you're my earth, air, water, fire
yoongi/taehyung
at the end of the road au. 1k words.
bodyswitch ; with some twist and additional spices.
disclaimer: i have nothing. original series by haribo.
the moment i cross the line, i cant go back ― exo; love, love, love.
"Jangan selamatkan aku."
Ada tubuh bercampur darah yang berceceran di lantai, tapi bukan milik keduanya. Taehyung duduk meluruskan kaki, terlalu gengsi untuk tiduran padahal kepalanya sudah pusing setengah mati. Ada bekas tonjokan di pipinya yang masih menyisakan memar, juga beberapa luka ringan di bagian lengan dan kaki akibat baku hantam. Ia melirik ke arah Yoongi yang masih berdiri tanpa mengubah ekspresi. Ada bercak-bercak merah di tangannya, harusnya dia sedikit bersyukur muka beningnya bebas dari noda. Mengingat kemunculan (sok) heroiknya beberapa menit lalu, Taehyung langsung mendecih, harusnya ia bisa membereskan anak-anak kampung ini sendirian; berteriak minta tolong karena digempur satu geng sudah mencoreng posisi kebanggaannya sebagai lelaki tangguh. Buat apa dia latihan bela diri selama bertahun-tahun kalau ujungnya Yoongi ikut campur juga? Hah, rasanya Taehyung ingin marah-marah, kenapa tidak terperangkap dalam tubuh yang lebih berotot dan fleksibel saja.
"Aku tidak menyelamatkanmu, Tae."
Lagi-lagi.
Bukannya Taehyung tidak suka dipanggil dengan nama asli ― apalagi nama kecilnya. Tapi ia tidak bisa menerimanya di saat seperti ini. Selama memakai raga seseorang bernama Lee Jihoon, ia juga harus bertingkah normal, seperti yang harusnya Jihoon lakukan sehari-harinya. Maaf, ia mengaku sudah berbuat onar, tidak sengaja menghapus beberapa citra lama wadahnya seperti penyendiri, lemah, layak untuk musnah, tapi itu di luar kendalinya, oke? Setidaknya biarkan ia mengaku sebagai Jihoon yang tidak berdosa di hadapan Yoongi. Taehyung hanya terganggu dengan sikap orang-orang di sekolah dan hello, bahkan 'kakak laki-laki'nya saja cukup brengsek untuk menyambutnya dengan sebutan pengecut. Siapa yang pengecut? Sini Taehyung beri kecupan keras dengan bogem tangan. Yang Taehyung lihat, justru mereka itulah sekumpulan kucing yang dihentak sekali saja sudah lari.
Takdir memang sedang tidak berpihak padanya. Ia tidak tahu dosa besar apa yang ia lakukan di masa lalu, sehingga efeknya kini begitu bombastis. Apalagi saat tahu Min Yoongi ada di satu sekolah yang sama dengan Jihoon. Reputasinya meroket karena dikenal sebagai murid teladan sekaligus putra pewaris salah satu keluarga terkaya di Seoul. Good, kemana Yoongi-hyung yang dulunya suka menangis di taman bermain? Yang tidak punya teman selain lorong-lorong gelap dan gemericik air? Yang berteriak 'Jangan dekati aku, kamu bisa tertimpa musibah!' tiap ada orang yang mencoba membawanya pulang ke rumah kecil di tepi sungai.
(Ya, Yoongi-hyung yang Taehyung selamatkan dari kebakaran, Yoongi-hyung yang akan Taehyung bawa pergi saat tahu ada nenek sihir pulang dalam keadaan mabuk, Yoongi-hyung yang tersenyum sambil bercerita soal impiannya menjadi pianis dan tampil di panggung internasional,
― Yoongi hyung yang meninggalkan dunianya tanpa menyisakan sepatah kata).
"Aku tahu Tae bukan orang yang lemah."
Bangsat. Kenapa Yoongi tidak sekalian saja enyah dari semesta.
"Tae ini, Tae itu. Kalau kau ada urusan dengan si Tae, kenapa kau dulu tidak menemuinya? Percuma ngobrol denganku, tak ada yang bisa kau dapatkan."
Taehyung sadar suaranya sedikit bergetar. Ayolah, Jihoon. apa kamu tidak bisa terdengar seperti singa mengaum? Setidaknya tutupi sebentar luka di hati Taehyung yang terbuka lebar tiap Yoongi ada di dekatnya. Ia sudah seenaknya mengabarkan tubuhnya yang asli siap untuk dikremasi, sambil bawa-bawa fakta kalau ia melihat dengan mata kepala sendiri (Taehyung dan siapapun yang mengisi jiwanya saat itu, sudah menutup mata dalam damai di ruang gawat darurat). Bukankah ia justru menyiram cuka? Kenapa Yoongi bisa tahu peristiwa kecelakaan sampai posisi tubuh Taehyung, sementara Taehyung bertahun-tahun mencari jejak keberadaanya tanpa hasil dan masih merasa terbuang sejak kepergiannya? Ia sudah tersiksa sejak ditinggal mati orangtuanya bersama gunungan hutang, ditinggal kabur kakak perempuan yang sudah tidak sanggup menahan beban dan perlakuan abusif pacarnya. Kenapa Yoongi malah menambah daftar panjang ketidakberuntungan, dan sialnya ―
Kenapa Taehyung kecil menganggap Yoongi adalah segalanya; teman pertama yang membuatnya percaya ia tidak diciptakan dengan sia-sia?
Jangan dengarkan mereka, kita bukan sampah ―
― dan Taehyungie? Kamu lebih indah dari permata.
Omong kosong, memang dulunya kamu tahu permata seperti apa? Kamu hanya tahu beningnya gelas dan bir yang berserakan di depan rumah kan, Hyung?
"Tubuh Taehyung sudah tiada, kau tahu itu."
Hentikan.
Alam bawah sadar Taehyung mengajak tubuh Jihoon mundur teratur begitu Yoongi berjalan mendekat, abai dengan suara-suara mengaduh kesakitan di kiri kanan. Ia tidak paham kenapa Yoongi yang sekarang memiliki kharisma yang kuat, tatapan tajam, dan tubuh yang bisa jadi lebih terlatih darinya. Dulu ia hanya anak kecil yang tidak bereaksi saat mainannya dirampas, tapi kini ia bisa balik merampas apapun yang ia mau. Taehyung cukup tahu, tidak mau paham, apalagi bertanya-tanya. Karena mengungkit masa lalu atau sesuatu yang hanya mereka ketahui berdua, sama saja dengan mengaku pada Yoongi bahwa Kim Taehyung masih di sini, tepat seperti yang kamu duga. Sekalipun beberapa kali ia meneriakimu sebagai orang gila yang terobsesi pada sosok yang sudah mati, kenyataan ini tidak bisa dipungkiri.
"Meski kau akan terus menolak untuk mendengarkanku, Tae―" suara Yoongi terdengar semakin pelan, dan sekali Taehyung berkedip, ia sudah berada dalam dekap yang menyakitkan. Tubuh Jihoon begitu mungil, mudah sekali terperangkap hingga jelas mendengar helaan napas dan detak jantung yang berlarian. Ia tidak suka momen hening berbau sentimental, momen yang malah membuat konsentrasinya pecah dan menyerah sedikit demi sedikit pada sentuhan Yoongi. Sikap dan kata penuh afeksi adalah kelemahan terbesarnya, maka Yoongi pun berperan sebagai iblis yang memanfaatkan situasi, hanya untuk membuat mulutnya terbuka, mengungkap semua rahasia.
"Aku melakukan ini untuk diriku sendiri,"
(yang lemah, yang tak sanggup melihatmu pergi untuk kedua kalinya).
.
.
"Kenapa kau menciumku lagi? Kita ini sama-sama lelaki dan aku tidak berminat menjadi budakmu."
"Lalu?"
"Dengar, ciuman hanya dilakukan oleh dua orang yang saling suka."
Taehyung terdengar sangat kekanakan dan tidak punya pengalaman. Tapi begitulah adanya: separuh umur ia gunakan untuk kerja, latihan, dan bayar hutang. Mencari teman main saja susah, apalagi teman untuk menumpahkan hasrat. Jangankan asmara, pendidikan yang lebih esensial juga tak tamat. Yang jadi masalah sekarang adalah, kenapa ia tidak segera mengelak saat Yoongi melingkarkan tangan pada pinggul, memojokkan tubuh Jihoon di dinding ruangan tak bertuan dan menempelkan bibirnya lagi pada bagian-bagian terbuka.
Mengantisipasi sikap Yoongi yang semakin agresif sebenarnya sangat bisa ia lakukan. Tonjok muka? Dorong kuat-kuat? Banting ke belakang? Tidak ada yang tidak mungkin meski tubuhnya lebih kecil. Tapi detik ketika mereka kembali berciuman, ada medan magnet yang membuat Taehyung diam tak berkutik, hanya bisa menggerakkan jemarinya untuk menyusuri rambut pirang Yoongi. Ia sudah kalah. Tenggelam dalam ilusi busuk yang tidak seharusnya ia sambut dengan ramah.
"Suka? Perasaanku pada Taehyung tidak sesederhana itu."
(Aku ingin menyelami, memenuhi, menjadi dunianya).
.
.
Di apartemen Yoongi yang terlalu luas untuk dihuni sendiri, Taehyung mendengar sesuatu tentang pembalasan dendam dan ide untuk menarik tikus-tikus dengki yang membuat Jihoon meregang nyawa (hilang ingatan, kata orang kebanyakan). Ia tak menyangka, kalau tubuh yang ia pinjam entah sampai kapan ini, memiliki intrik yang membingungkan. Beginilah kalau sudah berurusan dengan para borjuis. Terlahir miskin membuat simpatinya pada golongan manusia yang saling mempermainkan harta dan tahta terkikis, tapi demi Jihoon, mungkin, ia bisa sedikit berkorban. Ia tidak pernah bisa membiarkan orang lain terhinakan. Setidaknya, ia ingin anak ini tidur dalam keadaan tenang.
"Kau mau taruhan?"
Yoongi tiba-tiba memegang tangannya.
"Simpan rahasia-rahasia kecilmu itu sampai permainan kita berakhir. Aku akan melepaskanmu saat itu tiba."
― dan menerima kalau Kim Taehyung sudah mati? Haha, lalu siapa lagi yang akan mengingatku selain kamu, Hyung?
Tenggorokan Taehyung seperti tercekat kelopak bunga. Tawaran Yoongi akan membuatnya bebas dari ingatan masa lalu yang membekas terlalu dalam. Ia bisa pergi jauh dengan identitas berbeda, atau menjalani hidup sebagai Lee Jihoon sepenuhnya. Namun hati kecilnya berteriak: Hyung, aku ingin kembali. Menjadi Taehyung yang lebih tinggi dan keren darimu. Yang bisa memukul dan menendang dengan leluasa. Yang bisa tertawa lepas meski tidak hidup dalam mansion besar bersama puluhan pelayan dan limpahan uang. Yang bisa berjalan beriringan denganmu tanpa mengundang tatapan sinis dan moncong senapan.
"Aku tidak punya rahasia," gumam Taehyung sambil menundukkan kepala, menyambut genggaman tangan dengan lembut. Tidak menepis atau mencubitnya keras seperti biasa.
(Kadang, aku ingin kita bersama lebih lama).
.
.
end.
notes.
ditulis secara impulsif setelah baca komiknya dan MOM I LOVE TAEMIN SO MUCH :(
pengen nulis lebih panjang but no, wip taegi saya udah numpuk kek jemuran.
anw Yoongi masih brengsek buat saya tapi dia nggak sebrengsek woojin hahaha.
terakhir, jihoon sayang, maafkan noona.
