Pinjem nama dari beberapa chara milik Masashi Kishimoto
Danzo & 2 Zetsu Xxx Indra,
Zaman kuno
Awas!
AU, Homo, Abuse, GangRape, Bondage, Smut, Double penestration, OOC, Typo(s), Abal, dan hal absurd lainnya.
...
...
..
Suasana tenang di dalam sebuah ruangan tradisional Jepang berlantai tatami, berhiaskan guci dan berbagai lukisan yang memperkental kesan di dalamnya.
Sepasang tangan dengan jari panjang nan halus; sebelah memegang mulut mangkuk, dan sebelah lagi memegang pengaduk, dengan gerakan pelan dan lembut mengaduk bubuk teh hijau yang sudah dicampur dengan air hangat. Sang pemilik tangan berada dalam balutan kimono merah bercorak daun kekuningan di musim gugur, duduk tegap di atas tatami seiza, tampak elegan dan begitu memukau. Belum lagi wajah putihnya yang cantik, semakin indah dengan beberapa make up yang memperkuat karakteristiknya, sementara rambut panjangnya ditekuk ke atas menggunakan hiasan emas seperti mahkota, memperindah tampilannya.
Dengan membungkuk sopan, sosok yang bisa ditebak seorang Geisha tersebut menyerahkan secawan teh pada satu-satunya tamu di ruangan ini. Lelaki yang sudah cukup berumur dengan penutup di mata kiri, seorang pejabat tinggi dengan nama yang cukup tersohor di negara api. Mengesampingkan makna di balik kebenaran profesi tersebut, memanggil seorang Geisha adalah hal biasa untuk para pejabat. Terutama untuk orang seelit dirinya.
Shimura Danzo, menyesap rasa pahit teh dengan pelan, lalu meletakkan kembali cawan tersebut dengan kedua tangan. Mata berkelopak keriputnya menatap sosok Geisha di depannya, yang menghidangkan manisan dan melayaninya dalam diam. Danzo memang tidak pernah salah. Tidak seperti pejabat hidung belang lainnya, dia memang jarang memanggil wanita penghibur. Tapi kali ini lain, Geisha di depannya tidak diragukan lagi sangat cantik dan elegan, dia juga memiliki aura unik yang memikat. Terutama pada mata merahnya. Pertama kali Danzo menatap mata itu di rumah okiya, dia bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya. Dia sadar, telah memiliki ketertarikan dengan iris sewarna itu sejak lama. Dan menemukan ruby ditumpukan kelopak mawar merah, dia pastikan tidak akan melepaskannya.
Pejabat tua itu mengisyaratkan sang Geisha untuk mendekat. Tangan keriputnya menyambut pinggang sosok manusia anggun tersebut untuk menempel padanya. Mengamati keelokan rupa di depannya yang menunduk patuh, hidungnya mengendus dan merasakan bau manis yang terasa hingga ke indra pengecapnya.
Daya pikatnya yang menggoda, menarik keinginan pejabat tua itu untuk lebih dekat dan lebih dekat lagi.
...
-lol-
Rambut panjang indah berwarna coklat tua itu menjadi berantakan. Tangan putihnya meraih pita ungu di atas meja, dan meraup surai panjangnya untuk diikat lebih rapi. Bahu putihnya yang telanjang tertutupi kembali saat sosok itu merapikan kimononya. Meskipun baru saja melewati keadaan yang kacau, sosok tersebut masih tetap elok dan menawan untuk memanjakan mata.
Manusia elok satu itu bernama Indra, dia tidak menutupi nama aslinya ketika bekerja sebagai seorang Geisha, atau lebih tepatnya disebut Taiko karena dia adalah seorang laki-laki. Indra adalah orang yang sangat mencintai seni, tapi sayangnya pekerjaannya sebagai Geisha sering disalah artikan oleh orang-orang. Itu adalah akibat dari tugas mereka dalam menemani para pelanggan, terutama sebagaian besar dari mereka berasal dari kalangan pejabat, para Geisha tidak sanggup menolak jika mendapatkan panggilan. Mengesampingkan Geisha adalah orang seni, bukan wanita penghibur. Orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan selalu dapat mendiskriminasi yang lemah.
Indra adalah orang yang sangat profesional pada pekerjaannya, tapi sayang sekali ia harus membenci para pejabat dan bangsawan, dan semua manusia yang menganggap salah profesinya. Hingga kesuciannya yang selama ini... rela tidak rela akhirnya terenggut juga.
Mata merahnya melirik pada sosok tua yang berbaring lelap disebelahnya. Mengingat apa yang terjadi membuat tubuhnya merinding jijik, hingga perutnya terasa mual. Kebenciannya terhadapa pejabat tua itu semakin meningkat. Jika saja bukan karena misinya, Indra tidak akan rela berakhir satu ranjang dengan pak tua tidak tahu diri ini.
Tangannya merogoh ke dalam saku lengan kimononya, dan sebuah benda berkilat muncul di baliknya.
Indra menatap wajah tua yang tengah terlelap itu, yang ingin ia pastikan tidak akan terbangun lagi. Dengan perlahan ia merangkak di atas kasur, lalu mengangkat tinggi-tinggi pisau di genggamannya, tepat di atas dada pak tua itu. Ini adalah misi yang harus diselesaikannya sekarang juga. Jangan tanyakan siapa yang memberinya misi. Tidak hanya pihaknya, semua orang juga pasti setuju...bahwa tikus yang menggerogoti pemerintahan dan rakyat seharusnya dilenyapkan saja.
Bibir merahnya menyeringai penuh arti. Walaupun membunuh, setidaknya ia bangga untuk menjadi pahlawan dalam kotoran, yakin jika negara ini akan lebih baik tanpa pejabat licik seperti Danzo, rakyat akan bahagia karena berkurangnya korupsi, namun di atas itu semua.. dendam para arwah korban dari pembantaian yang didalangi Danzo akhirnya akan terbalaskan juga. Matanya berkilat kala ujung runcing di tangannya mulai meluncur tajam, lurus untuk menembus dada pejabat tua.
CTING
Benda tajam itu terlempar begitu saja membentur lantai, dan sempat menggores sedikit tangannya. Indra terkejut dengan sangat saat tiba-tiba sebuah pedang menepis pisaunya dengan keras. Menyisakan matanya yang terbelalak menatap sosok hitam berdiri di depannya.
Belum sempat tubuhnya bereaksi seseorang meringkusnya dari belakang, dan menekuk kedua tangannya ke punggungnya. Ia tidak sanggup bergerak sementara bersujud dengan tekanan pada lengannya. Indra tidak tahu jika sejak awal Danzo juga menempatkan penjaga di dalam biliknya. Dan melihat tampilan hitam muka satu yang ada di depannya, dapat dipastikan mereka adalah penjaga terbaik milik Danzo, yang dikenal disebut Zetsu. Yang di depannya adalah yang hitam, jadi kemungkinan yang memelintir tangannya adalah yang putih. Jika saja yang datang adalah penjaga biasa, Indra cukup percaya diri masih dapat melawan mereka.
Namun nampaknya benar-benar sial.
Indra meringis sementara tidak dapat kabur. Ia jelas telah gagal. Terlebih lagi tertangkap basah. Apa yang dapat ia perbuat?
"Tidak kusangka akan mendapatkan tikus pengerat di tempat tidurku." Pejabat tua itu telah bangun, namun hanya duduk disana, sebelum kemudian menjambak rambut panjang Indra hingga kepalanya terdongak. "Mencoba membunuhku sementara aku tidur?" Wajah keriput itu menyeringai, sementara duduk dengan arogan, tangannya menepuk-nepuk pipi putih Indra yang dipaksanya mendongak kepadanya. "Dengan wajah sencantik ini.. kau berusaha mengelabuhiku dan membuatku lengah. Sayang sekali.. aku tidak bodoh untuk tidur tanpa penjagaan." Ujar pejabat tua itu. Danzo memang sadar jika memiliki banyak musuh. Semenjak begitu banyak yang mencoba membunuhnya, ia tidak pernah semenitpun kehilangan penjagaan dari orang-orangnya.
Indra hanya menatap wajah sombong si tua itu. Bukannya tidak takut menanti apa yang akan terjadi setelah tertangkap seperti ini, Danzo mungkin akan membunuhnya, atau menyiksanya sebelum itu. Jantungnya semakin berdegup kencang oleh suasana gugup semenjak ia masih memegang pisaunya, dan menjadi tidak nyaman lagi ketika ia merasa terjebak dipojokan. Tapi Indra tidak dapat menunjukan ekspresi gentar. Setelah menerima misi hingga sejauh ini, ia telah mempersiapkan diri. Pikirkan andai saja dia berhasil membunuh Danzo, walaupun kabur dia akan ditangkap juga. Hanya saja hasilnya ini adalah kerugian terbesar yang didapatnya. Pak tua itu masih saja berumur panjang, dan tengah menatapnya dengan seringaian licik, membuat Indra ingin meludahi wajah itu.
"Wajahmu tidak terlihat panik sama sekali. Kau tahu apa yang saja bisa kuperbuat kepadamu? Berani-beraninya kau mencoba menusukku di atas ranjangku." Danzo menatapnya dingin, tangannya menjambak kepala itu dengan kuat hingga leher Indra dipaksa melengkung ke belakang, membuat pemuda Geisha itu sedikit meringis. "Siapa yang menyuruhmu?"
Indra mengalihkan bola matanya seolah ogah-ogahan untuk repot menjawabnya, membuat Danzo menyipitkan matanya dengan sikap Taiko satu itu. "Sepertinya kau sama terlatihnya dengan Anbu ne." Danzo melepaskan tangannya dari kepala Indra dengan kasar. Membuat rambut panjang itu berantakan di sekitar wajah cantiknya. "Coba kita lihat, seberapa lama kau akan bermain sok diam seperti itu. Gantung dia di tengah ruangan!" Perintah Danzo, Zetsu putih mengangguk dengan patuh.
Dengan kedua tangan terikat ke atas langit-langit, Indra tidak dapat melangkah dari posisinya. Ikatannya lumayan kencang hingga menyakiti pergelangannya, sementara kakinya harus berjinjit kerena ikatannya sengaja ditinggikan. Indra sadar apa yang sedang dihadapinya. Berurusan dengan orang selicik Danzo, pak tua itu tidak akan mengeksekusinya begitu saja. Setidaknya ia akan disiksa hingga membuka mulut, dan masih bisa lebih buruk daripada itu.
Danzo berdiri disana sementara menatapnya dengan angkuh. Tangannya menengadah kepada Zetsu, dan si putih menyerahkan sebuah cambuk di atasnya. Pak tua itu mendekat, mengitari sosok manusia cantik berkimono indah dengan lengan yang terikat tinggi. Pejabat tua itu tidak bosan melihat wajahnya yang rupawan, layaknya boneka cantik yang hanya diam, belum memprotes sejak tertangkap, walau begitu sang pejabat tua akan tetap menikmati mainan barunya. Danzo ingin melihat, segala bentuk perubahan dan respon jika ia menyiksa Taiko cantik satu ini, yang terlihat cukup mahal dan sangat pemberani, untuk menyelinap berniat membunuhnya.
Dengan pangkal cambuknya yang kasar, ia menekan dagu pemuda cantik itu ke atas. Mata merahnya yang balas menatap lurus matanya, seolah tidak menunjukan sama sekali jika dia takut. Hal itu membuat si pejabat tua menjadi tertantang.
"Hebat sekali kau, masih ingin diam? Aku baru ingat... bahkan saat disenggamahipun hanya sedikit ekspresi yang kau tunjukan di wajah ini. Sebenarnya itu membuatku menjadi sedikit tidak puas. Coba kita lihat... sepertinya aku baru akan puas setelah melihat wajah ini manangis dan menjerit penuh kesakitan." Bibir keriput itu menyeringai penuh arti. Baru pertama kali ini ia bertemu orang seperti Indra. Bahkan seorang pembunuh bayaran saja akan memohon ampun untuk keselamatan batinnya. Mungkin Taiko satu ini lebih terlatih daripada assasin. Membuat Danzo tertarik untuk menyimpan orang seperti Indra untuk dirinya sendiri.
Berhenti menekan dagu Indra ia beralih mengagumi kimono merah pada Taiko tersebut. "Bagaikan dewi, kau memang cantik menggunakan kimono. Tapi sayang sekali.. ini hanya akan menghalangiku memberimu rasa sakit." Dengan isyarat kecil, Zetsu hitam segera mendekat.
Indra hanya dapat mengamati, ketika tangan gelap itu meraih bahu kimononya dan
KREEKK
layaknya kertas, kain tebal itu robek begitu saja hingga ujung lengannya. Begitu kimono itu tidak lagi menyangkut di bahunya, kain itu merosot dan teronggok di bawah kakinya yang berkaos kaki putih. Meninggalkan tubuh polosnya yang tidak memakai dalaman apapun.
Mulut Danzo menyeringai melihat pemandangan di depannya. Hanya satu ronde tadi- ia belum mengamati tubuh sempurna itu dengan seksama. Sebenarnya baru kali ini ia menikmati tubuh laki-laki. Tapi ternyata memang tidak salah. Dari postur, tebal daging hingga lekuk tubuh, semuanya sempurna untuk kriterianya. Terlebih kulit putihnya yang bercahaya di bawah lampu, terlihat lebih mulus daripada semua wanita yang pernah ia nikmati. Tapi sayang... kali ini ia ingin menggores kulit mulus itu dengan cambuk kesayangannya, sementara mengharapkan respon yang membuatnya bahkan lebih bergairah.
"Jika kau memohon, mungkin aku tidak harus menyiksamu." Danzo bertanya kepada Indra sebagai suatu penawaran terakhir. Tapi Taiko satu itu sepertinya tidak berinisiatif sama sekali untuk menjawab atau berkata apapun, apalagi memohon ampun. Indra hanya menanti dengan waspada, ketika pak tua itu mengelilingi tubuhnya yang terbuka tanpa pertahanan. "Melihat bagaimana tenangnya dirimu.. mungkin sebenarnya kau tidak sadar dengan situasimu saat ini."
"Kalau begitu aku akan membuatmu sadar sekarang juga!"
CTARR
Tubuh putih ramping itu melengkung dengan indahnya. Ketika cambuk menghajar punggung polosnya, seluruh tubuhnya terkena syok, tegang dari ujung kakinya yang berjinjit, hingga jari tangannya terbuka lebar.
CTARR
"GUHH!" Bola mata merah itu membesar dan bergetar dari rongganya. Punggungnya merasakan rasa sakit yang amat sangat, panas dan perih, hingga Indra dapat merasakan seluruh tubuhnya gemetar dalam ketegangan. Pak tua itu benar-benar tidak main-main dalam menggunakan tenaganya.
CTARR
Sekali lagi. Kedua tangannya mencengkram tali sutra yang mengikat pergelangannya, menahan tubuhnya yang tersentak ketika merasakan rasa sakit yang sama. Ia menggigit bibir bawahnya hingga hanya sedikit pekikan yang keluar, sementara bersiap menanti sabetan berikutnya. Namun tidak dalam waktu lama ia dapat bertahan.
CTARR
"AKKH~!" Indra tidak suka ini, hanya sekali ia pernah ditampar, dan belum pernah ia bahkan dipukuli. Ia tidak menyukai rasa sakit. Ini baru beberapa cambukan. Dan Indra tidak tahu berapa kali lagi hingga pejabat tua itu puas. Bisa saja puluhan, atau ratusan kali. Dan mungkin Indra akan pingsan setelah itu. Indra hanya dapat mengeratkan giginya menahan rasa sakit, merasakan sisa-sisa panas yang ditinggalkan cambuk pada punggungnya.
Tiba-tiba dagunya dicengkram, ia dapat melihat seringai kemenangan di wajah keriput laki-laki itu.
"Masih ingin lanjut? Sebenarnya tidak masalah kau mau bilang atau tidak tentang siapa yang menyuruhmu. Itu tidak penting. Hanya dengan menyiksamu.. sepertinya aku akan lupa dengan apa yang berusaha kau lakukan." Ujar Danzo. Well, dia mempunyai terlalu banyak musuh. Indra bisa dari kalangan mana saja yang ingin membunuhnya, bahkan jika balas dendam adalah alasan pribadi, Danzo tidak akan kaget. Jadi itu tidak penting untuk mengetahui siapa yang ada dibalik Taiko satu ini. Toh, pemuda cantik ini hanyalah seekor burung yang terjebak di kandang harimau. Dia hanya akan menjadi mainan yang menyenangkan untuk Danzo.
Indra tahu jika itu semua benar. Nafasnya terputus-putus dengan keringat dingin merembes di dahinya. Memberontak itu tidak mungkin untuk saat ini. Ia sudah memperkirakan apa yang sedang dipikirkan oleh Danzo, hingga sebab itulah ia tidak berusaha berbicara. Semua orang sudah tahu selicik apa Danzo itu. Walaupun ia mengaku tentang motifnya... itupun tidak akan merubah apapun. Sama dengan menggunakan ancaman untuk memanggilnya datang ke kediaman Shimura, Danzo akan selalu berbuat sewenang-wenangnya. Dan sekali kakinya melangkah memasuki kandang manusia berbahaya seperti Danzo, Indra sendiri tidak yakin untuk dapat keluar.
Indra benar-benar masuk ke dalam neraka sekarang.
"Akhirnya... kau memberikan ekspresi yang cukup bagus." Danzo terkekeh senang. Mendapati ekspresi putus asa itu mulai muncul ke permukaan. Dengan rasa sakit yang ditahannya terhadap punggungnya yang lecet, tidak hanya keringat dingin yang mulai merembes, air mata di mata itu juga telah membuat iris merahnya berkaca-kaca. Danzo suka ini, dan akan dipastikan untuk membuatnya lebih dan lebih menarik.
Danzo menjulurkan lidahnya untuk menjilat pipi putih di depannya.
Indra memejamkan mata dengan kernyitan jijik ketika benda lunak itu menodai wajahnya. Ia berusaha menghindar, tapi tidak bisa karena Danzo mencengkram dagunya. "Iblis keparat!" Desisnya, tidak sanggup lagi untuk menahan diri. Indra benar-benar merasa jijik. Rasanya ingin segera pergi menjauh dari jangkauan pejabat tua itu, dan mandi kembang tujuh rupa untuk mensucikan tubuhnya kembali. Meskipun ia sudah tidak perawan lagi.
"Apa katamu?" Danzo memaksa wajah itu untuk menatap kepadanya. Kali ini bukanlah ekspresi tenang lagi, mata merah itu balas menatap tajam padanya, seolah berusaha untuk membunuhnya hanya melewati tatapan. "Sudah berani memaki rupanya." Danzo melepaskan dagunya dengan dorongan kasar. Mengelilingi tubuh polos Indra sambil mengangguk-angguk "Bagus-bagus... itu akan membuat alasan lebih untuk melanjutkan hukumanmu."
Indra kembali waspada ketika ia tidak dapat melihat Danzo di belakang tubuh polosnya. Tubuhnya benar-benar terbuka untuk diserang sewaktu-waktu, Indra tidak dapat memperkirakan kapan cambuk itu akan melayang lagi ke punggungnya.
SLAPP
"Kekh!" Bokongnya sampai bergetar ketika kedua betisnya mendapat sengatan dari cambuk. Danzo menyerang kakinya. Serangan ini bahkan lebih mengejutkan dibanding punggung. Kakinya yang berjinjit begerak-gerak gelisah, berusaha mengurangi rasa pedih pada bagian kulitnya yang tersabit.
SLAPP
"A'aa!" Pada sabetan berikutnya, Indra tidak tahan untuk melonjak dan menghentak-hentakan kakinya. Mengandalkan tali yang mengikat tangannya untuk menyangga tubuhnya, ia bergelantungan, sementara kakinya berusaha menghindari cambuk Danzo, walau percuma.
Danzo terkekeh dengan gembira. "Yaa teruslah seperti itu. Menarilah lebih semangat lagi!"
SLAPP
Rasanya ia ingin lari. Tapi posisinya tertahan oleh ikatan tangannya pada langit-langit ruangan. Indra terus memekik tiap kali cambuk itu mengigit dagingnya, rasa ngilunya hingga ketulang. Cambuk itu mendarat lagi dan lagi, dari punggung, paha, betis dan perutnya, tanpa mememberikanya ampun. Sementara Danzo tertawa semakin senang, mendengarkan jerit kesakitan Indra, yang ingin dibuatnya semakin dan semakin sengsara.
Hingga Indra tidak dapat bernafas lagi dengan normal. Tubuhnya benar-benar pedih, sampai entah puluhan kali Danzo mencambuknya, ia tergantung lunglai karena lelah menahan rasa sakit.
"Hahhh, hahh, hhh..." Darah menyebar ke bagian tubuhnya yang terus menegang selama proses pencambukan. Wajah hingga lehernya yang putihpun memerah sempurna. Dan jangan tanyakan lagi kulitnya yang telah lecet.
Danzo menelusuri bekas cambukan-cambukan itu dengan jarinya. Untung saja dia menggunakan cambuk khusus untuk permainan seperti ini. Jadi lukanya tidak sampai berdarah. Hanya saja kulitnya memang terkoyak oleh tenaganya yang tidak setengah-setengah.
Danzo membuang cambuknya. Ia memeluk dari belakang Indra yang sudah menunduk kelelahan. Tangannya meraba tubuh ramping itu, lalu jarinya memaksa masuk ke dalam mulut sang Taiko, sesekali hidung dan bibirnya mengendus punggung dihadapannya.
Indra membuka mulutnya karena jari Danzo mempermainkan lidahnya, menarik dan memutar-mutarnya, hingga air liur menetes keluar dari mulutnya. Menambah erotis wajahnya yang memerah dan memantulkan cahaya oleh keringat.
"Hhh.." Indra tidak tahu lagi harus bereaksi apa, bahkan ketika tangan pak tua itu meraih penisnya yang tergantung lemas. Ia ingin mengigit tangan jahil yang bermain-main di dalam mulutnya, tapi Indra masih cukup sadar untuk tidak menuangkan minyak ke dalam api.
"Kalian berdua, bergabunglah!" Ucap Danzo kepada kedua Zetsu.
Si hitam dan si putih mendekat. Indra begidik ketika tubuhnya di kepung oleh tiga makhluk tanpa keindahan ini. Danzo sudah tua dan bau tanah, sementara kedua Zetsu terlihat seperti alien baginya. Indra tidak yakin jika mereka adalah manusia dan aman untuk tubuhnya atau tidak.
Zetsu hitam berlutut ke bawah selangkangan Indra, lalu mengangkat kedua kaki Indra untuk ditempatkan di bahunya.
Indra terkejut ketika posisinya berubah. Sementara tangannya tergantung, ia duduk di bahu Zetsu hitam. Merasakan nafas Zetsu hitam menyerbu penisnya, membuat bulu kuduknya meremang, sebelum kemudian Zetsu hitam memakan penisnya membuat Indra melenguh tak dapat menghindar. Dapat dirasakan seberapa dingin dan lembab, dan sesuatu yang lunak menggelitikanya dari dalam sana. Dengan cepat kejantanannyapun menegang.
Tidak hanya Zetsu hitam, si putih juga mulai beraksi. Lidahnya terjulur menjilat dada Indra, tangannya juga tidak tinggal diam menyerang sisi yang lain. Mengigit dan memelintir biji dadanya.
Sementara Danzo mengemati dengan puas pemandangan di depannya. Kedua Zetsu tampak bersemangat menjamah tubuh Taiko cantik tersebut. Danzo melanjutkan kembali aksinya, menjilati bekas cambuk pada tubuh Indra.
Rasa sakit setelah dicambuki tadi tidak lagi terasa, semua beralih menjadi rasa nikmat.
Diserang dari berbagai arah membuat Indra hanya dapat mengerang tanpa daya. Rasanya seolah merasakan puluhan tangan dan lidah menggerayangi tubuhnya. Semua titik sensitifnya dipermainkan, memaksa kesadarannya untuk terbang tinggi. Dan semua kenyamanan yang dirasakan tubuhnya itu berkumpul pada penisnya yang tengah dimanjakan Zetsu hitam. Hingga beberapa menit kemudian perutnya mulai berkontraksi, dan tanpa dapat menahan hasratnya terbebaskan begitu saja, tak kuasa dengan tubuhnya dipermainkan oleh tiga orang sekaligus.
"Angh~nn!" Sementara Indra mengejan dengan suara indah saat klimaks, Danzo tersenyum dengan seringaian kemenangan.
"Cepat sekali kau datang? Disentuh oleh banyak tangan rasanya menyenangkan bukannya? Hahah, kau memang cocok menjadi pelacur." Tawa Danzo. Hal itu cukup menyinggung Indra tapi ia tidak dapat membalasnya. Taiko cantik itu masih kelelahan pasca klimaks. Dia akui memang jarang masturbasi. Dan diserang oleh tiga orang sekaligus seperti ini, benar-benar tidak tertolong lagi.
Pejabat tua itu memotong tali yang terhubung ke langit-langit, membiarkan tubuh lunglai Indra merosot, dan Zetsu hitam mendudukannya di atas lantai kayu.
Sesuai yang direncanakan Danzo, Zetsu putih telah menyiapkan beberapa tali. Danzo membentangkan tali itu, kemudian memasangkannya pada tubuh Indra. Zetsu hitam membantu menarik tali pada pergelangan Indra ke atas, melewati kepalanya dan menekuknya ke bawah menyentuh punggungnya, agar pemuda telanjang itu tetap duduk di posisinya. Sementara Danzo membuat simpul menyilang melewati dada sang Taiko, dilanjutkan dengan menyambungkan tali pada ikatan tangan itu menyatu dengan simpul di punggungnya.
Kini jadilah seni tali yang cukup menarik terpasang pada tubuh Taiko tersebut. Membuat sang pemillik tubuh tidak dapat bergerak dengan leluasa. Lilitan tali yang mengapit dadanya membelit hingga ke punggung, juga menahan lengannya yang terkunci di samping kepala. Belum selesai dengan itu, Danzo kembali mengambil tali dibantu dengan kedua Zetsu, membuat simpul pada kaki Indra dan menyatukan dengan pahanya, sehingga Indra tidak lagi dapat menggunakan kakinya.
Tinggalah tubuh pemuda cantik itu tertelungkup tidak berdaya di atas lantai. Tidak dapat bergerak seinchipun dari posisinya. Hanya berusaha memberontak sedikit saja, ikatan itu malah terasa mencekik tubuhnya. Terlalu ketat, membuatnya bernafas dengan sesak. Indra benar-benar merasa tidak berdaya sementara menyadari tatapan lapar dari tiga predator yang mengelilinginya.
Danzo mengedikkan mata, mengisyaratkan jika mereka bertiga dapat memulai pestanya bersama-sama. Setelah duduk di depan wajah cantik itu- si hitam mengangkat bahunya yang terikat agar sedikit terangkat, untuk kemudian ia menyodorkan penis hitamnya yang sudah cukup menegang.
Indra mendelik ketika menyadari cairan putih dari penis hitam itu mengotori pipinya, Ia mengernyit jijik, namun tidak dapat membuang mukanya untuk menoleh ke arah lain, sehingga kepala menjijikan penis itu mulai mendesak bibirnya.
PLAK PLAK
"Buka mulutmu dan layani kami!" Kedua tangan Danzo menampar pipi bulat pantat Indra beberapa kali, "Ah! Ah.." hingga membuatnya terlonjak dan tanpa sadar membuka mulutnya. Tidak melewati kesempatan itu, penis si hitam membobol masuk ke dalam. "Ogh!" Mulutnya dijejali dengan penis sebesar itu, membuatnya tidak nyaman, Indra kesulitan bernafas ketika ingin rasanya tersedak.
Danzo membuat lutut Indra yang tertekuk untuk menyangga tubuhnya agar menungging. Hingga pantatnya yang seperti bakpau- menujukan area merah muda diantara celahnya. Danzo meremas bakpau itu beberapa kali, dan menariknya kesisi berlawanan agar mulut anus itu lebih terekspos, sebelum kemudian lidahnya terjulur menjilat area pink di dalam celah itu.
"Ahhm~!" Indra mengerang dengan penis hitam memenuhi mulutnya. Ia merasa tergelitiki di bawah sana. Rasanya aneh. Geli-geli enak, ketika lidah Danzo berusaha masuk ke dalam anusnya, membelai permukaan sensitif yang baru pertama kali ini dimanjakan. Dengan cepat penisnyapun menegang kembali. Tanpa mengindahkan jika ia sedang diperkosa.
Namun kemudian mata berpupil merahnya melebar dengan rasa sakit. Yang bermain pada anusnya tidak lagi lidah Danzo, tetapi penisnya. Mulut anusnya belum cukup terbuka untuk menerima benda sebesar itu. Lubang kecilnya dipaksa merenggang, hingga tubuhnya terasa dibelah dua. "MMPGH!" Indra menjerit tertahan dengan penis hitam menyumpal mulutnya. Matanya berair, dengan tubuh menegang menahan rasa sakit. Pak tua memaksa penisnya untuk masuk seluruhnya ke dalam tubuhnya.
"FUCK! Sempit." Umpat Danzo. Ia jarang bersetubuh, tapi berada di dalam Taiko cantik satu ini rasanya benar-benar luar biasa. Dapat dirasakan penisnya seolah terhisap ke dalam lubang yang berkedut panik itu. Membuat hasrat pak tua seperti dirinyapun terpompa, untuk segera menggenjot pinggulnya dan menemukan kenikmatan yang lebih.
Indra meringis dengan perih ketika penis itu menggesek dindingnya yang terluka. Danzo menarik penisnya hingga tersisa kepalanya saja, dan melesakkannya lagi dalam dan dalam, hingga kemudian Indra terbelalak dengan lenguhan lirih. Danzo menyeringai dan kembali melakukan hal yang bahkan lebih intens. "Nnnh~ mngh~!" Pak tua itu benar-benar menemukan prostatnya. Rasa sakitnya tak kuasa mulai menjadi enak. Indra mengerang membuat getaran pada penis Zetsu hitam yang memaksa masuk hingga ke kerongkongannya.
"Oughok!" Indra diperkosa dari depan dan belakang. Prostatnya ditumbuk oleh penis Danzo, sementara mulutnya juga terasa panas oleh gesekan penis hitam yang bergerak tidak tanggung-tanggung lagi.
Rasanya lama ia berada dalam keadaan itu, hingga sesuatu yang hangat terasa meleleh di dalam tubuhnya.
Dengan nikmatnya anus Taiko itu, orang tua seperti Danzo tidak kuat untuk bertahan lebih lama. "Akh~ Sial! Tidak hanya cantik. Tapi kau juga nikmat." Erang Danzo, mengeluarkan penisnya dan beralih menggesek-gesekannya diantara bokong kenyal itu, sebelum menghabiskan ereksinya.
"Kau jangan diam saja! Berbaringlah disini!" Perintah Danzo pada Zetsu putih yang hanya menonton. Para Zetsu memang tidak bersuara walaupun mereka dapat berbicara. Mereka selalu dapat tepat melakukan apa yang Danzo isyaratkan.
Zetsu hitam melepaskan penisnya dari mulut Taiko itu, membuatnya dapat bernafas dengan lega. Kemudian tubuh terikat itu diangkat, dan direbahkan di atas Zetsu putih. Indra tidak berani bertanya apa lagi yang mereka coba lakukan. Pemuda itu cukup sadar jika permainan ini akan berlangsung panjang, semenjak hanya pak tua Danzolah yang dapat dibuatnya datang.
Danzo menbetulkan posisi Taiko itu, lalu meraih penis putih Zetsu yang keras seperti batu. Sementara kedua tangan Zetsu putih melebarkan kedua kaki terikat itu, agar Danzo dapat leluasa memasukkan penis putihnya ke dalam anus Taiko tersebut.
Indra mengigit bibirnya sambil mengernyit menatap langit-langit. Walaupun lebih licin dengan sperma Danzo yang tadi membasahi lubangnya, rasanya tetap saja sakit, terlebih mengingat jika milik Zetsu lebih besar daripada milik Danzo. Taiko itu merasakan dirinya penuh. Ia mencoba menggeliat di atas tubuh Zetsu putih, namun pergerakannya benar-benar terbatas. Indra merasa menjadi sebuah boneka, yang hanya dapat berpindah tempat jika orang lain memungutnya.
"Bagus. Mulailah bergerak." Ujar Danzo dengan kepuasan. Dengan kedua tangan Zetsu putih mengangkat kaki Indra hingga pantatnya sedikit naik, dia mulai menggerakkan pinggulnya naik dan turun, membuat penisnya keluar dan masuk ke dalam anus yang masih saja sempit itu.
"Ahh~ unh! Hahh..ha" Dengan prostatatnya yang kembali diserang, indra mulai merasa pusing dengan gerakan Zetsu. Tubuhnya terhentak-hentak ketika Zetsu putih menambah kekuatan dan kecepatannya, hingga mantap menumbuk titik prostatnya. Mata Indra seolah berkabut, rasa nikmat datang dari anusnya dan membuat lubang urinenya meneteskan precum.
"Dasar pelacur! Aku tahu kau akan menikmati ini." Komentar Danzo setelah melihat wajah Indra yang tengah dipenuhi ekstasi.
Indra merasa harga dirinya terluka. Kepalanya menoleh kesamping dan mengigit lengannya yang terikat. Harusnya ia tidak menikmati ini. Tapi ia tidak dapat mengendalikan tubuhnya yang terikat tidak berdaya, dan membiarkannya di perkosa oleh penis-penis menjijikan.
"Ugh~!" Pak tua itu mencubit putingnya dengan tiba-tiba. Tidak ingin hanya menganggur dia mulai mempermainkan dada Taiko itu, memilin dan menariknya keras-keras. "Akkh!" Melepaskan wajah dari lengannya, ia merasakan sakit- tapi juga kenikmatan yang bertambah dalam waktu bersamaan. Danzo menyeringai dan menjilati puting yang telah menjadi keras dan tebal, berkilat oleh air liur dengan warna merah menggoda.
Indra semakin melenguh dengan erangan indah. Dada dan anusnya di serang tanpa ampun. Ia tidak dapat menahan suarana lagi dari kenikmatan intens ini.
Menyadari sesuatu yang lain, Indra melihat jika Danzo kini menjepit puting tegangnya dengan penjepit jemuran. Pak tua itu memasang pada keduanya dan menyeringai senang seolah dia adalah anak kecil yang menemukan mainannya. Dengan gerakan Zetsu putih yang menghentak tubuh Indra, jepitan itu juga ikut bergoyang- menyiksa puting Indra.
"Kau juga masuklah sekarang. Beri dia kenikmatan lebih dengan kedua penis kalian merobek anusnya." Perintah Danzo sadis. Membuat Indra yang mendengarnya terbelalak.
"Ku-kumohon, jannh-ngan!" Pemuda Taiko itu menggeleng dengan panik. Ia menggeliat ke samping, namun Zetsu hitam menahannya dan terus memberinya serangan. "Tolong~ jangan lakukan itu uhh~!" Wajah cantik itu menatap Danzo dengan ekspresi memelas untuk diampuni. Matanya berkaca-kaca sementara bibirnya bergetar ingin menangis. Indra tidak yakin seperti apa bentuk lubangnya jika dimasuki oleh penis kedua Zetsu sekaligus, sementara satu saja sudah dua kali lipat dari milik Danzo.
"Wow, ekspresi yang bagus. Aku sudah menantikan kau memohon seperti ini. Berteriaklah minta ampun dalam erangan! Aku akan memberimu lebih dan lebih."
"Tidak! Kumohon- tidak!" Taiko itu ketakutan saat Zetsu hitam sudah bersiap di atasnya. Sosok hitam itu menumpu dengan kaki lebar, dan berjongkok untuk masuk ke dalam anus yang penuh dengan penis saudaranya.
"AKKH! TIDAK! AKH~!" Indra berteriak dengan jeritan perih, mulutnya terbuka lebar, sementara mata terbelalaknya penuh dengan air mata. Tubuhnya terasa terkoyak, dapat ia rasakan darah menetes dari lubangnya. Penis hitam itu memaksa masuk, membukakan jalan yang lebih lebar walau harus membuat anus itu sobek. "Ti-dak. Keluakan-nnk-mmo-hon!" Taiko itu merintih dan memelas. Ia mengeratkan giginya dengan rahang bergetar. Tubuhnya menegang manahan rasa sakit, semua ototnya mengeras karena rasa terkoyak itu menyebar keseluruh tubuhnya. Hingga kepalanya terasa ingin meledak, tidak sanggup dengan rasa sakit yang luar biasa.
Jangan tanyakan seberapa terhiburnya Danzo saat ini. Pejabat tua itu cukup puas menonton dengan cermat, dan memastikan untuk mengingat seni indah saat wajah cantik itu melolong penuh kesakitan.
Hitam dan putih kedua penis besar itu terbenam di dalam tubuh sang Taiko cantik. Zetsu hitam mulai bergerak menarik penisnya, dan memasukkannya lagi dengan perlahan.
Indra marasa tubuhnya seolah teriris-iris. Tidak dapat menahan rasa sakitnya, mulutnya terbuka dan mengerang saat kedua benda itu mulai bergerak-gerak di dalam tubuhnya yang teraniaya.
"Tenang saja~ setelah terbiasa kau pasti akan menikmatinya juga." Ucap Danzo. Pak tua itu kemudian melangkah di atasnya, dan menyodorkan selangkangannya tepat di wajah Indra. Memanfaatkan mulut Taiko yang terbuka tanpa pertahanan, pak tua itu memasukan penisnya dan mulai memperkosa mulut Indra.
Lengkap sudah penderitaan Indra. Mulutnya diperkosa oleh penis pak tua, niplenya terjepit, dan anusnya dianiaya oleh dua penis jumbo. Ia merasa menjadi boneka sex sementara tidak dapat bergerak dan melawan. Seluruh tubuhnya terikat, dan tidak ada indranya yang dapat ia gunakan dengan bebas.
Zetsu hitam mengambil alih kaki Indra dan mengangkatnya lebih tinggi untuk mempermudah gerakan saudaranya. Si putih menarik turunkan pinggulnya, walaupun sedikit seret- penis mereka mulai terbiasa untuk keluar masuk lebih lancar.
Indra merasakan seluruh dunianya berputar. Kesadarannya sudah melayang-layang dan tidak tahu sampai kapan dapat bertahan. Bahkan ia tidak sannggup lagi untuk tersedak, ketika Danzo menekan selangkangannya, hingga penisnya masuk ke dalam kerongkongannya. Dengan penis Zetsu yang bergantian menumbuk prostatnya, hingga tidak ada jeda sedetikpun titik itu tertumbuk, matanya terbalik hingga menyisakan putihnya saja.
Rasanya ia benar-benar akan menjadi gila. Tubuhnya sakit, tapi ia juga tersiksa dengan rasa nikmat. Entah apa yang salah dengan syarafnya, dianiaya tanpa kemanusian seperti ini tapi ia masih menikmatinya. Penisnya tak kuasa merembeskan percum semakin deras. Ini semua karena prostat sensitifnya yang terus dianiaya tanpa ampun. Indra merasa akan meledak sekarang. Perutnya melilit, ototnya mengejan dan meremas kedua penis itu bersamaan, memaksa mereka untuk segera datang dan mengakhiri penderitaan ini.
"UGH! Hahh~" Danzo mengerang sementara membenamkan penisnya dalam-dalam. Cairan pahitnya membasahi kerongkongan Taiko itu.
Wajah Taiko cantik itu seolah tengah sekarat ketika mereka semua datang dengan hampir bersamaan. Ketiga makhluk itu datang semua mengisi tubuhnya. Dapat ia rasakan kedua Zetsu menyemburkan benihnya hingga ke dalam usus besarnya. Sementara Indra sendiri meletupkan spermanya membasahi perutnya. Pemuda cantik itu merasa tubuhnya meleleh, tergenang di dalam cairan mereka berempat. Dan tergeletak lemas, lalu tidak sadarkan diri.
Danzo menyingkir dan melihat jika pemuda Geisha itu telah pingsan. Kedua Zetsu mengeluarkan penisnya, membuat cairan putih dengan campuran warna merah berlarian keluar dari anus yang menyisakan bentuk '0' itu.
Benar-benar pemandangan yang mengesankan, melihat sosok cantik yang terikat tidak berdaya tergeletak di dalam kubangan cairan sperma seperti ini.
"Siapkan sebuah kimono dan tali sutra merah!" Perintah petinggi itu kemudian.
Danzo beranggapan karya terbaik adalah jangan menyia-nyiakan sesuatu yang indah. Dia berencana merawat Taiko cantik itu, tapi sebagai pajangan diruangannya.
Si pejabat tua terkekeh dan tersenyum dengan puas.
-TBC-
