My second fict !!
Enjoy this fict, read and don't forget to review !!
-
-
WARNING !! : Dangerous scene.
-
-
Summary : Deidara ( 23 thn ) adalah seorang agen pemerintah yang mendapat tugas untuk melindungi seorang cucu menteri Kesehatan di Negara tempat ia bertugas. Bagaimanakah Deidara berjuang untuk melindungi sang subjek yang menjadi incaran para pembunuh ? Silahkan baca !! ^.^
-
-
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
: My Beautiful Bodyguard © Ryuku Zhank
-
-
My Beautiful Bodyguard Chapter 1 : Kesan Pertama
-
-
"Ngghh… panasnya…" keluh seseorang sambil mengibas – ngibaskan rambut pirang panjangnya karena gerah.
Kemeja putihnya sudah tidak terkancing dengan rapih begitu juga dengan jas hitam yang sudah kusut dan lembab akibat keringatnya sendiri.
"Un… bisa mati nih…" keluhnya lagi sambil menyeka keringatnya yang mengalir deras dari dahinya.
'TRING…TRING…TRING'
Tiba – tiba saja handphone si pirang itu berdering.
"Haaahh… siapa sih un ? Ganggu aja." Keluhnya untuk yang ketiga kali tapi saat ia melihat nama si penelpon, dia langsung menelan ludah.
GLURP…
"I…Iya…Deidara disini…" ucapnya terbata.
"Hoi !! Kamu kemana saja ?!! Cepat datang ke kantor sekarang !! Ada keperluan mendadak." Ucap orang diseberang telpon tersebut lalu menutupnya dengan segera. Deidara menghela nafasnya. Sudah sering dia menerima telpon dengan nada seperti itu.
Konsekuensi seorang agen pemerintah.
"Pein - sama seenaknya saja… un." dia bangkit berdiri sambil membenarkan kemeja putih dan jas hitamnya. Deidara berjalan sambil sesekali menguap.
"Mungkin bisa pakai alasan itu… hehehehehe…" Deidara tertawa geli sendiri lalu menaiki mobilnya.
-
-
Deidara menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia turun dan berjalan menuju pinggir danau dimana terdapat bukit – bukit kecil juga pemandangan yang indah. Deidara bermaksud untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Saat ia menguap tadi, ia teringat akan satu hal.
Sesuatu yang perlu diperhatikan olehnya yang seorang pengemudi mobil, yaitu "Ngantuk jangan mengemudi". Kata – kata yang ia dengar dari sebuah iklan itu membuat ia mengabaikan perintah yang disuruh oleh bosnya.
"Hhooaammm… capek banget un…" Deidara pun mulai membaringkan tubuhnya di atas rerumputan hijau. Angin sepoi - sepoi berhembus meniup rambutnya pirangnya. Memanjakan dirinya yang kelelahan juga kepanasan tadi.
Matanya mulai berat. Tertutup…
Sedikit lagi…
Hampir saja…
Dan…
Duuuggghhh !!!
Sontak Deidara langsung bangun karena ada sesuatu yang secara tiba – tiba menginjak tubuhnya.
"Aduuuhh ! Siapa sih un ??!!" Deidara berdiri sambil memegangi perutnya sambil celingak – celinguk mencari pelaku yang menginjak perutnya. Saat menoleh ke belakang dia mendapati bayangan yang berbentuk manusia.
"Siapa itu ?" Perlahan Deidara mendekati sosok itu.
"Ugh… Aduhhh…" Deidara mendengar suara parau pemilik bayangan itu.
Setelah cukup lama menghampiri bayangan tersebut, Deidara mendapati sosok berambut merah muda sebahu dengan kaos merah maroon lengan pendek yang bagian samping kirinya robek. Tangan kanan pemilik fisik itu memegangi bagian tersebut.
Melihat pemandangan seperti itu, Diedara segera berlari menghampiri orang itu.
"Hey ! Apa kamu gak apa – apa ?" Tanya Deidara pada orang itu.
Secara bertahap orang tersebut berdiri. Tangan kanannya masih memegangi pinggang kirinya.
Deidara yang melihat itu mengetahui kalau orang ini sedang terluka. Dan tiba – tiba saja…
DUUUAKKKKHHH !!
Untuk yang kedua kalinya Deidara mendapatkan dua hadiah special. Yaitu sebuah injakan pada perutnya dan tendangan di pipi kirinya. Tubuh Deidara terpental dan menghantam pohon yang besar.
"Aduuuhhh !! Kau ini apa – apaan sih, un ??!! Mau membunuhku ya ?!!"
"Kamu ! Kamu salah satu dari mereka kan ?!" Tanya orang itu dengan nada marah, yang ternyata adalah seorang perempuan.
"A-apa maksudmu 'salah satu dari mereka', huh ?!" Tanya Deidara kembali pada gadis itu.
"Jadi…bukan…Gomennasai…" ucap gadis itu sambil membungkuk.
Deidara berdiri sambil menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya.
"Tak apa… Kamu siapa ?" Tanya Deidara lagi pada gadis itu sambil membersihkan bajunya.
"Namaku Sakura... Sakura Haruno…" jawab gadis bernama Sakura yang wajahnya sudah pucat dan berkeringat. Bahkan akibat tendangan yang ia lancarkan pada Deidara, darah dari pinggang kirinya mengalir dengan deras.
"Ha…Haruno katamu ?!"
"Iya… ada apa ?" Tanya Sakura tak niat.
"Lupakan… Hey ! Pinggangmu terluka, un !" Deidara segera menghampiri Sakura dan membopongnya seperti sedang memikul karung beras.
"Oi ! Turunkan aku, baka !" jerit Sakura yang tidak terima diperlakukan seperti itu oleh Deidara.
"Cerewet ! Sudah diam saja, un ! Kau kan sudah menendang dan menginjakku tadi !" balas Deidara ketus pada Sakura.
"Aku kan sudah minta maaf !!" kini Sakura membalas Deidara dengan menghadiahkan satu jitakan special.
Aliran listrik kecil pun timbul akibat tatapan tajam yang diberikan masing – masing anak manusia itu. * ya… iyalah…*
-
-
Deidara membopong Sakura menuju mobilnya. Setelah diancam akan dijeburkan ke danau, akhirnya Sakura bisa tenang.
"Hey nona pirang ! Kamu mau bawa aku ke…" belum selesai Sakura berbicara, Deidara langsung menjatuhkannya begitu saja tanpa permisi.
"Aku ini laki – laki, un !! Apa kamu gak lihat apa ?!" bentak Deidara sambil menunjuk jakunnya sendiri.
"Aduuuhhh… kau kasar sekali pada wanita… Aku kan tidak tahu kalau kamu laki – laki." Jawab Sakura santai sambil berdiri.
Sakura masih merasakan perih pada pinggangnya.
"Siapa namamu…?"
"Deidara…"
'TRIING…TRIING…TRIING…'
Deidara melangkah sambil ke depan menjauhi Sakura sambil memegangi handphonnya dengan gemetaran.
"Iya hallo… Pe… Pein - sama ?"
"Kamu ! Kenapa belum datang juga ?!"
"A…anu… Pe…"
"Anu anu… ! Cepat datang kesini !! Kamu punya tugas untuk melindungi cucu menteri kesehatan. Gadis berusia 17 tahun, Sakura Haruno ! Kamu harus kesini untuk keterangan lebih lanjut ! tit…"
Pein langsung menutup teleponnya. Sementara Deidara masih kaget dengan pernyataan bosnya itu.
Pelan – pelan dia membalik badannya untuk melihat Sakura yang tengah asik sendiri dengan kupu – kupu yang hinggap di tangannya kirinya.
'Astaga…!'
-
-
"Kamu ini cucu Menkes ya ?" Tanya Deidara pada Sakura yang duduk di bangku jok belakang. Sakura sendiri sejak tadi sedang mengobati lukanya dengan betadine dan perban yang diberikan Deidara.
Deidara melirik Sakura lewat spion dalam.
"I…Iya…auch~…"
"Lalu, kenapa kamu bisa luka seperti itu ?"
"Sudah seminggu ini aku di terror oleh para pembunuh. Tadi saat aku sedang berjalan sendirian di pinggir danau, mereka langsung menghalauku. Aku bersyukur bisa selamat…aduhhh…" jawab Sakura.
Deidara memegang pipi kirinya yang lebam.
"Kamu bisa beladiri juga, un ? Hebat sekali…"
"Iya… dulu… kakakku yang mengajarkan… Kak… Sasori…" ucap Sakura. Suaranya menjadi gumaman kecil saat menyebut nama 'Sasori'. Tapi telinga Deidara masih sangat tajam untuk mendengar gumaman itu.
CKIIIIITTTT….
Deidara mengerem mobil mendadak yang membuat Sakura terjedut dan obat betadine yang tadi mengeluarkan sedikit cairannya.
"Bisakah kamu berhenti tidak mendadak seperti tadi ?!" omel Sakura pada Deidara.
Deidara tidak mengerti dengan semuanya. Kedatangan Sakura yang mendadak membuatnya heran. Banyak sekali kebetulan – kebetulan yang terjadi semenjak ia bertemu dengan Sakura.
"Sa…Sasori itu kakakmu ?" Tanya Deidara pada Sakura tanpa meliriknya. Deidara terlalu terkejut. Pandangannya lurus dan dia tidak bisa berkata apapun.
"Iya…Kau tahu banyak ya mengenai keluarga ku ?"
Deidara tak mampu berkata.
Dia teringat akan masa lalunya bersama Sasori.
Sahabat sejatinya…
-
-
"Jadi begitu…"
Suasana hening menyelimuti mereka berdua setelah Deidara menceritakan pada Sakura, kalau dia dan Sasori adalah teman dekat 6 tahun yang lalu. Namun, Sasori meninggal akibat tertembak dan juga peluru yang bersarang di tubuhnya itu mengandung racun.
Disaat terakhir, Sasori memintanya untuk menjaga adiknya yang saat itu berusia 11 tahun. Tapi, Deidara tidak bisa memenuhi permintaan terakhir Sasori dikarenakan Deidara tidak bisa melacak keberadaan Sakura semenjak kejadian terbunuhnya Sasori. Namun, sekarang Deidara benar – benar harus memenuhi permintaan Sasori. Karena sang adik sudah ada dalam ruang lingkup hidupnya sekarang. Apalagi Sakura sudah tahu kalau Deidara ditugaskan untuk menjaganya.
"Kamu akan langsung ku antar ke kediamanmu." Ujar Deidara. Dia kembali menyalakan mesin mobilnya. Saat Deidara akan hampir menginjak pedal gas, Sakura menghentikannya.
" Bawa aku ke tempat lain…"
"Kenapa memangnya, un ?" Tanya Deidara heran sambil membalikkan kepalanya menatap Sakura.
"Kamu sendiri yang bilang kan kalau kamu ditugaskan untuk menjagaku. Nah, sekarang kamu harus menuruti kata – kataku… !" perintah Sakura dengan nada yang agak membentak.
"Iya…iya… dasar cerewet !"
"Dasar cantik !!"
"Enggg… ! Apa kau bilang ?!" Deidara sangat benci jika ada orang mengatakannya seperti wanita ataupun dipanggil 'cantik'. Karena Deidara itu laki – laki, jelas saja…
"Dengar ya, Deidara… C-H-A-N… kamu jangan galak – galak sama aku !" tegur Sakura dengan penekanan pada kata 'CHAN' tepat di telinga Deidara. Dan alhasil membuat empat bentuk sudut siku – siku tercetak di dahi Deidara.
Satu kata…
Sebal…
-
-
To : Leader - sama
"Konichiwa Pein – sama…
Saya rasa, saya tak perlu ke sana. Dikarenakan sang subjek sedang bersama saya.
Saya bertemu dengannya di tempat biasa kita piknik bersama.
Keadaannya baik – baik saja. Tolong sampaikan pada Tsunade - sama, bahwa cucunya baik – baik saja."
Sent…
Successful !!
-
-
From : Leader – sama
"Bagus. Jaga dia baik – baik."
-
-
Setelah beberapa menit, perjalanan mereka berakhir. Dan mereka sampai pada sebuah apartemen yang tidak begitu mewah. Sederhana…
Hanya ada 3 lantai, dan disebelah kirinya ada sebuah bangunan yang lebih tepat disebut parkiran atau basement.
"Tempat tinggalmu Dei – san ?" Tanya Sakura yang agak ling – lung melihat apartemen Deidara yang mini. Sakura heran karena Deidara tidak terlihat seperti orang yang kekurangan.
Apalagi dia adalah agen pemerintah.
'Mana mungkin Dei – san tinggal disini… pekerjaannya kan lumayan… mobilnya juga terlihat mahal. Kenapa tinggal di tempat seperti ini ?'
Sakura menutup pintu dan mengejar Deidara yang langsung masuk begitu saja tanpa menjawab pertanyaannya.
"Tolong. Seperti biasa…"
Deidara memberikan kunci mobilnya pada seorang resepsionis laki - laki yang sedang mengelus – elus anjing putihnya.
"Baik…"
Resepsionis itu menoleh ke arah Sakura. Sakura yang merasa sedang dilihati, langsung memegang erat jas hitam Deidara dan bersembunyi di belakang tubuhnya seperti anak kecil.
"Tugasmu kali ini apa…?" tanyanya pada Deidara.
"Cucu menkes… Adik Sasori…" jawab Deidara tertunduk.
Sang resepsionis terkejut dan menjatuhkan kunci yang diberikan Deidara, anjing milik resepsionis itu pun langsung terlihat sedih.
"Astaga… ! Akhirnya kau menemukannya juga… yah… ku harap kamu bisa menjaganya dengan baik seperti yang diminta Sasori." Ujar resepsionis itu sambil mengambil kunci yang tadi ia jatuhkan.
"Yah… arigatou… Kiba…"
Deidara pun kembali melangkah menuju tangga yang ada tepat disebelah meja resepsionis, Sakura mengikutinya.
Hening kembali menyelimuti keadaan mereka. Sakura membenarikan diri untuk mengajak Deidara bicara.
"Orang tadi kenal dengan nii – san juga ? Kenapa bisa ?" Tanya Sakura pada Deidara.
"Tempat ini adalah tempat dimana semua agen pemerintah tinggal. Mulai dari detektif, pembunuh bayaran yang diperintahkan untuk membunuh teroris, yang seperti aku, dan masih banyak lagi. Nii - mu dulu itu adalah detektif…" jawab Deidara sambil terus melangkah menaiki anak tangga.
"Begitu ya…!"
Setelah beberapa kali menaiki anak tangga, akhirnya mereka berdua sampai pada kamar bernomor '009'.
"Doozo…" himbaunya pada Sakura untuk segera memasuki ruangan yang… kecil.
Sakura melangkahkan kakinya menuju ke tengah ruangan.
Dilihatnya ruangan yang rapih dengan tembok berlapis wallpaper karpet berwarna hijau hutan dan lantainya yang berwarna coklat gelap. Ada televisi ukuran sedang, sofa, karpet hijau tua, rak buku yang tersusun rapih, jendela yang terbuka dengan gorden berwarna putih bersih , kamar mandi yang pintu sedikit terbuka, dan satu ruangan tidur.
'Apa hanya satu ruangan tidur ?!'
Sakura kaget dan langsung menoleh ke arah Deidara yang sedang…
"Deidara – san !!" spontan Sakura langsung menghampiri Deidara yang kepalanya sedang ditodong pistol oleh wanita berambut abu – abu bermata violet.
Deidara segera memberi isyarat pada Sakura untuk berhenti, dikarenakan Deidara melihat sakura telah memadang kuda – kudanya.
"Tenanglah…" Hibur Deidara sambil tersenyum manis ke Sakura dan menggapai tangan wanita itu dengan lembut.
"Mau apa Anko ?" Tanyanya pada wanita bernama Anko itu.
"Punisher… setidaknya lebih bagus daripada handgun bututmu itu. Ke kamarku bila kamu mau."
Ucap Anko sambil kembali memasukkan pistolnya kedalam jaket panjangnya dan pergi ke kamar yang ada disebelah kamar Deidara.
"Anko Mitarashi, dia mata – mata."
Jelas Deidara pada Sakura sambil masuk dan menutup pintu.
"Aku kaget…"
Deidara menghampiri Sakura dan berdiri dihadapannya.
"Tak apa. Sering – sering saja, un." Ledek Deidara sambil mengacak – acak rambut pink Sakura. Pipi Sakura memerah.
Deidara berjalan menuju jendela lalu membukanya. Angin berhembus membelai rambut kuningnya. Sakura berbalik dan memandangi Deidara dengan hikmat.
'WHIIIIIIIIIIINNNGGG…'
Tiba – tiba sebuah ransel berukuran sedang jatuh tepat dihadapan Deidara. Dengan sigap Deidara langsung menangkapnya sehingga tidak terjatuh ke bawah.
'Untuk Sakura'
Deidara segera merobek kertas itu dan membuangnya. Sementara ransel itu langsung ia lemparkan pada Sakura yang tengah melamun memandanginya.
"Sepertinya itu pakaian, un. Kamu mandi saja. Aku mau tidur…"
Deidara segera menjatuhkan diri diatas sofa yang cukup empuk. Dan Sakura bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan luka yang ia derita.
-
-
Waktu terasa begitu cepat. Matahari kembali tertidur, bulan dan bintang mulai meramaikan langit malam ini.
Saat itu Sakura sedang duduk bersila di atas kasur Deidara. Deidara sendiri masih tertidur pulas sejak siang sampai sekarang.
"Nii – san… Aku kesepian." Gumamnya di tengah keheningan malam.
Sementara di lain sisi, siluet seorang pria berambut perak tengah membidiknya dari kejauhan.
"Rifle. Cukup untuk membuatnya pergi ke surga." Seringai orang itu sambil mengarahkan rifle – nya tepat ke kepala Sakura.
JIIIITTTSSSS…
Sakura melihat pantulan cahaya merah dari cermin yang ada di depannya. Mengarah tepat ke dahinya.
Sakura yang terkejut tidak mampu berkata apa pun. Ingin rasanya ia meneriakkan nama Deidara, tapi tak bisa. Tubuhnya gemetaran dan air matanya mulai mengalir.
"Kena kau !"
DOOOORRRR…
Sakura hanya bisa pasrah jika ia tidak bisa selamat dari percobaan pembunuhan ini.
Dia menutup matanya…
Air mata mengalir deras di kedua pipinya.
'Dei – san… tolong aku… !!'
"SAKURRRRAAAAA…!!"
Deidara segera menarik Sakura sehingga mereka berdua jatuh ke lantai dalam keadaan berpelukkan. Sementara peluru yang ditembakkan telah memecahkan kaca jendela dan menancap tepat di dinding kamar Deidara.
Deidara melepas pelukkannya dari Sakura dan segera menuju ke jendela.
Matanya menangkap sosok yang dari kejauhan melambaikan tangannya.
Sosok itu tertutupi oleh gelapnya malam.
-
-
Sakura masih terduduk. Dia masih shock akibat kejadian tadi.
Badannya gemetaran dan air matanya tak henti – hentinya mengalir.
Deidara menhampirinya dan memeluknya dari belakang.
"Tenanglah Sakura… Aku akan menjagamu. Aku berjanji…" Deidara mempererat pelukkannya.
Sedangkan Sakura tangisannya semakin menjadi. Perasaannya kini bercampur aduk, antara senang karena Deidara ada disampingnya dan takut hal itu akan terulang lagi.
Sakura menggenggam erat lengan Deidara yang memeluknya.
"Arigatou…"
-
-
T.B.C
-
-
Siapakah sebenarnya para pembunuh yang mengincar Sakura ? dan bagaimana cara Deidara untuk tetap membuat Sakura aman di sisinya ?
Next chapter !!
