Seorang pemuda manis bersurai ungu terlihat tengah berada disebuah rumah yang sepertinya telah lama tidak berpenghuni. Ia berdiri didepan halaman rumah tersebut, sembari mengarahkan iris violetnya kearah sekeliling rumah itu dari segala sudut. Pemuda manis tersebut mengambil nafas dalam, dan mulai melangkah mendekati pintu rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai sekarang, tak lupa ia juga menyeret koper warna ungu bersamanya. Pemuda manis itu berpikir bahwa kedepannya mungkin hidupnya akan jauh lebih berat dari ini. Tapi setidaknya ia tidak akan lagi merasa terasingkan dirumah mewah yang baru saja ditinggalkannya. Dan ini jauh lebih baik, karena walau bagaimanapun juga pemuda manis itu bersyukur setidaknya ia masih diberikan tempat untuk tinggal meski hanya diberi sebuah rumah kosong yang sudah tua. Ditambah rumahnya yang sekarang berbeda jauh dari rumahnya yang dulu.
Kini pemuda manis surai ungu itu sudah berada di pintu depan rumah tersebut. Dan tanpa membuang waktu lagi ia merogoh saku jaket yang dikenakannya untuk mengambil sebuah kunci dan segera menggunakannya untuk membuka pintu itu. Ia sudah sangat lelah, apa lagi langit sudah mulai gelap. Dan besoknya ia harus membersihkan seluruh sudut rumah ini juga. Karena terus terang saja meski ia seorang pemuda tapi dirinya sangat menyukai kebersihan. Mungkin saat ini ia hanya akan membersihkan ruangan yang akan dijadikannya sebagai kamar pribadi terlebih dulu.
Setelah masuk kedalam rumahnya, pemuda itupun langsung mencari saklar lampu agar rumah tersebut tidak terlihat begitu menyeramkan. Setelahnya ia bisa melihat seperti apa rumah baru yang akan ditinggalinya mulai sekarang. Rumah itu ternyata tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlalu kecil. Cukup untuk ditinggalinya seorang diri. Ia menaruh tas ungunya di dekat sofa ruang tamu yang terlihat berdebu, dan melangkahkan kaki mungilnya untuk melihat semua ruangan yang ada. Ternyata memang tidak begitu besar, hanya ada satu ruang kamar, ruang makan, ruang TV, satu kamar mandi dan dapur. Pemuda itu kembali menghela nafas lelah, sebelum ia memutuskan untuk langsung membersihkan kamar barunya.
Pemuda manis itu hanya berharap, semoga saja setelah ini tidak akan ada lagi yang mengucilkannya seperti ditempat tinggalnya dulu, meski dirinya juga tidak yakin. Karena ia lelah sungguh, dan butuh tempat untuknya bersandar dari semua perlakuan yang tak seharusnya didapatkannya, hanya karena ia sedikit berbeda.
.
.
Disclaimer : Author tidak memiliki apapun disini selain ide cerita dan kemampuan menulisnya yang minim.
Warning : Cerita ini memiliki Typo bahkan saat Author yang asli telah memiliki seorang beta-reader ataupun seorang asisten karena kedua-duanya ialah juga seorang Manusia, jadi Typo adalah hal yang wajar dan manusiawi. Human Character yang belum akan di beritahukan karena akan spoiler. Shounen-ai dan kemungkinan akan nabrak Yaoi-nya tinggi. dan seterusnya, dan seterusnya. Fic ini masih memiliki banyak kekurangan.
Meski tak seberapa, tapi cobalah untuk menikmatinya, Ok?
..
...
...
Ditempat lainnya, disebuah rumah mewah yang juga masih berada dikawasan yang sama. Disebuah ruang keluarga terlihat kelima pemuda dengan wajah identik tapi dengan iris yang berbeda warna, serta pemuda pirang yang tak lain sepupu mereka, juga seorang atok yang tengah asyik saling bercengkrama.
"Jadi ulah apa lagi yang dilakukan oleh mu, Api?" Sang atok menatap cucu nomer empatnya yang memang memiliki sifat yang sedikit kekanakan dibanding saudara kembarnya yang lain.
"Hehehehe... hanya sedikit bermain dengan pemuda cupu gak berguna, Tok" Jelasnya enteng. Tidak ada nada rasa bersalah sama sekali dari ucapannya. Malah sepertinya ia nampak senang dengan kenakalannya.
"Hahhh-" Tok Aba mereka hanya mengehela nafas pasrah. Susah sekali menasehati kelima cucunya yang kadang bertindak badung.
"Sudah berapa kali Atok beri tau kalian? Jangan suka menjahili orang lain, bagaimana kalau mereka sakit hati?" Ucap Tok Aba untuk kesekian kalinya.
"Atok tenang saja. Tidak ada yang berani sama kita," Timpal cucunya yang memiliki iris Safire itu dengan senyum jenakanya.
"Tapi kasian dia tau," Kini sang sepupulah yang menyahut, wajahnya terlihat sedikit kesal.
"Ayolah Ocho, yang dikatakan Taufan benar siapa yang mau mencari masalah dengan kita?" Kali ini pemuda dengan iris Rubylah yang bicara, terdengar sangat arogan. Membuat sang sepupu hanya berdecak.
"Kalian ini. Atok cuma tidak ingin nanti kalian kena masalah," Atok kembali mencoba menasehati.
"Kami mengerti Atok. Jadi Atok tenang saja" Kali ini pemuda iris Emaslah yang menyahut dengan senyum lembutnya mencoba membuat sang Atok tenang.
"Betul kata Halilintar dan Gempa, Tok. Lagipula kami tidak melakukannya diluar batas." Sahutan datar itu berasal dari pemuda beriris biru muda. Cucunya yang paling akhir.
"Terbaik kau, Air" Dan kelima pemuda itu saling tersenyum penuh arti satu sama lain. Apalagi ketika melihat wajah sepupu mereka Ochobot. Yang hanya memutar kedua matanya malas melihat tingkah kelima sepupunya itu. Sedangkan Tok Aba hanya bisa menggeleng-geleng kepala saja melihat kelakuan para cucunya.
Tapi tak ada satupun dari mereka yang akan menduga. Bahwa hanya dengan kehadiran satu orang bisa membuat tali persaudaraan mereka teruji. Disaat mereka memiliki perasaan yang sama, pada satu objek yang sama pula.
.
.
.
Tbc.
Author Note: Hay! saya author baru difandom ini. Hanya salah satu penggemar BOIFANG yang kehausan asupan OTP tercinta. Dengan beraninya akhirnya memutuskan untuk terjun sendiri langsung ke fandom ini... hehehe XD. Berusaha untuk tetap mengibarkan kapal Boifang yang mulai karaaammm. jadi silahkan jika berkenan mampirlah untuk membaca dan jangan lupa tolong tinggalkan jejak ok! Terima kasih
Editor Note: Ini masih chapter awal jadi tolong jangan lari dulu sebelum membaca bagian yang seterusnya karena mungkin akan ada hal yang membuat terkejut nantinya. Tapi... fic ini masih kurang word ya?
