↭Meanie↭

Minggyu X Wonwoo

The cute couple ever ❀

.

.

.

.

.

Maret, 2017

Cahaya flash memantul dalam ruangan, membias pada satu objek berwajah datar, tangannya terlipat, matanya hanya terfokus pada kamera. Tangan lentik bergerak lembut, menciptakan sebuah gerakan sederhana dari balik triphot kamera. Melambai ringan, lalu kembali menekan sutler kamera. Memecah keheningan ruangan bernuansa abu-abu.

"Bagus."

Mata tajam itu mengerjap lembut, menurunkan salah satu kakinya dan menahan bobot tubuhnya dengan hati-hati diatas tangga yang ia duduki. Tangannya terangkat, menekuk dan menyentuh ujung dagu, sedikit menoleh dan memperlihatkan sisi rahang tajamnya yang terekspos.

Suara sutler kamera lagi-lagi terdengar, dengan kilatan-kilatan cahaya yang memenuhi ruangan. Tidak ada yang berbicara didalam ruangan berukuran 7x7 meter itu, semuanya hanya terfokus pada model dan fotografer yang sedang bercengkrama dalam kebisuan yang eksotis.

"Aku mengerti kenapa studio ini begitu hening-" Seorang gadis memeluk handuk ditangannya dengan erat.

"Yah karena fokus semua orang hanya pada mereka berdua."

Gadis lain ikut menimpali, memegang sebotol air ditangannya dengan senyum kecil. "Aku sudah lama mengenal, Jun. Dan aku tahu bahwa dia benar-benar akan serius jika dia yang menjadi fotografernya."

seorang gadis dengan tangan yang sedang memegang sebotol minuman terulur, menunjuk sosok dibalik kamera yang tidak memperdulikan bisikan-bisikan yang memenuhi aula pemotretan, fokusnya benar-benar hanya pada sang model.

"Aku bahagia setidaknya bisa melihat proses orang-orang pro sedang bekerja sama walau hanya sekali."

"Itu alasan," Sang gadis berbaju kuning terkekeh. "Kita semua tahu bahwa mereka sangat tampan saat sedang serius, uh aku bahkan tidak tahu harus menatap Jun atau fotografernya."

"Aku fotografernya, karena aku sudah terlalu sering bersama, Jun."

"Itu karena kau managernya, Seol A."

Sosok yang dipanggil Seol A tertawa, ikut bertepuk tangan saat suara tepukan terdengar tanda bahwa pemotretan telah berakhir. Pemuda berbaju toska yang sejak tadi mereka perbincangkan hanya membungkuk sopan lalu meninggalkan tempat duduknya tanpa berbicara lebih banyak, membawa serta kamera hitam bersamanya. Meninggalkan wara-wiri kesibukan dibalik punggungnya tanpa peduli tatapan rekan-rekannya yang menatapnya dengan tatapan mafhum.

Dia salah satu fotografer terbaik yang dimiliki Korea, terlalu dingin dan irit bicara, namun berhasil menciptakan gambar yang bahkan lebih kaya dari rangkaian kata-kata penuh kiasan. Tubuhnya tinggi, berkulit putih pucat, dengan rambut brown yang dibiarkan berantakan dan menutupi alis tebalnya yang terbentuk dengan sempurna.

Gayanya sederhana, namun orang tau bahwa dia mempesona dalam kesederhanaannya.

Sang model melangkah turun meninggalkan tangga yang sejak tadi ia duduki, matanya tak lepas menatap punggung orang yang sejak tadi memotretnya, dengan tatapan dingin yang sulit diartikan.

"Maaf jika dia lagi-lagi tidak menyapamu dengan benar, Jun."

Sosok yang dipanggil Jun menoleh, menatap gadis mungil dengan sebuah handuk kecil ditangannya yang kini menyeringai.

"Aku menyukainya, Nona."

Seol A mengerjap tidak mengerti. "Ye?"

"Sikapnya." Jun tersenyum kecil. "Aku menyukai sikapnya yang jujur."

.

.

.

.

10 tahun lalu, Musim panas 2007

Tenda-tenda didirikan, pasak-pasak besi berwarna abu-abu dipasang dengan kokoh ditanah coklat berumput pendek. Langkah-langkah kaki berseliweran, semua terfokus pada tugas masing-masing.

"Pasang tendamu dengan benar, Kim." Yugyeom berteriak, menatap sinis pada Minggyu yang hanya berselonjor kaki didepan tenda mereka yang berdiri tidak berbentuk.

"Itu tugasmu Yugyeom-ssi." Minggyu mencibir dengan senyum jahil. "Kau yang kalah taruhan bukan?"

Yugyeom mendengus, tanda tahu dia tidak bisa melawan perkataan Minggyu, terkutuklah taruhan laknat yang tadi mereka mainkan sebelum berangkat menuju perkemahan.

"Jaehyun, ikat dengan benar simpulan yang diujung sana."

Sosok yang dipanggil Jaehyun menggerutu. "Kau kesal pada Minggyu jangan lampiaskan padaku." Namun dia tetap menurut, melangkah ogah-ogahan dan membungkuk, mencoba menguraikan tali tenda yang memang dia ikat secara sembarangan tadi.

Minggyu terkekeh, melangkah mendekati sahabat-sahabat barunya dan ikut membantu, memasang sisi tongkat yang berlawanan dengan Yugyeom. "Apa yang kita lakukan setelah ini?"

Jaehyun menggeleng sebagai jawaban. Tersenyum puas pada simpulan baru yang dia buat, lebih rapi dan terlihat lebih kokoh. "Aku pikir kita akan dikumpulkan untuk absen malam dan perkenalan."

Yugyeom mendesah, menatap Bambam yang sejak tadi sibuk merapikan tas-tas mereka yang terlihat seperti barang rongsokan. "Apa menurutmu kegiatan ini ada gunanya?"

Bambam menoleh dan menatap Yugyeom tidak mengerti. "Tentu saja, selain membuat kita lebih dekat, mereka juga mengajak kita bersenang-senang."

"Klise." Minggyu berkomentar dengan nada datar, mengabaikan tatapan bingung sahabat-sahabat barunya. "Benar kan?" Ulang Minggyu yang anehnya diakhiri dengan cengiran jahilnya yang biasa.

"Jangan pedulikan dia." Sosok tampan berbaju coklat melangkah mendekat dengan dua gelas kopi yang mengeluarkan asap berada dikedua tangannya. Tangannya terulur menyerahkan gelas tersebut pada Yugyeom dan Jaehyun yang mendekat. "Kita harus segera berkumpul dilapangan utama, acara perkenalan akan dimulai."

Mereka bergegas, menyeruput kopi hangat yang masih mengepul dengan cepat.

"Kau darimana?"

Jungkook menatap Minggyu, lalu tersenyum amat tipis. "Memantau sekitar, aku rasa perkemahan ini cukup menyenangkan."

"Aku harap begitu."

"Kau tidak menyukainya?" Jungkook menatap Minggyu penuh ingin tahu.

"Aku menyukainya." Minggyu tersenyum kecil, menepuk pundak Jungkook lalu melangkah pergi, melangkah secara asal sembari menatap sekeliling, mencoba menikmati euforia menyenangkan yang ada disekitarnya.

Namun tetap saja Minggyu merasa bosan dan ekspresi tampannya kembali berubah.

.

.

.

.

"Ah sial!"

Wonwoo merutuk pelan, mencoba menggapai dahan pohon yang cukup kokoh untuk yang kesekian kalinya, dia tidak pendek, hanya saja pohon ini terlalu tinggi, dan Wonwoo malas untuk bergerak lebih jauh kedalam hutan demi mendapatkan dahan pohon yang cukup kuat.

"Ayolah." Bibir tipisnya lagi berujar tanpa suara, mencoba untuk mengangkat tangannya lebih tinggi dan merasa kesal saat tangannya dapat menyentuh dahan tua tersebut namun tidak mampu menggapainya, seperti dipermainkan oleh sesuatu hal yang tidak pasti, dan Wonwoo benci itu.

"Kau bisa merusak kameramu jika meloncat-loncat seperti itu."

Wonwoo menghentikan pergerakan abstraknya yang meloncat-loncat sejak tadi, menolehkan wajah tampannya dan mendapati sosok asing kini berdiri disampingnya, ada jarak yang cukup, namun Wonwoo bisa mencium Wangi parfum yang khas, wangi yang entah kenapa membuatnya merasa nyaman tanpa Wonwoo sadari.

"Berbicara denganku?"

Minggyu tersenyum kecil mengabaikan sikap sinis Wonwoo, melangkah mendekat dan berdiri tepat dihadapan Wonwoo tanpa permisi, meloncat pelan dan dengan mudahnya menggapai dahan pohon yang sejak tadi ingin Wonwoo raih.

"Kau bisa mengatakan tolong, dan aku akan memberikan dahan pohon ini padamu."

Wonwoo mendongak, mengutuk posisi mereka yang terlalu berdekatan. Kedua alisnya tertaut, membentuk tatapan sinis tanpa arti. "Aku tidak meminta bantuanmu," Ada senyum sinis yang terukir meski hanya seperkian detik.

"Kau keras kepala." Minggyu tersenyum kecil, menatap wajah tampan Wonwoo penuh minat, tangannya yang bebas terulur, mengusap rambut hitam Wonwoo dengan lembut.

Wonwoo menghardik tajam, melangkah mundur dan menatap Minggyu dengan tatapannya yang tidak menyenangkan. Namun Minggyu mengabaikannya, wajah tampannya masih tersenyum dan menikmati bagaimana tangannya merasa nyaman saat menyentuh rambut Wonwoo yang sialnya teramat lembut.

"Kau gila."

Minggyu tidak menjawab, mengulurkan sebelah tangannya dan menarik dahan pohon tersebut dengan sekali sentakan, urat-urat tangannya sontak menyembul dikulit tannya yang eksotis.

Wonwoo melangkah mundur, menjaga jarak, namun dapat melihat semuanya dengan jelas meski tanpa kacamata membingkai mata minusnya. Sosok dihadapannya tampan, dengan rambut hitam yang tersisir berantakan diatas kepalanya, dan Wonwoo tidak akan pernah mengakui bahwa meski berantakan, rambut dihadapannya tetap terlihat menarik. Kulitnya berwarna Tan, dengan tinggi yang sedikit lebih tinggi dari tubuhnya, gayanya sederhana, hanya celana olahraga dan baju kaos berlengan pendek dengan merek adidas sesekali menyembul dari belakang leher. Wajahnya tampan, meski Wonwoo tidak akan pernah mengakuinya, dan akan sempurna jika Wonwoo bisa memotret sosok dihadapannya sekarang juga.

"Tidak ingin mengatakan terima Kasih?"

Wonwoo menerima dahan tersebut dengan wajah tampannya yang selalu datar. Menatap mata hitam yang dengan berani menatapnya secara langsung sejak tadi. Dan Wonwoo menyukai mata itu, tanpa alasan, dan begitu saja.

"Minggyu." Tangan Minggyu yang kotor dan berwarna kemerah-merahan terulur tepat dihadapan Wonwoo yang masih memegang dahan pohon ditangannya dengan wajah datar.

"Kau harus segera membersihkan tanganmu atau membiarkannya terkena kuman dan infeksi."

Minggyu mengerjap, menatap sapu tangan bersih yang Wonwoo letakkan diatas tangannya yang terulur. Matanya hanya mengikuti tubuh kurus Wonwoo yang menjauh tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sejak tadi ia lontarkan. Tubuhnya yang terbungkus sweater hangat berwarna biru yang senada dengan sapu tangan yang kini berada dalam genggaman Minggyu sontak menghilang dibalik pohon-pohon yang tinggi. Meninggalkan Minggyu yang masih mematung seorang diri disana.

"Menarik." Minggyu berujar dengan senyum kecil yang tulus, mengangkat sarung tangan pemberian Wonwoo dan menciumnya, menikmati aroma vanila yang menguar dan memanjakan Indra penciumannya. "Dan aku menyukainya."

.

.

.

.

"Kau dari mana saja?"

Minggyu menggeleng santai dengan senyum jahil masih menghias wajah tampannya. Kakinya melangkah mendekati sahabat-sahabatnya yang berada diposisi cukup strategis, duduk melingkari api unggun yang mulai membesar.

"Berjalan-jalan."

Jungkook menatap Minggyu dengan tatapan awas, menepuk sisi kosong disampingnya yang langsung diduduki Minggyu dengan santainya.

"Kenapa tanganmu?"

Minggyu menggeleng santai, menarik tangannya yang ingin disentuh oleh Jungkook. Mencoba memasang senyum kekanakannya yang biasa. "Aku baik-baik saja, Jeon. Aku laki-laki, dan ini bukan apa-apa."

"Tapi kau membungkusnya dengan sapu tangan, dan terlihat jari-jari tanganmu memerah."

Minggyu terkekeh kecil, mengangkat tangannya dan menepuk pundak Jungkook seperti biasa. "Lihat aku baik-baik saja, jadi berhentilah bertingkah berlebihan."

Jungkook kembali ingin protes sebelum ucapannya terhenti, matanya menatap sosok yang berdiri dihadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ada apa, Hyung?"

Minggyu menjauhkan tangannya pada pundak Jungkook dan ikut menoleh, menatap terkejut sosok tampan bersweater biru yang kini berdiri dihadapannya dengan selembar jaket ada ditangannya.

"Mama ingin aku memberikan ini padamu. Kau meninggalkannya dimobil, tadi."

Jungkook mengangguk, menerima uluran jaket tersebut dengan wajah yang sulit diartikan. "Terima Kasih."

Wonwoo mengangguk, melirik sosok Minggyu yang menatapnya terang-terangan sejak tadi. Hanya sekilas, lalu berlalu begitu saja tanpa ekspresi.

"Dia siapa?"

Minggyu ingin bertanya, namun Jaehyun bertanya terlebih dulu pada Jungkook. Ikut menatap punggung Wonwoo yang menjauh dan bergabung dengan barisan para senior diseberang mereka.

"Saudaraku." Suara Jungkook seolaah tenggelam, tangannya memegang jaket yang Wonwoo berikan dengan ekspresi yang sulit dijabarkan.

"Kalian tidak mirip." Bambam menimpali, mengeratkan jaket hangat yang membungkus tubuhnya.

"Tentu saja tidak."

Minggyu hanya diam, menatap sosok Jungkook dari samping yang juga tidak lagi berkomentar apa-apa, bungkam dan terlihat malas. Minggyu bingung saat mendapati bahwa ekspresi Jungkook benar-benar berubah.

"Kau baik-baik saja?"

Jungkook menoleh, menatap Minggyu yang selalu tersenyum kekanakan seperti biasa.

"Tentu saja."

Minggyu mengangguk tanpa ingin berkomentar lebih lanjut, membiarkan tangan mungil Jungkook merangkul pundaknya. Matanya menatap fokus pada satu titik, pada sosok tampan yang terlihat fokus hanya pada kamera yang ada ditangannya, sesekali memotret dan mengabaikan sekeliling dengan wajah datarnya yang tampan.

Wonwoo mengerjap, mengalihkan tatapannya dari layar kamera dan menatap sekeliling, mencari-cari dan mendapati bahwa sosok yang baru saja dia temui menatapnya dengan tatapan intens dari seberang tempatnya berdiri saat ini.

"Puaskan rasa ingin tahumu, bocah."

Wonwoo mendesis datar, membawa fokus kamera ke matanya dan kembali memotret, memfokuskan arah kamera pada Minggyu yang masih menatap fokus ke arahnya sejak tadi.

Dan Wonwoo terdiam, mengerjap mendapati tatapan itu menembus lensa kameranya, menjerat Wonwoo pada keindahan mata yang sulit Wonwoo artikan.

"Kau sudah makan?"

"Aku kenyang." Minggyu menjawab tanpa menoleh, menatap fokus pada Wonwoo yang kini terpaku didepannya.

Siapapun dia? Minggyu benar-benar tertarik.

.

.

.

.

Maret, 2017

"Jeon."

Wonwoo mnghentikan langkahnya, tubuhnya berbalik dan mendapati seseorang memeluknya dengan erat.

"Lepaskan."

Orang tersebut terkekeh tidak peduli, merangkul tubuh Wonwoo yang hampir setinggi dengannya. "Aku merindukanmu."

"Aku tidak."

"Yah aku tahu kau juga merindukanku." Dia tersenyum kecil, memperlihatkan wajahnya yang benar-benar tampan. "Ada game baru yang akan diluncurkan perusahaanku, berniat mencobanya di apartemenmu?"

"Kapan kau pernah menanyakan hal seperti ini tanpa berbuat seenaknya Kim Taehyung?"

Sosok yang dipanggil Taehyung kembali terkekeh. Memeluk tubuh kurus Wonwoo sekali lagi.

"Tubuhmu enak untuk diipeluk, aku selalu ingin memelukmu."

Wonwoo memutar kedua bola matanya dengan malas, mendorong tubuh Taehyung untuk menjauh. Sedekat apapun mereka, Wonwoo tidak nyaman jika ada yang menyentuh tubuhnya.

"Pulang dan beristirahatlah, aku akan segera mengunjungimu."

Wonwoo hanya mengangguk, menatap punggung tegap Taehyung yang menjauh. Menggeleng tidak peduli, lalu melangkah memasuki audi hitam miliknya. Mengemudikannya dengan cepat dan meninggalkan debu yang berterbangan.

.

.

.

.

Musim panas 2007

Wonwoo mengerjap pelan, menatap pemandangan tebing di hadapannya dengan tatapan datar. Tangannya sesekali terangkat, dan memotret pemandangan tersebut tanpa ekspresi.

"Kau suka memotret?"

Wonwoo menoleh, menurunkan kameranya dan mendapati Minggyu lagi-lagi berdiri disampingnya, mata hazelnya bergerak mengamati dan menatap tidak suka mendapati sebuah rokok terselip disela jari-jari tangannya.

"Kenapa kau disini?"

Minggyu tersenyum kecil, menatap wajah tampan Wonwoo yang mengabaikannya dan mengambil posisi disamping Wonwoo tanpa permisi sekali lagi.

"Kabur." Wonwoo menatap Minggyu Datar tanpa berniat mengatakan apapun.

"Sejujurnya aku ingin bertemu lagi denganmu." Minggyu tersenyum manis, menghisap rokok ditangannya dengan santai. "Sulit mendekatimu meski aku bisa melihatmu dari jauh."

Wonwoo mengalihkan tatapannya, mengangkat tangannya dan menutupi hidungnya, demi apapun Wonwoo merasa kesal tiba-tiba, dia benci melihat Minggyu yang dengan santainya merokok disampingnya.

"Aku tidak menyukainya."

Wonwoo menatap Minggyu dengan berani, mengabaikan mata Minggyu yang selalu membuat Wonwoo terpesona, dia ingin memotret mata itu, merekamnya dalam lensa kameranya.

"Apa?" Minggyu berujar dengan pelan, masih menatap fokus pada Wonwoo, dan Minggyu harus mengakui selain tampan, ada kesan cantik saat menatap Wonwoo dengan jarak sedekat ini.

"Kau merokok."

Dan Minggyu bisa melihat dengan jelas tatapan tidak suka yang Wonwoo berikan pada tangannya yang masih memegang rokok.

"Sesekali." Minggyu terkekeh hambar, melempar rokok tersebut tanpa harus berpikir lagi.

Wonwoo mengalihkan tatapannya, kembali fokus pada pinggiran tebing dihadapannya. Sesekali angin berhembus lembut, mengantar rasa hangat yang sulit dijabarkan.

"Aku ingin tahu namamu."

Wonwoo tidak perlu menoleh untuk tahu bahwa Minggyu masih menatapnya sejak tadi.

"Kau dekat dengan Jungkook?"

Suara Wonwoo bergetar, namun wajah tampannya tetap terlihat datar.

"Aku ingin mendengar langsung kau menyebut namamu."

Wonwoo mengalihkan tatapannya, dan mendapati bahwa Minggyu masih menatapnya sejak tadi, dengan tatapan gamblang yang sulit diartikan, atau Wonwoo yang tidak ingin mengartikan apapun.

"Wonwoo, Jeon Wonwoo."

Minggyu tersenyum amat manis, senyum yang tanpa sadar membuat Wonwoo terdiam, hanya terpaku, dan tanpa sadar membuatnya ikut tersenyum kecil, amat tipis, namun Minggyu bisa melihat betapa mempesonanya sosok tampan berwajah datar dihadapannya.

Minggyu tersenyum manis, mengulurkan tangannya dan kembali mengacak rambut Wonwoo dengan lembut.

"Senang mengenalmu."

Suara Minggyu serak, suara yang entah kenapa membuat Wonwoo terdiam, menolak rasa hangat yang menghampiri tubuhnya, berpura-pura bodoh akan rasa aneh yang muncul.

Tangan Minggyu terangkat, menjauh dari rambut Wonwoo yang berantakan namun tetap saja membuatnya terlihat begitu tampan. Matanya masih menatap Wonwoo yang diam, sosok berbeda yang membuat Minggyu bertingkah jujur apa adanya, Minggyu tertarik, dan begitu saja. Membiarkan waktu yang mempermainkan hati kecilnya yang tersembunyi sejak dulu.

.

.

.

.

"Kau tidak tidur lagi?"

Minggyu berbalik, membuang rokok yang tinggal separuh dan memasang senyum datarnya.

"Mereka berisik."

Wonwoo menatap puntung rokok yang terjatuh dengan tatapan tidak menyenangkan.

"Maaf mengganggu kebiasaanmu."

Minggyu bergerak cepat, menahan tangan Wonwoo yang hendak menjauh, menikmati bagaimana telapak tangannya menyentuh kulit Wonwoo yang lembut untuk pertama kalinya.

"Aku menunggumu semalaman disini."

Wonwoo mendengus tajam, melepas genggaman tangan Minggyu dan mengangkat tangannya, menyentuh leher Minggyu dan mendapati bahwa leher tersebut benar-benar dingin, dan Wonwoo benci saat dirinya benar-benar merasa khawatir.

"Jangan cari penyakit." Suaranya terdengar datar, namun tangannya bergerak cepat melepas jaket biru yang ia kenakan. Melangkah mendekat dan berdiri beberapa inci dari tubuh Minggyu, sedikit berjinjit dan memakaikan tubuh tegap Minggyu jaket biru miliknya.

Minggyu tersenyum kecil, mengulurkan tangannya dan memeluk pinggang ramping Wonwoo yang masih berjinjit, mencari kehangatan yang lebih terasa nyata daripada jaket milik Wonwoo yang kini membungkus punggungnya.

"Aku bersyukur datang ke perkemahan ini dan bertemu denganmu."

Wonwoo mematung, tangan Minggyu yang melingkari pinggangnya membuat wajahnya terasa panas, kepala Minggyu yang menyandar dibahunya membuat Wonwoo sadar bahwa mereka teramat dekat untuk ukuran orang asing yang baru bertemu.

Tapi Wonwoo tidak ingin menolaknya, dan dia puas bisa membuat Minggyu merasa nyaman, dia tidak tahu sejak kapan, namun dia hanya akan diam dan membiarkan waktu yang menghapus momen mereka. Seperti yang sudah-sudah.

"Aku tidak suka kau merokok."

Suara Wonwoo parau, matanya mengerjap lembut menatap pemandangan dihadapannya. Membiarkan tubuh Minggyu yang masih memeluknya.

"Sifat kekanakan, kau tau kan?" Minggyu membalas dengan nada sinis. "Terkadang merusak akan membuatmu bahagia."

"Bodoh."

Wonwoo mendesis, melepas pelukan Minggyu dan melangkah mundur, mengangkat kameranya dan menatap Minggyu.

"Tatap aku."

Minggyu mengerjap tidak mengerti, menatap Wonwoo secara gamblang, tatapan yang terekam indah dalam kamera Wonwoo.

"Marahlah pada lensa kameraku, jangan pada tubuhmu."

Minggyu tersenyum kecil, senyum tipis yang berbeda dari biasanya, senyum yang lagi-lagi terekam apik dalam kamera milik Wonwoo.

"Kau tahu,"

Wonwoo mengerjap, memegang kamera dengan sebelah tangan. "Apa?"

"Ternyata ada yang namanya bahagia dalam hidup ini."

Wonwoo termangu menurunkan kameranya, menatap siluet gambar yang terambil secara acak. Siluet dimana Minggyu tersenyum teramat manis, namun ada kekosongan didalam mata hitam yang Wonwoo sukai.

Wonwoo mengerjap lembut, menatap wajah tampan Minggyu yang kembali dingin.

Sepandai apapun Wonwoo menyembunyikan sifatnya dengan ekspresi dingin, namun sosok dihadapannya lebih mahir, dan Wonwoo bisa melihat yang sebenarnya saat ini. Saat dimana Wonwoo merasa asing pada rasa baru yang kini menghampiri mereka.

"Mendekatlah." Tangan Wonwoo terulur, menggapai tubuh Minggyu yang mendekat. "Biarkan aku bertingkah bodoh saat ini."

Minggyu terdiam, memejamkan matanya saat Wonwoo menggenggam tangannya dan memeluknya begitu lembut. Membuat Minggyu tersadar, bahwa dunianya tidak sekelam yang dia bayangkan selama ini.

.

.

.

.

Maret 2017

Wonwoo memasuki apartemen mewahnya dengan wajah datar, menatap kegelapan yang menghampiri indra penglihatannya. Nafasnya terhembus secara kasar, melangkah santai tanpa berniat menghidupkan lampu untuk memberikan penerangan.

Tangannya bergerak mendorong pintu, melangkah memasuki kamar mewahnya yang teramat rapi dan minim cahaya seperti ruangan lainnya, meletakkan tas kerjanya disudut sofa dan melangkah ke dekat jendela, menatap sungai Han yang bersinar indah jauh dibawah sana.

"Masih membosankan."

Bibir tipisnya berujar lirih, tangan lentiknya bergerak lembut, melepas satu persatu kancing kemeja yang dia kenakan. Menanggalkan pakaian atasnya tanpa memperdulikan hawa dingin yang menerpa masuk melalui jendela yang dia biarkan terbuka.

Wonwoo mendesah, melangkah pelan dan menjatuhkan tubuhnya diatas kasur berseprai abu-abu. Matanya mendongak, dan terpaku pada dinding.

Pada foto Minggyu yang dia potret secara tidak sengaja, pada foto dengan senyum teramat manis namun dengan tatapan yang benar-benar kosong, tatapan yang sialnya membuat Wonwoo luluh, tatapan yang benar-benar menghantui Wonwoo.

"Kau seperti mimpi siang kemarin yang menyakitkan ketika terbangun."

Wonwoo mendesah, menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur, melipat kedua tangannya dan menjadikannya bantalan.

"Kau, sialan!"

Suara Wonwoo lirih, memejamkan matanya dan menolak rasa panas yang menghampiri, mengabaikan rasa dingin, dan berpura-pura bodoh saat pipinya terasa basah karena air mata yang menetes tanpa Wonwoo sadari.

"Apa salah jika aku jatuh Cinta padamu?"

Wonwoo terdiam, tidak ada yang salah. Namun saat itu dia belum siap, saat dimana Minggyu bersiap akan pergi.

.

.

TBC

.

.

Hai... dika gak tau masih ada yang ingat dika apa enggak, seriusan ampir setaun dika ninggalin ffn, rindu, masih ada penghuninya kan? Joyers?

oke, sebelumnya dika mau minta maaf karena lama gak muncul dan gak pernah ngapdet pathos. Sorry beribu sorry, tapi dika janji pathos bakalan dika update sampai tamat, tapi dengan catatan masih ada yang berminat πŸ˜‚πŸ˜‚

Terus kenapa dika tiba-tiba muncul dan update ini? Oke fix, jujur dika jatuh Cinta sama wonu, (sorry eunhyuk, gua slingkuh πŸ˜‚) dan akibatnya dika juga jatuh Cinta sama meanie, anyway mereka ngingetin dika sama kyumin, gak tau dari mana samanya tapi suka mereka

Ini ff udah dika update di watpadd, tapi tetep dika update disini, buat ngebuktiin dika sebenarnya masih hidup πŸ˜‚πŸ˜‚

Buat kalian semua salam rinduuuuu, yang liat, yang baca, jangan lupa tinggalkan jejak yaaa, dika masih berharap bisa aktif lagi di ffn.

Calangeeeee ❀❀❀

Anyway, chap 2 udah siap πŸ˜