Title: Enceladus
Author:Blue Anomaly
Naruto By Masashi Kishimoto
Warning: Yaoi, OOC, Typo bertebaran
Main pairing: SasuNaru
-Prolog-
Pada tahun 2067 sebuah tragedi yang mengemparkan dunia terjadi.
Seorang astronot berkebangsaan Jepang terkubur hidup-hidup di salah satu bulan yang mengelilingi Saturnus, Enceladus. Demi sebuah misi yang diharapkan dapat menemukan tempat singgah baru untuk umat manusia saat planet biru yang selama ini di huni semakin sekarat karena ulah manusia sendiri.
Misi untuk menyelamatkan umat manusia, sebuah misi yang kini mengandung ironi ketika sang astronot bahkan tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
Terisolasi dari dunia yang selama ini ia kenal sang astronot pun hanya bisa bernyanyi dan mengenang hidupnya yang ia tahu tak akan lama lagi.
Lagu pertama yang ia nyanyikan adalah sebuah lagu yang teringat samar di pikirannya. Lagu yang pernah dinyanyikan ibunya saat ia masih kecil dulu itulah yang menjadi satu-satunya hal yang ia ingat tentang ibunya. Kehilangan sosok ibu di usia belia membuatnya tidak bisa mengingat banyak hal tentang wanita itu. Semua kenangan tentang ibunya seolah ikut sirna dalam pikirannya tak peduli seberapa keras ia mencoba mengingatnya.
Hanya sedikit yang ia ingat,
Rambut merah ibunya yang terlihat indah di bawah pendar cahaya senja,
Suaranya yang lembut dan menenangkan,
Hanya itu.
Untuk pertama kalinya sejak ia terjebak di bongkahan batu empat puluh lima jam yang lalu, di tempat yang asing dan terisolasi di tata surya sang astronot pun menangis.
Dan tanpa ia sadari pula pada saat itu jutaan orang di bumi ikut menangis bersamanya.
Longsor itu terjadi empat puluh lima jam yang lalu.
"Apakah pesawat penyelamat sudah di kirimkan?"
Entah sudah berapa kali pertanyaan yang sama di lontarkan ke arah sosok pria berambut kelabu yang kini sedang berdiri didepan kerumunan wartawan. Sebuah konfersi pers digelar setelah pengumuman tentang nasib sang astronot di publikasikan. Puluhan wartawan dari berbagai media di seluruh dunia berkumpul mencoba menggali infromasi dari pihak yang bertanggung jawab dengan insiden itu.
"Kami sedang mengusahakan misi penyelamatan secepat mungkin" jawab pria itu datar, ia berbohong.
Sebuah kebohongan namun itulah yang ingin didengar oleh puluhan wartawan itu, atau bahkan seluruh masyarakat.
Andaikan saat ini ia bisa mengatakan yang sejujurnya pada mereka.
Hatake Kakashi, nama pria berambut kelabu itu tahu jika saja ia memberitahu yang sebenarnya pada mereka maka situasi akan semakin runyam.
Karena sesungguhnya tak mungkin untuk menyelamatkan sang astronot. Butuh waktu yang tak singkat untuk melakukan perjalanan ke Enceladus, terlebih lagi melakukan penyelamatan untuk seorang astronot yang tertimbun batu. Itu pekerjaan yang tak mudah bahkan mungkin mustahil di lakukan dalam waktu yang singkat.
Karena sesunggunya seberapa cepat pun mereka sampai disana, semuanya sudah terlambat.
Tanpa sumber makanan dan air sang astronout perlahan akan mati kelaparan. Udara yang kini masih bisa dihirup oleh sang astronot pun hanya akan bertahan selama 6 hari dan sang astronot akan mati tercekik saat tak ada lagi udara yang mengisi paru-parunya. Saat itu terjadi maka umat manusia akan belajar akan satu hal,
Manusia tidak bisa menghindari kematian
Terdengar kejam memang, tapi ini adalah satu-satunya cara agar manusia sadar dengan perbuatan mereka yang selama ini merusak planet mereka sendiri. Bahwa akibat perbuatan mereka seseorang harus mati dengan cara yang menyedihkan, sendirian di sebuah tempat yang asing.
Oleh karena itulah pemerintah dari puluhan negara memperintahkan untuk menyiarkan saat-saat terakhir sang astronot ke penjuru planet.
Televisi, radio, internet, koran dan majalah semuanya memuat berita yang sama.
Seluruh dunia untuk sesaat menjadi hening, seluruh mata tertuju pada sang astronot yang bahkan tidak tahu bahwa setiap tarikan nafasnya kini sedang disaksikan oleh jutaan umat manusia.
Headset yang seharusnya memungkinkan ia untuk mendengar instruksi dari bumi dan berkomunikasi sudah hancur ketika sebuah batu menimpa helmnya. Hampir semua komunikasi terputus saat itu, hampir semua karena tanpa ia sadari kamera yang tertanam di helm nya tidak rusak ketika longsor terjadi dan speaker yang ia kira rusak itu masih bisa merekam dengan jelas suara deru nafas dan nyanyiannya.
Tanpa ia sadari saat itu ia sedang bernyanyi untuk seluruh umat manusia yang ia coba selamatkan.
Sang astronot terus bernyanyi, mencoba mengisi kesunyian yang menyesakan itu. Sembari bernyanyi pikirannya melayang jauh ke saat dimana semua cerita ini dimulai.
-to be continued-
Author note:
Yo, diriku kembali dengan cerita baru walaupun cerita yang lama belum di update karena kendala file yang kehapus entah kemana, gomen nee. Untuk cerita kali ini jika tidak ada halangan di usahakan untuk update mingguan, draft chapter selanjutnya dalam tahap pengeditan dan mudah-mudahan bisa di upload dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
kritik dan saran sangat ditunggu~
