Unmei revisi, bagi yang berkenan membaca mohon untuk review-nya~~
Bleach © Tite Kubo
au, ooc, typo(s) bahasa tidak baku, dan masih banyak kekurangan.
But, happy reading.
Unmei
…karena semua ditentukan oleh takdir.
Prologue
Kara kura Hospital - Rukia point
"Kanker otak stadium empat,"
"…tak ada harapan untuk hidup,"
"…tapi aku ingin hidup lebih lama lagi!"
"Membahagiakan dia yang ku sayang…"
"ya, ya, harus merahasiakan kepada siapapun, jangan ada yang sampai tahu…"
.
Aku melangkahkan sepasang tungkaiku menjauhi sebuah gedung dengan cat serba putih itu dengan sedikit lesu, sebelah tanganku masih membawa selembar kertas yang kini sudah tampak lecek karena remasan tanganku ketika membacanya. Sebuah lembaran hasil tes, bukan tes ujian yang nilainya nol atau surat putus cinta. Meski surat putus cinta tak lebih buruk dari kabar yang tertulis dengan font 'times new roman' itu. Sebuah lembaran yang diterbitkan rumah sakit setelah aku mengikuti beberapa tes yang dilakukan pihak mendis. Semua harus kulalu karena kondisi tubuhkku yang kian memburuk beberapa bulan belakangan. Sebuah hasil tes telah membuat seluruh warna-warni kota yang kulalui menjadi monokrom tak berwarna.
"Aku tidak boleh menangis karena itu hanya akan menandakan kerapuhanku," bisikku lirih pada diri sendiri sambil terus melangkahkan kakiku melewati pedestrian yang cukup ramai, "tapi tidak ada harapan untuk hidup…" aku tersenyum masam pada diriku sendiri, "yang benar saja," denial karena pikiranku cukup kalut, meski sepasang tungkaiku masih melangkah dan memijak tanah biner mataku tak memperhatikan jalanan hingga beberapa kali orang yang melintas tersenggol dan yang terakhir menabrak seseorang.
"Maaf maaf saya tidak melihat anda," ucap ku seraya membungkuk dalam-dalam, tak berani mendongak, menatap orang lain karena mungkin saat ini wajahku amat sangat jelek karena menahan air mata.
"Manfaatkan waktumu dengan membahagiakan orang yang kau sayangi." Kata orang asing yang kutabrak itu.
"Eh?"
Dan orang asing itu tiba-tiba menghilang sebelum sempatku pandang wajahnya dengan jelas.
"Siapa dia?" Tanyaku heran.
Langkahku kini usai begitu menginjak sebuah flat sederhana yang lima tahun terakhir belakangan kutinggali sendirian. Tepatnya semenjak kedua orangtuaku meninggal dalam kebakaran hebat yang menghancurkan mansion kami. Aku membuka pintu, mengucap, "tandaima" sendiri tanpa ada balasan. Sudah terbiasa sendirian, tanpa sapaan hangat Okaa-san yang dirindu. Ah, sudah. Flatku memang sangat sederhana karena hanya terdiri dari tiga ruang. Yaitu kamar tidur, kamar mandi dan sebuah dapur yang merangkap sebagai ruang tamu.
Ku lempakan tas selempang kecil dan map hasil tes tadi ke atas futon, dan kemudian melangkah mendekati meja dimana terdapat tiga bingkai foto dengan gambar yang berberda.
"Otou-san, oka-san mungkin aku segera menyusul kalian." Kataku pada sebuah frame dengan potret pria berkenseikan tengah tersenyum bersama wanita muda dengan rupa yang mirip denganku. Mereka adalah orang tuaku, Byakuya Kuchiki dan Hisana Kuchiki.
"Tapi sebelumnya, aku akan membahagiakan seseorang terlebih dahulu," Ucapku melirik frame dengan potret seorang pemuda.
Karakura High 07.00 – 3rd point of view
"Anak-anak, hari ini kita dapat teman baru pindahan dari Rusia," ucap Kyoraku-sensei yang langsung membuat semua murid berkasak-kusuk riuh.
"Kuharap kalian tenang anak-anak," seru Kyoraku-sensei sambil menggebrak meja. Beberapa murid langsung terdiam, beberapa tak acuh dan sedikit yang masih berbisik-bisik, "nah, silahkan masuk."
Pintupun bergeser terbuka menampakkan seorang pemuda berkulit pucat dan mata emerald redup yang kini melangkahkan kaki memasuki ruang kelas. Seperti yang sudah diprediksikan, para murid wanita tampak mulai berisik menyebalkan melihat murid baru yang tampan. Sementara anak laki-laki tampak kecewa karena bukan gadis cantik yang masuk, beberapa mendesah tak senang.
"Hei bukankah orang itu yang kutabrak kemarin?" batin Rukia sambil mengamati pemuda itu.
Sementara itu, pemuda pucat bersurai gelap itu mulai memperkenalkan diri.
"Ohayou minna, boku no namae wa…"
Tbc...
