Luka

Menerangkan : manga NARUTO milik masashi kishimoto

Peringatan : typo, ooc, dll

Aku menunduk dalam, mencoba menyembunyikan ketakutan dan rasa gugup yang melandaku dengan hebat. Aku meremas dres tidur selututku dengan kencang, bersiap untuk memberitahukan kebenaran yang kusembunyikan beberapa hari belakangan.

"aku.. Mengandung bayimu ...uciha-san." ucapku perlahan, aku memejamkan mata ku bersiap dengan penolakan yang akan ia lontarkan kepadaku dan tanpa kusadari cairan bening menetes membasahi pipi pucatku yang sedikit tirus. Dengan sisa sisa keberanian yang aku miliki, aku mengangkat wajahku secara perlahan untuk menatapnya. Aku penasaran kenapa ia tidak bereaksi ketika aku mengatakan itu, tidakkah ia merasa terkejut? Menyesal? Atau takut?.

"lahirkanlah ia hyuga, setelah kau melahirkannya hak asuh atasnya akan menjadi milikku." ia menatapku dengan senyum sinis mencemooh yang tertera jelas di wajah nya. Aku mematung mendengar ucapannya, mataku terbelalak lebar, Air mataku dengan deras mengalir. Apa yang ia katakan? Apakah hanya itu? Apakah ia tidak ingin bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku? Apakah ia tidak memikirkan tentang pertunangan nya? Apakah ia tidak memikirkan tentang pertunangan ku?

"kau gila!." Dengan suara yang hampir tercekat aku berucap. Masih dengan senyum nya yang menjengkelkan ia perlahan menghampiri ku, membawa tubuh gemetarku ke dalam pelukan nya. Aku tidak bisa menolak,

Tubuhku terlalu kaku untuk di gerakan.

"jagalah ia sampai aku kembali hyuga. Dan cukup kita saja yang tau tentang ini, karena sedikit orang yang tau itu lebih baik bukan?." perintah nya padaku, setelah itu ia mengecup keningku dan mngelus pucuk kepalaku dengan lembut. Kemudian ia menjauh.

"aku akan segera kembali." ucapnya sebelum menutup pintu, meninggalkanku sendiri dalam ruangan yang hanya di terangi oleh cahaya bulan.

#########################

Hinata tersadar dari lamunannya, membuyarkan ingatan yang tidak bisa ia lupakan. Ia melirik ke arah lengan baju yang ia kenakan, di sampingnya seorang bocah laki laki berusia 5 tahun menatapnya dengan pandangan bosan, lengan bocah itu menarik lembut lengan baju hinata. Hinata tersenyum maklum melihat bocah yang tidak nyaman di tempat duduknya itu beberapa kali merengut sebal.

"ken-kun, acaranya sebentar lagi akan selesai. Bersabarlah sebentar lagi, mengerti?." hinata meraih lengan ken dengan perlahan sambil berbisik pelan, mencoba membuat uciha muda yang tidak sabaran itu kembali tenang. Melihat tingkah putra nya yang mulai ber ulah itachi pun menatap nya dengan intens mencoba memperingati uciha muda itu untuk menjaga sikapnya. Merasakan intimidasi yang kuat dari sang ayah tidak membuat ken takut, ia justru merebahkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan tangan terlipat di depan dada. Alih alih tertekan ia justri menatap itachi dengan pandangan yang tidak kalah dinginnya dengan wajah yang masih memberengut sebal. Melihat interaksi ayah dan anak itu membuat hinata hanya bisa menghela nafas lelah, menjadi nyonya uciha dan mengurus dua uciha yang sama sama memiliki sikap keras kepala membuat ia membutuhkan kesabaran ekstra, ia hanya berharap semoga ia tidak cepat menua menghadapi tingkah kekanakan ayah dan anak itu.

"kalian berdua, hentikan.. Ken-kun berhenti menentang ayah mu seperti itu, dan itachi-san berhenti mengajak nya bertengkar. Kita sedang berada dalam acara keluarga." Ucap hinata gemas masih dengan berbisik pelan. ia kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling, menunduk dan tersenyum kikuk meminta maaf kepada berpasang mata yang mencuri pandang. Uciha fugaku hanya tersenyum melihat interaksi keluarga kecil itu, sebagai kepala keluarga yang mengadakan acara pertemuan pada hari itu ia tidak menegur kelakuan putra dan cucunya yang memang sedikit mengganggu. Pasalnya mereka baru saja akan membahas tentang rencana siapa generasi terbaru yang akan menjadi penerus serta memimpin perusahaan besar uciha di kemudian hari, hal ini memang sudah menjadi tradisi dalam keluarga. Bukannya menegur ia justru tersenyum bangga, dan para uciha yang hadir pada saat itu tentu saja tau karena alasan apa yang membuat kepala keluarga berwajah datar itu tersenyum sumringah. Memang tidak ada yang menyangka perjodohan yang fugaku lakukan dengan keluarga hyuga berjalan lancar, bahkan berjalan sangat lancar sekali. Terbukti dengan hadirnya bocah uciha yang memiliki kepintaran di atas rata-rata berhasil membuat uciha lainnya cemas. keluarga uciha terdiri dari beberapa keluarga besar yang terpisah yang masing masing dari keluarga itu di pimpin oleh seorang kepala keluarga, dan sudah dua kali berturut keluarga dari fugaku lah yang selalu mengepalai inti dari perusahaan besar yang uciha miliki. Memang benar para uciha memiliki otak yang jenius tapi terkadang ke jeniusan yang di miliki keluarga fugaku membuat uciha lainnya merasa iri. Merasakan berpasang mata yang menatapnya tidak membuat uciha muda itu merasa tertekan, ia justru dengan santai menyandarkan kepala nya kepada sang ibu dengan sesekali menguap kecil. Melihat tingkah lucu uciha muda itu membuat berpasang mata yang menatapnya tertegun, kemana hilangnya bocah arogan yang mereka lihat heberapa waktu lalu? Melihat hal itu naruto selaku sekertaris pribadi itachi bersiul takjub, karena begitu baik nya akting yang di buat oleh bocah yang satu itu. Naruto tersenyum masam mengetahui betapa sempurnanya refleksi sang uciha yang di turunkan pada ken, bahkan ia tidak menyisakan sedikit tempat sekalipun untuk hinata di sana. Melihat tingkah putranya, itachi hanyah menghela nafas dan mengacak gemas rambut ken.

#########################

Setelah pertemuan keluarga selesai, hinata berjalan di lorong rumah yang terlihat sedikit ramai. Ia baru saja akan menuju tempat parkir untuk bersiap pulang ketika sebuah suara menghentikan langkahnya.

"ia akan segera kembali." bisik seseorang di belakang nya, dan hal itu sukses membuat hinata mematung. Seseorang itu kemudian melangkah ke hadapan hinata, menunjukan surai kuning yang ia miliki.

"hei ken-chan, seperti nya kau sudah lelah. Ingin paman gendong sampai ke parkiran?" sapa naruto kepada ken yang sedang menggenggam lengan hinata.

"paman, kau sudah tau aku lelah jadi tolong menyingkirlah dari jalan ku. Kau menghalangi nya." jawab ken dengan Suara datar dan wajah yang merengut, dan hal itu justru membuat naruto tertawa terbahak. 'ya ampun, keseluruhan yang ada padanya adalah milikmu. Bukan hanya refleksinya tapi juga tingkah arogannya. Kau benar benar pria brengsek sasuke.' naruto berucap dalam benak, ia kemudian mengalihkan pandangan nya pada wanita yang masih saja mematung, wajahnya terlihat memucat.

"ia mengabariku bahwa ia akan segera kembali, meski pun aku tidak tau kapan tepatnya." ucap naruto akhirnya, menyadarkan hinata dari keterkejutan.

"memang kenapa? Kenapa kau memberitahu ku?" dengan tersenyum getir hinata berucap perlahan.

"hinata apa yang akan kau lakukan? Maksudku jika ia kembali bagaimana dengan itachi? Bagaimana dengan ken?." sama halnya hinata, naruto sedikit berbisik saat mengatakan itu. Berharap tidak ada seorangpun yang mendengar percakapan mereka.

"aku tidak tau naruto-kun, aku tidak tau. Tapi aku takkan memberikan ken kepada nya, memang apa pedulinya ketika ia tau ken telah hadir? Ia pergi meninggalkan ku, mungkin baginya enam tahun hanya setara dengan enam hari, tapi tidak dengan ku. Naruto-kun, kau juga tau bukan bagai mana penderitaan ku? Bagai mana.."

"auww, ibu kau terlalu kuat menggenggam tanganku." hinata menghentikan ucapannya, ia melihat ke arah ken yang sedang meringis. Tanpa hinata sadari ia telah meremas lengan ken dengan cukup keras yang membuat putranya itu merasa kesakitan. Hinata dan naruto saling melirik satu sama lain, mereka lupa ada seseorang yang dari tadi terus saja diam mencuri dengar percakapan yang mereka lakukan. Meraka tau ken bukanlah bocah biasa, ia pasti sudah menganalisis apa yang baru saja ia dengar, terbukti dengan raut bingung dan penasaran yang tertera di wajahnya. Melihat hal itu naruto menutup mulutnya menahan tawa. Terkadang di saat ken sedang memikirkan sesuatu ia akan menjadi sangat sulit untuk di baca, tetapi terkadang juga ia sangat mudah di terka. 'hinata, kau memberikan gen mu pada tempat yang salah. Seorang uciha yang mudah di terka? Yang benar saja?'. dengan kalimat terakhir yang naruto ucap dalam benak nya, ia tertawa terbahak melihat seorang uciha kenichi. Lembut tetapi juga tajam menusuk, perpaduan yang tidak terlalu buruk.

"maaf ken, apakah ibu menyakitimu?" tanya hinata sambil berjongkok di depan putranya.

"iya, ibu menyakitiku." ken menjawab masih dengan wajah yang meringis. Hinata mengusap lembut jari jari mungil ken yang tidak sengaja ia remas dan sesekali meniup nya berharap rasa sakit yang ken rasakan segera hilang.

"baiklah kalau begitu, hinata aku pergi duluan. Kalian hati hati lah di jalan." ucap naruto dengan cengiran di wajahnya, sepertinya ia sudah bisa menghentikan tawa nya, lalu kemudian ia pun berlalu.

"naruto-kun sampai kan salam ku kepada sakura-chan." sebelum naruto hilang dari pandangannya, hinata sedikit berteriak kepada naruto dan hanya di balas dengan lambaian tangan oleh pemuda bersurai kuning itu.

#########################

sesampainya di kediaman yang ia tempati, hinata segera turun dari mobil tanpa memasukan mobilnya ke garasi terlebih dahulu. Ia lebih memilih memberikan kunci mobilnya kepada kou, seorang pelayan hyuga yang sudah melayaninya dari kecil. Ketika hinata menikah dan berkeluarga, ayahnya hiasi hyuga memutuskan untuk pergi ke luar negri lebih tepatnya ke tempat kelahiran ibunya. Ayah nya lebih memilih untuk mengurusi perusahaan hyuga yang ada di sana dan juga untuk mengurusi makam mendiang ibunya. Tetapi kou lebih memilih tinggal dengan hinata karena sebelum wafat ibunya berpesan agar kou tetap mendampingi dan mengawasi hinata.

Hinata berjalan memasuki rumah dengan ken yang berada dalam gendongannya. Putra semata wayangnya itu mungkin benar benar sangat lelah, terbukti dengan ken yang sudah terlelap bahkan saat perjalanan menuju rumah belum ada setengahnya. Saat hinata akan menaiki anak tangga menuju lantai dua ia menghentikan langkahnya. Hinata melihat seorang gadis kecil yang lebih tua beberapa minggu dari ken itu menatapnya dengan boneka beruang yang berada dalam pelukannya. Gadis kecil itu menuruni anak tangga, ia menghampiri hinata yang masih diam di tempatnya. Untuk beberapa waktu lalu hinata melupakan gadis kecil itu, hinata lupa bahwa hari ini adalah sabtu malam dan itu berarti putri dari suaminya itu akan berada di rumah ini.

"yuki, kau belum tidur?" sambil menaiki anak tangga hinata bertanya kepada yuki yang berada di sampingnya.

"belum, aku tidak bisa tidur. Aku sedang menunggu ayah pulang." yuki menunduk, ia mengeratkan pelukan pada boneka beruangnya. Entah apa yang terjadi pada hari ini, wajah bibi hinata tidak menunjukan persahabatan seperti biasanya. Meskipun ia terlahir dari wanita yang berbeda, bibi hinata tetap menerimanya ia tidak membenci yuki sebanyak apapun luka yang ibu yuki berikan pada bibi hinata di masa lalu. Bahkan bibi hinata tidak pernah membedakan ia dan ken, bibi hinata memberikan perhatian yang sama kepada ia dan ken. Tapi apa yang terjadi? Kenapa tidak ada senyuman lembut yang ia lihat sejak bibi hinata memasuki rumah?.

"tidurlah lebih dulu, ayahmu akan pulang larut malam ini. Ia sedang ada urusan pekerjaan dengan rekan bisnisnya." tanpa berbalik hinata meninggalkan yuki yang sedang menatapnya di ujung anak tangga yang baru saja mereka naiki, dan itu membuat yuki semakin yakin bahwa ada hal buruk yang baru saja terjadi.

Hinata membaringkan tubuhnya di atas kasur, ia baru saja menyelesaikan acar bersih bersihnya setelah ia membaringkan ken di kamarnya. Hinata melihat ke sekeliling ruangan yang ia tempati setelah ia menikah, ruangan yang terasa dingin dan juga sepi setelah ken memiliki kamar untuk dirinya sendiri. Bukan karena ken sudah tidak lagi tidur di kamar hinata tapi karena sejak ken tidak lagi tidur di ruangan itu itachi pun memutuskan untuk tidak lagi tidur di sana. Bahkan suaminya itu sudah tidak lagi menyentuhnya sejak ken lahir, mereka memang tidak lagi melakukan hubungan suami istri sejak itachi tau bahwa yuki telah hadir dalam rahim wanita lain. Karena bahkan jauh sebelum itu rasa cinta sang suami sudah bukan lagi miliknya. Perlahan air mata membasahi pipi ibu satu anak yang masih terlihat cantik itu, hanya dengan melihat ruangan yang ia tempati membuat ia kembali teringat dengan luka lama. Kata kata yang itachi ucapkan ketika malam pertama mereka membuat hinata menangis tersedu seperti sekarang, malam pertama yang penuh dengan luka dan air mata. Bukan hanya tentang lukanya tetapi juga luka suaminya, luka yang sakura alami, luka yang ino rasakan. Dengan perasaan bersalah dan juga air mata, kelelahan merenggut kesadarannya. Hinata kemudian tertidur, dengan mimpi buruk yang siap membuat lukanya kembali terbuka.

#########################

Malam pertama yang seharusnya menjadi malam paling bahagia bagi pasangan baru, tetapi tidak bagi pasangan yang siang tadi baru saja melakukan resepsi pernikahan. Mereka tetap saja diam sejak mereka memasuki kamar, bahkan sejak mereka masih dalam perjalanan menuju rumah itu. Sepertinya tidak ada satu pun dari mereka yang mencoba untuk memulai percakapan, bosan dengan kebisuan membuat hinata memutuskan untuk membersihkan wajah dan melepaskan riasan yang ia gunakan, sementara itachi masih sama seperti semula saat ia memasuki ruangan itu. Itachi hanya bersandar di kepala tempat tidur tanpa berganti baju terlebih dahulu, setelan yang ia kenakan saat resepsi pernikahannya masih melekat dengan rapih di tubuhnya. Setelah selesai dengan acara bersih bersihnya hinata pun berdiri dari tempat duduk nya, ia bersiap menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.

"aku mencintainya hinata, aku mencintainya." belum sempat lengan hinata menyentuh gagang pintu kamar mandi ia berhenti, bulir air mata dengan perlahan mulai berjatuhan dari matanya. Itachi memandangan hinata dari tempat ia duduk dengan pandangan penuh penyesalan dan luka, itachi tau ini sepenuhnya adalah kesalahannya. Tetapi ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, ketika perasaannya telah berpindah hati dan lebih memilih wanita lain, siapa yang bisa mencegahnya? Cinta tidak bisa di tetapkan kepada siapa rasa itu hadir dan kepada siapa rasa itu di berikan.

"hinata maafkan aku, aku tidak bisa menerimamu. Aku mencintainya, seberapa pun berusahanya kau membuatku berpaling, aku tetap tidak bisa menerimamu." hinata semakin terisak, ia meremas perutnya dengan lembut. Hinata tau, sangat tau, sekeras apa pun ia berjuang itachi takan bisa kembali lagi padanya. Perasaan laki laki itu padanya tak lagi ada. Itachi melihat gerakan yang hinata lakukan dan hal itu membuat itachi menghela nafas lelah, ia memejamkan matanya dan memijat pelipisnya yang terasa pening.

"aku hanya akan menerima bayi yang sedang kau kandung, karena dia adalah anakku. Tapi tidak denganmu hinata, aku tidak akan pernah bisa menerimamu dan kau harus tau itu." hinata memegang gagang pintu dengan tangan yang gemetar, ia lebih memilih tak lagi mendengarkan apa yang itachi ucapkan. Karena ia tau itu, ia sudah tau bahkan sebelum itachi memberi taunya. Hinata menyalahkan shower dan terduduk di dalam kamar mandi, ia menyenderkan dirinya pada pintu yang berada di belakangnya. Ia terisak, tangis nya tak bisa di redamkan bahkan dengan suara air yang mengguyur seluruh tubuhnya. Rasanya sakit, sangat saki, seperti tertusuk sebuah belati berkarat, ia sudah tidak lagi peduli dengan gaun pengantin yang seluruhnya sudah mulai basah, ia bahkan sudah tidak peduli dengan tubuh gemetarnya karena hawa dingin yang ia rasakan, ia tidak peduli dengan matanya yang akan membengkak ketika ia bangun ke esokan paginya. Ia hanya ingin menangis, menumpahkan segala rasa sakit dan luka yang ia rasakan dengan air mata. Hinata berulang kali mengelus dan meremas lembut perutnya.

"sasuke.. " di tengah isak tangisnya ia menyebutkan nama seorang pria yang sedang sangat ia rindukan, tetapi juga yang membuat semua masalah ini terasa lebih runyam.

=====================bsb