"Lucas menunggumu di depan"
Haechan berdecak malas, ia mengangguk sebentar pada ibunya lalu bergegas memakai kemeja yang baru ia ambil dari lemari pakaian.
"Tumben dia bangun pagi" gumamnya lalu merapikan helai rambut menggunakan jari tangan. Ia tidak ada waktu untuk sekedar mencari sisir yang entah dimana keberadaannya.
"Ibuu... Ayah... aku berangkat ya"
Haechan mengecup pipi kedua orangtuanya kilat. Tanpa menunggu balasan dari mereka, pemuda itu segera berlari keluar rumah. Jam sudah menunjukkan pukul delapan, ia ada kelas dengan Profesor Shin setengah jam lagi. Kalau sampai dalam waktu tersebut ia tidak menunjukkan batang hidungnya, tamat sudah riwayatnya.
"Wong Yukhei! Ngebut ya!"
Haechan menutup pintu mobil putih itu dengan kasar. Tak sabaran meminta sang pengemudi untuk melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Jaemin —sahabatnya agar memberi kabar situasi di kampus sekarang. Semoga saja Jaemin sudah berada disana.
"Tidak mau!"
Pemuda lain, dengan rambut blonde yang sangat berantakan menjawab. Ia menguap begitu lebar. Mata almond itu terlihat merah, dan jejak air liur yang membekas di sudut bibirnya menandakan bahwa pemuda itu baru saja bangun tidur.
"Yak! Kalau aku tidak sampai dalam waktu lima belas menit. Kupastikan kita tidak bicara sebulan!"
Wong Yukhei —tetapi lebih sering dipanggil Lucas berdecak kesal. Ia segera menyalakan mesin mobil. Menyamankan posisi duduknya dan bersiap untuk menyetir.
"Ck! Sudah kubilang untuk memakai seatbelt dengan benar!" ucap Lucas. Ia bergerak ke samping lalu memasangkan sabuk pengaman itu pada Haechan.
"Ini tidak penting. Yang lebih penting sekarang adalah kita sampai ke kampus dalam waktu lima belas menit."
Haechan menepis tangan Lucas, ia menggerakkan kakinya guna meredakan cemas yang melanda. Profesor Shin tidak main-main dengan yang namanya hukuman. Apalagi beliau adalah salah satu dosen favorit yang mengajukan Haechan sebagai kandidat dalam pemilihan asisten dosen. Ia tidak ingin terlihat minus di mata dosen bertubuh tambun itu.
"Ya~ Ya~ sayang~ morning kiss dulu dong~"
Perempatan imajiner muncul di dahi Haechan. Dengan kesal ia menjitak kepala sahabatnya itu.
"Kiss ur ass! Ayolah Wong! Atau kau ingin aku yang menyetir hm?" ancam Haechan. Mereka berdua tahu betapa bodohnya Haechan dalam urusan 'menyetir'. Menyetir sepeda pancal saja ia tidak bisa apalagi menyetir mobil.
"My pleasure babe... Kau boleh mencium pantatku kalau kau mau. Dan ya! Tentu saja kau boleh 'menyetir' juniorku sesuka hatimu"
BUGH!
"You faggot!"
Teriak Haechan sambil menggeplak kepala Lucas menggunakan tas ranselnya. Ia mengernyit jijik sambil memandang pemuda yang kini tertawa lebar sampai memegang perut.
Haechan mencebikkan bibir, kalau saja ia tidak bangun kesiangan pasti dia tidak perlu terburu-buru seperti ini. Salahkan pemuda disampingnya yang semalam mengajaknya untuk bergadang, tapi Haechan tidak menyesal sih. Film Avengers yang mereka tonton tadi malam sangat keren.
Lucas yang melihat Haechan merengut bersorak dalam hati. Moodboster di pagi hari adalah dengan menggoda pemuda manis itu yang merupakan tetangga sekaligus sahabatnya. Tak ingin Haechan semakin kesal, ia segera melajukan mobilnya.
"Hold on tight babe!" seru Lucas.
Lalu mobil putih itu melaju kencang menembus jalanan Seoul yang ramai.
.
.
GO
.
.
Lucas,
Pemuda dengan tinggi menjulang itu menunggu dalam diamnya.
Matanya terus saja bergerak mengikuti setiap kata yang tertulis rapi dalam buku yang dibacanya.
Seharusnya dia pergi, bukan menghabiskan waktu disini bersama tumpukan buku-buku besar dan bau. Untung saja pendingin ruangan membuatnya merasa nyaman. Jika tidak, sudah pasti ia akan segera mengenyahkan diri dari tempat bernama perpustakaan ini.
LINE
BabyBear
Belajar yang benar, jangan terus-terusan menghela nafas
12:05
Lucas mengumpat dalam hati tapi tetap saja dirinya diam dan berusaha menenggelamkan pikirannya dalam buku yang dia baca. Seperti kemarin, kemarin lusa, minggu kemarin, bulan kemarin dan fuck! dua belas tahun kemarin.
Sungguh ini bukan dirinya. Demi kaos kaki bolongnya, ia tidak akan sudi duduk diam sampai pantatnya panas hanya untuk belajar. Kalau saja bukan karena Haechan yang meminta. Ia akan memilih tidur daripada mempelajari bagaimana sistem keuangan dunia.
Bodohnya kenapa dulu dia harus memilih jurusan Manajemen Bisnis. Harusnya ia memilih sastra saja yang mata kuliahnya tidak sesulit ini.
Dobel sial, kenapa juga tadi ia mengiyakan ajakan Haechan untuk menemaninya belajar. Sudah tahu dia paling anti dengan kata itu. Tapi kalau dipikir-pikir. Mana pernah dia menolak ajakan sahabat manisnya.
TRAK!
Lucas menutup buku tebal yang ia pegang lalu mendorong buku itu menjauh.
"Haechan ah... Sud—"
"Sstt! Jangan ramai!"
Pemuda itu sontak menggembungkan pipinya. Ia semakin merengut sebal kala melihat senyum jahil di wajah Haechan yang duduk berjarak beberapa centi darinya.
Dengan kasar ia mengetikkan sesuatu di ponsel putihnya.
aku lapar~ ayo pulang
12:08
read
Lucas hampir saja menjerit bahagia saat melihat Haechan membereskan buku-buku tebal yang sedari tadi ia baca. Dengan segera ia bangkit dari duduknya lalu menggerangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan hingga menimbulkan bunyi 'kretek' yang keras. Rasanya punggungnya encok karena terlalu lama duduk.
"Aw..."
Jeritan kecil terlontar dari mulut Lucas saat lengannya dicubit keras sekali. Ia melotot ke arah sang pelaku.
'Jangan ramai bodoh!'
Haechan menggerakkan bibirnya tanpa suara. Ia segera menarik lengan kekar Lucas untuk keluar dari perpustakaan.
"Haechan... Belikan aku burger lapis keju dua tingkat. Aku hampir mati kelaparan" rengek Lucas sambil menarik-narik lengan kemeja Haechan.
Merasa risih, Haechan berjalan lebih cepat. "Aish! Kau kan sudah makan tadi sewaktu menungguku. Lebih baik kita pulang lalu kau mandi. Jijik tahu lihat bekas air liurmu" ucap Haechan
Lucas tidak membalas ucapan Haechan namun semakin melancarkan aksi merengeknya. Pokoknya dia harus makan burger keju dua lapis. Salahkan iklan yang muncul di TV perpustakaan tadi. Ia jadi ingin makan burger kan.
"YAK! Makanan itu tidak sehat. Kau mau opname lagi gara-gara kebanyakan makan fastfood?"
Haechan berhenti berjalan lalu berbalik menatap Lucas. Tangannya bersidekap di dada, wajah manisnya terlihat marah namun tak menghilangkan kesan imut padanya.
"Tidak kok" balas Lucas pelan. Ia menundukkan kepala menatap kakinya yang ia gerak-gerakan di atas lantai secara random. Tak berani menatap ratu Haechan yang sedang murka. Persis seperti anak kecil yang dimarahi ibunya.
Segala persepi orang-orang tentang Lucas yang keren, Lucas gagah perkasa, Si tampan yang slengekan, musnah sudah melebur menjadi Lucas yang takut akan seorang Lee Haechan.
"Bagus!" Haechan berkata senang. Ia menjetikkan ibu jarinya ketika sebuah ide melintas di otaknya. "Bagaimana kalau kita memasak saja. Dapurmu, oke?"
Senyum Lucas tercetak sangat lebar di wajah tampannya. Ia memeluk Haechan untuk mengekspresikan kebahagiaannya. Siapa yang mau menolak masakan Haechan? Sahabatnya itu sangat pandai memasak asal kalian tahu.
"yeah, I'm ready to eat ur food, chef! AWWWW! "
"Lepas bodoh!" Haechan menendang lutut Lucas hingga membuat pemuda itu terjerembab ke belakang.
Lucas meringis kecil. Tendangan Haechan tidak main-main kalau boleh dibilang.
"Kau itu bar-bar sekali. Kau pikir aku samsack tinju apa!"
Haechan memutar bola matanya malas lalu kembali berjalan.
"Salah sendiri main peluk seenaknya."
"Habis kau gendut. Aku jadi suka memelukmu"
Fuck! Lucas khilaf. Ia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan saat melihat tatapan Haechan yang tajam menuju kearahnya.
"KAU BILANG APA HAH?" murka Haechan.
Sebelum sepatu Haechan melayang ke muka gantengnya, Lucas lari terbirit-birit menjauhi sahabatnya itu.
Ingatkan Lucas setelah ini untuk tidak mengatai Haechan gendut karena lelaki itu tidak mau mengakui gumpalan lemak yang menyebar tidak rata di beberapa bagian tubuhnya.
Anggap saja Haechan kurus,
Iya—
Kurus yang tertunda.
.
.
Sejak bertemu dengan Lee Haechan, pemuda berkulit tan dengan pipi chubynya yang menggemaskan, Lucas harus mengakui jika dunianya berubah.
Pemuda yang menjungkir balikkan hidup seorang Wong Yukhei, putra tunggal Wong Coorporation yang merajai bisnis perhiasan di Korea Selatan hingga di beberapa negara Asia.
Semua ini bermula akibat dari orangtuanya yang ingin mengembangkan bisnis mereka di Korea Selatan. Ia yang lahir di Hongkong namun tumbuh besar di Kanada harus mengikuti kepindahan orangtuanya.
Saat itu umurnya sembilan tahun, ia kesulitan menemukan teman baru karena terkendala bahasa. Meskipun ia berasal dari keluarga kaya, orangtuanya tidak pernah mengajarkannya untuk menjadi pribadi yang angkuh. Ia diharuskan untuk bersosialisasi seperti anak-anak pada umumnya. Namun, bagaimana cara ia mengajak mereka berkenalan kalau bahasa Korea saja Lucas tidak lancar.
Namun Haechan datang membawa secercah cahaya yang mengubah hidupnya. Mereka bertemu di kolam renang kompleks perumahan. Saat itu Haechan memakai baju renang biru dengan pelampung plastik berwarna kuning. Terlihat kontras dengan kulitnya yang kecoklatan. Mereka bersenggolan ketika berenang hingga membuat pelampung yang dipakai Haechan terlempar.
Ternyata Haechan tidak bisa berenang. Anak itu mulai menggerakkan tangannya keatas panik dengan air yang mulai masuk ke mulut. Untung saja Lucas sadar dan segera menolongnya. Ia ingat bagaimana tubuh bergetar Haechan memeluknya begitu erat. Anak itu tidak bersuara ketika menangis, tapi Lucas bisa merasakan air mata yang membasahi pundaknya.
Sejak saat itu, entah darimana asalnya, keinginan untuk melindungi Haechan sangat kuat.
Lucas menghembuskan napasnya saat menunggu Haechan memasak. Bau wangi yang menguar dari dapur membuat perutnya berbunyi nyaring. Tak sabar, ia beranjak menuju dapur. Siapa tahu ada makanan yang bisa ia makan karena perutnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi.
Namun langkah kaki lebar itu terhenti. Kakinya seolah menancap kaku. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melemas hanya karena melihat siluet seseorang memasak. Ini bukan yang pertama kali ia merasakan sensasi dingin yang menerpa kulitnya hingga membuat bulu kuduknya meremang.
Lucas bernafas kasar, tidak sadar sedari tadi menahan nafas karena mengamati sosok Haechan yang terlihat begitu cantik diterpa sinar matahari yang menerobos melalui jendela dapur. Ia mengamatinya, bagaimana pipi Haechan merona akibat kepulan uap dari wajan penggorengan, gerakan tangannya yang sangat lihai ketika membalik telur sampai lincahnya tubuh berisi itu bergerak kesana kemari untuk mempersiapkan sebuah makanan untuknya.
"Hei kenapa melamun?"
Suara Haechan menyadarkan Lucas. Pemuda itu tersentak kecil, sedikit gelagapan karena ketahuan menatap Haechan.
"Aku lapar"
Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. Lucas menggigit bibir saat mendengar tawa Haechan yang menggema. Begitu merdu terdengar di telinga hingga ia kecanduan untuk mendengarnya. Ia segera mengenyahkan pikirannya. Mungkin ia terlalu sering menemani Haechan menonton drama.
"Duduklah, sebentar lagi sup nya akan matang"
Haechan mendorong Lucas untuk duduk di kursi makan. Setelahnya ia mematikan kompor dan menuang sup ayam yang sudah ia buat ke dalam mangkuk.
Hidung Lucas kembang kempis mencium aroma masakan Haechan. Dengan tidak sabar ia mengambil nasi dan beserta lauk lalu makan dengan terburu-buru.
"Woi! Biasa aja dong kalau makan. Nggak usah nge-gas!" ucap Haechan. Ia geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu.
"Bodo amat! Aku tidak bisa hidup tanpa makan. Itu kebutuhan dasar manusia kata Maslow"
Haechan memutar bola matanya mendengar teori Maslow yang diucapkan Lucas. Ia mengikuti Lucas untuk makan, perutnya juga lapar.
"Kenapa masakanmu selalu enak. Aku iri padamu." Lucas berkata setelah menambah nasi pada piringnya.
"Itu karena memang kau bodoh saja makanya masakanmu selalu berakhir di tempat sampah"
Lucas mendengus. Tidak terima akan perkataan Haechan.
"Kau kan Uke, makanya pandai memasak. Nanti yang mengurus dapur kita siapa lagi kalau bukan dirimu"
"Bangsat! Aku seme bodoh! Dan jauhkan pikiranmu tentang 'dapur kita'" Haechan membalas. "Kau pikir aku sudi punya pasangan sepertimu" imbuhnya
"SEME?" Lucas menghentikan makan untuk tertawa. "Tubuh bohay montok dengan wajah sangat manis seperti itu kau bilang seme? HAHA—AKH! SAKIT BODOH!"
Teriakan Lucas menggema akibat tangannya yang ditusuk Haechan menggunakan garpu. Sialan, kenapa punya sahabat mengerikan begini sih.
"Masa bodoh! Kau yang mulai kok" ucap Haechan enteng. Gigi kelincinya menyembul ketika tertawa. Entah kenapa menyiksa Lucas adalah kesenangan tersendiri untuknya. NgAhhhahahaha
Lagi lagi Lucas kalah. Kapan sih dia bisa menang melawan Haechan. Kesannya dia seme-seme takut uke. Padahal dia kan seme 'strong'.
Iya Lucas seme strong—
Tapi jadi lembek kalau yang ada dihadapannya sekarang adalah seorang Lee Haechan.
.
.
.
GO
.
.
.
Lucas baru saja menyelesaikan kelasnya ketika Jaemin berlari dengan muka panik ke arahnya.
"Wong! Wong! Tolong"
Ia mengernyit melihat seseorang yang ia kenal sebagai sahabat Haechan itu mengatakan tolong padanya dengan muka hampir menangis. Perasaannya jadi tidak enak.
"H —haechan..." kata Jaemin tersendat
Rahang Lucas mengeras. Ia mencengkeram pundak Jaemin. Hatinya tiba tiba berdetak jutaan kali lebih cepat.
"Katakan apa yang terjadi pada Haechan!"
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
Kibarkan bendera Haechan!
Pfft canda...
Kibarkan bendera Luchan?
Kibarkan bendera markhyuck?
Kibarkan bendera Nohyuck?
Review saja ngAHAHAHA
.
.
.
.
