Painfully in Love with You.
MinYoon
Slight JiKook, NamJin, TaeGi, Hopega
Romance, Hurt/Comfort, Drama
Rate M
Warning! BL, Major OOC, typo(s), semi-implicit mature scene, etc
#BottomYoongiTeam
Fanfiction ini mengandung unsur boys love, bagi pembaca yang merasa tidak nyaman dipersilakan meninggalkan halaman ini. Saya seorang pendukung Top!Jimin dan Bottom!Yoongi. Jadi bagi yang tidak menyukai pairing ini juga diharap segera menekan tombol silang di kanan atas.
Anda telah diperingati sebelumnya, resiko tanggung masing-masing.
Terima kasih
.
.
BTS © BigHit Ent.
.
.
Story © BabySugarSeoltang
Seoul.
Sudah lama pemuda mungil berkulit pucat itu tak menginjakan kaki di kota besar ini. Sudah sejak tiga tahun yang lalu ia tak pernah lagi kembali ke Seoul untuk sekedar berkunjung dan beramah-tamah dengan kawan lamanya di Seoul.
Peristiwa pahit dan kenangan buruk yang hingga kini menghantuinya adalah alasan utama pemuda bermarga Min itu tak ingin kembali lagi. Bukan tak mungkin luka lamanya yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka lebar.
Kota Seoul dengan segala kemegahan dan gemerlap mewahnya membawa luka yang paling dalam bagi seorang pemuda mungil bernama Min Yoongi.
Kota megah dan mewah yang telah membawanya kepada kesuksesan dan ketenaran.
Tiga tahun lalu, ketika usianya baru saja menginjak kepala dua, kesuksesan sebagai produser musik telah ia raih. Bukan tanpa kerja keras. Lima tahun hidup merantau, jauh dari kampung halaman dan keluarganya. Ia terpaksa hidup sendiri, dengan uang yang ia dapatkan sendiri dari berbagai kerja paruh waktu sebagai pencuci piring, pelayan kafe, dan lain-lain.
Ya, lebih tepat dikatakan bahwa ia 'melarikan diri' dari rumahnya. Kedua orang tuanya tak setuju akan cita-citanya sebagai produser musik. Kata mereka tak ada gunanya, tak ada hasilnya. Kedua orang tua Yoongi lebih senang dengan pekerjaan menjanjikan seperti pekerjaan kakaknya, seorang dokter bedah di sebuah rumah sakit besar di Daegu, kampung halamannya.
.
.
.
"Hyung!"
Sebuah panggilan –teriakan– mengembalikannya dari lamunan. Ia menoleh ke arah sumber suara. Seorang pemuda bersurai coklat tua melambai tangannya dengan heboh sambil berlari kencang ke arahnya.
Yoongi hanya terdiam sembari menunggu pemuda itu sampai di hadapannya.
"Hyung, sudah lama?"
Pemuda itu berdiri dengan senyuman lebar di wajahnya, seakan peluh yang menetes tak menganggunya.
Yoongi menggeleng. "Belum. Baru lima menit."
"Syukurlah. Kalau begitu lebih baik kita langsung pergi saja!"
Yoongi hanya mengangguk pelan. Pemuda bersurai coklat tua itu telah kembali berdiri tegap setelah membungkuk terengah mengambil napas.
Pemuda bersurai coklat itu menarik pergelangan tangan Yoongi. Namun yang ditarik tak bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri.
"Hyung?" Pemuda itu terpaksa kembali menolehkan pandangannya kepada Yoongi. "Ada apa?"
"Aku…"
"Apa kau masih ragu untuk datang?"
Yoongi mendongak, menatap pemuda yang lebih tinggi darinya itu. "Aku… tak tahu, Hoseok-ah."
Pemuda bernama Hoseok itu terdiam, ia melepas genggamannya pada pergelangan tangan Yoongi. Kedua tangannya kini meraih pundak Yoongi yang merosot turun.
"Hyung… kalau kau tidak mau masuk, aku akan menemanimu ke taman di dekat sini. Bagaimana?"
Yoongi menunduk. Ia tak seharusnya egois seperti ini. Hoseok sudah mau repot-repot menjemputnya di luar gedung dengan cuaca yang membeku di tengah bulan Desember. Ia tak boleh merepotkan Hoseok lebih dari ini lagi. Yoongi menghela napas, kembali mendongak.
Yoongi menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku akan masuk." Ia tersenyum tipis, hampir tak terlihat.
Hoseok mengerutkan dahinya, kedua alis hampir bertemu. "Kau yakin, hyung?"
Yoongi hanya mengangguk pelan. "Ya, selama kau menemaniku, aku… aku rasa aku tidak masalah."
Hoseok mengangguk pelan, agak ragu tapi ia mengangguk. "Baiklah. Kusarankan kau tetap di dekatku saja sepanjang acara."
"Tidak perlu modus, Hoseok-ah. Aku tahu kau ingin terlihat punya pasangan, hm? Karena orang lain membawa pasangannya masing-masing ke acara ini." Yoongi memperlihatkan senyum miringnya kepada mantan adik kelasnya semasa SMA itu.
Pipi Hoseok memerah. "Hyung! Jangan menyinggung masalah itu bisa, tidak?"
Yoongi pun hanya tersenyum tipis, memandangi Hoseok yang tengah menarik tangannya sembari menggerutu pelan.
Pesta di ruangan itu mewah, kelewat mewah bahkan menurut Yoongi.
Yah, tak heran. Mengingat sekolahnya dahulu adalah sebuah sekolah elit yang diisi anak-anak konglomerat terkenal di Korea. Tak mungkin pestanya sekedar kecil-kecilan. Buktinya ia kini berdiri di tengah sebuah ballroom hotel bintang lima di Seoul. Ia sendiri heran kenapa ia diterima dengan senang hati oleh siswa sekolahnya dahulu. Ia bahkan hanya seorang murid beasiswa bidang basket.
Mungkin Yoongi sendiri yang terlalu paranoid dengan pikirannya tentang 'anak-anak kaya sombong'.
Yoongi menghela napas, matanya melihat-lihat ke sekeliling. Ternyata ingatannya memang baik, wajah teman-teman satu angkatannya masih tersimpan dengan baik dalam otak.
Hoseok membawanya ke sudut ruangan. Yoongi tersenyum, Hoseok memang benar-benar pengertian. Yoongi tidak suka berada di tengah keramaian orang banyak sejak dulu hingga sekarang. Beruntung Hoseok masih mengingat kebiasaannya sejak SMA. Yoongi melihat Hoseok yang melambaikan tangannya pada beberapa orang yang ia ketahui sebagai sahabat Hoseok.
"Hei!"
"Hei, Hoseok!"
Yoongi kemudian hanya tersenyum tipis. Hoseok larut dalam obrolan dengan sahabat-sahabatnya. Yoongi sendiri hanya duduk di kursi tunggal bar, memesan segelas champagne untuk dirinya. Sesekali ia mencuri pandang pada Hoseok yang masih tertawa keras –meski tidak mungkin terdengar di tengahnya keramaian pesta– bersama sahabatnya.
Pelayan bar menyuguhkan segelas champagne yang ia pesan. Yoongi mengangguk dan tersenyum tipis. Jemarinya menyentuh kaki gelas, matanya memandang buih-buih dalam gelas yang bergerak naik. Meski telah memesan segelas champagne terbaik yang disediakan malam itu, tak tampak niatnya untuk langsung meneguk anggur dalam gelas. Pandangannya semakin lama semakin kosong, menerawang jauh dan menulikan telinga dari keramaian.
Hingga tangan seseorang hinggap di pinggang mungilnya yang berbalut jas hitam kelam. Yoongi terlonjak di tempat duduknya, pekikan kecil meluncur dari bibirnya. Ia refleks menoleh.
"Halo, hyung."
Pundaknya turun perlahan. Ia mengelus dadanya perlahan. "Tae, kau mengagetkanku."
Pemuda bernama Kim Taehyung itu tersenyum lebar, senyum kotak andalannya. Ia mengambil tempat duduk di samping Yoongi, menarik tempat duduk agar dapat lebih dekat dengan Yoongi. Tangan kanannya tetap melingkar di pinggang mungil Yoongi.
"Kau baru sampai dari Daegu, hyung?"
Yoongi mengangguk. "Ya, baru tadi siang. Kau sendiri, bagaimana? Tidak pulang ke Daegu?"
Taehyung menggeleng. "Tidak. Pekerjaanku di Seoul menumpuk."
"Ya, ya, Kim Taehyung, aktor tampan naik daun yang sibuk. Duh…" Yoongi tersenyum lebar, menggoda mantan adik kelasnya.
"Hyung!"
Yoongi hanya terkekeh pelan. Kemudian keheningan canggung menyelimuti mereka, lama tak bertemu membuat mereka binggung untuk mencari topik pembicaraan. Hingga Taehyung menjadi yang pertama untuk memecahnya.
"Hyung…" Kini kedua tangan Taehyung melingkar di pinggang Yoongi, kepalanya bersandar di pundak mungil itu.
Yoongi sudah sejak lama lelah memperingatkan Taehyung tentang skinship di tempat umum. Ucapannya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Alias percuma.
"Hm?" Yoongi hanya menggumam kecil tanpa melirik wajah Taehyung di pundaknya.
"Malam ini… kau… langsung pulang?"
Yoongi tersenyum kecil. Ia bisa mendengar keresahan di dalam suara Taehyung. Jemarinya meraih lengan Taehyung yang melingkar di pinggangnya, mengelusnya pelan. "Tidak. Aku telah memesan penginapan dekat hotel ini. Mungkin sekitar lima belas menit jalan kaki."
Taehyung dengan cepat mendongak, memandang Yoongi dengan mata berbinar. Namun ekspresi itu tak bertahan lama. Taehyung mendekatkan bibirnya pada telinga Yoongi, berbisik dengan suara rendah nan sensual yang ia banggakan semenjak masa pubertasnya.
"Kalau begitu… nanti malam… aku akan mengantarmu kembali ke hotel, hyung…"
Tangannya mengelus pelan pinggang Yoongi, membuat pemiliknya dengan tak sadar mendesah pelan.
"U –umh… y... ya… baiklah."
Taehyung kembali dengan cengiran lebarnya. Bibirnya mencium ringan telinga Yoongi dan tak lupa pipi kirinya.
"Aku akan kembali nanti, hyung! Ada seseorang yang perlu kutemui malam ini."
Yoongi mengangguk. "Aku akan mengirimkan pesan padamu kalau aku akan kembali ke hotel."
Taehyung hanya mengangguk dan melambaikan tangannya sebelum berlari menembus keramaian. Yoongi menghela napas, meraih champagne yang belum tersentuh sama sekali dari tadi kedatangannya.
Setelah meneguk setengah dari champagne dalam gelas, pandangannya kemudian kembali melihat-lihat ke ruangan besar itu. Kerumuman orang di tengah ruangan bertambah banyak dibanding ketika ia datang tadi.
Matanya menangkap sosok pemuda tinggi dengan surai hitam legam berdiri dengan segala ketampanannya di tengah ruangan. Ketampanannya tak luntur, masih sama seperti lima tahun lalu ketika mereka pertama kali bertemu tatap. Banyak orang berkumpul mengelilingi sosok itu, dalam genggamannya ada gelas kaki tinggi berisi wine. Senyumnya yang menawan, membuat tak sedikit gadis luluh, menjadikannya bahan pembicaraan banyak orang.
Yoongi hanya tersenyum pahit. Senyum menawan itulah, awal semua kehancuran hidupnya.
"Yoongi-hyung!"
Panggilan namanya membuat Yoongi menoleh ke arah kerumunan orang.
"Sial." Yoongi mengumpat pelan. Tanpa berpikir panjang ia segera melompat dari kursinya, berlari kencang mencari pintu keluar ruangan itu.
"Yoongi-hyung! Hyung!"
"Sial. Sial. Sial. Sial. Kenapa aku harus bertemu dia, sih? Oh ya, kau kan dulu satu sekolah dengannya, Min bodoh Yoongi! Aish."
Yoongi sibuk bermonolog dalam hatinya sendiri, hingga tak sadar orang yang mengejarnya berhasil menangkap tangan mungilnya.
Mereka kini berdiri di luar gedung mewah, tempat reuni SMA Yoongi diadakan. Musik kencang dari dalam berdebum pelan di luar. Yoongi tak menoleh, tangannya tetap dipegang erat oleh sosok yang mengejarnya. Napas keduanya kini terengah, terlalu lelah berlari.
"Hyung, a… ada yang harus kubicarakan denganmu. Tolong lihat aku."
Yoongi menghela napas, berusaha sebisa mungkin tidak nampak lemah –setidaknya di depan orang ini–.
Masih tidak menoleh, Yoongi membalas. "Tidak. Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi."
"Hyung! Kumohon! Kau menghilang begitu saja tiga tahun lalu."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Hubungan kita sudah lama berakhir, Park."
"Yoongi-hyung… kumohon. Setidaknya lihatlah aku."
Yoongi menghela napas pasrah, ia menoleh. Wajahnya tidak sedih. Tidak, ia bukan pria melankolis –mungkin–, namun kedua alisnya bertaut dengan dahi yang mengerut. Seolah ia menunjukan ekspresi enggan –terlebih jijik–
"Lepas tanganku, Park."
Pria bersurai oranye terang itu terdiam setelah sebelumnya hendak mengatakan sesuatu.
"Kalau aku melepas tanganmu kau akan kabur dariku, hyung."
Yoongi menggeleng. "Tidak."
"Baiklah. Kau janji?"
"Ya. Sekarang cepat lepaskan tanganmu dariku."
Pemuda itu menarik tangannya, melepas genggaman erat pada pergelangan tangan Yoongi yang mulai memerah. Yoongi mengelus pelan pergelangan tangannya.
"Sekarang apa yang mau kau bicarakan denganku."
Pria bermarga Park itu menghela napas sebelum berbicara. "Hyung, tiga tahun lalu–"
"Jim, kumohon. Tidak perlu membahas kejadian tiga tahun lalu, oke?"
"Tapi, hyung!"
Yoongi menggeleng. "Apakah tidak cukup kau menorehkan luka padaku kemudian kau masih ingin menabur garam di atasnya?"
Tanpa sadar Yoongi meninggikan suaranya. Kedua matanya terpejam, menahan air mata yang hampir lolos.
"Hyung… aku… aku tidak bermaksud–"
Yoongi menggeleng, menutup kedua telinganya. "Cukup. Cukup Jimin. Hentikan semua omong kosongmu."
Pemuda bersurai oranye itu mendecakan lidahnya, menarik pundak Yoongi agak kasar untuk membuat sosok mungil itu menghadap ke arahnya.
"Hyung! Tak bisakah kau dengarkan penjelasanku barang semenit saja?!"
Yoongi kembali menggeleng. Air mata perlahan mulai meluncur bebas di pipinya. "Tidak. Kumohon… Jangan katakan apapun… kumohon."
Jimin hanya dapat memandang sendu sosok Yoongi. Melihat sosok yang ia cintai begitu dalam hancur berkeping-keping karenanya sendiri.
"Hyung…"
Kali ini dengan suara pelan, lirih, Jimin memanggil nama Yoongi yang masih menutup kedua telinganya. Sosok mungil itu semakin mungil dengan posisinya yang kini berjongkok di atas aspal.
Keheningan tercipta. Suara air mancur di dekat mereka satu-satunya yang terdengar. Tak lama suara pintu ballroom didorong lumayan keras terdengar.
"Yoongi-hyung!"
Yoongi tak menoleh, hanya Jimin yang menoleh memandang sosok bersurai coklat hazel yang baru saja keluar dari ballroom hotel. Sosok itu berlari pelan mendekati Yoongi, meraih bahunya halus mengajaknya berdiri.
Yoongi mendongak. "Tae?"
"Ya, hyung, ini aku."
Yoongi dengan segera melingkarkan tangannya di pinggang Taehyung, kepalanya tenggelam di dada bidang pemuda itu. Taehyung mengelus lembut surai mint milik Yoongi.
Jimin yang melihatnya harus menahan api cemburu yang membakar diri. Ia tidak ingin Yoongi semakin menjauhinya karena ketakutan kalau ia kelepasan dan tidak dapat mengontrol diri. Giginya gemeletuk, tangannya terkepal hingga buku-buku jarinya memutih. Kedua matanya memandang tajam pada kedua sosok yang tengah berpelukan mesra di hadapannya.
Taehyung menoleh kepada Jimin setelah merasa Yoongi sudah lumayan tenang.
"Lebih baik kau pergi. Yoongi-hyung tidak ingin bertemu denganmu, Park." Taehyung berucap dengan dingin.
Jimin semakin mengeratkan kepalan tangannya. "Ya aku bisa melihatnya. Tapi lebih baik kau tidak perlu ikut campur dalam urusanku dengan Yoongi-hyung." Matanya berpindah untuk mengamati sosok yang ia cintai dalam dekapan lelaki lain.
Jimin melangkah mendekati mereka, tak peduli dengan tatapan tajam yang dilayangkan Taehyung.
"Hyung…" Jimin meraih lengan Yoongi.
Yoongi memberontak, berusaha menepis tangan Jimin yang mampir di lengannya tanpa melepas pelukannya di pinggang Taehyung. Protesan keluar dari bibirnya terhalang kain jas Taehyung.
Jimin menarik kembali tangannya, memandang Yoongi sendu.
"Aku… akan menghubungimu lagi nanti, Yoongi-hyung. Jaga kesehatanmu."
Jimin tersenyum pasrah dan memutar tubuhnya, masuk kembali ke dalam ballroom yang ia tinggalkan demi mengejar Yoongi.
Setelah memastikan sosok Jimin masuk, Taehyung member jarak di antara mereka. Kedua tangannya meraih pipi Yoongi yang basah dengan air mata. Ia tak peduli pada kemeja dan jasnya yang basah karena air mata Yoongi, sekarang yang paling penting adalah membawa Yoongi kembali ke hotelnya.
"Hyung… kita pulang, ya? Aku sudah pamit pada Hoseok-hyung tadi."
Yoongi mengangguk sembari masih sesenggukan akibat tangisannya. Taehyung mengelus lembut pundak Yoongi dan mengajaknya berjalan ke mobil Porsche putih miliknya yang terparkir di halaman depan gedung tak jauh dari tempat mereka berdiri.
.
.
.
Perjalanan dengan mobil tak perlu waktu lama, hanya sekitar lima menit saja. Taehyung memarkirkan mobilnya di parkiran hotel yang kosong. Ia melirik sosok Yoongi yang termenung, pandangannya kosong.
Ia meraih pundak Yoongi, berusaha tidak mengejutkan sosok mungil di sampingnya. "Hyung…"
Sekeras apapun usaha Taehyung untuk tidak membuat Yoongi terkejut, tetap saja sosok mungil itu melonjak. Yoongi menoleh kepada Taehyung.
"A… ah. Apa?"
Taehyung hanya tersenyum kecil. "Kita sudah sampai, hyung."
Yoongi melirik keluar jendela mobil "O.. oh."
Taehyung segera keluar dari mobilnya, membukakan pintu bagi Yoongi yang hanya tersenyum tipis.
"Terima kasih."
Taehyung membalas dengan anggukan. Setelah mobilnya terkunci, Taehyung menggandeng tangan Yoongi untuk masuk ke dalam. Mereka hanya saling diam bahkan di dalam lift. Kedua pasang mata itu memandang angka dalam layar digital yang terus berganti hingga mencapai lantai 10. Yoongi keluar dari lift sembari masih menggandeng tangan Taehyung hingga mereka sampai di depan kamar Yoongi.
Yoongi mengeluarkan kartu dari saku jasnya, membiarkan sensor keamanan memeriksanya hingga lampu berwarna hijau menyala dan ia mendorong pintu terbuka, menyelipkan kartu di tempat yang disediakan untuk menyalakan listrik kamar.
Baru saja menyelipkan kartu itu pada tempatnya, tubuh mungil Yoongi sudah dibanting ke pintu kamar yang tertutup rapat. Sejenak kedua kelopak matanya tertutup akibat terkejut akan hentakan tiba-tiba.
Tangan yang besar dan hangat –meski ditengah cuaca dingin bulan Desember– mengelus pipi kirinya. Yoongi membuka kedua matanya, mendongak menatap Taehyung yang memandangnya dengan pandangan lembut.
Tanpa ragu Taehyung langsung menyatukan bibir mereka. Kedua bibir dingin itu bersatu, saling memagut untuk menciptakan kehangatan.
"Nggh… Tae…"
Yoongi hanya bisa mendesah pelan di sela-sela ciuman mereka, meleleh dengan pagutan panas dari Taehyung. Tangannya mencengkeram keras jas milik Taehyung. Sedang tangan Taehyung bermain dengan pandai, tangan kanannya mengelus pinggang Yoongi dengan sensual, tangan kirinya mengelus pipi tembam Yoongi.
Sama sekali tak inosen. Ciuman mereka liar dan penuh gairah. Lidah saling bertaut membentuk jalinan benang saliva yang terputus ketika mereka terpaksa memisahkan bibir guna mencari oksigen. Yoongi dan Taehyung terengah, ciuman mereka terlalu liar. Namun hal itu tidak menghentikan mereka.
Bibir Taehyung berpindah ke leher putih Yoongi, mengendusnya sebelum menggigit dan mencumbunya mesra, meninggalkan tanda kemerahan yang tak akan hilang hingga beberapa hari ke depan. Tangannya kini sibuk membuka jas Yoongi dengan tergesa, kakinya berada di antara selangkangan Yoongi, menggesek milik Yoongi yang mulai menegang di balik celana kain hitam itu.
"Aah… Ah… Tae… Nghh…"
Yoongi semakin menguatkan cengkeraman tangannya. Sentuhan Taehyung pada tiap inchi tubuhnya membakar gairahnya semakin besar, bagai api tersulut bensin.
Semakin tak sabar, Taehyung mencumbu Yoongi sambil membawa mereka menuju tempat tidur. Yoongi merasa kakinya menabrak ujung tempat tidur sebelum akhirnya Taehyung mendorongnya pelan agar ia dapat terlentang di atas seprai putih bersih. Taehyung mengagumi sosok Yoongi, bibir merah bengkak dan matanya yang semakin sayu memandang wajahnya. Ia kembali mencium bibir bengkak itu dengan ganas sembari berusaha melepaskan pakaiannya sendiri.
"Aah… Tae…"
Yoongi menggeliatkan tubuhnya, sentuhan Taehyung benar-benar membuatnya melayang. Lututnya tak sengaja menggesek milik Taehyung dibalik celana kain, membuat pemiliknya mendesis nikmat.
"Aish. Hyung, aku tak sabar ingin membenamkan milikku di dalam lubangmu yang sempit dan hangat. Membiarkannya menjepitku dengan erat hingga kau merasakan klimaks paling nikmat malam ini." Taehyung berbisik dengan begitu sensual, membuat Yoongi bergetar.
Sial. Taehyung dan mulut cerdasnya.
Yoongi hanya dapat melenguh pelan, semakin terangsang dengan dirty talking andalan Taehyung tiap kali mereka melakukan seks. Oh, dia dapat merasakan celana dalamnya yang semakin basah dengan precome-nya sendiri. Yoongi menggesekan kedua kakinya, mencari friksi nikmat untuk bagian selatan tubuhnya.
"Mmh, Tae… cepat…"
Taehyung mengecup sekilas bibir Yoongi, kemudian melepaskan bajunya dan celananya sendiri dan membuangnya entah kemana. Pakaian Yoongi telah tanggal sejak lama, sejak ia berdiri dengan punggung bersandar pintu hotel.
"Hyung, apa kau membawa pelumas? Atau kondom?" Taehyung bertanya sembari masih mengelus tubuh Yoongi.
Yoongi merengek, menggeleng pelan. Hell. Ini terlalu lama. Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Yoongi melingkarkan tangannya di leher Taehyung, meremas punggungnya sensual.
"Tae… cepat… langsung saja… kumohon… nggh…"
Taehyung mengangguk cepat, mengocok miliknya sejenak dan memposisikannya di depan lubang Yoongi.
"Hyung, tahan sebentar, ini akan sakit."
Yoongi hanya mengangguk.
Menunggu benda tumpul yang besar dan panas itu menembus dirinya, membawanya terbang ke langit paling tinggi malam ini. Mereka berdua bergerak dengan erotis. Yoongi ikut bergerak, menumbukan tubuh bawahnya berlawanan arah dengan Taehyung, membuat milik Taehyung merangsak masuk lebih dalam.
Decitan tempat tidur terdengar begitu kentara di ruangan kamar yang sepi, Taehyung dan Yoongi bergerak sama cepatnya. Sama-sama tak sabar mencapai klimaks yang membuat mereka melupakan dunia sejenak, seolah hanya ada mereka di sana, tak ada yang lainnya.
Yoongi yang pendiam adalah Yoongi yang begitu vokal di atas tempat tidur. Bibirnya tak pernah berhenti mendesahkan nama Taehyung, meneriakan namanya begitu milik Taehyung menghantam titik prostatnya. Tubuhnya melengkung erotis bagai busur, menikmati hantaman milik Taehyung yang tak dapat dibilang lembut.
Kissmark dibubuhkan Taehyung di mana-mana. Tak cukup rasanya melihat hanya satu titik dengan tanda merah menyala.
"Mmh! Taee… lebih cepathh… aku ngh…!"
Taehyung kembali membawa Yoongi dalam ciuman yang memabukkan dan mempercepat gerak pinggulnya. Tak sia-sia pengalamannya sebagai dancer selama tujuh tahun, pinggulnya yang sering dilatih bergerak erotis dapat membawa Yoongi kepada kenikmatan yang tak terhingga.
Kuku-kuku tumpul Yoongi yang pendek mencakar punggung Taehyung, memberitahu bahwa ia akan keluar. Taehyung pun memfokuskan gerakan pinggulnya sembari mengamati wajah Yoongi yang terbuai kenikmatan. Hingga akhirnya mereka mencapai puncak kenikmatan bersama. Yoongi yang mengeluarkan cairan putih itu membasahi perut dan dadanya sendiri, sedikit mengenai dada Taehyung. Taehyung sendiri membenamkan miliknya sedalam mungkin, mengeluarkan semua spermanya di dalam lubang Yoongi hingga meluber keluar.
Mereka berdua terengah, menunggu sisa-sisa klimaks yang masih terasa.
Taehyung berguling ke samping, tidak ingin menindih tubuh mungil Yoongi. Ia memeluk Yoongi dan menarik selimut sebatas dada mereka, menghalau angin dingin yang dapat membuat Yoongi sakit.
"Selamat tidur, hyung. Mimpi indah."
Taehyung mengecup pelipis Yoongi yang tertidur setelah tersenyum manis kepadanya, dan ia menyusul Yoongi ke alam mimpi.
.
.
.
To be Continued
Author's note:
Halo semua!
Pertama-tama, salam kenal. Saya author baru di fandom ini meski saya sudah sering baca fanfic di sana sini. Panggil aja Seoltang biar akrab. Saya mantan author dari fandom tetangga beda kompleks, ga ada hubungan sama fandom ini sih, Mungkin ada yang kenal saya dari gaya bahasa? Heuheuheuheu. /cukup/
Saya ucapkan terima kasih telah mau mampir membaca atau bahkan mungkin me-review fanfic ini. Mohon maaf kalau masih ada typo, atau kesalahan lain dalam pembuatan cerita ini. Jika memang ada yang salah, kalian silakan PM saya atau ketikan dalam kolom review. Semoga fanfic ini dapat menghibur para readers sekalian.
#MINYOONRISE
#BOTTOMYOONGITEAM
#TOPJIMINTEAM
#MINYOONTEAM
-Love,
BabySugarSeoltang
