Title : The First
Pair : Min Yoongi, Park Jimin
Disclaimer : The characters belong to their selves, but the story belong to me
Langit malam yang berbintang adalah sesuatu yang menyenangkan terlebih ketika kau adalah seseorang yang menyukai keheningan. Satu-satunya waktu dimana tak ada orang yang berbicara disekitarmu dan kamu terjebak dalam zona nyaman milikmu sendiri.
Dan langit malam yang berbintang adalah sesuatu yang selalu Park Jimin damba. Bukan karena dia melankolis namun karena ia dapat melepaskan fikirannya tanpa terikat oleh suatu keharusan yang harus ia penuhi. Terlebih ketika ia berada didalam kamarnya seorang diri, tanpa siapun disampingnya dan tanpa bunyi ponsel yang berdiring. Hanya dia dan fikirannya yang berkelana.
"Menurutku kau harus menghentikan kebiasanmu untuk membuka jendelamu setiap malam dan membiarkan angin malam masuk."
Pernah sekali Kim Taehyung berkata begitu padanya dan Jimin hanya mengangguk sebagai persetujuan sesaat. Ia bukannya tidak tahu jika angina malam itu tidak baik untuknya, namun hanya saja ia mengabaikannya. Kesenangan adalah sesuatu yang ia inginkan
"Kau mau bertambah pendek?" Jungkook juga pernah menutup jendela berwarna pucat itu dengan keras.
"Yah jendela itu tak ada hubungan dengan tinggi badanku."
Dan bantahan Jimin mendapat dukungan penuh dari Kim Namjoon yang menambahkan beberapa penjelasan yang terlalu konkrit kepada kedua pemuda itu.
Bunyi suara jendela yang ditutup membuat Jimin mengalihkan perhatiannya yang semula tertuju pada buku yang ada dihadapannya.
"Kau harus menutupnya saat langit telah menggelap." Omelan dari Kim Seokjin membuatnya mengulum senyum tipis.
"Aku hanya terbiasa membiarkan ia terbuka." Jawabnya singkat.
"Kau memang seharusnya mencari kekasih saja, setidaknya ia akan menutupkan jendela itu untukmu." Jung Hoseok berkata saat mereka berkumpul.
"Aku setuju." Hampir semua temannya menyutujui pendapat Hoseok yang tak bisa dikatakan rasional itu. Ayolah, apakah Jimin harus mencari seorang kekasih hanya untuk menutup jendelanya setiap malam? Bukankah itu hal konyol.
"Jangan lupa untuk memikirkan saraku Jim, bisa saja itu yang terbaik untukmu." Hoseok menepuk bahunya dan Jimin tak memberikan jawaban karena Jungkook sudah menarik pemuda itu keluar dari apartemennya.
"Kami pergi dulu." Ucap Soekjin yang masih memiliki manner yang baik dengan menutup pintu setelah ia meninggalkan tempat itu.
Jimin langsung menuju dapur setelah pintu depan apartemennya tertutup dan meraih sebuah botol air mineral, sang pemuda mengeguknya saat ia telah duduk diatas sofa diruang tamu yang tadinya dijadikan tempat berkumpul.
"Ah, aku haus sekali" ucapnya pelan.
Kim Taehyung, sang teman yang satu-satunya tersisa menatap Jimin dengan tangan kanan yang masih memegang ponsel.
"Aku bertemu Yoongi-hyung tadi."
"Benarkah?"
"Hmm, aku sempat mengobrol dengannya."
"…"
"Kau tahu, dia sedikit berubah. Aku tak tahu pasti apa, hanya saja dia berbeda."
Jimin mengulum senyum, tanpa sadar saat Taehyung menyebutkan nama itu siluet seorang pemuda berkulit pucat muncul dibenaknya. Seseorang yang dulu sangat ia kenal.
"Kau tahu Jim, dia bertanya tentangmu kepadaku."
"Aku tahu dia akan melakukannya." Jimin menampilkan sebuah senyum diwajahnya.
"Kau sudah bertemu dengan Yoongi-hyung sebelumnya?"
"Tentu saja belum."
"Lantas?"
"Kau tahu, aku hany menduganya dan ternyata aku tidak salah."
Taehyung mengangguk, ia melihat ponselnya sekali lagi lantas menunjukkan ponsel itu kepada Jimin.
"…."
Dan reaksi yang Jimin tunjukkan membuat dahi Taehyung berkerut, kau tahu Jimin menampilkan senyum namun matanya tidak tersenyum.
"Kau tidak mau bertemu dengannya?"
Jimin menggeleng, "Tidak perlu. Apa gunanya?"
Taehyung hanya menghela nafas, ia sama sekali tidak mengerti dengan Jimin dan Yoongi. Yang ia tahu sebagai teman, yang dapat dikategorikan sebagai teman dekat, kedua pemuda itu saling menyukai. Semenjak bertahun-tahun yang lalu. Namun keduanya seolah tak ada niat untuk membentuk suatu hubungan, padahal keduanya tidak memiliki ketertarikan kepada orang lain selain tertarik kepada satu sama lain.
"Kau tahu Jim, ada pertanyaan yang ingin aku tanyakan sedari dulu."
"Apa?"
"Kenapa kau tidak menjalin hubungan dengan Yoongi-hyung?"
Jimin tertegun sejenak, kemudian ia tertawa sedikit keras.
"Aku bahkan tidak berkomunikasi dengan Yoongi-hyung sejak terakhir kita bertemu."
Dan hal ini juga selalu membuat Taehyung bingung. Jimin jelas memiliki kontak Yoongi, dan sebenarnya ia tak begitu yakin tapi Yoongi juga seharusnya masih memiliki kontak Jimin karena Yoongi masih berkomunikasi dengannya dan teman-teman yang lain. Hal ini membuktikan jika Yoongi masih menyimpan kontak mereka semua termasuk Jimin. Namun mereka sama sekali tidak berkomunikasi.
"Kenapa?"
"Hanya saja begitu…"
"Aku tahu kau menyukainya Jim."
Jimin mengangguk seraya meraih sebuah toples yang berisi cemilan, "Aku tak akan menyangkalnya."
"Dan Yoongi-hyung jelas-jelas juga menyukaimu."
"…."
"Lalu kenapa kau tidak menjalin hubungan dengannya?"
"Kau ingat ketika kita pertama kali bertemu dengannya?"
"Tentu saja, bagaimana aku bisa melupakannya."
"Saat itu aku sudah menyukai Yoong-hyung"
Taehyung tertegun, dia sama sekali tidak menyangka hal ini. Ia tak tahu jika Jimin sudah menyukai Yoongi secepat itu karena seingatnya saat mereka pertama kali bertemu Jimin terlihat tidak begitu menyukai Yoongi yang terbilang kasar dalam bertutur. Juga cara pandang Yoongi yang terbilang aneh saat itu.
"Lalu?"
"Aku menyukainya saat itu." Jimin mengulangnya sekali lagi.
"Aku tidak mengerti apa yang ingin kau sampaikan."
"Kau tak perlu mengerti Tae" Ucap Jimin disertai dengan senyum kecil diwajahnya. Sang pemuda meninggalkan ruangan itu.
"Ah, dan jika kau bertanya pada Yoongi-hyung pun aku tak bisa jamin jika dia akan memberikan jawaban lebih baik dari milikku."
"…"
"Jika kau mau menginap disini kau bisa menggunakan kamar tamu tapi jika kau mau pergi tak perlu berpamitan."
Jimin menutup pintu kamarnya, ia hendak memejamkan matanya namun ia kembali duduk. Lalu berjalan kearah jendela.
"Ah, malam ini langit malam tak berbintang." Ucapnya disertai dengan senyum lebar. "Aku menyukainya."
Jika ditanya pada orang-orang terdekat Jimin mengenai hal apa yang ia sukai maka mereka akan dengan serentak menjawab jika Park Jimin menyukai langit malam yang berbintang. Dan Jimin tak pernah menyalahkannya, ia memang menyukainya.
Namun ada sesuatu yang tak pernah ia katakan dengan gamblang bahwa sebelum menyukai langit malam ia sudah terlebih dahulu terpikat pada langit tanpa bintang. Ia jatuh hati pada lagit malam yang gelap, ia sudah menyukai langit malam yang dingin tanpa bintang. Sebelum ada perubahan berupa cahaya dilangit malam, ia sudah jatuh cinta.
The End
Mind Reviewing?
