Awalnya aku sama sekali tidak mengerti tentang wanita. Tapi berterima kasih ada Hinata yang benar-benar membimbingku sedikit demi sedikit untuk memahami makhluk yang ditakdirkan mendampingi lelaki itu. Enam bulan pacaran dan dua tahun menikah cukup membuatku memahami wanita. Hinata merupakan guru terbaik bagiku. Banyak sekali pelajaran yang kudapat dalam memahami wanita selama berumah tangga. Salah satu pelajaran dasar yang kupelajari pertama kali adalah wanita suka memperbesar masalah. Tidak penting baginya itu masalah sepele atau bukan, karena setiap masalah merupakan hal gawat yang perlu ditangisi ramai-ramai.

Aku mendapatkan pelajaran itu saat tiga bulan kami tinggal bersama...

"Naruto kun!" teriak Hinata Histeris lalu menghambur kepelukanku. Aku yang sedang menonton bola terkejut bukan main melihat ia panik.

"A-ada apa? Ada yang menyakitimu?" dengan terbata-bata aku bertanya padanya. Ia yang sudah lebih dulu panik menjangkitiku pula dengan kepanikannya.

"Lebih buruk!" teriaknya di wajahku. Sorakan gol dari tv tak kuacuhkan. Tak ada yang lebih buruk dari Hinata yang kesakitan. Aku mencoba menenangkannya dengan memeluknya lalu mengusap rambut panjangnya berulang kali. Tiba-tiba ia mengangkat kepalanya meminta atensiku.

"Lihat!" Ia kemudian menunjuk dagunya yang terdapat bintik kemerahan.

"Aku jerawatan!" Lengkingnya. Seketika aku cengo. Aku bahkan tak menyadarinya jika ia tak menengadahkan wajahnya. Bahkan sebelum ia melengkingkan kata jerawat mataku malah jelalatan melihat leher lembutnya.

"Oh..." kataku. Itu bukan masalah besar.

"Apa? Itu saja...? Apa Naruto kun tidak menyayangiku?" Aku tersedak kebingungan. Kenapa Malah jadi begini?

"Ehem... Maksudku Hinata tetap masih cantik. Itu bukan masalah besar. Bahkan Aku tetap suka jika Hinata jerawatan sekalipun" ujarku menenangkan. Tapi nyatanya ia tidak tenang dan bahkan wajahnya makin tertekuk.

"Naruto kun ingin aku jelek dan jerawatan?" Katanya spontan. Aku kehabisan kata-kata dengan kesimpulannya. Kenapa endingnya begini? Bergegas ia keluar dari pelukanku.

"Malam ini Naruto kun tidur di sofa!" katanya sambil membanting bantal ke wajahku. Aku jadi bingung, kenapa masalah jerawat membuatku berakhir tidur di sofa?

...Dan yang terparah dari semuanya aku juga menjadi merasa bersalah dari masalah yang bahkan aku sendiri tidak terlibat di dalamnya. Akhirnya sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar aku meminta pengampunannya.

Malam itu merupakan pelajaran pertamaku tentang wanita. Walaupun endingnya Hinata jadi kasihan dan mengajakku dini hari kembali ke kamar aku tetap tak bisa melupakan kemarahan pertama Hinata.

Hinata saat pacaran tidak pernah secemas itu tentang penampilan. Tapi melihatnya malam itu, aku seperti membuka lembar aib masing-masing dalam pernikahan. Setelah memecah celengan untuk beli ramen, aku menyogoknya dengan membelikan roti gulung kayu manis agar dia memaafkanku.

Walau begitu, aku tidak menyesal untuk menikah. Nyatanya menikah lebih banyak faedahnya dari pada jomblo. Setiap kali aku merasakan kekurangan Hinata buru-buru aku memikirkan kebaikan yang selalu ia berikan setiap hari. Karena kelemahan Hinata tidaklah seberapa dari kelebihannya yang membuatku seperti mendapat hadiah utama dalam undian berhadiah.

Menikah membuatku merasa aku memiliki seseorang yang selalu mengkhawatirkanku. Setiap pulang kerja ada yang menyambut kita dan membuatkan makan malam. Kadang jika Hinata dalam mood yang pas aku bahkan dapat doorprize jatah malam. Bayangkan kalau aku menyewa orang lain untuk melakukannya, berapa banyak uang yang harus ku keluarkan. Belum lagi dosa zina yang harus di tanggung. Jika ada Hinata aku bahkan tidak mengkhawatirkan sarapan ataupun pakaian untuk besok. Semuanya beres!

Aku menyayangi Hinata. Hinata yang lucu, imut dan menggemaskan. Walau saat pms ia seperti kucing tetangga yang suka nyakar bahkan sebelum disentuh. Aku menyayangi sepenuh hatiku seperti aku meyakini dia yang mencintaiku dengan sepenuh hatinya.

Hinata yang terlihat kecil dan lembut dalam pelukanku. Hinata yang makannya seperti musafir tidak makan tiga hari. Hinata yang selalu mengantarkanku ke depan pintu setiap berangkat kerja.

"Naruto kun... semangat kerjanya, Supaya dedek bayi dapat lahir sehat dan selamat"

"Hinata... Kau hamil?!"

Tamat

10 Juli 2018