Tatapan Sakura bertemu dengan pemilik mata onix yang tajam itu. Seketika nafasnya tercekat, seolah Ia lupa caranya bernafas. Seolah udara di sekitarnya menipis. Pandangannya pun seolah terkunci satu sama lain.

Senggolan di bahunya membuatnya seketika ingat caranya bernafas dan pandangan pun terputus. Ia mendengus kasar kepada sahabatnya yang seenaknya menyenggol bahunya secara brutal, tapi setidaknya itu sedikit membantunya untuk kembali mengingat bagaimana caranya bernafas.

"Apa yang kau pandangi?" ucap sahabatnya yang sengaja menyenggol bahunya.

Sakura menoleh dengan tatapan kosong, "Hm? Tidak ada, Ino," jawabnya dan netra teduhnya kembali menatap pada kehampaan. Onix yang sempat menyita perhatiannya telah pergi entah kemana. Tatapan tajam yang disukainya hilang, dan tak tahu apakah Ia masih bisa betemu pandang dengan pemilik mata tersebut atau tidak.

"Kau berbohong padaku jidat. Apa yang kau pandangi?" Ino mendengus kesal melihat kelakuan sahabat pinknya itu. Ino menoleh saat merasakan colekan pada lengan kanannya dan menatap pada sahabatnya yang hanya setinggi bahunya itu.

"Apa?" tanyanya setelah Sakura tak kunjung berbicara.

"Apakah kesempatan untuk bertemu kembali dengan orang asing di kota seluas ini sangat besar?" Sakura berkata dengan pandangan yang masih mengarah pada tempat si pemilik onix tadi berdiri.

Ino tak menjawabnya. Ia tahu, pertanyaan itu ditujukan untuk dirinya sendiri—Sakura, bukan untuknya. Namun, bibir Ino tak tahan untuk tidak menjawab pertanyaan sahabatnya.

"Aku tak tahu, Saki,"

Mereka terdiam untuk beberapa saat, dan seruan pejalan kaki yang lain yang menyuruh mereka untuk segera berjalan membuat mereka tersadar dan meneruskan perjalanan yang tertunda karena Sakura.

.

.

.

.

Dari Mata Sang Roman Picisan

Naruto selamanya milik abah MK :')

T

SasuSaku Fanfiction

.

.

.

.

Ini masih pukul lima pagi dan Sakura sudah rapi dengan rambut pink yang diikat menjadi satu. Memakai sneakersnya, mengunci pintu apartemen, dan berjalan menuju coffee shop miliknya. Bukannya Ia tak memiliki kendaraan pribadi, akan tetapi berjalan dipagi hari yang udaranya belum terlalu tercemar asap kendaraan seperti ini membuatnya bersemangat untuk menjalani hari-hari yang membosankan.

Sakura berjalan menyusuri jalan dan banyak melihat orang-orang yang mungkin memiliki keperluan di sepagi ini atau hanya ingin menghirup udara segar saja. Menyenangkan sekali melihat suasana seperti ini, seperti mati pun Ia enggan jika harus melewatkan suasana seperti ini.

Kedua kakinya akhirnya telah membawanya menuju pintu depan coffee shop miliknya. Memasukkan kunci ke lubang kunci, memutarnya dan membuka pintu tempat Ia menghabiskan 17 jam setiap harinya. Tempat ini masih kosong. Tentu saja. Orang waras mana yang mau bekerja di pagi hari seperti ini?

Sakura menuju ruangan khusus staff dan mengambil celemek miliknya, memakainya dan sepertinya Ia sudah siap untuk menjalani hari.

"Hai, Bos!"

Suara tersebut membuatnya berjenggit kaget dan mengeluarkan sunpah serapah bagi siapa pun pelakunya. Badannya berbalik dan bersiap untuk memarahi pegawainya yang tanpa dosa membuatnya kaget.

"Sialan kau, Izumi!" cerca Sakura setelah melihat siapa yang telah mengagetkannya.

Izumi tertawa kecil mendengar amukan bosnya, lagipula memang salah bosnya yang lupa untuk mengunci kembali pintu depan sehingga Ia bisa masuk sesuka hati.

"Berhentilah tertawa dan apa yang membawamu datang sepagi ini? Kau tidak sekolah?" tanya Sakura bingung melihat ada salah satu pegawainya datang sepagi ini, apalagi status pegawai itu adalah pelajar dan hanya bekerja paruh waktu di sini.

"Sebenarnya aku berniat untuk membolos hari ini, lagipula pelajaran untuk hari ini aku kurang menyukainya. Kurasa aku butuh pelarian hari ini dan aku berpikir untuk bekerja hari ini. Oh, jangan menatapku seperti itu, bos. Aku yakin, kau pun pernah merasakan hal yang sama sepertiku," jawab Izumi seraya nyengir ke arah bosnya yang sudah menatapnya garang saat mendengar alasannya datang sepagi ini.

"Orang tuamu tahu?" selidik Sakura.

"Tidak. Mereka sedang ada di luar kota, hanya ada aku dan kedua kakak laki-lakiku di rumah. Kakak pertama aku rasa Ia tidak ambil pusing dengan kelakuanku, akan tetapi yang sedikit merepotkan adalah kakak keduaku. Dia sangat kolot, seperti kakek-kakek. Padahal umurnya baru 25 tahun," cerita Izumi dan diakhiri dengan dengusan berat saat mengingat-ingat kakak keduanya.

Sakura tertawa kecil mendengar cerita Izumi—oh, well sebenarnya lebih cocok disebut curhatan daripada cerita biasa. Hal tersebut mengingatkan Sakura pada kakak perempuannya yang telah menikah dan tinggal di kota lain. Kakaknya sangat posesif dan sangat galak pada teman-temannya.

"Bos? Kau waras?" pertanyaan Izumi membuatnya kembali dari lamunannya dan apa tadi? Ah, sudahlah. Ini sudah pukul setengah enam dan tokonya belum berbenah sama sekali.

"Lupakan. Sebaiknya kau bantu aku berbenah dulu. Bisa kah? Aku harus menyiapkan yang di sebelah sana, kau bisa mengepel, membersihkan meja dan mengatur kursi. Setelah selesai, kau bisa berisitirahat sejenak. Kopi mungkin?" ucap Sakura dan tangannya mulai bergerak kesana-kemari untuk mempersiapkan tokonya. Biji kopi, mesin penggiling, syphon, dan lainnya. Ia harus mempersiapkan segalanya. Kepuasan pelanggan adalah yang utama.

Izumi memperhatikan gerak-gerik bosnya itu. Tidak terlalu tinggi, tapi cukup lincah. Tidak cantik, tapi sangat manis. Yang terpenting, meskipun Ia pemilik coffee shop ini, tapi Ia juga yang turun tangan dan berbaur menjadi barista bersama pegawai yang lain. Yang Izumi lihat, bosnya ini tidak terlalu sering meminum kopi, tetapi merupakan pecinta kopi. Dari yang Izumi dengar dari pegawai yang lain, bosnya ini tidak boleh terlalu banyak meminum kopi karena dokter yang melarang.

Aneh sekali. Izumi menggelengkan kepala dan mulai melaksanakan tugas yang diberikan oleh bosnya tadi.

.

.

.

Izumi yang sedang beristirahat, menolehkan kepalanya saat mendengar pertanyaan Sakura.

"Aaa ... mungkin caffe latte saja, Sakura-san," jawabnya dan mengangkat lengannya tinggi-tinggi. Ada untungnya juga Ia bekerja setelah pulang sekolah—tak perlu merasakan pegal yang seperti ini.

"Caffe latte akan segera siap," ujar Sakura dan mulai menyiapkan segelas kopi untuk pegawai termudanya itu.

"SELAMAT PAGII DUNI—Eh? Izumi?"

Suasana coffee shop yang awalnya hening itu dipecahkan oleh suara nyaring milik Hidan—salah satu pegawai Sakura yang hari ini mendapat shift pagi.

"Aah ... Ohayou Hidan-san," sapa Izumi. "Aku sedang bolos, kurasa akan menyenangkan jika sesekali menghabiskan waktu seharian di sini," lanjutnya saat melihat wajah heran Hidan.

"Waaaaah~ ternyata kau bisa nakal juga ya. Tak kusangka. Omong-omong, di mana yang lain?" tanya Hidan.

Sakura yang baru selesai meletakkan secangkir minuman untuk Izumi, menjawab pertanyaan Hidan.

"Mungkin sebentar lagi. Hidan, bisa tolong balikkan tulisan Closed itu menjadi Open? Aku sedang malas bergerak," suruh Sakura dan menyengir kepada pegawainya yang amat religus itu.

"Aye Aye, Madam!"

.

.

.

Sekarang pukul tujuh dan tempat ini sudah mulai ramai akan pengunjung. Antrian panjang terbentuk hingga meluber keluar toko ini. Meja-meja sudah penuh terisi dengan orang-orang yang menikmati sarapan mereka dengan segelas kopi dan sepiring makanan guna mengisi tenaga sebelum menjalani hari-hari yang monoton.

"Segelas Americano dan segelas Marocchino anda. Semuanya 200 yen. Terima kasih dan silahkan datang kembali," ucap Izumi dan menyapa pelanggan selanjutnya.

Sakura yang sedang menyiapkan segelas kopi mendongak dan mengamati pegawai-pegawainya. Rasanya seperti mimpi saat melihat tokonya seramai ini dan memiliki pegawai seperti mereka. Sakura tersenyum dan menyelesaikan latte art yang sedang Ia kerjakan.

Setelah menyelesaikannya, Sakura menaruhnya di nampan bersama sepiring pancake pesanan salah satu pelanggannya. Ia kemudian berjalan ke meja nomor 14 dan ... Ah, itu memang tempat yang tepat untuk mengawali hari. Bukan begitu? Tempatnya yang berada dekat jendela membuat kita dapat menikmati hiruk pikuk pagi hari. Melihat wajah orang yang berlalu lalang dengan berbagai ekspresi yang mereka pasang untuk hari ini.

"Silahkan ini pesanan anda dan selamat menjalani ha—" ucapan Sakura terpotong saat melihat siapa yang sedang Ia layani saat ini. Mata itu. Mata yang sempat membuatnya melupakan bagaimana caranya bernafas. Ternyata pemilik bola mata yang indah tersebut apabila dilihat dari dekat memang menggoyahkan iman jiwa raga.

.

.

TBC~