standard disclaimer applied
rated : T+
Ice Queen & Peterpan
.
Semilir angin musim semi menyapanya dengan lembut, seakan-akan tidak ingin menganggu tidur lelapnya. Beberapa kelopak bunga berserta daunnya ikut terbang terbawa angin, menghiasi kanvas biru yang ada diatas sana sambil ditemani oleh cahaya mentari yang begitu hangat. Kelopak mata Minseok tergerak, merasa janggal dengan semilir angin musim semi yang terus-menerus menyapanya—tidak ingin membangunkannya tapi ingin membuatnya bangun—dengan lembut.
Ini aneh.
Harusnya berada didalam istana es yang teletak diatas gunung berselimut salju tidak akan membuat Minseok merasakan yang namanya angin musim semi. Ini sangat tidak seperti biasanya, angin yang biasanya ia rasakan hanyalah angin sedingin es seperti dirinya.
Minseok membuka kedua matanya perlahan, ia tersentak takjub.
Pandang rumput bercampur bunga ada disekelilingnya, entah seberapa luas itu. Sebuah pohon rindang ditengah pandangan itu yang menjadi tempatnya bersender semakin membuatnya takjub. Minseok tidak pernah ingat kapan terakhir kali ia melihat pohon sebesar itu dengan daun hijau yang sangat lebat. Biasanya ia hanya melihat pohon besar dengan ranting-ranting tajamnya tanpa daun atau jika beruntung ia akan menemukan beberapa pohon cemara.
Lagi-lagi angin musim semi itu menyapanya dan Minseok menejamkan kedua matanya karena mendadak angin musim semi itu berhembus lebih kencang.
Saat Minseok membuka kedua matanya, ia menemukan sosok lelaki yang tersenyum lebar kearahnya dengan tangan teulur. Minseok kebingungan. Karena lelaki itu melayang dari tanah—terbang tanpa sayap.
"Dimana ini?" tanya Minseok meski lebih terdengar seperti sebuah bisikan.
Lelaki itu menatap Minseok lembut dan tersenyum ramah. "Suatu tempat yang bisa kau tuju dengan cara terbang lurus pada bintang kedua."
"Neverland?"
"Kau percaya itu?"
"Ini sangat jauh dari istana es ku…," bisik Minseok yang tidak percaya.
"Kalau begitu, mau jalan-jalan?" lelaki itu tetap setia menunggu sambutan tangan Minseok sejak tadi. "Kita bisa terbang berkeliling."
"Aku tidak bisa terbang."
"Aku akan mengajarimu," kata lelaki itu dengan santai. "Ayolah."
Dengan ragu Minseok mengerakkan tangannya untuk menyambut uluran tangan lelaki itu, dan begitu kedua telapak tangan mereka bersentuhan ia dapat merasakan bahwa lelaki itu berusaha untuk menariknya lalu semilir angin musim semi lagi-lagi menyapanya—dan lelaki itu juga tentunya—seakan-akan mengantarkan ke pergian mereka untuk berkeliling.
"Kau…, Peterpan?" tanya Minseok ragu saat mendapati dirinya tengah melayang dari tanah dengan tangannya yang digenggam erat oleh lelaki itu.
"Ummm…," lelaki itu terlihat berpikir. "Mungkin. Siapa yang tahu? Orang-orang memang memanggilku begitu. Tapi, kau bisa memanggilku Lu Han."
"Begitukah?"
Lu Han tersenyum lalu menarik Minseok menjauh dari padang rumput itu, melawan arah angin yang berhasil membuat Minseok merasa sangat senang.
"Lalu bagaimana denganmu? Kau tadi berkata 'istana es ku', jadi kau seorang Ice King? Tapi tunggu, setahuku tidak ada Ice King. Hanya ada Ice Queen. Jadi ka—"
"Ice 'Queen'. Aku adalah Ice 'Queen'. Apa kau kecewa karena aku bukan seorang wanita?" sela Minseok.
"Ah! Tidak-tidak. Bukan itu maksudku sungguh!" Lu Han membawa Minseok untuk terbang lebih tinggi.
Minseok tersenyum, "Tidak masalah. Panggil aku Minseok jika kau tidak keberatan," katanya.
"Minseok…," kata Lu Han.
"Ya?"
"Hanya mengetes." Lu Han tersenyum lembut dan mengeratkan genggamannya pada telapak tangan Minseok.
Mereka hanya diam selama beberapa perjalanan, Minseok yang terlalu sibuk takjub dengan dunia baru yang di lihatnya dan Lu Han yang terlalu sibuk untuk diam-diam mengamati setiap ekspresi yang muncul diwajah Minseok. Hingga akhirnya Lu Han membawa Minseok untuk kembali terbang rendah dan mendarat pada sebuah taman bunga mawar—tentu saja dengan Minseok yang berada di tanah dan Lu Han yang tetap melayang diatas tanah.
"Apa ini?" tanya Minseok sambil menyentuh mahkota mawar yang ada dihadapannya.
"Hati-hati!" Lu Han menahan tangan Minseok yang ingin menyentuh tangkai mawar itu. "Ini bunga mawar, tangkainya penuh duri. Jarimu bisa terluka."
"Jadi ini mawar? Mereka sangat indah, selama ini yang aku lihat hanya hal-hal berwarna putih, hitam, coklat, kebiruan, mungkin jika beruntung aku bisa melihat warna hijau," jelas Minseok yang memilih untuk terus menyentuh mahkota mawar dihadapannya.
Lu Han menatap Minseok dalam diam.
"Akh!" Minseok tersentak saat tiba-tiba beberapa bunga mawar terlepas dari tangkainya dan menghampirinya lalu tersusun rapi diantara rambutnya. "Apa yang—"
"Kamu menyukainya?"
Minseok memberikan tatapan bertanya pada Lu Han. "Lu Han? Kamu yang melakukannya?"
"Benar sekali. Karena itu aku tidak butuh debu peri untuk terbang."
"Telekinesis, itu kekuatan yang lebih menyenangkan dibandingkan kekuatanku," kata Minseok pelan.
"Kau juga memilikinya?" tanya Lu Han sambil duduk menyilang diantara udara.
Minseok mengangkat tangannya lalu membuka telapak tangannya yang terkepal, sebuah kepingan es tiba-tiba muncul berserta dengan suhu udara dingin yang menguar dari es itu lalu ia buru-buru menghilangkan kepingan es itu. "Aku hanya bisa membekukan sesuatu."
"ITU SANGAT LUAR BISA!" Lu Han tiba-tiba mengatupkan kedua tangannya pada kedua tangan Minseok, bahkan wajah mereka sekarang begitu dekat. "Kau memang seorang Ice Queen! Itu sangat hebat."
"Eh?" Minseok terdiam lalu tiba-tiba rona merah terlihat diwajah seputih saljunya. "T-Terima kasih," katanya sambil menunduk.
"Wah! Benar-benar hebat, apakah kau bisa membuat salju? Sudah lama sekali aku tidak melihat salju!"
"…"
"Minseok?"
"Pertama kalinya."
"Eh?"
"Pertama kalinya ada yang memuji kekuatanku."
"Benarkah?!"
"Aku… Aku sangat senang, hiks…,"
"E-Eh? Minseok…," Lu Han kebingungan karena tiba-tiba kedua mata Minseok meneteskan air mata. "Jangan menangis," katanya lembut lalu menghapus air mata itu dengan ibu jarinya.
"M-Maaf. Aku hanya terlalu senang." Minseok menunduk, mencoba menghapus air matanya yang masih mengalir seorang diri.
Lu Han tersenyum mendengarnya, ia menyentuh kedua pipi Minseok lalu membuatnya mendongak kearahnya. Kedua mata Minseok masih terlihat berair dengan hidungnya yang sedikit memerah, apakah sebegitu senangnya? Minseok memberikan pandangan bingung dan bertanya yang dibalas Lu Han dengan senyuman lebar—layaknya Peterpan yang digambarkan selalu ceria dan tersenyum.
"Kau benar-benar manis, Minseok." Lu Han mencium kening Minseok yang sedikit tertutupi poni.
"L-Lu Han?" panggil Minseok—begitu Lu Han menjauhkan wajahnya—yang tidak percaya.
"Ya?"
Minseok mundur selangkah lalu berusaha menatap kedua mata Lu Han, "K-Kenapa kau mencium keningku?" katanya sambil menyentuh keningnya yang tadi dicium.
"Aku hanya ingin, habis kau terlalu manis. Bahkan lebih manis dari madu yang pernah aku ambil dari dalam sarang lebih," jelas Lu Han yang berbasa-basi sambil menatap Minseok dalam.
"Akh!" Minseok memekik tertahan saat merasakan bahwa tubuhnya bergerak sendiri kearah Lu Han lalu tanpa sadar ia sudah berada didalam pelukan laki-laki itu. "Apa yang—"
"Minseok, kau senang berada disini?" tanya Lu Han dengan kedua matanya yang menatap bunga mawar diantara rambut Minseok.
"Aku senang. Ada banyak hal yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, dan itu menyenangkan," jawab Minseok sambil sedikit menjauhkan tubuhnya dengan tubuh Lu Han tapi ia tidak berhasil lebih dari pelukan laki-laki itu.
"Kalau begitu, tinggallah disini. Kau pasti akan menyukainya, bahkan kau bisa membuat istana es di bukit yang tak jauh dari sini. Kau bisa mengubahnya sebagai bukit musim dingin, bukankah itu sangat menyenangkan?" jelas Lu Han yang bersemangat dan mengeratkan pelukannya.
Minseok menatap Lu Han, menimbang-nimbang tawaran itu.
"Dan lagi, kau tidak akan sendirian, Minseok." Lu Han membisikan kalimat itu tepat ditelinga Minseok.
"Tidak sendirian?" seakan terhipnotis, Minseok mengulang kata itu.
"Tentu. Aku ada disini bersamamu dan tak lama lagi Anak-Anak Hilang juga akan berada disini, akan sangat menyenangkan jika kita merawat Anak-Anak Hilang itu bersama, bukan?" Lu Han kembali berbisik. Kali ini dengan nada suara yang lebih dalam.
"T-Tapi, bukankah harusnya yang merawat Anak-Anak Hilang itu adalah Peterpan dengan seorang gadis bernama Wendy?" tanya Minseok ragu.
Lu Han sedikit menjauhkan wajahnya, lalu tersenyum lebar ke Minseok—menunjukkan senyuman polos tak berdosa. "Tentang gadis menyebalkan bernama Wendy itu…, aku sudah mengurusnya," katanya tanpa menghilangkan senyuman diwajahnya.
"Kenapa kau menyebut Wendy sebagai gadis menyebalkan?"
"Karena dia sangat menganggu," jawab Lu Han dengan polos yang langsung membuat Minseok mengangguk mengerti dan tidak bertanya lagi. "Jadi apakah kau akan tinggal disini?" tanyanya dengan penuh harap.
Minseok tahu, dirinya akan sulit menolak jika Lu Han terus menatapnya seperti itu. Tiba-tiba ia teringat dengan istana esnya, disana ia hanya seorang diri tidak ada siapapun yang bisa diajak bicara karena manusia-manusia salju yang dibuatnya tidak bisa bicara mereka hanya bisa meraung-raung tanpa suara seperti orang bisu. Sedangkan disini—di Neverland, Lu Han bilang bahwa dirinya tidak akan sendirian karena laki-laki itu akan bersamanya belum lagi Anak-Anak Hilang yang juga akan meramaikan suasana. Akan ada seseorang yang diajaknya bicara dan bercanda, jika ia merindukan istana esnya, Minseok bisa merubah bukit sebuah bukit menjadi bukit musim dingin lalu mendirikan istana es yang baru—seperti yang dikatakan Lu Han.
Benar-benar tawaran yang mengiurkan dan sebenarnya tidak ada yang rugi disini.
"Aku…," Minseok mendongak, melihat kedua mata Lu Han yang berbinar-benar penuh harapan. "Aku akan tinggal disini."
"Benarkah?!" Lu Han berseru nyaring. "Aku sangat senang, Minseok! Terima kasih! Terima kasih, Minseok!" Lalu memeluk Minseok hingga membawanya terbang ke angkasa, Minseok hanya tertawa karenanya.
"Kau ingin melihat bukit yang akan menjadi bukit musim dingin milikmu?" ajak Lu Han saat mereka kembali melayang-layang diudara.
"Bolehkah?"
Lu Han tertawa kecil lalu berkata, "Tentu saja. Sekarang kau tinggal disini bersamaku. You're my queen, Minseok."
"Baiklah." Minseok menyetujui ajakan Lu Han yang langsung menariknya menjauh dari tempat itu, hingga tanpa sadar satu bunga mawar yang ada diantara rambut Minseok tertiup lalu terjatuh kebawah.
Andai saja, Minseok ingin bertanya lebih banyak pada Lu Han. Seperti misalnya, bagaimana bisa dirinya berada di Neverland dengan begitu tiba-tiba, eoh?
.
.
.
Tak jauh dari taman bunga mawar yang tadi Minseok dan Lu Han kunjungi—tepatnya di pohon-pohon yang ada diantara taman bunga mawar itu, terlihat beberapa anak—yang mengenakan pakaian seperti bentuk hewan—berusia sekitar sepuluh hingga delapan tahun melangkah keluar. Mereka menghela napas secara bersamaan lalu menatap taman mawar yang ada dibelakang mereka dengan tatapan kosong kecuali satu anak yang malah menatap keatas, terfokus pada sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari langit itu. Anak itu mengulurkan tangannya dengan kedua telapak tangan yang terbuka dan berdekatan—berusaha untuk mengambil sesuatu itu.
"Apa yang kamu lakukan, Sehun?" tanya salah satu anak lain yang paling tua diantara mereka sepertinya dan mengenakan pakaian seperti kelinci—Junmyeon.
Anak lain ingin mengajukan pertanyaan tapi mereka terdiam saat sebuah bunga mawar mendarat ditelapak tangan Sehun dengan bantuan angin.
"Bukankah itu yang dikenakan Minseok tadi?" kata Baekhyun yang mengenakan pakaian seperti tupai terbang sambil menatap bunga mawar itu penuh minat.
"Sepertinya begitu." Yixing yang mengenakan pakaian seperti domba mengiyakan perkataan Baekhyun.
"Apakah Lu Han membawanya pergi?" tanya Kyungsoo yang mengenakan pakaian seperti penguin.
Anak-anak lain mengangguk sebagai jawaban.
"Dia benar-benar mengerikan. Peterpan yang mengerikan." Yifan yang mengenakan pakaian seperti naga berkata dengan dingin.
"Aku rasa dia tidak mengerikan. Dia gila!" seru Chanyeol yang mengenakan pakaian seperti harimau putih.
"Benar-benar gila. Tidakkah kalian ingat apa yang dia lakukan pada gadis bernama Wendy itu?" Sehun yang mengenakan pakaian seperti serigala abu-abu menatap teman-temannya yang langsung memasang wajah ragu.
"Dia membunuhnya, juga membunuh peri kecil itu," kata Zitao yang mengenakan pakaian seperti panda dengan tenang.
"Sshh!" Semuanya langsung meletakkan jari telunjuk mereka di depan bibir. "Jangan mengatakan hal seperti itu dengan tenang!" kata mereka pada Zitao lalu menatap kesekitar. "Kau ingin bernasib sama dengan gadis bernama Wendy itu?"
Zitao langsung mengeleng kuat dan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
"Dia bahkan meminta kita untuk menculik Minseok lalu membuatnya tertidur hingga sekarang Ice Queen yang baik hati itu akan terjebak bersama seorang Peterpan yang kejam!" Jongin yang mengenakan pakaian seperti beruang berkata dengan nada dramatis yang mengerikan. "Ya Tuhan. Apa yang telah kita lakukan?!"
"Jongin, jangan bicara seperti itu. Bagaimana jika dia mendengarmu? Kekuatannya yang paling mengerikan diantara kita," tegur Junmyeon setelah melihat kesekeliling.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Jongdae yang mengenakan pakaian seperti dinosaurus dengan nada pelan.
"Berusaha membebaskan Minseok sekaligus diri kita?" sambung Chanyeol.
Mereka semua terdiam, tidak. Mereka tidak terdiam karena perkataan Chanyeol, mereka terdiam saat merasakan dedaunan mulai bergerak tidak beraturan. Mereka semua tahu bukan Sehunlah pelakunya, karena daun-daun itu tiba-tiba hancur tak tersisa. Itu kekuatan Telekinesis—kekuatan untuk mengerakkan atau bahkan mengontrol sesuatu entah benda hidup ataupun mati, dan hanya ada satu orang di Neverland maupun dunia ini yang memiliki kekuatan itu.
Lu Han, si Peterpan.
"Ya ampun, kalian semua ternyata disini," kata Lu Han yang berdiri diantara angin diatas mereka sekitar dua meter sambil tersenyum—senyuman yang mengintimidasi mereka semua. "Aku harap kalian ingin bertemu Minseok dengan tenang dan sebagai anak yang baik, mengerti?"
Mereka—Junmyeon, Yifan, Yixing, Baekhyun, Jongdae, Chanyeol, Kyungsoo, Zitao, Jongin, dan Sehun—adalah anak-anak yang tinggal di Neverland atau yang sering dikenal dengan sebutan Anak-Anak Hilang.
"Apa kalian tetap ingin berdiam diri disana?" tanya Lu Han tanpa menghilangkan senyumannya. "Aku tidak ingin membuat Minseok lama menunggu." Senyumannya perlahan hilang yang berhasil membuat sepuluh anak yang ada dibawahnya membeku. "Ah~, kalian ingin menjadi anak yang na—"
Dengan cepat Yifan langsung ikut melayang diantara udara seperti Lu Han lalu disambung dengan Sehun yang membawa teman-temannya yang lain menggunakan kekuatan anginnya. Lu Han kembali tersenyum hanya saja kali ini malah beribu-ribu kali terlihat mengerikan dimata mereka sebelum berbalik dan terbang melewati udara untuk menunjukkan dimana tempat Minseok yang sudah menunggu sedari tadi.
Mereka semua menghela napas kasar, entah kapan mereka bisa terbebas dari monster mengerikan yang mengenakan topeng Peterpan itu. Meski faktanya mereka memang bisa bebas, hanya saja mereka tidak akan pernah mungkin untuk bebas dari Peterpan itu hidup-hidup.
.
.
.
"KYAAA!"
Terdengar teriakan yang menyakitkan telinga dari kediaman keluarga yang bernama Darling, dan sepertinya yang berteriak tadi adalah seorang wanita yang disebut-sebut sebagai Nyonya Darling. Wanita itu terduduk diambang pintu, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dari dalam kamar ketiga anaknya itu. Terlihat kedua anak laki-lakinya yang bernama John dan Michael yang duduk disudut ruangan sambil menangis dengan tubuh yang bergetar hebat—hanya saja mereka tidak mengeluarkan air mata saat menangis.
Lalu anak wanita itu yang satunya lagi adalah gadis bernama Wendy yang saat ini tengah berada disudut langit-langit dengan kondisi yang terlalu mengerikan untuk dikatakan, gadis bernama Wendy itu sudah diselimuti oleh warna merah seakan-akan baru diledakkan. Wanita yang disebut Nyonya Darling itu berteriak dan menangis histeris, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi pada ketiga anaknya.
Tak jauh dari rumah itu, tepatnya diatas langit itu terlihat laki-laki yang mengendong bridal seseorang laki-laki lain lalu dibelakangnya terdapat dua anak kecil mengekorinya. Laki-laki itu terhenti tepat di atas kediaman keluarga yang bernama Darling yang juga membuat dua anak kecil dibelakangnya ikut berhenti, mereka menatap punggung laki-laki itu dengan tatapan ragu.
"Apa yang kau lakukan disana?" tanya Sehun yang mendengar suara tangisan yang begitu memilukan.
"Gadis yang bernama Wendy, aku memusnahkannya," jawab Lu Han dengan tenang tanpa menyadari tatapan tidak percaya dari dua anak dibelakangnya.
"Kau bisa menggunakan kekuatan Zitao daripada memusnahkannya sekejam itu," kata Yifan hati-hati.
"Aku tidak ingin memutar waktu. Aku ingin dia musnah," jelas Lu Han yang sama sekali tidak menjelaskan apa-apa kecuali keinginan pribadi miliknya yang terdengar tidak manusiawi.
Oh, memangnya Lu Han itu manusia? Entahlah. Sehun dan Yifan yang telah hidup bertahun-tahun meski tidak bisa tumbuh dewasa saja masih tidak tahu sebenarnya makhluk apa Lu Han itu.
"Ngomong-ngomong dimana Peri Kecil yang selalu mengikutimu itu?" tanya Sehun sambil menatap kesekeliling. Biasanya peri yang dimaksud itu akan ada disekitar mereka.
Lu Han tidak menjawab.
"Kau membunuhnya!" seru Yifan tanpa sadar dan ia langsung menutup mulutnya, merutuki kebodohannya.
Saat Lu Han menoleh kearahnya, Yifan berpikir Lu Han akan menghukumnya atau yang paling mengerikan mengancurkan salah satu organnya. "Itu benar. Dia benar-benar berisik dan terus berusaha membawaku pada gadis bernama Wendy yang membuatnya ada di dunia ini—hingga akhirnya aku tidak tahan lagi. Padahal kalian semua tahu aku hanya penasaran dengan sosok Ice Queen yang indah ini." Lu Han menatap sosok laki-laki yang ia gendong. "Mendengarmu berseru seperti itu lebih menyenangkan ditelingaku daripada harus tahan seharian mendengarkan dan mengartikan suara bel yang menyakitkan telinga yang keluar dari peri menyebalkan itu."
Sehun hanya mengangguk, tidak ingin melawan. "Apa yang akan kau lakukan setelah membawa Ice Queen itu ke Neverland? Dia tidak bisa tinggal selamanya di Neverland."
"Karena itulah kita menculiknya, bukan membawanya begitu saja." Lu Han tersenyum pada Sehun yang langsung gemetaran karena ketakutan dengan aura mengerikan laki-laki itu.
"Kau—"
"Aku akan membuatnya tinggal di Neverland, bersama denganku, bersama dengan kalian—Anak-Anak Hilang untuk selamanya," kata Lu Han lalu mencium kening laki-laki yang ia gendong—laki-laki yang mereka sebut sebagai Ice Queen. "Jika dia tidak ingin. Maka, aku terpaksa mengenakan cara kasar lagi pula tidak mungkin bisa pulang meski ia ingin pulang. Untuk pulang dan pergi dari Neverland kau harus terbang, benarkan Sehun? Yifan?"
Sehun dan Yifan saling berpandangan, sosok laki-laki dihadapannya ini benar-benar monster yang mengerikan lalu dengan ragu mereka mengangguk patuh.
"Anak pintar."
.
.
.
Membunuh, menculik lalu menipu seseorang, apakah yang lebih jahat dari itu?
.
.
.
Author's Note : Jujur, aku sendiri enggak tahu apa yang telah aku tulis dan aku publish. Ide ini muncul gitu aja saat aku membuat fanfic baru multichapter (dengan pair XiuHan/LuMin). Tiba-tiba cuma kepikiran dengan sikap Peterpan yang egois setelah berkali-kali aku membaca novelnya (punya kakakku). Yah, setidaknya aku membuat ini juga untuk menambah jumlah fanfic XiuHan/LuMin xD.
.
~thanks for reading~
xoxo,
hunshine delight!
