Chasse aux Sorcière
Disclaimer: Fairy Tail © Hiro Mashima
Warning: NaLu slight NaLi and LoLu, multi-chap, OOC(maybe), typo(maybe), nyeleneh(?), mutu dan kwalitas penulisan diragukan(?) dll.
Genre: Fantasy & Romance
Rate: T
A/N: Berawal dari sebuah lagu yang didengerin sama si author berkali-kali (sarap kali?) , lagunya adalah lagu Megurine Luka yang judulnya "Majo" atau "Witch Hunt" … Walau bukan berarti fict ini ngejiplak sama persis tentang itu lagu, tapi fict ini TERINSPIRASI dari lagu itu. Happy reading, dan … Tinggalkan review jika berkenan.
.
.
"Kau pernah mendengar cerita tentang "Perburuan Penyihir", sayangku?" Wanita yang kira-kira berusia tiga-puluhan awal itu berbisik lembut pada putrinya yang berusia sebelas tahun yang sudah bersiap untuk mendengarkan cerita yang selalu dibawakan oleh ibunya setiap malam sebagai kisah pengantar tidur.
Luna, nama putri dari wanita itu ialah Luna. Ia memiliki rambut merah muda seperti milik ayahnya, dan mata hazel yang selalu tampak berseri, seperti milik ibunya, Lucy Heartfilia.
Si gadis kecil menggelengkan kepalanya yang sudah ia letakkan di tempat tidurnya, matanya sedikit berbinar mendengar nama cerita yang ibunya katakan tadi. Ia berpikir itu semua akan menarik untuk diceritakan.
Raut wajah Lucy agak berubah menjadi cemas. Ia takut bahwa dirinya tidak sanggup untuk menceritakan kisah itu pada putrinya. Walau pada awalnya, memang dirinya yang berniat mengatakan yang sebenarnya pada buah hatinya.
Namun Ia takut bahwa kenangan buruknya akan kembali mengingatkan dirinya akan siapa dirinya pada masa lalu. "Apa kau yakin, mau mama ceritakan tentang kisah ini? Kisah ini menyeramkan lho…" katanya.
Luna mengangguk, "tentu saja, Ma. Luna sudah besar… Luna tidak akan takut dengan cerita yang mama ceritakan pada Luna, karena Papa—eh Paman Loke akan menjaga Luna." Katanya yakin. Walau gadis kecil itu tidak tahu bahwa hal yang sebaliknya terjadi pada ibunya, yang hatinya serasa diremukkan oleh perkataannya, khususnya di lima kata terakhir.
Loke, orang itu telah menjaganya dan juga Luna setelah Lucy melahirkan dan tinggal di kota ini selama sebelas tahun terakhir, dan menjadi sosok ayah bagi Luna. Karena ayahnya yang sesungguhnya, tidak pernah ada di sisinya sejak ia lahir.
Lucy akhirnya membuka mulut, memulai kisahnya, dengan tangan terkepal, ia harus berusaha menyembunyikan rasa sakit hatinya selama ini pada Luna.
.
.
Alkisah, pernah ada seorang penyihir wanita yang sangat cantik, yang tersesat. Karena sebenarnya si penyihir tinggal di hutan, penyihir ini penasaran akan dunia luar. Seakan buku-buku yang ia baca di tempatnya tinggal tentang dunia manusia tidak pernah cukup untuk memuaskan keinginannya ke dunia luar.
Akhirnya, si penyihir melangkahkan kakinya melewati hutan tempatnya tinggal, dimana seharusnya ia mendapatkan kehidupan yang damai dan sejahtera, serta selalu terlindungi dari para manusia yang haus akan membunuh penyihir, karena manusia selalu menganggap bahwa penyihir itu jahat.
Sang penyihir baru pernah melihat langit yang begitu biru, cerah, tidak seperti yang ia selalu lihat di dalam hutan, dengan langit tertutup cabang-cabang dan ranting-ranting pohon yang menjulang ke cakrawala, guna menutupi keberadaannya di dalam hutan.
Saat itu, ada seorang pangeran dari kerajaan Fiore yang berburu di hutan, namanya Natsu Dragneel, dan sang Pangeran melihat si penyihir yang sedang menatap langit, seperti orang kebingungan, seakan melihat sesuatu yang tidak pernah ia lihat seumur hidupnya, walau kenyataannya memang demikian.
"Nona, mengapa anda berada di sini? Hutan adalah tempat yang berbahaya bagi seorang wanita jelita seperti anda." Kata sang pangeran yang beranjak turun dari kuda hitamnya yang perkasa.
Si wanita terlihat bingung, entah bagaimana ia harus menjawab, karena di kaum penyihir, jarang terlihat penyihir laki-laki, jadi rasanya sangat canggung jika si penyihir harus berbicara dengan pemuda itu. "A-ah, s-saya… Saya, tersesat."
Pada akhirnya, sang penyihir berbohong. Kebohongan itu merupakan suatu bencana, dimana garis takdirnya berubah. Untuk selamanya, berubah. Dimana kebebasannya sebagai seorang penyihir telah terenggut paksa.
Sang pangeran lalu menggendong wanita itu dan menaikkannya di atas pelana kuda miliknya, lalu mengangkat dirinya sendiri naik dan duduk di belakang si gadis penyihir tadi, dan memerintahkan lima orang pengawal yang menemaninya berburu untuk kembali ke istana, bersama dengan dirinya.
Di saat itulah, sang pangeran merasa ada yang berubah dalam dirinya, seperti merasa sangat bahagia bersama gadis yang bahkan belum ada satu hari berkenalan, serta belum banyak bicara. Yang bahkan namanya saja tidak ia ketahui.
Si penyihir langsung menyadari bahwa orang yang tengah "menolongnya" adalah seorang pangeran dari Negara Fiore, tempatnya lahir dan tumbuh. "H-hamba tidak bermaksud untuk menganggu perburuan pangeran." Katanya merasa bersalah telah membuat si pangeran menolongnya.
Namun sebaliknya dengan sang pangeran, ia malah tersenyum lebar, walau si penyihir tidak bisa melihatnya karena pandangannya terus tertuju pada keadaan di sekitarnya. "Tidak apa-apa, oh ya.. Siapa namamu?"
"Lucy," Penyihir itu menjawab lirih dengan rona merah menghiasi pipinya yang berkulit putih mulus tanpa noda. Tidak seperti gadis-gadis seumurnya pada umumnya.
"Nama yang indah…" puja si pangeran sambil sesekali memacu kudanya ke arah kota Magnolia, ibu kota kerajaan dimana tempatnya tinggal bersama Ayahnya, Igneel. Sang Raja dari negara tersebut.
Lucy sedikit terkejut melihat suasana kota Magnolia yang penuh dengan orang-orang yang seakan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Namun semuanya itu tidak demikian ketika si pangeran melewati daerah itu. Seakan semuanya terpaku pada sang pangeran, dan langsung menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat pada sang pangeran.
"Lucy, kau belum pernah ke Magnolia ya?" tanya Natsu tak terlalu menghiraukan rakyat yang berbisik-bisik mengenai Lucy. Menanyakan siapa dirinya, serta mengapa dirinya bisa bersama pangeran yang sangat mereka cintai dan banggakan.
Gadis penyihir itu menengokan wajahnya ke arah sang pangeran, lalu dengan lembut tersenyum sembari menjawab, "Ya, saya tinggal di luar negara ini." Katanya.
Si pangeran hanya membalasnya dengan tawa kecil, dan lalu dengan tetap memacu kudanya untuk kembali ke istana, sang pangeran, bersama kelima orang prajuritnya pun singgah di sebuah katedral. Sebuah bangunan berupa gereja dengan struktur megah, di depan katedral tersebut terdapat sebuah tulisan, "Katedral Kardia"
"Ah, Pangeran Natsu rupanya!" kata sebuah suara dari dalam. Suara itu terasa familiar di telinga si pangeran, yang memiliki nama panjang Natsu Dragneel. Setelah suara itu, keluarlah seorang wanita berpakaian serba putih dengan kalung berbandul salib menjuntai dari pakaiannya di bagian leher.
"Lisanna, aku hanya mampir ke sini kok!" kata Natsu sambil beranjak turun dari kudanya, lalu berjalan mendekat ke arah gadis yang dipanggilnya Lisanna.
Lisanna Strauss, gadis itu sudah lama sekali menjadi sebuah seorang magus di katedral itu, walau hanya sedikit orang yang mengetahuinya bahwa ia adalah seorang magus—seseorang yang memiliki kekuatan magis—yang menetap dan menjadi suster di Katedral Kardia. Walau demikian, Natsu adalah seseorang yang tahu bahwa dirinya adalah seorang magus, karena Natsu dan Lisanna sudah akrab sejak kecil. Sampai-sampai ia tidak pernah—atau jarang sekali—memanggil sahabatnya itu dengan sebutan "Pangeran".
"Natsu," panggil Lisanna setelah jarak mereka tak lebih dari satu meter. "Itu teman barumu?" tanyanya.
Natsu sebenarnya bingung bagaimana ia harus menjawab, karena dirinya tak tahu bagaimana ia harus menjelaskannya pada Lisanna, dan pada akhirnya, iapun mengatakan yang sebenarnya, "Aku menemukan gadis itu berada di dekat hutan Fiore, tempat aku biasa berburu, Lis." Katanya.
"Eh? Sungguh? Di dekat hutan? Wah… Hati-hati lho, siapa tahu dia itu…" Lisanna sengaja menggantungkan kalimatnya dengan tujuan agar pemuda berambut merah muda itu terpancing rasa penasarannya.
"Apa?" kata Natsu membulatkan matanya, menatap Lisanna dalam-dalam.
"Seorang penyihir!"
"Hah?! Mana mungkin sih, ada-ada saja kau Lisanna!" Bantah Natsu tidak mau percaya akan apa yang dikatakan Lisanna barusan. Mana ada sih penyihir yang begitu tulus di saat tersenyum seperti Lucy, pikirnya.
"Huh, iya-iya, aku hanya bercanda." Lisanna memajukkan bibirnya, tampak tidak senang perkataannya dibantah seperti itu oleh Natsu. Padahal dirinya hanya bercanda…
Ataukah ia malah menceritakan hal yang sesungguhnya?
Natsu sudah membalikkan arahnya, tangannya melambai ke arah Lisanna yang masih berdiri, dengan senyumannya yang hangat ke arah Natsu. "Matta ne, Lis.. Aku harus kembali ke istana dan memperkenalkan Lucy pada Ayah." Katanya.
"Memperkenalkan Lucy pada Ayah." Kata-kata si pemuda itu begitu mengguncang hati si wanita berambut putih sebahu yang sekarang berdiri mematung menatap kepergian pemuda yang selalu ia dambakan untuk berada di sisinya, namun hal itu ternyata tidak mungkin, karena dirinya adalah seorang magus, sementara Natsu adalah seorang pangeran dari Fiore. Tidak mungkin jika Natsu bisa terus bersamanya.
"Dasar penyihir sialan." Gumamnya kecil, tanpa bisa menahan air matanya yang mulai tumpah, ia menyumpahi orang yang barusan disebutnya penyihir.
.
.
"Ma," Panggil Luna dengan mata yang sudah tidak sesegar tadi, tampak matanya sudah sangat lelah, apalagi setelah mendengar cerita yang dibawakan oleh Lucy, walau bahasanya tidaklah rumit, namun tetap saja Luna sudah cukup lelah mendengarkan cerita dari Lucy. "Boleh tidak, kalau ceritanya mama lanjutkan besok saja?"
Lucy tersenyum lembut sambil membelai rambut merah muda putrinya itu, lalu mengecup keningnya. "Tentu saja sayang… Sekarang sudah malam, selamat tidur." Katanya sembari bersiap untuk turun dari tempat tidur putrinya dan pergi ke kamarnya untuk beristirahat.
"Mimpi indah," bisiknya saat berada di ambang pintu kamar Luna, dan melihat putrinya yang ternyata sudah terlelap.
Cklek.
Lucy tadinya baru saja akan melangkahkan kakinya yang terbalut piyamanya ke kamarnya yang berada di lantai dua. Namun suara seseorang menghentikannya. "Jadi, kau menceritakan yang sebenarnya, Luce?" tanya seorang pemuda yang usianya terpaut dua tahun lebih tua dibandingkan Lucy—wajahnya cukup tampan dengan dihiasi rambut coklat dan kacamata tak berbingkai yang dipakainya. Tak lain, pria itu ialah Loke.
"Belum." Lucy tersenyum lembut, walau pada kenyataannya ia merasa hatinya menjadi semakin hancur setelah menceritakan semuanya pada Luna. "Ini baru sebagian, Loke."
"Hei, hei, sudahlah Luce, jika kau sudah tidak tahan, menangislah saja, aku akan berada di sini untuk menjadi orang yang akan terus menyemangatimu. Separah apapun kondisimu." Balas Loke sambil menatap Lucy. Air mata si wanita sudah tak terbendung dan menetes melewati pipi mulusnya begitu saja. Ia tak tahu lagi harus bagaimana besok malam. Di saat ia harus menceritakan kelanjutan dari cerita itu pada putrinya. Walau terus berbohong pun hanya akan menambah sakit hatinya, dan juga putrinya mungkin tidak akan memaafkannya saat ia tahu nanti.
"Natsu…" desisnya lemah pada sela-sela isak tangisnya.
.
.
[To Be Continued]
[Ocehan Author]
Murasaki:
Konnichiwa~! Apa kabar kalian? ^o^)9 ketemu lagi dengan saya… Kuharap kalian gak terganggu dengan kehadiranku yang angin-anginan begini… Ini fanfict yang kubuat karena terinspirasi dari lagu Witch Hunt-nya Megurine Luka, tapi kutambahin soal keluarganya Lucy di masa mendatang(?) biar seru *eh* … Ya, pokoknya biar seru gitu, dan biar ada kelanjutan ceritanya, gak kayak di lagunya.
Oh ya, kalau ada yang bingung sama bahasa penulisanku yang di bagian Lucy cerita ke Luna soal ceritanya itu, itu si Lucy gak pake bahasa yang kayak kupake buat nyeritain kisahnya. Jadi Lucy pake bahasa yang sederhana, tapi bisa secara rinci nyeritain tentang cerita itu ke si Luna. Lucy hebat? Iya, hebat. *jdor*
Jadi yang di bagian "Alkisah, pernah ada blablabla…" itu anggep aja author's POV.
Sekian dariku buat chapter satu, dan jangan lupa reviewnya XDD muehehehe. Jaa ne~!
