Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warning: Shonen ai, gaje, typos, humor garing, gila, author stress -_-.
Genre: Humor, parody, gila(klo ada), romance yang tidak kelihatan.
Kisah si upik abu
By
Dane Benjamin
.
.
.
Pada suatu hari selasa. ketika musim duren membangkai, di waktu petang, di suatu abad kesembilan belas—Sebelum abad kedelapan belas
Hiduplah dua kakak beradik Namikaze. Bersama ibu tirinya yang jahat—Jangan ingatkan author tentang anaknya yang sok kecakepan namun imut.
Ibu dan kakak tirinya ini sungguhlah kejam pada keduanya. Bayangkan saja, mereka diperlakukan bukan selayaknya anak kandung—ya, iyalah!
Sungguh, kisah ini menyedihkan untuk diceritakan. Namun inilah kisahnya.
.
.
.
"Namikaze!" teriakan membahana itu datang dari dalam rumah. Seorang pemuda berambut kemerahan menengok sebentar ke belakang. berhenti melakukan kegiatannya.
suara langkah manusia bersepatu hak tinggi berjalan cepat-cepat ke arahnya. Sang pemuda mengedipkan matanya berkali-kali.
"Namikaze Kyuubi!" lengking suara tinggi, sok dan sangatlah teramat sombong sekali itu.
"Ya," ucap Kyuubi pelan.
Sang ibu tiri menaikkan alis—kelewat lupa akan hal aneh, tapi terlalu tak peduli. "Apa yang kuperintahkan kau lakukan sejam yang lalu?"
"Nyuci, Nyah..." ucap Kyuubi, sambil memanggil nyonya pada Ibu tirinya. Ia melirik jam weker ditangannya, belum sampe 59 menit. Dasar sang ibu tiri korupsi semenit.
"Terus, habis kamu cuci semua baju, apa yang harus dilakukan?"
"Ya, dijemurlah. Masa saya gunain buat pengganti kertas layangan sih..." jawab si anak tiri kurang ajar.
"Jangan kurang ajar kamu!" rutuknya mendengar omongan kelewat halus si anak tiri. " terus kemana sekarang pakaian-pakaian yang sudah dicuci?"
"Ya, saya jemurlah, Nyah ... masa saya gunain buat nyantet tetangga..." Kyuubi mengulang jawabannya. Lumayan, ngulang naskah basi.
"Kubilang, Jangan kurang ajar, yaa!" sang ibu tiri juga ikut-ikutan latah. "Iya aku tahu kamu jemur," ucap si ibu tiri kehabisan zat kesabaran. "Tapi mana pakaiannya. Ga ada sebijipun dijemuran, Kyuubi?"
Si kyuubi terkekeh sambil termehek-mehek sekaligus terbatuk-batuk. "Emang ga ada dijemuran. Wong saya jemurnya di tiang listrik!"
"Kyuubi!" teriak sang ibu tiri sambil memaki-maki tak jelas—karena sang author maha malas untuk menuturkannya di fanfic ngaco ini.
Siang itu ditutup dengan romantisnya oleh Kyuubi. Ia kembali serius dengan pekerjaan rumahnya.
Nge-bengkel.
.
.
.
Sore itu, dapur begitu berisik dengan suara menggelegak dari dalam kuali. Dengan si pirang yang begitu sibuk di sana. Dia mengiris segalanya dengan lincah dan beraturan. Bau harum pun menguar dari panci-panci yang mengepulkan asap—Sungguh calon uke yang profesional di dapur.
Dulu sih, biasanya Kyuubi dan Naruto bergantian shift jika memasak. Namun setelah insiden Kyubii memasak obeng dadar, ibu tirinya mendepaknya dari jabatan koki.
Tiga puluh menit kemudian.
Ruang makan begitu hening, kakak tirinya telah absen dari rumah selama enam bulan ini—semenjak ia bercita-cita menjadi salah satu dari sembilan personel girlband di negara tetangga—Korengan.
Hanya ada Ibu tirinya yang menghiasi meja makan. Termasuk Kyuubi yang masih belepotan oli dan saus sambal.
Sang ibu tiri melirik Naruto yang dengan cekatan menyajikan seluruh masakan di atas meja. Sudah siap untuk disantap.
"Nah, silakan makan," serunya riang. Ia mengambil duduk di dekat Kyuubii.
Sang ibu tiri melirik ke arah Kyuubii, yang sedang menatap Naruto yang sama sekali tidak melirik kemanapun. Kenapa kalian bengong? Ayo mari makan," ucap Naruto pada keduanya. Si pirang kemudian melahap makanan di piringnya dengan pelan.
Kelihatan sekali masakannya memang enak. Ibu tirinya sedikit yakin, Mengetahui masakan Naruto bisa dikonsumsi manusia—setelah melihat Naruto masih hidup pada suapan kesepuluh setengah.
"Kelihatannya enak sekali," ucap sang ibu tiri sambil menyendok supnya. "tapi kenapa aku masih tidak yakin?"
Tepat sebelum sup itu masuk kemulutnya, Kyuubi bicara, "Jika aku jadi kau, Nyah. Aku tak akan mau memakannya."
Suapan sang ibu tiri berada di udara, gagal. "kenapa kau bilang begitu? Naruto yang makan baik-baik saja."
"Kalau perut Naruto normal sudah dari kemarin dia mati," ucap Kyuubi. Lagi pula sudah berapa kali kakak tirinya mau meracuni sang adik dengan racun tikus, pembersih lantai, cairan cuka, sampai kotoran sapi. Tapi Si pirang masih hidup di dunia ini sampai sekarang.
"Tapi bagaimana kau bisa yakin, kalau masakan adikmu ini tidak bisa dimakan," ucap sang ibu tiri sambil meminum air putih dari gelasnya, masih enggan mempercayai tu anak tiri yang kurang ajar. Mungkin saja si Kyuubi mau ngebodohin dirinya.
Kyuubi terkekeh. "Semenit yang lalu ada lalat di piring itu, Nyah. Dan dia mati nol koma nol detik kemudian."
Glekkk. Sang ibu tiri menelan ludah. Ia kembali meminum air di gelasnya banyak-banyak.
Si kyuubi tertawa lagi.
"kenapa kamu terus-terusan tertawa? Atau jangan-jangan kamu cuma bohong doang!" tuduhnya sangar.
"Bukan. hanya saja, bangkai lalat tadi terakhir terlihat digelas yang nyonya minum."
Dan yang diingat ibu tirinya adalah meja makan yang kelihatan terbalik dan dirinya pingsan dengan tidak harmonis.
.
.
.
Di suatu tempat yang sepi.
Istana Taka.
"Yang Mulia Kanjeng Raden Pangeran Sasuke Uchiha Yang Dipertuankan Agung..."
15 menit kemudian, setelah pelafalan yang maha panjang,"Kakak Anda, Yang Mulia Kanjeng Pangeran ..."
Dan satu jam kemudian setelah diskip—
"... ingin menemui anda, Pangeran." ucap sang pengawal sambil berlutut di hadapannya.
"Apa kau tidak lihat aku sedang sibuk!" jawab pangeran bermata hitam itu dingin.
Sang pengawal sedikit gemetar, ia melihat barang sejenak untuk tahu kesibukan apa yang sedang dilakukan calon kaisar masa depan itu.
Main monopoli—Ribuan jarum serasa menusuk baju jirahnya.
"Bilang saja aku sibuk," sang pangeran bertitah lagi. Ia memejamkan matanya malas.
"Ta—"
"Tinggalkan kami sendiri, pengawal." sebuah suara di depan pintu membuat sang pengawal merinding. Tanpa basa-basi lagi pengawal itu merangkak mundur keluar. Pintu tertutup pelan. Meninggalkan dua manusia di dalam keheningan yang mendewa.
"Sasuke," ucap sang kakak.
"Jangan ngomong apapun. Aku malas mendengarnya." sang pangeran memunggungi kakaknya. Berusaha mengusirnya dengan cara tidak mengacuhkannya.
"Acara pesta mencari calon pengantinmu diadakan tiga hari lagi."
Sasuke bangun dari baring-baring palsunya. Wajah dinginnya lebih dingin dari sebelumnya.
"Siapa yang dengan lancangnya berani melakukan acara seperti itu!" suara sang bungsu meninggi. Ia marah sekali sepertinya. Karena tidak mungkin wajah bahagia ditampakkan dengan seangker itu.
"Itu kehendak sang Kaisar, Sasuke,"
"Cih, siapa dia berani melakukan hal seperti ini kepadaku?" ucapnya sinis. Apakah sang Kaisar pikir dia adalah seorang Seme bangkotan yang tidak laku-laku.
"Dia ayahmu, Sasuke."
"Yang bilang dia bapaknya orang lain siapa!" ucapnya murka," suruh dia membatalkan acara norak kelewat kampungan itu!"
"Jangan kurang ajar," ujar sang kakak. "Budget yang dikeluarkan tidak sedikit, jadi jangan banyak kontroversi hati, Pangeran."
"Kau yang kurang ajar, aku bisa cari calonku sendiri. Tidak perlu pakai acara seperti di indosiar segala. Kau mau memperkeruh statusisasi ekonomi, hah!" ucapnya sengit.
"Sudahlah Sasuke, jangan membuat fanfic ini tambah runyam dan berganti genre keluar jalur."
"Aku ingin bertemu dengan Kaisar," ucap Sasuke tak peduli pada omongan sinting sang Kakak, ia berjalan perlahan ke pintu untuk pergi menemui sang ayah.
"Ayah sudah tidur. Lagipula percuma saja, apapun yang kaulakukan tak akan merubah jalan cerita Cinderrela ini." sang kakak terkekeh, berjalan keluar meninggalkan si uchiha bungsu yang masih menahan emosi. "Suka atau tidak. Kau akan memiliki pasangan sebentar lagi, calon kaisar."
Sambil menggeram marah, Sasuke mengirimkan sesuatu lewat Bebek-talk-nya pada seseorang
.
.
.
Keesokan paginya. Di kamar sang ibu tiri.
Dengan kepala puyeng yang teramat sangat. Si ibu tiri membuka matanya perlahan. Ia menemukan kedua anak tirinya berada tak jauh darinya.
Celaka tiga belas, seperempat!
"Bunda," ucap Naruto mendekat. Sang ibu tiri menaikkan jidatnya sesenti, "Kupikir bunda tiri tadi sudah meninggal di ruang makan," ucap Naruto dengan khawatir. Kyuubi meng-aminkan dalam hati.
"Aku hampir saja memanggil bidan." Naruto memanjatkan puji syukur karena sang bunda tiri masih hidup. Sedang sang ibu tiri makin sableng mendengar penuturan anak tirinya.
"Untung saja aku tidak mati," Sang ibu tiri berujar pelan sambil mengusap peluh di dahinya.
"Cih, kenapa umurnya masih panjang sih," cibir Kyuubii dalam hati.
"Mamah!" sebuah pekikan yang disusul dobrakan pintu.
Seorang gadis berambut pink muncul di ambang pintu kamar yang telah wafat tersebut. Ia kemudian masuk dengan terburu-buru. "Mamah!" teriaknya kencang sambil berlari kesana-kemari.
Kyuubi memutar matanya malas,"Ibu kamu di tempat tidur, kenapa kamu mencari hingga ke pelosok kamar mandi?"
Sakura terdiam di pintu kamar mandi. Bengong sejenak.
Lima menit kemudian.
Seolah tak terjadi apa-apa ia mendekati sang ibu yang tengah berbaring di tempat tidur. "Mamah, apa yang terjadi? Mamah kenapa?" Sakura histeris melihat mamanya begitu mengenaskan. Begitu kurus dan kelihatan kelaparan—ya iyalah, gak makan semalaman.
"Mama, tidak apa-apa, sayang," ucap sang ibu terharu pada anak gadisnya yang cantik dan begitu perhatian ini. Lagi pula ia enggan memperunyam keadaan dan malas menceritakan kronologi yang meskipun ia paparkan pada FBI, CSI, Satpam, polisi kehutanan, Dukun santet, dan tukang tambal ban tak akan mungkin ada yang mempercayai kejadian tersebut benar-benar ada dan nyata—bukan sebuah fanfiksi dari sekaleng author gila.
"Kau sampai harus datang jauh-jauh hanya untuk menengokku, sungguh tak dinyana," si ibu menangis sesegukan. Naruto ikut terharu sedang Kyuubi membaca koran dengan terbalik.
"Ehem, sebenarnya aku pulang bukan untuk menengokmu, Mamah," si anak kandung menggaruk kupingnya yang agak gatal.
Sang ibu berhenti mengeluarkan air matanya," Apa!"
Sakura mulai tertawa hambar, "Aku mendengar sang pangeran tengah mencari calon istri, maka dari itu aku pulang,"
Sang ibu ternganga, Naruto hampir ingin memasukan sesuatu sedang Kyuubi mulai ngorok di pojokan.
"Ja-jadi..." Hilang sudah rasa harunya. "Su-sudahlah," pikirnya membatin. Anak kandung dan anak tirinya ini sama gilanya.
"Baiklah, karena Sakura-neechan sudah pulang bagaimana kalau kumasakan sesuatu yang enak. Untuk bunda tiri yang masih sakit akan kubuatkan bubur." Naruto kemudian bergegas pergi ke dapur.
Mendengar hal itu Kyuubi terbangun dari tapa ngoroknya, sedang Ibu dan Kakak tirinya langsung berkeringat dingin. Mereka melirik ke arah Kyuubi yang memutar matanya malas, minta pendapat sepertinya.
"Pengen bakso?"
"Setujuh!"
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
REVIEW PLEASE :D
