My Bride worth a million dollars
Warnings : shonen ai, AU, OOC, OC, typo(s), alur yang terlalu cepat, Nonsense, bahasa yang tidak sesuai dengan EYD atau ambigu, penggunaan tanda baca yang abal-abal, dll
Kuoko no Basuke is Tadatoshi Fujimaki's. I do not own anything except the plot
Don't like don't read don't flame
A/N: hola... udah lama nih ngak nulis cerita (w). saya dalam mood yang bagus untuk menulis cerita dengan plot yang super pasaran wkwkwkwkwk/digampar. Ok untuk sementara saya akan fokus untuk menulis cerita ini dan Idiots and the princess. Seperti biasa tolong review dan beri pencerahan demi kelangsungan cerita /alaybangetih
Ok banyak banget ceritanya. Enjoy and i am sorry
.
.
Lelah, keringat, haus, dan juga bau. Itulah kondisi pemuda manis dengan surai dan iris sewarna langit musim panas ini. Bekerja sambilan sebagai pengantar makanan di kedai ramen baiklah bukan cuma sebagai pengantar. Namanya adalah Kuroko Tetsuya. Pria manis ini juga membabat semua lowongan pekerjaan sambilan. Tapi apa daya, kondisi fisiknya yang tidak mendukung selalu membuatnya diberhentikan dengan halus (soalnya pemilik toko tidak tega jika memberhentikannya dengan kasar). Pemuda ini terus mengayuh sepedanya dengan semangat walau tenaga sudah nyaris pada angka nol. 'Dua rumah lagi dan aku bisa pulang.' Dirinya membatin.
Dengan semangat ia terus mengayuh sepeda dan membawanya pada rumah di ujung jalan. Rumah yang cukup besar menurutnya. Denganpapan nama bertulisan Shimada, tembok bercat putih tulang, atap berwarna coklat kayu dan pagar setinggi 1,5 meter berwarna serupa dengan tembok rumah. Kuroko menghentikan sepedanya dan menepi ke trotoar. Pada pagar itu terdapat tombol bel dan kertas peringatan yang sudah sedikit luntur akibat hujan. Kuroko mengambil makanan pesanan yang terbungkus rapi dari sepedanya dan berdiri tepat di depan gerbang pagar. Ia menelan sedikit ludahnya usai membaca tulisan 'Awas anjing galak' pada kertas itu dan berdoa agar dirinya tidak bertemu dengan anjing itu. Ia menekan tombol putih putih yang kotor karena debu sebanyak dua kali dan diam menunggu.
Setelah dua menit pintu rumah dengan warna coklat kayu dan ukiran rumit itu terbuka. Awalnya ia mengira orang yang memesan ramen ini yang akan datang tapi dugaannya salah. Anjing Siberian Husky berlari dari balik pintu dengan semangat, ia terus menggonggong pada Kuroko. Kuroko ketakutan dengan anjing yang terus menggonggong di depannya yang hanya dihalangi oleh pagar besi, tapi setelah melihatnya dengan baik anjing ini sepertinya sedikit bersemangat melihat Kuroko. Ia terus melihat mahkluk berbulu panjang dan halus itu, bulunya seperti salju yang jatuh pada bulan Desember tertiup angin dengan lembut, kedua iris berwarna kuning emas seperti kucing dan ekornya yang bergoyang-goyang dengan semangat.
"Wah, kau orang yang beruntung, Snowy jarang menyambut orang seperti itu." Suara itu mengagetkan Kuroko sesaat. Dari jauh ia melihat seorang gadis dengan rambut berwarna hitam di kuncir kuda berjalan mendekatinya dan Snowy. Gadis itu mengenakan T-shirt berwarna Tosca bertulisan 'live suck' dan celana denim selutut.
"Maaf sudah membuat anda menunggu." Kuroko membungkuk dengan sopan
"Ah, tidak apa-apa. Awalnya kukira tidak ada orang didepan tapi setelah melihat snowy menggonggong ke arahmu aku cukup terkejut. Kau seperti hantu saja."
"Ah kalau begitu maafkan aku." Kuroko Membungkuk untuk kedua kalinya "Orang bilang aku memiliki hawa keberadaan yang sangat tipis."
"Yah memang benar. Ngomong-ngomong kau bukan orang yang biasanya mengantar ramen ke sini, apa kau karyawan baru?"
"Aku sudah lama berkerja disana, tapi sebagai pelayan bukan pengantar."
"Begitu. Tunggu sebentar aku akan membuka kuncinya." Dengan kunci yang ia bawa ia membuka gembok dan langsung membuka gerbang pagar. Memanfaatkan gerbang yang terbuka snowy langsung berlari keluar dan mendorong Kuroko dan mengakibatkan ia jatuh ke tanah.
"Ah Snowy jangan menjilatinya! Dasar anjing nakal! Maaf yah, sepertinya Snowy sangat menyukaimu." Snowy terus menjilati wajah imut Kuroko sementara yang dijilati hanya tersenyum lembut dan mengelus kepala Snowy.
"Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong ini pesanan anda." Kuroko menyerahkan sebungkus plastik dan menerima uang yang diberikan gadis didepannya. Setelah menerima uang itu Kuroko menghitungnya dan ternyata uang yang ia terima lebih dan ia tidak memiliki kembalian.
"Maaf tapi uangnya lebih dan aku tidak memiliki kembalian."
"Tidak apa-apa. Kau bisa mengambil kembaliannya, anggap saja sebagai tip."
Kuroko sedikit terkejut. Ia mengedipkan matanya sekali, dua kali lalu menyimpan uang itu dikantongnya. Ia berdiri setelah mendorong Snowy dengan pelan dan langsung membungkuk lagi.
"Terima kasih banyak." Ucapnya halus.
"Kau terlalu banyak membungkuk. Siapa nama mu?"
Kuroko langsung menegapkan tubuhnya. "Kuroko Tetsuya."
"Namaku Shimada Fumiko, senang berkenalan denganmu."
"Senang bertemu denganmu juga. Maaf Shimada-san tapi aku harus pergi mengantar lagi."
"Oh baiklah. Hati-hati dijalan." Kuroko menaiki sepedanya dan mengayuh menuju jalan. Meninggalkan Shimada dan Snowy. Setelah melihat penggung Kuroko yang menjauh Shimada mengajak Snowy masuk rumah dan mengunci gerbang pagar. Wajahnya sedikit memerah dan tersenyum dengan geli.
"Anak tadi cukup imut yah Snowy." Ucapan Shimada dibalas dengan gonggongan penuh semangat dari Snowy.
O-p-i-t-i-o-p-i
Setelah mengantar pesanan terakhir ia langsung pulang menuju rumah tercintanya setelah pamit pulang pada pemilik kedai ramen. Ia membawa sepedanya masuk rumah setelah ia tiba. Kuroko adalah anak yang kurang mampu dan sudah hidup sendirian selama lima tahun. Kedua orang tuanya kabur dan hanya menyisakan sedikit uang dan sepucuk surat kepergian mereka. Kuroko tidak membenci mereka malah ia sangat menyayangi kedua orang tuanya dan berharap mereka segera pulang.
Kedua orang tuanya dulu adalah pengusaha yang cukup sukses. Tapi pada saat Kuroko kelas 1 smp kedua orang tuanya pergi entah kemana karena bangkrut, meninggalkan Kuroko kecil sendirian. Setelah orang tuanya pergi ia selalu dikejar orang-orang yang menagih utang kedua orang tuanya. Bersyukurlah ia karena memiliki hawa keberadaan yang tipis. Dengan mudah ia bisa lolos dari kejaran orang-orang itu. Tapi Kuroko tidak bisa terus kabur dan bersembunyi saja.
Ia mulai mencari pekerjaan walaupun masih smp. Tidak banyak yang mau menerimanya. Itu disebabkan karena ia masih kecil dan terlihat lemah. Tapi ada satu tempat yang mau menerimanya. Setelah memulai kerja ia sudah terbiasa hidup sendiri dan pada saat ia lulus smp Kuroko menjual rumahnya dan memberikan uangnya pada orang yang terus menagih utangnya. Tapi sayang uang itu jauh dari kata cukup dan mengharuskan Kuroko bersembunyi lagi.
Sekarang ia tinggal pada gubuk kecil yang terbuat dari kardus dan papan sisa yang ia dapatkan. Gubuk itu berada dibawah jempatan. Tidak ada listrik, Kuroko hanya memanfaatkan pencahayaan dari lampu jembatan dan matahari. Untuk urusan makan dan mandi ia akan melakukannya di tempat ia berkerja. Kuroko melepaskan jaketnya dan meletakkan di lantai, lalu mengambil botol air dan langsung meminumnya.
Sebenarnya pemilik kedai ramen tempat ia berkerja sudah menyuruhnya untuk tinggal disana tapi Kuroko menolaknya. Setelah selesai minum ia menutup botol itu dengan penutupnya dan melihat langit yang berwarna kelabu dari balik Jendelanya dengan kaca yang retak. Guntur terdengar sangat keras membuat Kuroko merasa tidak nyaman. Ia duduk bersila dan mengambil buku yang ia pinjam dari perpustakaan. Ia membacanya dengan tenang tapi tetap saja tidak dapat menghilangkan rasa khawatirnya.
Zraaaassssshhh
Hujan turun dengan sangat deras. Rumput yang berdiri tegak kini mulai menunduk karena derasnya rintik-rintik hujan. Ketakutan Kuroko menjadi kenyataan saat air merembes masuk ke gubuknya. Kuroko melihat keluar dan yakin rumahnya bukan pilihan yang tepat jika mau berlindung dari hujan lebat seperti ini. Kuroko segera mengambil tas dan memasukkan barang-barang seperlunya. Ia mengeluarkan sepedanya dan mengenakan Jas hujan pemberian seseorang, ia mengayuh sepedanya menuju satu tempat dimana ia bisa berlindung dari hujan deras.
O-p-i-t-i-o-p-i
Kedai ramen dengan tulisan 'Rango Ramen' adalah tempat yang cukup ramai dan terkenal dengan harganya yang murah dan rasanya yang cukup enak. Walaupun sedang hujan lebat pelanggan setia tetap datang makan disana. Di depan pintu masuk kedai itu berdiri seorang gadis muda dengan memegang tumpukan kertas. Perawakannya tidak terlalu tinggi dan juga tidak pendek. Rambut hitam sebahu dan terdapat jepitan berbentuk kelinci yang mempercantik rambutnya.
"Selamat datang di Rango Ramen. Kami menyediakan payung bagi pelanggan yang tidak membawanya." Ia terus mengajak orang untuk makan disana walaupun kedai itu sudah nyaris penuh.
"Ano... Haruhi-san."
Gadis itu tersentak dan berbalik karena mendengar suara. Ia melihat sisi kanan dan kirinya yang dipenuhi dengan orang yang berlalu lalang membawa payung atau mengenakan jas hujan tapi sepertinya tidak ada orang yang memanggilnya.
"Perasaanku saja atau-"
"Aku disini."
Haruhi tersentak kaget dan melempar beberapa lembar kertas karena sosok Kuroko sudah berada di depannya.
"Ku-Ku-Kuroko-kun." Jawabnya dengan terbata-bata. "Apa yang kau lakukan disini? Bukannya jam kerjamu sudah selesai?"
"Begitulah Haruhi-san. Rumahku bocor dan terpaksa aku harus berada disini sampai hujan reda." Jawabnya datar.
"Lalu dimana sepedamu?"
"Aku sudah memarkirnya di samping kedai."
"Ah... kalau begitu masuklah." Mereka berdua memasuki kedai. Kuroko melepaskan jas hujannya dan menggantungnya di tempat yang sudah disediakan.
"Apa kau sudah makan?"
"Aku sudah sarapan Haruhi-san."
"Sekarang sudah jam 3 sore." Sejenak mata Haruhi beralih melihat celana Kuroko."Oh tuhan lihat celanamu yang basah kuyup! Apa kau tidak membawa celana cadangan?"
"Umm kau tau'kan Haruhi-san aku orang susah jadi-"
"Ah maaf. Kalau begitu cepat ganti baju, habis ini kita akan pergi ke mall dan membelikanmu baju."
Manik mata Kuroko membesar, tapi segera mengecil dan kembali ke ekspresi sedatar tembok.
"Tidak usah Haruhi-san. Aku hanya sebentar disini jadi-"
"Tidak! Kau akan ganti baju dan kita akan berangkat setelah aku menelpon taksi."
"Tapi-"
"Jika kau masih berani membantah maka gaji bulananmu akan kupotong." Setelah mendengar perkataan Haruhi Kuroko tidak berani membantah lagi. Kuroko melangkah menuju kamar kecil untuk berganti pakaian sementara Haruhi menelfon taksi untuk segera menjemput mereka.
Haruhi Himeji itulah nama lengkap gadis dengan jepitan kelinci ini. Dia adalah pemilik kedai ramen ini dan teman baik kakak Kuroko. Awalnya kedai ini milik ayahnya, tapi beliau pergi ke Hokaido dan menunjuk putri semata wayangnya untuk melanjutkan bisnis. Haruhi menerima Kuroko karena ia merasa kasian padanya. Ia sudah ditinggal kakaknya yang belajar di Kyoto pada umur sembilan tahun dan umur dua belas tahun kedua orang tuanya pergi entah kemana dan untungnya meninggalkan sedikit uang.
"Kuroko-kun taxi sudah datang."
"Baiklah Haruhi-san." Sebelum mereka meninggalkan kedai itu Haruhi berpesan kepada koki atau tangan kanan Haruhi untuk menjaga kedai itu selama ia pergi. Mereka berdua memasuki taksi dengan Haruhi yang pertama masuk dan Kuroko menyusul setelahnya.
Selama perjalanan Kuroko dan Haruhi hanya diam. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing sampai Kuroko memecahkan keheningan.
"Maafkan aku Haruhi-san karena sudah membuatmu kerepotan." Haruhi yang sibuk menatap kendaraan kini menoleh ke arah Kuroko. Alisnya terangkat sebelah menunjukan ekspresi kebingungan dan tidak setuju.
"Apa yang kau bicarakan Kuroko-kun." Haruhi menghela nafas. "Kau itu sudah seperti adikku sendiri. Tenang saja, uang yang kupakai ini tidak akan mempengaruhi gajimu. Kebetulan di mall itu lagi ada potongan harga besar-besaran, kau juga hanya memiliki sedikit baju dan celana dan kebetulan aku juga mau belanja." Kuroko sweatdrop, ternyata atasannya ini memiliki maksud tersendiri mengajaknya berbelanja. Tapi Kuroko tersenyum saat melihat atasannya yang sibuk menceritakan apa saja yang akan dia beli saat mereka tiba nanti. Kuroko sekarang berumur sembilan belas tahun dan sudah hampir tujuh tahun dia berkerja untuk Haruhi. Ia bersyukur karena selama ia susah masih ada orang yang mau menolongnya.
"Terimah kasih Haruhi-san." Gumam Kuroko.
"Hah? Kau barusan bilang apa Kuroko-kun?" Tanya Haruhi.
"Tidak ada Haruhi-san." Kuroko menggeleng. Sesaat Haruhi menatap Kuroko lalu ia kembali menceritakan pakaian-pakaian yang akan ia beli walaupun Kuroko tidak akan mengerti apa yang sedang mereka bahas.
O-p-i-t-i-o-p-i
Drap Drap Drap
Suara langkah kaki menggema di dalam koridor gedung mewah itu. Beberapa pria bersetelan jas lengkap dengan sunglasses dan headsed menempel di salah satu telinga mereka, berlari seperti mengejar atau mencari seseorang.
"Dia tidak ada disini." Sahut salah satu pria dengan setelan jas itu.
"Cari dia. Aku ingin kalian menemukannya sekarang!" Suara itu terdengar sangat keras dari seberang headset dan cukup memekakkan telinga. Para pria dengan tubuh yang tinggi, dan otot yang terlihat sangat jelas walaupun tersembunyi di balik jas. Tidak jauh dari sana seorang pemuda tampan dengan rambut merah seperti darah bersembunyi di balik dinding. Nafasnya tersengal-sengal dan ia berusaha mengatur pasokan oksigen yang masuk melalui mulutnya. Ia mengintip untuk memastikan jika para bodyguard itu sudah pergi atau belum. Tapi nasip baik tidak berada di pihaknya.
"Itu dia! Akashi Seijurou sama!" Salah satu bodyguard melihatnya. Oh lain kali ingatkan ia untuk lebih mengandalkan indra pendengaran dari pada indra penglihatannya. Tanpa tedeng aling-aling ia langsung melesat kabur meninggalkan tempat persembunyian yang sangat tidak efektif itu.
"Berhenti di sana tuan muda!"
Rasanya pemuda yang dipanggil tuan muda ini ingin menghajar para bodyguard itu walaupun ia yakin ia akan kalah dalah hal kekuatan. Langkahnya semakin dipercepat tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Saat berada pada perempatan koridor tiba-tiba seorang pelayan yang sedang mendorong satu peralatan bersih-bersih muncul. Bersyukurlah ia pintar dalam pelajaran penjaskes. Dengan gesit ia memajukan kaki kanannya melompati kereta dorong yang berisi kain pel dan sapu itu. Dan tanpa izin ia mengambil topi yang dipakai oleh pelayan dan langsung mengenakannya untuk menutupi surai merahnya yang indah selama ia melompat dalam waktu seperkian detik.
Beberapa bodyguard juga meniru perlakuan target yang mereka kejar ada yang berhasil melompatinya dan ada yang tersandung dan terjatuh. Masih mendengar suara dari para bodyguard itu membuat ia mengeram kesal dan meraih knop pintu, memutarnya dan langsung berlari melewati pintu yang menganga.
'Tinggal lobby lagi.' dirinya membatin. Ia menuruni anak tangga dengan sangat cepat dan terdengat suara Tak Tak Tak yang diciptakan kakinya. Setelah melewati tangga darurat gedung mewah itu ia langsung membuka pintu dan sudah tiba di lobby. Dengan perasaan yang sudah sedikit lega ia langsung menuju pintu keluar dan merasakan udara yang cukup hangat. Tapi baru saja keluar tiba-tiba tangan besar menarik kerah kemeja yang ditutupi dengan Tuxedo mahal. Sepertinya salah satu bodyguard sudah menduga hal ini akan terjadi.
"Maaf tuan muda. Saya ditugaskan untuk-"
"Heh~" Pemuda itu berbalik dan cukup membuat manik mata bodyguard itu melebar karena kaget.
"Sialan dimana tuan muda!" Geramnya kesal. Ia melepaskan cengkraman tangannya membuat pemuda itu terjatuh. Bodyguard itu menarik topi dengan paksa lalu menarik rambut merah palsu yang menyembunyikan rambut hitam aslinya. Pemuda yang berhasil menipu bodyguard itu menengadah dan menampil senyum yang mengejek sementara bodyguard itu melempar topi dan wig itu dengan kasar dan langsung menghubungi atasannya.
"Maaf. Tuan muda berhasil menipu saya dan kabur." Setelah beberapa detik melaporkannya melalui headset terdengar kata-kata yang cukup membuat bodyguard itu merinding dan kembali masuk didalam gedung.
.
.
Seorang pria dengan berpakaian ala butler memijat keningnya dengan pelan. Ia cukup takut untuk memasuki ballroom yang berada di belakangnya. Ia merapikan pakaiannya dan menghirup nafas dalam-dalam. Dengan sopan ia memasuki ruangan yang luas tersebut. Ia terus berjalan dan akhirnya tiba di dekat meja bundar yang beralaskan kain putih. Di atas meja itu terdapat dua botol wine yang terbuka, gelas-gelas wine yang terisi setengah dan seperempat, dua potong smoked salmon dan steak yang berada di atas masing-masih piring mewah dengan hiasan yang sepadan dan garpu lengkap dengan pisau yang tidak kalah mewahnya. Pria itu membungkuk sopan pada seorang pria berambut merah yang duduk di salah satu kursi di dekat meja itu, "Maafkan saya." Ia menelan ludahnya. "Tuan Muda berhasil kabur." Ucapnya dengan pelan.
Pria yang baru saja diberitahukan itu mengisyaratkan ia untuk pergi, pelayan itu mengangguk dan membungkuk sekali lagi dan pergi meninggalkan mereka.
"Ada apa Seito? Kau terlihat cemas. Apa kau baik-baik saja?" Tanya seorang pria didepannya sambil menyesap anggur digelas.
"Tidak apa-apa." Seito berseringai kecil. "Sepertinya perjanjian kita harus dibatalkan."
Pria yang berada di depannya tersedak. Dengan panik wanita yang diketahui sebagai istrinya mengambil serbet dan menghapus jejak anggur yang keluar dari mulutnya.
"Apa maksudmu?"
"Seijuurou kabur dan sepertinya perjodohan ini harus dibatalkan. Maafkan aku Teru tapi sepertinya kau harus menjodohkan putri semata wayangmu dengan orang lain."
Pria yang bernama Teru itu hanya menghela nafas. Ia memotong steak dan memakannya lalu diakhiri dengan menyesap anggur. Ia menyeka mulutnya dengan serbet dan beranjak berdiri disusul dengan istrinya.
"Baiklah aku bisa memakluminya." Terlihat sedikit ekspresi kekecewaan di wajahnya. "Kalau begitu aku permisi dulu Seito." Setelah melihat kepergian teru yang keluar melalui pintu Seito segera berbalik dan menatap sinis ke arah istrinya.
"Sudahku katakan berapa kali-" Wanita cantik dengan balutan gaun berwarna merah dan selendang sutra yang menutupi bahu dan sebagian lengannya menuangkan anggur ke dalam gelas dan meminumnya dengan pelan. Ia lalu meletakkan gelas itu di depannya. "Seijuurou akan kabur dan dia tidak akan pernah setuju dengan perjodohan ini."
"Aku tidak peduli. Anak itu akan menjadi penerus Akashi Corps dan dia harus mempunyai seorang pendamping hidup. Kau harusnya bisa membujuknya Akihiko."
Akihiko hanya tersenyum dan membenarkan letak selendang sutranya. "Aku menolak. Kau tau Seijuurou mewarisi sifat yang sama denganmu dan membujuknya bukanlah pilihan yang tepat." Akihiko berdiri dan mengambil tas genggam mewahnya yang sangat mahal. "Lebih baik kita pulang, dan aku tidak mau melihat pertempuran benda tajam diantara kalian berdua saat kita tiba dirumah." Akihiko berjalan dengan anggun keluar sementara suaminya Seito memijat keningnya yang tidak sakit dan melangkah keluar dari ruangan luas itu.
"Shinji." Panggilnya pada pelayan yang sudah memberitahukan kabar tentang kaburnya Akashi Seijuurou. Pelayan itu segera menghampirinya dan membungkuk dengan sopan.
"Ada apa Akashi-sama."
"Tolong antarkan kami pulang." Sambung Akihiko sambil tersenyum lembut.
"Baiklah Akashi-sama." Pelayan itu segera melangkah dengan cepat menuju basement dimana limosin mewah mereka terparkir.
"Tolong?" Tanya Seito dengan sinis.
Akihiko hanya memutar matanya dengan malas dan tidak menjawab pertanyaan suaminya.
.
.
.
Sebuah mobil limosin mewah berwarna putih yang diketehaui sebagai kendaraan milik keluarga Akashi Seito keluar dari gedung mewah tersebut. Seorang pria menyulut rokoknya dan menghisapnya dalam-dalam. Ekor matanya melihat limosin itu sudah menghilang diantara kerumunan mobil.
"Kau sudah bisa keluar sekarang tuan muda." Ucapnya santai.
"Seperti biasa." Akashi Seijuurou yang sesungguhnya keluar dari balik lorong di antara gedung. "Kebiasaan merokokmu tidak bisa dihilangkan Tanaka."
"Hm." Tanaka kembali mengisap rokok dan menghembuskannya. "Berapa banyak uang yang kau berikan pada anak muda itu untuk menipu Akashi-san?"
Akashi hanya tersenyum meremehkan dan bersandar di mobil sport hitam miliknya."Tidak banyak." Ia melipat tangannya dan menatap Tanaka sopir pribadinya. "Aku mau pergi jalan-jalan."
Tanaka memutar matanya dengan malas. Jika diberikan kesempatan kedua ia tidak akan mau menjadi sopir pribadi putra tunggal Akashi Seito. Tapi waktu tidak bisa diulang dan ia merutuki kebodohannya karena sudah tergiur lebih dulu dengan gaji yang ditawarkan.
"Kemana itu tuan muda?"
"Entahlah." Akashi mengibas asap rokok di depan wajahnya. "Aku hanya ingin pergi ke tempat orang biasa dan ku perintahkan untuk berhenti merokok atau aku akan memotong bibirmu."
Tanaka menghisap rokoknya yang tinggal setengah, lalu membuangnya ke jalan. "Baiklah tuan muda." Tanaka membuka pintu di bagian belakang dan Akashi memasuki mobil itu di ikuti dengan Tanaka yang duduk di jok pengemudi. Dengan kecepatan yang normal, Tanaka membawa mobil itu menuju jalanan.
O-p-i-t-i-o-p-i
"Apa kita perlu membeli ini semua Haruhi-san?"
"Tentu saja! Siapa yang tidak bosan jika melihat adikku memakai baju yang sama setiap hari!" Haruhi melihat label pada baju yang ia pegang. "Bukan yang ini."
Kuroko sweatdrop, ia sudah sangat banyak membawa T-shirt dengan berbagai warna.
"Umm Haruhi-san aku tidak punya uang unt-"
"Sudahku katakan!" Haruhi berbalik dan mengembalikan baju pada gantungannya "Aku yang akan membayarnya lagi pula habis ini temani aku berbelanja sepatu."
"Baiklah Haruhi-san." Kuroko hanya bisa pasrah dan mengikuti Haruhi dari belakang.
Kuroko dan Haruhi sudah sampai di mall satu jam yang lalu. Baru saja Kuroko turun dari taksi tiba-tiba Haruhi mengenggam tangan kanan Kuroko dan mereka melangkah dengan cepat memasuki mall. Suasana di dalam mall itu cukup ramai bagi orang yang mengejar baju dengan harga yang murah.
"Baiklah Kuroko-kun kupikir segini sudah cukup." Kuroko hanya mengangguk di balik tumpukan baju yang sudah menutupi wajah imutnya. Mereka pergi ke kasir dan membayarnya. well tidak semua baju yang dibawa Kuroko adalah miliknya, sebagian dari baju itu adalah milik Haruhi.
"Yosh! Kali ini temani aku beli sepatu yah~"
Kuroko hanya tersenyum lalu mengangguk. Haruhi berada di depan melompat-lompat kecil sedangkan Kuroko dengan kewalahan membawa tiga tas plastik besar berisi berbagai macam T-shirt. Haruhi terus berbicara tentang barang-barang yang akan ia beli sementara Kuroko hanya diam mengikuti sambil melihat butik yang berjejer rapi di dalam mall itu. Kuroko selalu berpikir kapan kakak dan orang tuanya akan pulang lalu mereka akan menghabiskan akhir minggu bersama seperti keluarga yang normal pada umumnya. Ia menghela nafas lalu melirik untuk memastikan keberadaan Haruhi di depannya.
Ia kembali sibuk melihat keadaan sekelilingnya sambil terus mendengar suara Haruhi. Hingga gerombolan remaja putri yang sangat berisik tiba-tiba datang dari suatu belokan dan berbaur diantara mereka berdua. Kuroko sedikit terkejut dan kembali melirik untuk memastikan keberadaan Haruhi di depan. Ia merasa lega karena atasannya berada tidak jauh dari dia dan gerombolan itu. Mereka memasuki lift dan Kuroko tanpa pikir panjang juga ikut memasuki lift dimana Haruhi juga ikut masuk.
.
"ah akhirnya sampai juga!" Kedua tangan Haruhi meninju udara dengan riang. "Kuroko-kun kau maukan tunggu sebent-" Haruhi berhenti sejenak. Ada sesuatu yang janggal di benaknya. Baiklah bawahannya ini memiliki hawa keberadaan yang kelewatan tipis. Hanya saja ia tidak merasakan aura kehadiran Kuroko. Ia langsung menengok ke belakang. Manik hitam itu melebar saat tidak menemukan apa-apa. Ia menengok ke kanan, kiri, depan dan belakang, lalu berputar-putar tetapi tidak mendapati Kuroko di sekitarnya.
"Oh tidak! Kuroko-kun dimana kau?"
.
"Terkesan biasa saja." Ucapnya dengan malas.
"Bukannya tuan muda yang memintaku untuk membawa ke tempat orang biasa?" Tanaka kembali membaca novelnya.
"Um baiklah." Akashi berhenti sebentar mengakibatkan Tanaka tiga langkah di depannya. "Tanaka apa kau lapar?"
Tanaka berhenti, lalu berbalik dan menatap tuan mudanya dengan bingung. "Tidak. Ada apa tuan muda? Apa kau lapar?"
"Tidak. Aku ingin kau membelikanku roti dan aku ingin jalan-jalan sendirian lalu kita akan bertemu di lantai dasar satu jam lagi."
Perintah kuluarga Akashi itu ABSOLUT jadi tidak ada alasan untuk membantahnya.
"Baiklah tuan muda. Jika ada masalah anda bisa menghubungiku." Akashi tidak menjawab. Ia memasuki lift dan meninggalkan Tanaka sendirian. Setelah melihat tuan mudanya sudah pergi menggunakan lift Tanaka meremas novelnya dengan kesal.
"Oh Tuhan jika saja kau bukan Akashi Seijuurou dan juga bukan anak dari Akashi Seito aku mungkin sudah menghajarmu!" Tanaka menatap kesal ke arah lift. Ia merasa kesal dengan remaja yang baru berusia sembilan belas tahun yang seenaknya saja menyuruh ia membeli roti dan menunggunya di lantai dasar satu jam lagi. Baiklah memang Tanaka itu sopir Akashi, tapi ngak juga nyuruh hal-hal yang sangat merepotkan seperti kabur dari pertemuan untuk perjodohannya atau seenak jidatnya kabur dari rumah. Yang kena batunya 'kan Tanaka. Setiap perlakuan Akashi yang selalu melibatkan Tanaka akan merepotkannya. Kenapa? Oh jangan tanya.
Akashi selalu membuat masalah menyangkut dengan hal yang sangat ia benci dan merepotkan. Kalau menyangkut tentang perjodohan, ia tidak mau terikat dengan seorang wanita yang sangat merepotkan pilihan kedua orang tuanya dan dia hanya mau menikah dengan orang yang ia pilih sendiri. Tanaka bahkan nyaris di pecat oleh ayah Akashi jika ia tidak di tolong oleh tuannya sendiri.
Baiklah lupakan tentang curhat Tanaka. Kita kembali dengan tuan muda yang sudah keluar dari lift dan memulai perjalanannya. Di sekelilingnya banyak di temui mahasiswa, orang dewasa, manula yang di dampingi, remaja, bahkan anak-anak yang baru saja pulang sekolah. Ia melihat ke arah orang-orang di sekelilingnya. Ada yang berbelanja di toko atau tempat favorit, makan sore, bermain, bertemu dengan rekan kerja atau keluarga.
Bisa terlihat jelas bahwa sosok Akashi sangat menarik kaum hawa disana. Oh bagaimana tidak? Wajah tampan, manik Heterokom yang menggoda, pakaian yang bermerek, dan juga namanya yang sudah terkenal sebagai putra tunggal dari Akashi Seito. Tapi sayang tatapan mereka tidak di pedulikan.
Akashi berbelok untuk menghindar dari mereka dan...
Buk!
Sepertinya ia menabrak seseorang
.
Kuroko terkejut saat melihat orang yang ia ikuti bukanlah Haruhi. Ia mencoba berbalik dan keluar tapi apa daya, Kuroko yang malang terdorong masuk dengan paksa oleh gerombolon orang di belakangnya. Naas ia menaiki lift menuju lantai tiga. Gerombolan itu keluar saat pintu lift terbuka begitu juga Kuroko. Ia menatap bingung ke sekeliling mall. Kuroko sangat mengenal jalan-jalan pada kota Tokyo, tapi jalan dalam mall itu sepertinya tidak berlaku. Ia tidak memiliki handphone untuk menghubungi Haruhi. Keadaannya sekarang seperti anak yang terpisah dengan ibunya.
Tidak mau terus terlarut dalam kepanikannya Kuroko beranjak dari sana. Ia teringat pada lantai dasar terdapat pusat informasi. Mungkin jika ia minta tolong untuk memanggilkan nama Haruhi Himeji ia bisa bertemu dengan atasannya. Kepanikan Kuroko sedikit reda dan digantikan dengan langkah kakinya yang makin dipercepat. Ia tidak sabar melapor pada pusat informasi. Ia berbelok secara tiba-tiba dan...
Buk!
Dengan ceroboh ia juga menabrak orang.
Ia jatuh terduduk begitu juga dengan orang di depannya. Kuroko memegang kepalanya yang sakit karena terbentur dengan orang didepannya tapi ia segera berdiri dan langsung membantu pemuda itu berdiri.
"Ma-maafkan aku. Apa anda tidak apa-apa?" Kuroko megulurkan tangannya yang bebas dari kantong belanjaan untuk membantu pemuda itu berdiri.
Tapi uluran tangannya tidak di pedulikan, ia bahkan tetap duduk terdiam. Pemuda itu menengadah dan menatap Kuroko lekat. Awalnya ia merasa takjub dengan mata Heterokrom yang baginya terasa sangat indah, tapi rasa itu hilang ketika mata hetorokrom itu menatapnya dengan tatapan aneh seperti... menyelidiki
Pemuda itu akhirnya menerima uluran tangan Kuroko. Tapi ada yang aneh. Ia mengcengkram tangan Kuroko dengan kuat lalu menariknya, membuat Kuroko yang awalnya berdiri terjatuh ke arahnya lalu...
Cup
Bibir dingin pemuda itu bertemu dengan bibir Kuroko. Manik Azure itu membulat dengan sempurna sementara Heterokrom terlihat sangat dingin juga lembut di saat yang sama. Kedua tangan Kuroko mendorong dada pemuda itu, tapi naas tangan kiri pemuda itu memeluk Kuroko dengan erat.
Pemuda itu melepas tautan bibir mereka, ia menatap Kuroko dengan lembut sementara Kuroko terkejut dan memasang wajah dumbfounded. Pemuda itu akhirnya berdiri dan menepuk-nepuk celananya yang sedikit berdebu dan kembali menatap Kuroko.
"Namamu?" Tanyanya dengan dingin.
Kuroko yang masih terkejut secara tak sadar menjawab pertanyaannya.
"Ku-Kuroko Tetsuya."
"Hm." Pemuda itu menatap Kuroko dengan lekat lalu ia mengacungkan telunjuk tangan kanannya pada Kuroko yang masih duduk . "Namaku Akashi Seijuurou. Kuroko Tetsuya mulai sekarang kau akan menjadi pendamping hidupku!"
To Be Continued
Preview chapter 2 Wedding ceremony
Seumur hidup Akashi Seijuurou tidak pernah mengalami hal memalukan seperti ini.
"Tenang saja Kuroko-kun." Haruhi menepuk bahu Kuroko. "Apapun yang terjadi aku selalu disini."
"AKU BERSEDIA! AKU BERSEDIA MENJADI PENDAMPING HIDUP AKASHI-KUN!"
Akashi menepuk-nepuk pipi pucat Kuroko. Tapi sayang, pria manis ini tetap saja tidak membuka matanya.
OOC banget yah? Wkwkwk maafkan saya yang nista ini~
jika terdapat banyak typo(s) dan penggunaan Eyd yang tidak benar mohon diberitahu yah/bungkuk-bungkuk
Seperti biasa review yah~
