Summary: Yogyakarta, sebuah negara yang akhirnya bersatu dengan Indonesia. Apakah yang akan terjadi padanya? Apakah dia akan lenyap? Apakah yang akan dilakukan Indonesia? Full of OC, male! Indonesia

Desclaimer: Hetalia punyanya Hidekaz-sensei. Aku cuma punya OCnya aja.

A/N: Yay! Akhirnya aku bisa juga nge-post fanfic pertamaku *teriak-teriak geje kayak orang hipertensi(?)*. Perkenalkan dulu sebelumnya, nama saya Rain(siapa yang nanya?). Makasih banyak buat yang udah nyempatin diri baca fanfic saya. Maaf kalau banyak kesalahan dan miss typo. Maklumlah, orang baru di sini. Tolong senpai-senpai semua kasih kritiknya ya! Sekali lagi makasih^^

Perkenalan OC:

Indonesia(Soerja Djuanda): Cowok berambut hitam pendek, bermata hitam, dan berkulit sawo matang. Tingginya kira kira 170 cm, tampangnya kayak remaja usia 17 seragam khaki[1] dan sebuah peci.

Yogyakarta(Sekar Djuanda): Gadis kecil berambut hitam panjang (rambutnya lebih sering digerai), mirip Indonesia. Tingginya kira-kira 145cm, tampangnya kayak anak umur 12 tahunan. Kalau di rumah pakaiannya rok terusan bermotif batik, tapi baju resminya juga baju dan rok khaki (kayak yang dipake Surya, cuma yang ini rok).

Singapore(Vanessa Liu): Cewek berambut hitam panjang di kucir rapi. Tingginya kira-kira 158cm, tampangnya seumuran sama Surya.

Belanda(Adriaan van Stachhouwer): Berhubung ini tokoh beneran udah ada di Hetalia, yang karanganku cuma namanya aja.

Chapter 1: Remember

7 Oktober 2010

"Iya pak, baik, akan segera saya urus masalah itu...." aku menutup telepon dari bos ku itu sembari menghela nafas. "Hah, kenapa banyak sekali masalah yang menimpaku sih? Mulai dari masalah dalam sampai luar negeri, masalah politik sampai isu pemanasan global." Aku mengambil beberapa kertas yang berserakan di mejaku, berusaha untuk membereskannya.

"PRAAAANK"

Tiba tiba sebuah bingkai foto terjatuh dari mejaku. Sepertinya tersenggol tanganku saat aku membereskan kertas-kertas ini. "Yah, pecah deh!" Aku pun langsung beranjak dari kursiku untuk memunguti pecahan kaca dari bingkai foto itu. Kupandangi foto itu sejenak, foto diriku yang mengenakan baju dan celana panjang khaki serta sebuah peci di kepalaku bersama dengan seorang gadis kecil berambut hitam panjang yang mengenakan rok terusan bermotif batik. Aku mengambil foto itu setelah membuang pecahan kaca dan bingkai yang sudah rusak itu ke tempat sampah. Mataku beralih ke arah kalender yang ada di dinding ruang kerjaku. Kalender itu menunjukkan lingkaran merah pada hari ini, tanggal 7 Oktober. " Ah iya, hari ini adalah hari ulang tahunmu ya." Aku membalik foto itu dan melihat tulisan di baliknya.

'Soerja Djuanda & Sekar Djuanda'

Sekar atau yang lebih dikenal dengan Yogyakarta adalah adikku. Surya adalah namaku, walaupun di foto itu masih tertulis namaku dengan ejaan lama. Orang ataupun negara lain lebih suka memanggilku Indonesia. Tidak salah juga sih, karena memang akulah Indonesia, negara besar yang selalu dilanda banyak masalah itu.

"Coba kamu masih ada di sini, kamu pasti bisa membantuku menyelesaikan masalah-masalah ini." Aku menutup mataku, mencoba melupakan semua masalah-masalah ini sejenak sambil mengingat-ingat masa laluku. Memang masa laluku penuh kenangan pahit bersama Netherland dan Jepang. Tapi masa itu adalah masa-masa dimana Sekar masih ada.

10 Januari 1942

"Kak Surya, kok Kak Kiku belum datang ya?" ucap Sekar padaku. Ia terus mondar mandir di dalam kamarku dengan tidak sabar. Hari ini, Kiku Honda atau yang lebih dikenal dengan Jepang akan datang. Ia berkata padaku dan Sekar bahwa ia adalah saudara jauhku. Ia juga berjanji akan membebaskanku dan Sekar dari tangan Netherland yang sudah menjajahku lebih dari tiga abad ini.

"Sabar, mungkin sebentar lagi," jawabku sambil mengusap-usap kepalanya, membuat rambut Sekar sedikit berantakan.

"Ah kak Surya, rambutku jadi berantakan kan. Lagipula aku kan sudah besar, jangan perlakukan aku seperti anak kecil terus," ucap Sekar sembari membenahi rambutnya.

"Iya deh maaf, " aku pun hanya bisa tertawa melihat tingkah adikku yang satu ini.

"Memangnya kak Surya nggak seneng kalau kak Kiku datang kemari? Kak Kiku kan janji mau membantu kita supaya bisa merdeka."

"Bukannya gitu, tapi aku cuma agak khawatir kalau-kalau yang dimaksud oleh kakek Kediri[2] itu adalah Kiku."

"Yang dimaksud oleh kakek Kediri? Maksud kak Surya tentang ramalan kakek itu?"

"Iya, apa kamu lupa? Dulu kakek pernah bilang kalau akan datang orang kate bermata sipit yang akan menjajah kita seumur ja..."

"Tok...Tok...Tok..."

Sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kataku, tiba tiba terdengar suara pintu depan diketuk. "Itu pasti kak Kiku, biar aku yang buka pintunya," ucap Sekar sambil berlari kecil keluar dari kamarku seakan tidak peduli dengan perkataanku tentang ramalan Kakek Kediri.

"Hei, pelan-pelan saja! Nggak perlu lari-lari gitu kan!" Akupun mengikuti Sekar menuju ke pintu depan.

"Ohayou gozaimasu Yogyakarta-san"

Aku mendengar suara yang sudah bisa ku tebak sebagai suara Kiku Honda, saudara jauhku dan Sekar. Dan benar saja, dari kejauhan aku sudah bisa melihat Sekar sedang berbicara dengan seorang pemuda yang tidak lain adalah Kiku. Memang sebelumnya aku belum pernah bertemu dengan Kiku, hanya pernah melihat fotonya saja. Jadi kupikir tidak baik juga menilai orang tanpa mengenalnya terlebih dahulu.

"Selamat pagi juga Kak Kiku," aku mendengar Sekar menjawab salam dari Kiku. "Kak Kiku jangan panggil aku Yogyakarta, panggil saja Sekar," ucap Sekar pada Kiku. Sekar memang lebih suka jika ia dipanggil dengan 'human name'nya daripada nama aslinya sebagai sebuah negara.

"Baiklah, kalau begitu aku pangil Sekar-san saja ya?" tanya Kiku pada Sekar. Sekar pun hanya mengangguk-angguk senang mendengar hal itu.

"Ah, Ohayou gozaimasu Indonesia-san, bagaimana kabarmu?" ucap Kiku dengan ramah kepadaku begitu dia menyadari kedatanganku.

"Heh...iya...baik kok...terima kasih..." aku menjawab dengan terbata-bata. Mungkin karena aku masih sedikit gugup bertemu dengannya, aku tidak menyangka bahwa Kiku seramah ini. "Sepertinya dia orang yang baik, semoga saja ramalan Kakek kediri salah," kataku dalam hati.

"Kak Kiku sendiri gimana kabarnya?" tanya Sekar dengan bermangat.

"Iya, aku juga baik-baik saja," Kiku tersenyum ramah pada Sekar. Dalam hati aku mulai percaya pada Kiku. Aku tidak pernah menyangka bahwa senyum ramahnya itu hanyalah kamuflase semata.

"Heh Sekar, nggak baik menyuruh tamu berlama lama di pintu masuk seperti itu," aku memperingatkan Sekar yang masih asik mengajak Kiku mengobrol di depan pintu.

"Ah iya, maaf, ayo Kak Kiku mari masuk!" Sekar pun mempersilahkan Kiku untuk masuk ke dalam.

7 Oktober 2010

"Tok...tok...tok..."

Tiba-tiba suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. "Masuk saja," ujarku. "Tidak dikunci kok."

Pintu itu pun terbuka diiringi dengan masuknya sesosok gadis cantik berambut panjang dengan pakaiannya yang modis dan selalu mengikuti trend itu.

"Selamat siang Surya, apakah aku mengganggumu?" tanya gadis itu.

"Ah, rupanya kau Vanessa. Nggak kok, sama sekali tidak menggangu," aku mengalihkan pandanganku dari foto yang sejak tadi ku tatap kepada gadis yang masih saudaraku itu. Gadis itu adalah Vanessa Liu, atau yang lebih di kenal sebagai Sigapore."Ngomong-ngomong ada perlu apa kamu datang kemari?"

"Emm, nggak terlalu penting juga sih. Aku cuma lagi nggak ada kerjaan aja, makanya kuputuskan buat main ke sini," Vanessa menjawab seraya duduk di salah satu kursi yang terdapat di ruang kerjaku.

"Kamu sendiri sedang apa?" gadis itu bertanya padaku.

"Aku cuma sedang mengerjakan tugas-tugasku seperti biasanya. Kamu tahu sendiri kan kalau masalah di negaraku itu banyak banget." Jawabku sekenanya.

"Tapi kayaknya kamu lebih suntuk dari biasanya. kamu lagi mikirin Sekar ya?"

Aku sedikit terkejut mendengar perkataan Vanessa. Memang, adikku yang satu ini lumayan peka. Kepekaannya itu juga selalu mengingatkanku pada Sekar. "Kenapa kamu tahu kalau aku sedang mengingat ingat Sekar?"

"Soalnya hari ini hari ulang tahun Sekar."

"Ya, tebakanmu memang tepat."

TBC

A/N: Yosh! Akhirnya selesai juga chapter pertama fanficku. Makasih buat Ratih yang udah mau nyempatin baca ni fanfic(walaupun aku tahu kamu ga ngerti Hetalia). Makasih juga buat Nini yang udah ngasih aku semanagat buat nyelesaiin ni chapter dan chapter-chapter selanjutnya. Oh iya, fanfic ini menerima segala macam review. Mulai dari pujian(emangnya ada yang bakalan muji?), pertanyaan, cacian, makian, kritik, serta saran. Pokoknya R&R please!

Penjelasan:

Berhubung teman saya ada yang tanya kayak gini,

Nini: Rain, Baju kaki tu kayak apa?

Rain: Ini bukan kaki, bacanya keki. Itu lo kayak baju seragam sekolah kita kalo hari sabtu.

Nini: oh baju keki, aku baru tahu kalo tuisannya khaki.

Rain: *Gubrak*

Saya akan memberikan sedikit penjelasan tentang baju khaki.

[1] Baju khaki(baca: keki): bagi yang ga tau baju khaki, ini tu baju yang warnanya coklat muda(atau mungkin krem) yang biasa di pake orang-orang zaman dulu. Kadang, baju seragam sekolah juga banyak yang model dan warnanya kayak gini.

[2] Ramalan kakek Kediri yang di maksud di sini adalah ramalan Jangka Jayabaya (Jayabaya adalah raja Kediri).