Secret of My Love

Chapter I

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

This story belongs to HinataHyuuga8

Happy Reading ^^

.

.

Semuanya terasa indah pada mulanya

Pelukan hangat

Genggaman erat

Semua yang sulit dilupa dalam waktu yang singkat

.

Hinata menatap sosok pemuda di hadapannya. Matanya mebelalak tak percaya. Keheningan menyelimuti keduanya. Seakan tak percaya dengan pendengarannya, gadis Hyuuga itu berusaha memutar kembali kalimat yang baru saja ditangkap oleh pendengarannya. Serentetan kalimat yang sukses membuat jantungnya berdegup tak keruan.

"Eh?" hanya 2 kata itulah yang dapat diucap Hinata yang tengah dilanda kebingungan dahsyat.

"Aku biasanya tidak menerima penolakan," Sasuke berkata dingin seolah tak menyadari perubahan yang dialami oleh gadis di hadapannya. "Hyuuga, aku mencintaimu. Jadilah pacarku."

Kali ini, Hinata menyadari bahwa pendengarannya tak salah lagi. Memang benar kalimat yang baru di dengarnya itu. Hinata ingin sekali menampar pipinya sendiri, berharap semua ini mimpi. Tapi tangannya terlalu kaku untuk menggapai si pipi chubby yang mungkin terasa jauh hingga beribu – ribu kilometer.

"A-ano, Uchiha-san," Hinata meneguk ludahnya. Otaknya terus berputar mencari kalimat yang tepat untuk diucapkan.

"Hn?" Sasuke kembali menagih jawaban Hinata.

Keringat mulai mengucur membasahi pelipis Hinata. Ia menyukai Naruto, tapi itu dulu. Ia telah menyadari bahwa cintanya hanya bertepuk sebelah tangan dan hanya akan menorehkan luka dalam jika ia terus mempertahankan cintanya itu. Berpindah hati mungkin jawaban yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang melanda hati Hinata. Berkali – kali Hinata mencoba move on kepada berpuluh – puluh cowok yang mengincar gadis anggun ini. Tapi hasilnya benar – benar nihil. Tak satu pun berhasil menaklukan hati gadis Hyuuga yang hanya terarah pada Naruto.

Hingga datanglah Sasuke Uchiha. Seorang murid baru yang desas – deususnya suka pada Hinata pada pandangan pertama. Pangeran tampan yang segera menjadi populer ini tak banyak berkomentar. Toh, Hinata juga tak peduli dengan bungsu Uchiha itu. Menurutnya, Sasuke bagaikan patung es berjalan. Namun, tak disadarinya bahwa justru patung es yang dijauhinya itu kini meleleh di hadapannya. Berusaha mengeluarkan aura hangat yang justru tampak mengerikan bagi Hinata.

Sekali lagi, Hinata kembali sadar bahwa ia dihadapkan pada pilihan yang benar – benar sulit. Hinata menarik nafas dalam – dalam. Ia telah memutuskan.

"Ba-baiklah," Hinata berharap ia memilih hal yang benar.

Si bungsu Uchiha tersenyum tipis. Sejurus kemudian, ia telah memeluk erat gadis di hadapannya.

"Aku mencintaimu, Hinata."

.

.

.

Sudah hampir setahun berlalu sejak Hinata mulai menjalin hubungan dengan Sasuke. Hinata yang awalnya sangat sulit untuk membuka perasaannya pada Sasuke kini hanya membuka pintu hatinya untuk Sasuke seorang. Ia mencintai Sasuke. Atau mungkin sangat. Begitu pun dengan Sasuke.

Lusa nanti, mereka akan merayakan setahun hubungan mereka. Hinata sudah menyiapkan kado untuk kekasih tercintanya itu. Kado yang masih ia rahasiakan walau Sasuke memohon untuk memeberitahu sedikit tentangnya. Sasuke juga sudah menyiapakan sesuatu untuk Hinata.

"Sasuke-kun," Hinata menghampiri Sasuke yang tengah membaca buku tebal.

"Hn?" Sasuke menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca.

"Mungkin hari ini aku tidak bisa pulang bersamamu," Hinata duduk di samping Sasuke.

"Kenapa?" Sasuke mengalihkan pandangannya kearah Hinata.

"Aku ada janji dengan…"

"Kiba dan Shino lagi?" Sasuke memotong jawaban kekasihnya.

Hinata hanya bisa berpasrah. Ia mengangguk pelan mengiyakan jawaban Sasuke. Ia, Kiba, dan Shino sudah lama berteman baik. Sejak kecil. Jadi, mereka sering berkumpul bersama walau hanya sekedar belajar atau mengerjakan PR. Sifat ketiganya memang saling bertolak belakang satu sama lain. Namun, itu tak menjadi halangan untuk merusak hubungan persahabatan mereka.

"Aku akan menunggumu kali ini," Sasuke kembali beralih kepada buku yang sedang dibacanya.

"Aku akan sangat lama. Klub kami sedang ramai. Banyaknya yang memesan kerajinan tangan buatan klub kami. Masak aku meninggalkan klub dalam waktu penting seperti ini," Hinata membela dirinya sendiri.

"Hn," Sasuke hanya memberi jawaban singkat. "Baiklah."

Hinata tersenyum senang merayakan kemenangannya.

.

.

.

"Wah," Hinata merentangkan tangannya. "Sudah selesai."

"Akhirnya," Kiba melempar hasil kerajinan terakhirnya.

"Guk," Akamru, anjing Kiba, menyahut tuannya.

Hinata melirik Shino yang sibuk berkutat dengan serangganya. Hinata tersenyum kecil. Ia melirik jam tangannya. Jam tangan ungu muda, pemberian Sasuke saat ulangtahunnya. Sudah pukul 6 sore. Hinata segera bangkit dan beranjak meninggalkan tempatnya.

"Aku harus pulang," Hinata menatap kedua sahabatnya. "Sayonara."

Kiba melambai dengan semangat kepada Hinata yang segera disambut dengan gonggongan Akamaru. Sementara Shino hanya mengangkat tangan kirinya.

Hinata melangkah melewati gerbang sekolahnya. Suasana terlihat sangat sepi. Tak Nampak murid – murid yang selalu memenuhi lapangan. Semua sudah pulang. Hinata bersenandung kecil menuju halte bus. Untung saja bus hari ini tidak terlalu penuh, sehingga ia masih mendapat tempat duduk.

Hinata duduk dekat dengan jendela. Ia sangat suka memandang keramaian kota Konoha. Kota yang padat dengan penduduk namun sangat makmur dan sejahtera. Tak nampak kemacetan lalu lintas maupun polusi udara yang biasanya mendiami kota – kota besar.

Tiba – tiba seorang lelaki duduk di samping Hinata. Hinata menoleh sekilas. Laki – laki aneh dengan jaket tebal menyelubungi tubuhnya.

Jelas – jelas bus ini sangat panas, tapi mengapa laki – laki itu justru memakai jaket tebal itu? Dasar lelaki aneh. Batin Hinata.

Tak lama, karena keadaan bus yang semakin ramai, lelaki itu menggeserkan sedikit tubuhnya kearah Hinata. Berusaha memberi sedikit tempat duduk untuk seorang wanita tua. Hinata tak terlalu memperdulikannya. Aroma mint yang sangat khas di indera penciuman Hinata. Ia memakai parfum yang sangat dikenal Hinata. Parfum mint. Hinata memandang lelak itu dengan saksama. Hati kecilnya mengatakan itu adalah Sasuke. Dalam sekali sentakan, Hinata membuka topi yang dikenakan lelaki itu.

"Sa…" Hinata tak dapat melanjutkan perkataannya.

"Eh?" seorang lelaki tua yang awalnya Hinata kira adalah Sasuke menatap bingung kearah Hinata.

Wajah Hinata segera bersemu merah. Ia mengibaskan tangannya. "Go-gomen nasai." Ucapnya gugup.

Lelaki tua itu hanya mengangguk lalu kembali meletakkan topinya di atas kepalanya yang hampir botak itu. Hinata mengalihkan pandangannya kembali kearah keramian kota. Mungkin ia hanya sedang merindukan Sasuke sehingga ia menganggap lelaki tua itu adalah Sasuke.

Bus yang ditumpangi Hinata tiba – tiba berhenti. Hinata menarik tasnya lalu turun daari bus. Ia menghela nafas lega. Tiba – tiba teleponnya berbunyi. Hinata mengecek ponsel layar sentuhnya itu. SMS dari Sasuke. Ia segera membukanya.

Lusa nanti aku akan menjemputmu di rumahmu. –Sasuke.

Hinata tersenyum kecil menatap SMS itu. Ia benar – benar tidak sabar menyambut lusa nanti. Hari yang akan menjadi hari teristimewa baginya.

.

.

.

Hinata membongkar isi lemari besarnya. Jemarinya mencari – cari gaun yang pantas dipakainya untuk merayakan setahun hubungannya dengan Sasuke. Tak lama, ia menarik sebuah gaun ungu muda bermotif bunga – bunga kecil. Gaun yang sangat manis, hadiah dari kakaknya, Neji, beberapa waktu lalu. Hinata tersenyum senang. Ia segera bersiap – siap untuk pergi.

Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dihiasi oleh jepit yang berawarna senada dengan gaunnya. Ia mencari sepatu yang putih yang biasa ia pakai. Sekali lagi, ia memandang pantulan dirinya dalam cermin.

"Sempurna," Hinata berbisik kecil.

Dengan sedikit terburu – buru, Hinata menyambar tas kecilnya lalu berlari menuruni tangga. Dilihatnya Sasuke sudah menunggu lengkap dengan mobilnya. Begitu menyadari kehadiran Hinata, Sasuke segera tersenyum kecil. Hinata menyambut senyum Sasuke dengan pelukan.

"Ayo kita pergi," ajak Sasuke sembari membukakan pintu untuk Hinata.

"Baiklah," Hinata masuk ke mobil Sasuke.

Sasuke berlari ke belakang kemudi. Melajukan mobilnya membelah kota.

.

.

.

"I-ini…" Hinata menatap tak percaya kearah pemandangan yang ia lihat.

"Kau suka?" tanya Sasuke.

"Lebih dari suka," Hinata masih takjub.

Tentu saja. Sasuke menyulap sebuah taman yang sederhana menjadi taman yang begitu romantis. Taman dimana mereka berkenalan untuk pertama kalinya. Taman dimana Hinata menerima ciuman pertamanya dari Sasuke. Taman penuh kenangan dengannya dan Sasuke.

"Ayo dimakan," Sasuke menyodorkan sebuah piring berisi makanan lezat. "Aku yang membuatnya khusus untukmu."

"Benarkah? Kukira Sasuke-kun tidak bisa memasak," canda Hinata.

"Tch. Masakanku adalahyang terenak setelah masakanmu," Sasuke membalas candaan Hinata.

Hinata tertawa renyah. Ia memasukan potongan ayam ke mulutnya sementara Sasuke terdiam menunggu reaksi Hinata.

"Enak," Hinata mengomnetari masakan Sasuke.

"Benarkah?" Sasuke justru yang mebelalak tak percaya mendengar komentar Hinata.

Hinata mengangguk. Ia kembali memasukan potongan ayam ke dalam mulutnya. Sasuke menarik nafas lega.

Tiba – tiba Hinata teringat sesuatu. Ia segera menarik sesuatu berbungkus dari tasnya.

"Aku telah menyiapkan ini," Hinata menunjukan sebuah kotak berlapis kertas kado yang manis.

"Apa ini?" Sasuke memandang kado itu dengan heran.

"Buka saja," Hinata menyodorkannya pada Sasuke.

Sasuke membukanya perlahan. Di dalamnya tampak gelang kecil. Gelang itu dihiasi oleh logam yang berukir nama keduanya.

"Aku tahu mungkin ini kekanak – kanakan, tapi aku rasa itu dapat memperkuat hubungan kita. Setiap kali Sasuke-kun melihat gelang itu, Sasuke-kun kan teringat aku. Begitu pun sebaliknya. Aku mengenakan gelang yang sama," dengan bangga Hinata menunjukan gelang yang ia pakai.

Sasuke tersenyum kecil. Ia menarik gelang itu lalu memakainya. "Aku harus memakainya seperti ini?"

Hinata mengangguk sambil tersenyum manis.

"Aku akan selalu menyimpannya dan akan aku pakai selalu. Aku janji," Sasuke berjanji.

"Benarkah? Aku juga," Hinata ikut berjanji.

Keduanya tertawa. Kembali menikmati hidangan buatan Sasuke.

.

.

.

"Kita mau kemana lagi?" Hinata menatap Sasuke yang sedang mengemudi.

"Bagaimana kalu ke taman hiburan? Sudah lama kita tak ke sana,"

"Baiklah,"

Sasuke kembali berfokus mengemudikan mobilnya. Perlahan, ia membelokan mobilnya melwati perempatan yang ramai. Tak sadar, sebuah mobil sedan dari arah berlawanan sedang melaju kearah mobil Sasuke dengan kecepatan tinggi. Sasuke menyadari hal itu berusaha menghindari tabrakan tapi…

Semuanya terlanjur hitam…

.

.

.

"A-aku dimana?" Hinata meraba kepalanya yang terasa sakit. "Sasuke. Dimana dia? Apakah ia selamat?"

"Tenanglah, Hinata," Hiashi, sang ayah, menenangkan putrinya.

"Sasuke. Aku harus melihat dia," Hinata berusaha bangkit dari ranjangnya.

"Tenanglah, Hinata. Kondisimu belum stabil," Hiashi menahan putrinya.

"Aku harus melihatnya!" mata Hinata mulai berkaca – kaca.

Hiashi menyerah. Ia pasrah membimbing putirnya ke kamar Sasuke. Tampaklah ayah dan ibu Sasuke serta kakaknya, Itachi sedang menunggu di luar.

"Hinata, kau baik – baik saja?" Mikoto, ibu Sasuke segera menghampiri Hinata yang berjalan dipapah Hiashi.

"Mikoto baa-san, dimana Sasuke?" Hinata segera menanyakan kabar Sasuke.

Mikoto menunuduk tak menjawab. Ia tahu, Hinata sangat menyanyangi Sasuke. Bahkan Hinata sudah ia anggap sebagai putinya sendiri. Melihat keadaan Sasuke sekarang, Mikoto tak sampai hati untuk memberitahukannya pada Hinata.

"Ia… koma…" Mikoto tetap menunduk.

.

.

.

Author's Note :

Akhirnya author bisa menyelesaikan 1 fanfic lagi walaupun mungkin pendek. Tapi, author harap bisa menyenangkan readers. Chapter 2 akan author post kamis nanti karena libur hehehe. Jangan lupa review-nya readers. ^^