Disclaimer : semua karakter kecuali Yvonne Schlange adalah milik tante Rowling :3

Dia lagi. Dia tersenyum kecil. Senyum yang menurutku terlalu simpul dan licik. Tapi teman-temanku mulai berteriak tertahan. Beberapa mulai mengedipkan mata dengan genitnya. Dia datang berempat dengan teman-temannya. Selalu. Tidak pernah kutemukan dia sendiri. Pengecut, desahku dalam hati

Apa mereka temannya? Bukan. Mereka bawahannya. Mungkin dia sudah melancarkan imperio pada mereka semua. Tapi kurasa tanpa imperio dia bisa menaklukkan dua murid lelaki itu. Bisakah kau lihat wajah mereka? Bodoh sekali kelihatannya. Dan perempuan itu! Dia tidak cantik, tapi dia selalu berhasil membuat teman-temanku mendesah iri. Perempuan itu menggelayut manja padanya. Tangannya memeluk. Mereka bertukar ciuman sejenak. Aku memalingkan muka.

"Kau lihat itu tadi?" Temanku bertanya
"Ya. Jelas sekali. Pangeran kalian telah mendapatkan putrinya," jawabku dengan tertawa renyah
"Ooh kumohon Schlange. Tidak ada yang tidak jatuh cinta padanya, pada pangeran Slytherin," temanku menjawab dengan jengkel sambil menyikutku.
"Oh diamlah Greengrass," kataku sambil memutar bola mataku,"pertandingan segera dimulai"

Quidditch hari itu berlangsung semarak. Seperti biasanya. Slytherin vs Gryffindor. Gryffindor memenangkannya. Tapi aku tidak khawatir. Kami hanya perlu mengalahkan Hufflepuf untuk mengunci posisi kami sebagai penerima piala asrama. Adakah pilihan yang lebih mudah daripada ini?

Kami dalam perjalanan menuju ruang rekreasi Slytherin ketika di tengah jalan kami bertemu peeves, si hantu jahil. Astoria Greengrass, sahabatku, menarikku dengan terburu-buru ke dalam lemari sapu terdekat. Tangannya menggenggam tanganku, gemetar. Aku paham, terakhir kali dia bertemu peeves, ah sudahlah, aku tak mau mengingatnya. Tangannya mencengkeram tanganku. Aku menoleh padanya. Rupanya lemari sapu ini sudah ditempati. Malfoy dan Parkinson, desahku, kuharap bibir mereka lengket selamanya.

Aku sontak menarik sahabatku itu keluar dari lemari sapu. Peeves sudah pergi, syukurlah. Kami beranjak dari lemari sapu itu. 10 meter, Astoria masih terdiam. 20 meter, dia berhenti total dan menangis.

"Jangan cengeng Greengrass. Kau tahu aku tidak terbiasa menghadapi emosi seperti ini," kataku sambil mengangkat wajahnya, membuatnya melihat ke arahku.
"Kau tidak mengerti dear miss Yvonne Schlange," katanya pelan, tersendat-sendat oleh air mata.
"Tentu aku tidak mengerti. Kalau aku mengerti rasanya jatuh cinta pada pangeranmu itu, kita pasti bukan sahabat lagi. Kita pasti sudah berebut dia," kataku, masih tertawa renyah.
Sahabatku itu menatapku dengan tatapan tidak percaya. Aku tersenyum.
"Maukah kau membantuku mendapatkannya?" tanyanya
"Aku tidak bisa berjanji teman. Tapi hapus dulu air matamu," kataku singkat.

Belum terlalu malam saat kami sampai di ruang rekreasi asrama kami tercinta. Astoria langsung terlelap di kasurnya. Sementara aku masih membaca novel sihir di depan perapian. Aku hampir menyelesaikan bacaanku ketika tiba-tiba seorang murid kelas 2 memanggilku.

"Ada apa?" Tanyaku ketus, aku tidak suka acara membacaku diganggu.
"Malfoy, menunggumu, di ruang kebutuhan. Kumohon datanglah, dia, mengancamku," kata murid itu sesenggukan.
"Tegakkan dagumu. Bersikap seperti laki-laki Slytherin sejati," kataku singkat.
Setelah melakukan mantra usir pada bukuku, aku melangkahkan kaki menuju ruang kebutuhan. Tidak ada prefek ataupun hantu-hantu. Hogwarts jadi terlalu sepi.

"Apa maumu malfoy?" tanyaku begitu aku berhasil memasuki ruang kebutuhan. Anehnya, ruang ini kosong. Hanya sebuah sofa dan perapian. Dan tentu saja, Draco Malfoy.
"Kemarilah Yvonne," katanya pelan, suaranya serak. Seolah menyiratkan kepedihan yang mendalam.
Aku mendekat ke arahnya. Dia berdiri di dekat sofa. Wajahnya seperti lelah. Aku diam. Aku menunggu dia.
"Kau.. Berubah," bisiknya pelan.
Kata-kata yang kutakutkan keluar. Aku tidak menjawab. Aku melihat sekeliling ruangan itu, yang celakanya, sama sekali tidak menarik.
"Tatap aku miss Yvonne Schlange. Kau tahu aku tidak suka diabaikan," katanya, suaranya sedikit mengeras.

Aku dan dia sama-sama terdiam. Aku tidak ingin merusak keheningan ini, yang anehnya, terasa nyaman dan menakutkan secara bersamaan. Dia mendesah dan memandangiku dengan tatapan yang seolah berkata "hello~ do you hear me?"

"Apa maumu mr. Draco Malfoy? Dan apa maksudmu tentang berubah?" Tanyaku ketus.
"Kau tidak pernah lagi melihatku," jawabnya singkat.
Aku masih diam.
"Kau berubah. Kau tidak lagi mencintaiku seperti dulu," lanjutnya.
Aku tersentak.

"Mencintaimu? Setelah semua ini? Setelah semua ciuman mesramu dengan Parkinson? Draco! 5 tahun lalu saat paman Lucius mengantarmu pertama kali ke Hogwarts dan aku mengantarkan kakakku ke tahun ke 3 nya, kamu tahu? Aku berharap bisa menyusulmu! Tapi apa? 2 tahun kemudian saat aku memasuki kereta yang sama, aku menemukanmu dengan teman-teman, oh maaf aku salah, dengan bawahanmu itu. Dan Parkinson yang sepertinya menempel permanen padamu," aku menjawab dengan setengah berteriak. Kata-kataku bertautan seperti gerbong Hogwarts Express. Pipiku terasa hangat. Ada air mata mengalir di sana.

Entah berapa detik, atau mungkin berapa jam berlalu. Aku masih terisak dan dia masih diam. Aku benci menjadi emosional seperti ini.

"Maafkan.. Aku," kata Draco pelan. Dia maju mendekat dan mengusap air mataku.
"Pergilah Draco, atau biarkan aku pergi. Aku tidak mau kita berdua tertangkap Prefek atau Ketua Murid," kataku, masih dengan air mata yang mengalir.
"Maafkan aku Yvonne. Aku masih mencintaimu," katanya pelan, seperti tertahan.

Entah siapa yang memulai, tahu-tahu kami sudah berpelukan erat. Air mataku membasahi bahunya. Beberapa menit kemudian, dia melepaskanku. Dia menatapku dalam lalu mengecup dahiku. Tidak ada ciuman mesra. Tidak ada rayuan. Tapi kutemukan kembali cinta.

"Pergilah Yvonne. Aku tidak mau kau tertangkap Prefek atau Ketua Murid yang sedang patroli," katanya sambil tersenyum.
Aku mengacak rambutnya dan mengecup pipinya singkat. Aku tidak sadar kalau ekspresinya ketika melihatku seolah ingin menangis. Aku membuka pintu ruang kebutuhan dan melangkah keluar,
Di dalam, tanpa kuketahui, Draco Malfoy meneteskan air mata dan berbisik,"selamat tinggal"

"Darimana kau selarut ini?" Suara itu mengagetkanku, tepat saat aku akan naik ke kamarku. Di depan perapian kulihat seseorang. Oh sial, batinku, prefek.
"Perpustakaan," jawabku sekenanya
"Apa yang kau lakukan disana sampai selarut ini miss Schlange?" tanyanya lagi.
"Membaca dan kehilangan persepsi orang normal akan waktu," kataku sambil tertawa.
"Kau bisa menjadi Hermione Granger selanjutnya," katanya,"naiklah. Sebelum aku berubah pikiran"

Di kamarku, aku melemparkan diriku di kasur.
"Yvonne?" Tanya seseorang pelan
"Ya Astoria?" Jawabku
"Darimana saja kau? Dan jangan mengelabuiku dengan berkata kau dari perpustakaan. Itu mungkin menipu prefek, tapi jelas bukan aku. Kenapa matamu merah dan bengkak? Kau.. Menangis?" Tanyanya panjang lebar
"Wow, beri aku kesempatan menjawab. Aku mencari angin di luar. Dan aku mendapatkan angin penuh debu, menerpa mataku," kataku sambil tersenyum.
"Kau pasti melamun, sampai kau lupa waktu," goda sahabatku itu.
"Oh sudahlah," kataku sambil memutar bola mataku.

Malam itu, aku tertidur dengan sebuah senyuman.

Esok paginya, Hogwarts berduka. Professor Dumbledore meninggal dunia. Di seluruh penjuru Hogwarts kudengar bisikan. Bahkan di perpustakaan. Saat aku melahap buku ramuan, pelajaran favoritku. Hari ini harusnya hari bahagiaku. Tapi yang ada cuma duka.

"..beliau ditemukan di menara astronomi.."
"..siapa? Death eaters.."
"..professor Snape membunuhnya.."
"..kudengar bukan. Tapi Malfoy.."
"..Draco Malfoy membunuh.."

Aku tersentak. Aku berlari sekuat tenaga menuju asramaku. Sepi. Aku menuju kamarku. Di atas kasurku kutemukan kotak kecil dan sepucuk surat.

"Maafkan aku Yvonne Schlange. Aku tidak bisa memberitahumu kebenaran. Aku harus pergi. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Kamu tahu? Aku berhasil membuat patronus badaniah, berbentuk elang. Kamu tahu apa memori yang kupakai? Aku tidak memakai memori. Aku hanya membayangkan sebuah foto. Foto kenangan itu ada di kotak kecil di sebelahmu. Aku mungkin tidak bisa menemuimu lagi Yvonne. Tapi yakinlah akan hatiku. Aku akan selalu mengingatmu. Jangan mencari aku. Jangan membalas surat ini. Aku mencintaimu"

Tidak ada tanda tangan. Hanya inisial D.M di pojok perkamen. Kulihat ada tinta yang agak buram. Mungkinkah dia menangis saat menulisnya? Kulirik kotak kecil itu dan kubuka.

Kutemukan patung kristal berbentuk ular dan berwarna abu-abu. Bukan abu-abu kotor, tapi abu-abu yang sejuk. Ada catatan kecil di situ.

"Ular untuk Schlange dan abu-abu untuk mataku. Happy Birthday, love. I love you. Jangan mencariku"

Air mataku mulai menetes. Kusimpan patung kristal itu dengan hati-hati. Di dasar kotak itu kutemukan foto. Aku terkesiap.

Pojokan foto itu mulai menguning. Dalam foto itu ada dua bocah tersenyum. Tangan si laki-laki merangkul pundak si perempuan. Ini bukan foto muggle,pikirku, ini foto yang kuambil waktu aku berusia 10 tahun.

Tidak ada nama. Tapi aku tidak mungkin tidak mengenalinya. Rambut pirangnya. Mata abu-abunya. Dialah cinta pertamaku. Draco Malfoy.

Dibalik foto itu kutemukan tulisan.
"The greates memory ever.
With my first love, Yvonne Schlange.
My immortal love.

Draco Malfoy"

Aku menangis sejadi-jadinya. Aku berteriak. Astoria datang. Murid-murid Slytherin lain datang. Aku tidak peduli. Mereka menatapku nanar. Aku tidak peduli. Aku mau dia kembali. Aku mau dia! Aku mau draco malfoy ku!

"Schlange..." panggil Astoria ragu.

Suara-suara semakin terasa jauh, menghilang. Aku tidak sempat menjawab. Duniaku keburu gelap.

-o0o-

agak aneh ya? tapi ini fic pertama ku looo XD

review jelas akan mempercerah harikyuuu :3