Sunshine Becomes You

[kriskai version]

CHAPTER 1

Disclaimer: I don't own the story but kris and kai is mine

Remake dari novel Sunshine Becomes You by Ilana Tan

Kriskai slight sungyeol x jongin

Never seek to tell thy love,

Love that never told can be;

For the gentle wind doth move

Silently, invisibly.

I told my love, I told my love,

I told her all my heart,

Trembling, cold, in ghastly fears.

Ah! She did depart!

Soon after she was gone from me,

A traveller came by,

Silently, invisibly

He took her with a sigh

Love's Secret, William Blake

Wu Sungyeol bersiul pelan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berjalan cepat menyeberangi jalan ke arah salah satu bangunan bertingkat empat yang berderet di seberang jalan, di salah satu area pemukiman di Reverside Drive. Sungyeol berlari-lari kecil menaiki anak tangga di depan gedung, satu menit kemudian ia sudah berdiri di depan pintu bercat putih dilantai empat dan tangannya terangkat menekan bel. Pintu baru dibuka setelah Sungyeol menekan bel untuk ketiga kalinya. Raut wajah kakaknya yang berdiri di ambang pintu menegaskan dugaan Sungyeol bahwa suasana hati kakaknya memang tidak terlalu ceria.

"Hai." Sungyeol tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tangan untuk menyapa.

Kris Wu menatap adiknya dengan alis berkerut samar, "Kau rupanya," gumamnya, lalu melangkah ke samping membiarkan Sungyeol lewat.

"Ya," sahut Sungyeol ringkas dan berjalan ke ruang duduk yang

luas dan rapi.

Sungyeol menyadari pemanas sudah dinyalakan. Setidaknya kakaknya tidak terlalu sibuk sampai lupa menyalakan pemanas. Sungyeol melirik piano hitam yang berdiri di sisi lain ruangan. Piano itu dalam keadaan terbuka, dan partitur-partitur musik penuh coretan berserakan di sekitarnya.

"Kukira kau masih di Atlanta." Suara Kris terdengar di belakangnya.

"Aku kembali ke New York kemarin sore," sahut Sungyeol ringan.

Walaupun keturunan China, mereka adalah generasi ketiga keluarga Wu yang lahir, besar, dan menetap di Amerika Serikat. Itulah sebabnya mereka selalu bicara dalam bahasa Inggris, bahkan dengan orangtua mereka.

Alis Kris terangkat. "Benarkah?" Ia menggeleng pelan dan duduk di bangku pianonya

Sungyeol berbalik dan berjalan ke arah dapur. "Ada minuman? Aku haus setengah mati." Ia membuka pintu kulkas dan berseru,

"Kau tidak punya apa-apa selain air mineral?"

"Entahlah. Cari saja sendiri." Terdengar jawaban setengah hati dari kakaknya.

Sungyeol mendesah dan mengambil sebotol air mineral lalu menutup pintu kulkas. Ia berjalan kembali ke ruang duduk, di mana kakaknya sudah kembali menghadap piano dan menempatkan jari-jarinya di atas tuts, memainkan beberapa nada ringan.

"Jadi apa yang membuatmu begitu sibuk sampai tidak bisa menjawab telepon dari adikmu? Persiapan untuk konsermu minggu depan?" tanyanya, lalu meneguk airnya langsung dari botol.

"Bukan," gumam Kris. Ia tidak memandang Sungyeol, malah memberengut menatap tuts piano.

"Aku hanya ingin menyelesaikan ini." Jemarinya kembali bergerak-gerak lincah di atas tuts, dan denting piano yang indah memenuhi apartemen itu. Lalu tiba-tiba saja Kris menghentikan permainannya dan menggerutu pelan,

"Ini tidak benar."

Sungyeol mengerjap "Kenapa? Menurutku itu bagus," komentarnya.

"Lagu barumu?"

Kris tidak menjawab. Ia kembali memberengut ke arah tuts piano dan sepertinya sudah kembali tenggelam dalam dunianya sendiri.

"Kris?"

"Kris!"

"KRIS!"

Kali Ini Kris mengangkat wajah, menatap Sungyeol dengan jengkel.

"Apa?"

Sungyeol melotot menatap kakaknya. "Kau harus menjauh dari pianomu untuk sementara," "Kau harus keluar dari apartemen ini. Sudah berapa lama kau mendekam terus di sini? Sejak kembali dari Eropa minggu lalu? Ini tidak sehat, kau tahu?"

"Aku keluar kemarin," bantah Kris, namun nada suaranya tidak terdengar meyakinkan.

"Oh, ya?"

"Ya, aku keluar untuk… untuk…" Kris terdiam, lalu mendongak menatap Sungyeol dengan kening berkerut.

"Kenapa pula aku harus menjelaskan semuanya kepadamu?"

Sungyeol mendesah. "Oke. Kita harus keluar dari sini. Ayo, kutraktir makan siang."

"Tidak usah, Aku tidak lapar."

"Jadi apa yang akan kau lakukan? Duduk di sini dan terus memelototi pianomu?" tanya Sungyeol.

"Ayo, kita pergi. Siapa tahu setelah makan dan berjalan-jalan melihat dunia di luar sana kau bisa mendapat inspirasi untuk melanjutkan lagu barumu itu. Ayo."

Kris mendesah keras. "Kadang-kadang aku lupa kau bisa sangat menjengkelkan," gerutunya.

Namun ia bangkit juga dari bangkunya dan memandang ke sekeliling ruang duduk.

"Di mana kutaruh kunci sialan itu?"

Sungyeol mengangkat setumpuk kertas penuh coretan not balok

dari meja kopi dan menemukan kunci mobil yang dicari.

"Ayo, kita pergi sekarang."

"Omong-omong, kau belum melakukan apa yang ingin kau lakukan dengan datang menemuiku hari ini," kata Kris kepada Sungyeol ketika mereka sudah keluar dari apartemennya dan menuruni tangga.

"Kau lupa?" Sungyeol menoleh menatap kakaknya dengan alis terangkat heran.

"Apa maksudmu?" Kris tersenyum.

"Kau datang ke sini untuk berkoar-koar

memamerkan diri karena berhasil memenangi perlombaan b-boy di

Atlanta itu, bukan?"

Sungyeol menatap kakaknya dengan ekspresi terluka. "Asal kau tahu saja, berhubung kau sama sekali tidak menjawab telepon dari keluargamu, aku datang ke sini untuk memastikan kau masih hidup dan masih waras. Untuk mengingatkanmu bahwa kau masih punya ayah, ibu, dan adik yang mengkhawatirkanmu," katanya panjang lebar.

"Hmm."

"Dan untuk berkoar-koar memamerkan diri karena kami berhasil memenangkan perlombaan itu," lanjut Sungyeol sambil tersenyum lebar.

"Kau mengenalku dengan baik, bukan?"

Kris tertawa. "Sebaik kau mengenalku."

Kris tidak akan mengakui hal ini kepada adiknya, tetapi ia memang merasa lebih baik setelah keluar dari apartemennya. Kepalanya tidak lagi terasa berat. Meninggalkan pekerjaannya

Sejenak dan berjalan-jalan menghirup udara segar di luar mungkin memang ada baiknya. Sebenarnya Kris bukan orang yang gila kerja. Pada awalnya, setelah merampungkan konsernya di Eropa, ia memutuskan untuk beristirahat sejenak, benar-benar bersantai sebelum kemudian memulai konsernya di Amerika Serikat. Tetapi dalam penerbangan kembali ke New York, mendadak saja ia mendapat inspirasi untuk membuat lagu baru. Namun lagu baru ini tidak bisa diselesaikannya karena inspirasinya menguap begitu saja ketika ia menginjakkan kaki kembali di New York. Kenyataan bahwa ia tidak bisa menyelesaikan lagu itu membuatnya uring-uringan karena ia adalah jenis orang yang harus menyelesaikan sesuatu yang sudah dimulainya.

"Jadi, kita mau makan di mana?" tanya Kris ketika mereka sudah berada di dalam mobil dan meluncur mulus di jalan raya.

"Ada restoran bagus yang selalu ramai dikunjungi orang di dekat studio tariku. Kau mau mencobanya?" tanya Sungyeol.

"Setahuku tidak ada restoran bagus di dekat studio tarimu,"

kata Kris sambil mengerutkan kening, mengingat-ingat.

"Di dekat studio tariku yang biasa memang tidak ada," Sungyeol membenarkan.

"Yang kumaksud adalah studio tari tempatku mengajar sekarang. Di dekat Greenwich Village. Beberapa minggu terakhir ini aku menyempatkan diri mengajar kelas hip-hop dan sedikit teknik b-boy kepada anak-anak remaja."

Kris melirik adiknya sekilas dengan alis terangkat. "Kau? Mengajar?" katanya denga nada tidak percaya.

Oke, adiknya memang b-boy yang sangat berbakat. Ia dan krunya sudah sering memenangi pertandingan b-boy nasional dan internasional. Tetapi Sungyeol Hirano sama sekali bukan tipe orang yang bisa mengajari orang lain. Ia memang cerdas dan bisa belajar dengan sangat cepat. Namun mengajari orang lain? Tidak. Sungyeol bukan orang yang sabar dan ia sama sekali tidak berbakat menjadi guru. Kris adalah kakak kandungnya yang tumbuh besar dengannya, jadi ia tahu benar soal itu.

Sungyeol tersenyum lebar kepada kakaknya. "Hanya kadang-kadang. Tapi, mengejutkan, bukan? Kau tidak menyangka aku bisa mengajar?"

"Tentu saja tidak" sahut Kris blak-blakan.

"Jadi apa yang membuatmu tiba-tiba memutuskan mengajar anak-anak?"

Sungyeol mendesah, namun senyumnya masih tersungging di bibirnya "Karena dia memintaku melakukannya"

"Dia? Siapa?"

"Jongin"

"Jongin siapa?"

"Kim Jongin"

Kris mengerutkan kening dan berusaha mengingat apakah ia mengenal nama itu, karena dari cara Sungyeol menyebut nama itu, sepertinya semua orang seharusnya mengenal siapa Kim Jongin. Tapi tidak, Kris yakin ia tidak mengenal seorangpun dengan nama seperti itu.

"Dia bertanya padaku apakah aku bisa datang sesekali dan mengajar kelas hip-hop di studio tari tempatnya mengajar, dia juga penari, kau tahu? Penari kontemporer. Sangat berbakat. Aku pernah melihatnya menari. Dan aku langsung… terpesona."

Sungyeol terdiam sejenak, seolah-olah kembali tenggelam dalam pesona yang disebut sebutnya itu. Lalu ia melanjutkan,

"Pokoknya dia bertanya padaku apakah aku bisa mengajar kelas hip-hop karena mereka kekurangan instruktur hip-hop yang layak. Bagaimana aku bisa menolak kesempatan untuk bertemu dengannya lagi?"

"Mmm" gumam Kris sambil mengangguk-angguk mengerti.

"Jadi kau menyukai gadis itu"

"Ya" jawab Sungyeol terus terang,

"Aku dan sekitar selusin pemuda atau gadis lain."

"Ah. pemuda yang popular" komentar Kris

"Bisa dibilang begitu" Sungyeol membenarkan, lalu tersenyum tipis.

"Dia pemuda yang manis. Dan menyenangkan. Dan… entahlah, dia membuat segalanya terasa baik. Kau mengerti maksudku?"

Ya tuhan. Adikku berubah cengeng, desah Kris dalam hati.

"Jadi, apakah dia juga menyukaimu?" ia balik bertanya.

Kali ini Sungyeol menghela napas panjang.

"Itulah masalahnya. aku tidak tahu"

Kris melirik adiknya sekilas dan kembali memperhatikan jalan di depan.

"Kau tidak tahu?"

"Aku benar-benar tidak tahu"kata Sungyeol lagi

"Kadang-kadang kupikir dia menyukaiku. Kau tahu, ada saatnya ketika dia menatapku, tersenyum padaku, atau ketika dia berbicara kepadaku, kupikir dia menyukaiku. Tapi kemudian aku sadar bahwa dia juga menatap, tersenyum, dan berbicara kepada orang lain seperti itu. Jadi…. Yah, aku tidak tahu."

Kris tertawa keras "Sungyeol, kau sudah dipermainkan" katanya tanpa basa-basi

"Kalau dia memang pemuda popular, bisa kubayangkan dia pasti sudah ahli mengendalikan semua orang yang mengerubunginya. Termasuk kau, Sungyeol yang malang"

Sungyeol menggeleng-geleng. "Tidak, dia tidak seperti itu. Dia bukan tipe pemuda seperti itu" bantahnya pelan.

"Dengar, kenapa kau tidak mampir sebentar di studio dan aku akan memperkenalkanmu kepadanya. Setelah itu kau akan tahu bahwa penilaianmu salah"

Kris tidak menjawab, hanya tersenyum lebar dan mengangkat bahu.

"Dan kalau kau memang ahli menilai seseorang, mungkin setelah melihatnya dan memperbaiki penilaian awalmu tentang dia, kau bisa memberikan sedikit petunjuk kepadaku tentang cara mendekatinya"tambah Sungyeol lagi.

"Ini tempatnya. Ayo, masuk"

Kris berhenti melangkah dan menatap gedung batu bertingkat tiga di hadapannya. Pada papan nama yang tergantung di atas pintu masuk tertulis Small Steps Big Steps Dance Studio. Kris mengikuti Sungyeol yang sudah masuk ke dalam gedung dan melewati meja resepsionis. Sungyeol menyapa pria setengah baya di balik meja resepsionis, yang balas menyapa sambil tersenyum lebar.

"Itu yang namanya Jongin?" gurau Kris.

"Haha. Lucu" gumam Sungyeol datar.

"Biasanya dia ada di ruang latihan di lantai atas. Ayo"

Kris terkekeh dan mengikuti Sungyeol menaiki tangga ke lantai atas.

"Coba ceritakan bagaimana kau bisa bertemu dengan Jongin ini"

Sebelum Sungyeol sempat menjawab, tiba-tiba terdengar suara terkesiap keras dari atas mereka, disusul bunyi keras. Mereka berdua serentak mendongak. Semuanya terjadi begitu cepat sehingga Kris sama sekali tidak melihat apa yang terjadi. Sesuatu terjatuh dari lantai atas, menubruknya dengan keras, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh berguling-guling di tangga.

"KRIS!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Mind to ripiyu?

Thankchu :*