.
Naruto By Masashi Kishimoto
Genre: Romance, Drama, Hurt/Comfort, Tragedy, and Action.
Pairing: Naruto x Sara
Rated: T – M (For Action)
Warning: OOC (Out of Character), AU (Alternate Universe), Typo, Miss-Typo, and Many More. . .
Summary: Kehidupan memang penuh dengan cobaan, setiap manusia pasti memiliki penderitaannya masing-masing. Tapi, seberapa berat penderitaan yang di hadapi, asalkan ada orang yang di cintai, di lindungi, maka setiap penderitaan akan di lalui dengan pantang menyerah. Hanya satu alasan yang membuatnya ingin keluar dari penderitaan, yaitu cinta.
ENDLESS LOVE STORY By Zidane Lockhart
Prologue
Cinta, satu kata yang memiliki beribu-ribu makna.
Cinta. . . apakah cinta itu? hanya orang-orang tertentulah yang dapat menjawabnya.
Aku tak pernah berhenti bersyukur kepada Tuhan walaupun seberat apapun cobaan dan penderitaanku, karena aku meyakini bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tidak mampu di tanggung umat-Nya.
Namaku Sara, wanita biasa berumur 21 tahun, memiliki rambut panjang dengan warna yang tak biasa, maksudku warna merah. Hidupku penuh dengan cobaan dan penderitaan. Dulu saat diriku masih kecil, aku memiliki sebuah keluarga yang utuh, yah. . . meskipun begitu aku tak pernah merasa bahagia.
Hidup di tengah kemewahan sebagai seorang bangsawan, apakah yang akan kau rasakan? Senang? Gembira? Bahagia? Percayalah, aku tak pernah merasakan apa yang namanya bahagia.
Kemewahan tanpa kasih sayang dan cinta hanyalah sebuah kekosongan!
Diriku selalu di tuntut untuk menjadi orang yang dapat mempertahankan status dan kekayaan kedua orang tuaku. Terdengar ironis memang, anak kandung yang tak bisa memenuhi keinginan orang tuanya di buang, seperti diriku.
Setelah membuangku, mereka berdua mengadopsi anak berharap dapat memenuhi keinginan mereka. Dan aku mengerti bahwa. . . kelahiranku bukan karena kasih sayang, melainkan sebuah kebutuhan.
Hanya satu yang kuinginkan, hidup dengan kasih sayang.
Namun, seberapa keras aku berjuang untuk mewujudkan impianku Tuhan berkata lain, kasih sayang tidak pernah ada di kamus hidupku. Mungkin sebagian orang berkata Tuhan tidak adil? Entahlah. Namun aku tetap meyakini bahwa Tuhan itu maha adil. Itulah yang menjadi alasanku untuk tetap hidup di dunia ini.
Menjalani hidup dengan hati yang kosong? Aku tetap menjalaninya, walaupun berat. Tapi semua itu berubah sejak aku mengenal dia, pria yang telah menyelamatkanku, pria dengan tampang rupawan, pria dengan senyum hangat, pria dengan mata menghangatkan, dan yang lebih penting lagi, dia adalah orang yang pertama kali memberikan kasih sayang kepadaku. dia, Uzumaki Naruto, pria yang sangat kucintai.
Namun, takdir berkata lain. Kebahagiaan yang berada di depan mata telah lenyap seutuhnya. Dia telah meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Alasannya? Karena aku.
Dan sekali lagi, aku mengerti bahwa. . . dunia tidak membutuhkan diriku. Lalu apa alasan aku dilahirkan? Apa alasan aku hidup di dunia ini? sampai sekarang aku belum menemukan jawabannya.
Apa yang mampu mengisi sebuah kekosongan di hati?
-Sara.
Chapter 1: Enter
Suasana malam hari di sebuah daerah pertambangan yang sudah tidak terpakai begitu mencekam, sinar bulan terhalang oleh awan mengakibatkan malam itu begitu gelap. Terlihat lampu redup yang menjadi satu-satunya penerangan di daerah pertambangan tersebut.
Di pusat daerah pertambangan, terlihat sebuah bangunan tua yang menjulang tinggi keatas, nampaknya bagunan itu adalah tempat bekas seluruh orang bekerja, singkatnya bangunan bekas kantor pusat.
Tidak ada yang spesial dari bangunan tersebut, tidak ada lampu yang menerangi, tidak ada dekorasi yang memperindah, hanya ada kegelapan saja. Inilah yang menjadi faktor penyebab keheningan disini melanda, tidak ada orang satu pun. Namun, keheningan itu tidak berlangsung lama saat. . .
DUAR! DUAR! DUAR!
Tiga buah ledakan tercipta di tengah-tengah bangunan bekas kantor pusat itu, menyebabkan beton-beton berjatuhan ke bawah.
TAP! TAP! TAP!
Suara langkah cepat terdengar menggema di dalam kantor itu.
"Hah. . . Hah. . . Hati-hati Obito, kita tidak tahu jebakan bom yang lainnya berada dimana."
Seorang pria berucap sambil tetap berlari dengan kedua tangan menggenggam sebuah pistol berwarna hitam, terdengar dari deru nafasnya yang memburu bahwa ia tengah kelelahan, keringat mengucur deras di pelipisnya.
"Roger. Kau juga harus hati-hati Shisui, jangan remehkan musuh kita, dia terkenal sebagai pembuat bom terhebat di Jepang."
Sebuah suara terdengar dari microphone yang terpasang di telinga kanan pria tersebut yang bernama Shisui.
"Aku mengerti. Sebaiknya kita harus cepat, Tuan Sasuke akan segera sampai ke lantai ini, kita harus membereskan musuh di lantai selanjutnya." Ucap Shisui sambil memegang microphone miliknya.
"Okay, aku akan segera menemuimu." Balas Obito dari seberang sana.
Shisui berhenti berlari, ia lalu duduk bersandar di sebuah dinding yang menjadi pembatas dua ruangan. Deru nafasnya kini mulai teratur. Tidak lama kemudian, seorang pria dewasa berambut hitam pendek terlihat berlari menuju tempat Shisui sambil menggenggam sebuah pistol yang sama seperti Shisui.
"Obito!" seru Shisui.
"Hn." Balas Obito, ia lalu duduk di samping Shisui. "Bagaimana keadaannya?"
"Ruangan ini aman, selanjutnya adalah ruangan itu," jawab Shisui sambil menunjuk sebuah pintu. "Aku sangat yakin bahwa ada beberapa jebakan yang bersarang disana." Lanjutnya.
"Hn, aku juga setuju. Lebih baik kita segera masuk, tetap fokus."
Setelah ucapan itu, Obito lalu bergegas mendekati ruangan selanjutnya di susul oleh Shisui di belakang.
"Kau siap?" tanya Obito yang telah berdiri di pinggir pintu.
"Ya, aku siap." Jawab Shisui.
Mereka berdua pun masuk bersamaan ke dalam ruangan itu sambil menodongkan pistol masing-masing. Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan namun yang terlihat hanya. . . gelap.
"Sepertinya tidak ada apa-apa disini." Ucap Shisui.
"Jangan menyimpulkan secepat itu, tetap fokus."
TREK!
Tiba-tiba lampu menyala di seluruh ruangan tersebut yang membuat Shisui dan Obito kaget, mereka secara refleks menodongkan pistol ke depan untuk melihat siapa pelakunya. Mereka berdua melihat seorang pria dewasa berambut pirang panjang menutupi mata kiri tengah berdiri santai.
"Ck! Deidara! Akhirnya kau kita temukan juga." Ucap Shisui, suaranya menggeram menandakan ia sedang menahan amarah.
"Hoo. . . lalu? Setelah menemukanku kau akan berbuat apa? Hmm." ucap cuek Deidara sambil memainkan sebuah bom yang berada di genggamannya.
"Hati-hati Shisui, dia membawa bom." Ucap Obito.
"Ya."
Tap. . . Tap. . . Tap. . .
Terdengar suara langkah lamban yang menggema dari arah belakang Obito dan Shisui, mereka berdua melihat sekilas ke belakang lalu kembali fokus pada musuh.
Terlihat siluet seseorang berwarna hitam yang perlahan mendekat. Tidak lama kemudian, cahaya lampu membuat siluet tersebut menampilkan penampilan aslinya, seorang laki-laki dewasa kira-kira berumur 24 tahunan, memiliki rambut bergaya emo warna hitam.
"Tuan Sasuke." Ucap Shisui dan Obito menyebut nama pria yang baru masuk tersebut.
"Hn."
"Hoo. . . Uchiha Sasuke kah? Hmm, lama tak melihatmu, tak kusangka kau sudah tumbuh menjadi sebesar ini, hmm." Ucap Deidara sambil memandang wajah Sasuke dengan seringainya. "Jadi, apa yang membuatmu datang kemari?" tanya Deidara.
"Hn. Sudah jelas kan?" Sasuke balik bertanya.
"HAHAHAHA. . ." Deidara tertawa lepas, "Menarik sekali, seorang bocah ingusan sepertimu ingin membalaskan dendam atas apa yang aku lakukan kepada keluargamu dimasa lalu." Lanjutnya lagi.
Sasuke mengepalkan kedua tangannya dengan erat, emosinya telah memuncak karena orang di hadapannya yang menjadi penyebab penderitaannya berbicara dengan enteng seperti itu. Dia tidak terima!
Sasuke mulai menggerakkan tangan kanannya, ia mengambil sebuah pistol di pinggang lalu mengarahkan pistol itu tepat ke kepala Deidara. "Deidara, waktumu telah habis. Aku akan menghabisimu sekarang juga." Ucap Sasuke dingin, sorotan matanya memperlihatkan kebencian yang mendalam.
Deidara yang masih memainkan bom hanya menatap ketiga orang di hadapannya dengan pandangan bosan. "Hoam. . . bocah ingusan sepertimu sudah berani menggertak." Ucap Deidara, ia lalu berhenti memainkan bom dan memencet sebuah tombol di bom miliknya.
TIT! TIT! TIT!
Suara detikan bom menggema di telinga Sasuke, Shisui, dan Obito. Mereka berdua segera berjalan ke depan untuk melindungi Sasuke sebagai Tuan mereka.
"Lindungi Tuan Sasuke apapun yang terjadi!" Ucap Obito.
"Ya aku tahu." Balas Shisui.
Deidara mengangkat perlahan-lahan tangan yang menggenggam bom ke atas. "Sampai jumpa lagi, hmm." Setelah ucapannya, Deidara melemparkan bom miliknya.
Sasuke, Shisui, dan Obito kaget. Bukan kaget karena bom Deidara mengerah kepada mereka, melainkan mengarah ke belakang Deidara yang hanya memperlihatkan sebuah dinding saja.
TIT! TIT! TI-
DUAR!
Ledakan cukup keras pun terjadi, mereka bertiga tidak dapat melihat Deidara karena tubuhnya tertutupi oleh kepulan debu karena ledakan bom tadi.
"Sial! Dia berusaha melarikan diri. Shisui, Obito! Cepat kejar Deidara sebelum dia benar-benar kabur!" Sasuke yang pertama kali sadar akan apa yang di rencanakan oleh Deidara langsung memberikan perintah.
"Roger."
"Okay."
Shisui dan Obito langsung berlari menuju tempat Deidara berada, Sasuke pun sama. Tidak lama kemudian kepulan debu mulai menghilang, mereka bertiga melihat tembok yang sudah bolong dan juga Deidara sudah tidak ada.
"Cih, dia sudah kabur." Ucap Sasuke yang sudah berada di depan tembok yang bolong itu.
"Tapi, apakah mungkin dia kabur melewati tembok yang sudah di lubanginya?" tanya Shisui sedikit heran.
"Hn. Sudah jelas." Jawab Obito.
Tidak lama kemudian, mereka bertiga mendengar suara helicopter. Dan benar saja, sebuah helicopter tiba-tiba muncul dari bawah ke hadapan mereka. Di dalam helicopter itu, Sasuke melihat Deidara yang sedang duduk santai, sontak amarahnya kembali meningkat ketika mengetahui musuhnya sudah benar-benar lepas dari genggamannya.
"Sampai jumpa kembali bocah-bocah Uchiha. Lain waktu aku akan membunuh kalian semua." Salam perpisahan Deidara sambil memandang remeh Sasuke, Shisui, dan Obito.
Helicopter itu pun mulai melaju menjauhi Sasuke, namun ia sempat melihat siapa yang mengemudikan helicopter itu, seorang pria dewasa berambut merah jabrik.
Shisui dan Obito tidak tinggal diam, mereka lalu menembaki helicopter yang di tumpangi musuhnya.
DOR! DOR! DOR!
"Cukup!" ucap Sasuke sambil menurunkan kedua senjata yang di pegang masing-masing keluarganya menggunakan kedua tangannya.
"Kenapa Tuan Sasuke? Ini kesempatan kita untuk menjatuhkan helicopter itu." ucap Shisui sedikit kecewa.
"Jika ada orang luar yang mengetahui kejadian ini akan merepotkan, lebih baik kita segera pulang dan mengatur strategi yang tepat untuk membunuh Deidara." Ucap Sasuke lalu membalikan badan.
Shisui dan Obito hanya dapat menuruti perintah dari tuannya, mereka lalu mengikuti Sasuke berjalan keluar.
'Cih, jika saja ada Naruto disini pasti akan lebih mudah. Dimana selama ini kau berada Naruto?' Batin Sasuke, ia teringat dengan sahabat semasa kecilnya sekaligus orang yang sudah ia anggap sebagai saudara.
"Sara?"
. . .
"Oy, Sara?"
. . .
"Kau baik-baik saja? Tadi kau pingsan, sepertinya kau terlalu banyak bekerja."
Wanita cantik berambut coklat panjang dengan baju koki terlihat sedang mengguncang-guncang tubuh seorang wanita berambut merah panjang yang terlihat mulai sadarkan diri dari pingsannya.
"Dimana. . . ini?" gumam wanita berambut merah itu yang bernama Sara. Suaranya terdengar lemah.
"Kau berada di restoran. Sepertinya kau terlalu memaksakan diri untuk bekerja, lebih baik kau pulang ke rumah dan istirahatlah." Sarannya.
Sara menoleh kepada orang yang berbicara tadi, "Ayame." Gumamnya menyebut nama teman sepekerjaannya.
Wanita yang bernama Ayame pun menandang Sara dengan wajah gelisah, ia takut terjadi apa-apa dengan temannya. Ayame memutuskan untuk membawa Sara ke ruang istirahat.
"Sara, kondisi tubuhmu masih lemah, sebaiknya kau segera pulang." Saran Ayame lagi.
Sara yang terbaring di kasur hanya tersenyum lemah kearah temannya. "Tidak, aku masih mau bekerja. Lagi pula pelanggan hari ini lebih banyak dari hari-hari sebelumnya, aku tak bisa meninggalkan tanggung jawabku." Ucapnya lemah.
Ayame menghela nafas sesaat karena kekeras kepalaan temannya ini. "Jangan khawatir, masih banyak koki yang sedang bekerja saat ini. Mereka dapat menutupi pekerjaanmu yang belum terselesaikan, percayakanlah kepada mereka."
"Tapi-"
"Tidak ada tapi-tapian! Kau harus pulang ke rumah dan istirahat yang cukup. Aku akan bicara ke bos agar kau di liburkan besok."
"Tunggu-"
"Shhiiit! Turutilah perkataanku!" Ayame tak memberikan kesempatan Sara untuk berbicara.
". . . ." Sara tak dapat membantah perkataan Ayame, ia hanya mengangguk lemah.
"Nah begitu."
Ayame pamit untuk pergi ke ruangan bos sebentar, tidak lama kemudian ia kembali dengan wajah gembira. "Yosh, bos mengizinkanmu untuk pulang lebih cepat dan juga kau libur bekerja besok."
"Humm, terima kasih banyak atas perhatianmu Ayame," Sara berucap.
"Tidak apa-apa, itu merupakan tanggung jawabku sebagai temanmu." Kata Ayame sambil tersenyum simpul.
"Humm, kalau begitu aku pamit pulang dulu." Ucap Sara lalu bangkit dari posisi tidurnya dan berjalan ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Setelah itu ia lalu pulang ke rumah.
BOUSH. . .
"Ah. . ." Sara menghela nafas dalam sambil merebahkan diri ke ranjang tempat tidurnya setelah membersihkan badan yang kotor karena bekerja seharian. Suasana hening melanda kamarnya, hanya suara dentingan jam saja yang terdengar.
Kedua mata Sara menatap langit-langit dalam diam, terlihat dari sorot matanya sebuah kekosongan. "Apakah hidupku akan seperti ini selamanya?" lirihnya bertanya kepada diri sendiri.
Menghela nafas lagi, ia memutuskan untuk istirahat dari hari-hari yang melelahkan.
To Be Continued
AN: Salam kenal, saya author baru di dunia fanfiction ini, jadi mohon bimbingannya.
Mungkin untuk pair tidak mainstream kan? Semoga kalian suka dengan cerita ini. Untuk Naruto, dia akan keluar di chapter selanjutnya. Untuk awalan konflik akan saya berikan masalah Deidara dan Sasuke yang menyangkut masa lalunya, masalah ini akan merembet ke hal-hal yang lebih besar.
Dan satu hal lagi, saya minta saran dan kritik dari kalian semua agar cerita ini semakin bagus kedepannya.
Terima kasih dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakannya. . .
