besar nanti!" seru gadis kecil bersurai cokelat muda dengan riang. Kedua sahabatnya mengangguk pasti dan senang. Kemudian, ketiganya menyatukan gantungan bintan keemasan masing-masing di langit yang sudah berwarna lembayung.


Hujan rintik-rintik masih mengguyur seluruh penjuru kota. Air segarnya membasahi setiap inci tumbuhan hingga terserap sampai di akarnya. Suara gemericik indah berpadu dengan suara kendaraan bermotor yang berlalu lalang di suatu jalan raya. Suara langkah orang-orang juga ikut campur mewarnai hari itu. Termasuk suara langkah-langkah dari tiga orang gadis kecil yang memakai satu payung besar bermotif kotak-kotak berwarna-warni. Ketiganya saling berinteraksi seperti biasa. Sampai akhirnya sinar sang raja siang menembus awan dan hujan mulai berhenti. Luka yang memegang payung itu, langsung menyingkirkannya dari atas kepalanya dan kedua temannya. Kemudian, ketiganya saling tersenyum lebar.

Setelah itu, mereka bertiga masing-masing membeli es krim dengan rasa yang berbeda. Saling berbagi canda dan tawa. Namun, canda dan tawa itu tak berangsur lama. Luka, si surai merah muda, niat hati bercanda ketika mendorong pelan bahu Miku, namun, es krim milik sahabat karibnya itu terjatuh ke trotoar. Miku menunduk dalam sambil meratapi es krimnya yang sudah meleleh. Kesal, Miku mendorong Luka sampai es krim stroberi miliknya terjatuh juga. Luka yang juga tak terima atas perlakuan Miku pun berniat membalasnya. Mereka berdua saling dorong-mendorong.

"Ano…. Anatatachi—" gadis kecil yang bersurai cokelat muda berusaha melerai. Namun, perkataannya terpotong ketika melihat gantungan bintang milik Luka putus dan terlempar ke tengah jalan. Zimi, nama dari gadis itu, berinisiatif mengambilnya. Sayangnya ia tak menyadari ada truk besar melintas dengan kecepatan tinggi mengarah padanya. Mata Miku membulat sempurna ketika merekam kejadian pilu itu.

.

.

.

Sebuah potret gadis kecil yang sedang tertawa terpampang dalam sebuah bingkai cokelat. Warna hitam mendominasi ruangan itu. Ruangan yang terisi dengan tangisan pilu serta isakan. Tentu saja Miku termasuk dalam daftar itu. Meraung hebat terhisap lubang kepedihan. Tepat di depan peti cokelat itu ia tumpahkan segala rasa dan air matanya secara cuma-cuma.

"Sial! Andaikan Luka tidak menjatuhkan es krimku—hiks. Andaikan kami tidak bertengkar—ukh—pastilah Zimi masih hidup!"

Melawan takdir tiada guna.

Luka hanya menangis pelan sambil menatap Miku yang menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Bahu Luka bergetar hebat.

Apakah… ini semua memang salahku? pikirnya.

Tanpa disadari oleh keduanya, sosok gadis kecil transparan menatap mereka dengan tatapan nanar.


Then I'll change the fading color of the fourth dimension

And I cried out


Hujan lagi. Tampaknya hujan semakin sering tampil belakangan ini. Apakah langit masih bersedih atas kejadian beberapa hari yang lalu? Luka berdiri di depan pintu utama sekolahnya sambil menunggu hujan reda. Ia lupa membawa payung. Tak lama kemudian, sosok Miku bersama seorang temannya berjalan melewati Luka—tentu saja mereka membawa payung. Miku sempat melirik ke arah Luka dengan tatapan dingin. Luka sedikit terkejut.

Bodohnya aku berpikir dia akan menawarkan payung untukku.

Luka menunduk. Matanya berkaca-kaca. Dengan nekad Luka berlari menerobos hujan yang masih deras. Perasaannya berantakan. Ia tak bisa berpikir jernih.

Sosok gadis bersurai cokelat muda hanya terpaku dengan tatapan tak percaya.

Kenapa ini semua terjadi?


Mitos bilang, jika arwah tersebut belum bisa kembali ke alamnya, itu artinya ada urusan di dunia yang belum terselesaikan. Adakalanya mitos itu bisa dibilang benar. Hal itu bisa menggambarkan kondisi Zimi sekarang. Entah sudah berapa tahun ia berkeliaran di dunia ini sebagai arwah. Entah sudah berapa lama. Ia tak begitu ingat. Tentu saja rasanya sangat bosan menjadi arwah tak tenang begini. Apa yang bisa ia lakukan selain kembali ke alamnya? Bahkan ia tak tahu bagaimana cara mengatasi 'urusan dunia'nya yang belum terselesaikan.

Matahari bersinar terik. Memancing setiap bulir keringat membasahi kulit yang juga terasa terbakar. Namun, setiap jengkal pekerjaan tetap berjalan.

Tiba-tiba sepasang manik cokelat susu milik Zimi menangkap sosok perempuan bersurai merah muda yang berjalan melewatinya. Zimi mengenali sosok itu. Ia pun mengikutinya.

Zimi mengikutinya sampai di sebuah kota. Kemudian, perempuan berkacamata itu berhenti sambil menatap sebuah papan—di mana terdapat beberapa gambar bintang kecil, dan salah satunya berwarna kuning keemasan. Setelah itu, ia berjalan dan memasuki suatu gedung. Kemudian, langkah kakinya berhenti di depan pintu yang bertuliskan "Penelitian Astronomi".

Perempuan itu terkejut ketika ada seorang gadis bersurai tosca berdiri di ruangan itu. Refleks, perempuan bersurai merah muda itu berlari keluar. Tapi, gadis bersuraikan tosca itu menahan tangannya dan mengucapkan beberapa kalimat sampai akhirnya matanya mengeluarkan cairan bening dengan penuh rasa penyesalan.

"Maafkan aku, Luka. Maafkan aku. Aku, aku—"

Keduanya duduk bersimpuh. "Aku sudah memaafkanmu, Miku." Miku menundukan kepalanya dalam-dalam.

"Maafkan aku telah merusak persahabatan ini…."

"Tidak ada yang merusak persahabatan kita, Miku. Aku senang kita kembali bersama…."

Zimi yang menyaksikan itu hanya menangis dalam hening.

.

.

.

Malam pun telah tiba. Bintang-bintang bertaburan di langit yang cerah.

"Ne, Luka. Lihat, sekarang gantungan bintang itu kujadikan liontin kalung!" seru Miku ceria sambil memperlihatkan sebuah kalung yang melingkar di lehernya.

"Kalau aku, gantungan bintang itu kujadikan salah satu antingku," ujar Luka sambil menyibakan helaian rambut bagian kanannya. Kemudian, mereka kembali menatap langit malam.

Zimi bahagia. Akhirnya, 'urusan dunia'nya sudah terselesaikan.

Kupikir aku harus pergi.

"Selamat tinggal, Miku, Luka." Zimi tersenyum dan akhirnya menghilang. Luka dan Miku menoleh ke asal suara. Mereka hanya mengerutkan kening karena di belakang tak ada orang—kemudian tersenyum.


Maaf, reboot-nya kuganti o/ karena aku merasa yang pertama itu fail dan yah—ahahaha ya sudah kuganti _ _)b lagipula setelah ini dijadikan sekumpulan oneshot. Jadi ceritanya bukan hanya reboot owo

Chapter 2: Our Let It Be.

Terima kasih bagi yang sudah mereview, mem-fav, mem-follow, ah yang pasti siapa saja yang sudah baca ini termasuk silent reader o/