WARNING!: Jika kalian mencari hubungan cinta di dalam fic ini, kalian akan sedikit mengalami kesulitan. Karena jenis fic ini adalah re-tell dari Naruto saga atau Novelization. Namun dengan anggota (Kiba), dan pembimbing yang berbeda (Anko). Tapi jangan khawatir, Kakashi's lovers. Dia masih akan berperan penting 'kok disini. Tapi beberapa karakter yang tidak terlalu penting akan ditiadakan begitu saja.
Namun karena fic ini adalah Rated M, maka kalian tahu apa yang akan Anko lakukan pada ketiga bawahannya, dan apa yang akan Naruto, Sasuke, juga Kiba respon terhadap sifat bawaan Anko tersebut? Akan ada twist disana dan sini, so keep reading! Jadi buat readers, khususnya cowok, yang mau liat Anko ngegodain tiga anak buahnya, cuma disini! Hahaha! Lemon!
Karakter filter saya masukan 'Anko M.'. Lantaran tokoh utama fic ini ada tiga, yaitu: Naruto U., Kiba I., dan Sasuke U. Jadi ga usah heran nanti ya :)
Chapter ini hanya perkenalan. Chapter berikutnya juga masih sparring biasa. Fic antara tim tiga belas (baca: Tim Anko) akan benar-benar dimulai pada chapter 3. So, jika kamu penasaran, silahkan lanjutkan.
Dan seperti biasa, demi berjalannya fic ini sampai akhir, semua jenis review, masukan, saran, sangatlah diharapkan.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Team Anko: The Legend of Three Gutsy Shinobis
1
Author: Crow
Genre: Action/Friendship/Anko (yea, Anko)
Tradisi tahunan desa konoha adalah membagi murid-murid akademi yang telah lulus ujian tertulis, menjadi beberapa tim. Masing-masing tim terdiri dari tiga genin yang nantinya akan bekerja sama dalam satu regu yang dipimpin oleh jounin yang telah terpercaya untuk menanganinya.
Hiruzen Sarutobi, Hokage favorit para penduduk Konoha, khususnya para generasi muda menghirup tobakonya. Dia memperhatikan dan membaca tiap lembar informasi para genin yang baru saja lulus dari enam tahun pelajaran dasar. Sesekali ia akan mendengungkan suaranya, tanda bahwa ia tengah mencerna informasi.
" . . . Baiklah, untuk tim tiga belas." sahutnya, memecah keheningan para jounin yang berkumpul dan berbaris dihadapannya. Hiruzen menatap mereka satu persatu. Genma nampak ogah-ogahan, sementara Aoba dan Raidou sepertinya belum cukup siap untuk membimbing genin. "Kakashi." imbau sang Sandaime Hokage. "Mana Kakashi Hatake?"
"Hadir, Hokage." ninja bertampang lesu, dan berambut aneh melangkah maju. Ia mengantungi kedua tangannya di dalam saku, membalas tatapan sang Kage desa.
"Aku menyerahkan tim ini padamu."
"Anu, Hokage." Kakashi menggaruk belakang kepalanya. Ia masih nampak santai, seperti menggambarkan kalau tingkah casual-nya itu sudah biasa dihadapan Hokage. "Saya sudah ditugaskan untuk misi jangka panjang mulai dari minggu depan. Saya pikir, saya tidak akan bisa membimbing satu tim genin dari jauh. Bukan, begitu?"
Hokage kembali mengarahkan pandangannya pada tiga lembar kertas yang tersisa di mejanya. Ini adalah tim terakhir, dengan membagi tiga murid laki-laki yang memiliki nilai tertinggi, nilai terendah, dan nilai yang biasa-biasa saja. Sasuke Uchiha —si jenius Uchiha, Naruto Uzumaki—si pembuat onar, dan . . . Kiba Inuzuka, biang masalah yang tidak kalah dari calon rekan pirangnya.
Dengan penolakan yang diberikan Kakashi, Hiruzen menghela napas untuk yang kesekian kalinya hari ini. Siapa yang akan menangani tim sesulit ini. Kakashi adalah pilihan terbaik. Tidak hanya karena ia adalah putra dari Konoha no Shiroi-fuga, Kakashi juga sudah memiliki banyak pengalaman di lapangan.
Sandaime lantas memikirkan segala macam kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan.
Tim ini bisa menjadi masalah.
Uchiha terakhir dengan segala kemungkinan berbahaya yang bisa diberikannya. Hiruzen ingat akan Orochimaru, mantan muridnya. Orang itu tidak akan dengan mudah melepaskan mangsa rapuh seperti Sasuke.
Lalu ada Naruto Uzumaki—Minato Namikaze muda yang jati diri sebenarnya dirahasiakan. Bukan karena darah turunannya itu dia memiliki resiko berbahaya. Melainkan apa yang tersegel di dalam perutnya. Kyuubi—siluman rubah berekor sembilan.
Dan, terakhir Kiba Inuzuka. Putra dari top-class missing-nin Konoha, Matenrou Inuzuka, suami dari Tsume. Matenrou adalah ninja buruan karena memiliki satu makhluk terlarang di dalam dirinya. Bukan bijuu, melainkan 'makhluk' lain. Sebagai ayah, dia pastinya akan melirik putranya yang telah menjadi ninja.
Dengan berbagai macam kemungkinan-kemungkinan terburuk itu, Genma, Aoba, dan Raidou bukanlah pilihan. Jika ada yang dapat membimbing mereka bertiga mungkin itu adalah Asuma dan Guy. Namun kedua jounin tersebut sudah bertanggung jawab atas muridnya masing-masing.
"Sandaime-sama," perhatian Hiruzen kali ini terpecah oleh suara Kakashi. Pria berambut perak itu mengangkat tangannya sebatas dada. "Jika pemikiran saya sejalan dengan apa yang anda pikirkan, saya menayrankan Anko Mitarashi untuk membimbing mereka bertiga.
"Aku menolak." Anko mengangkat kedua lengannya ke udara. Masih dengan gaya ogah-ogahannya, dia membalas. "Anak-anak merepotkan. Aku tidak mau mengurusi masalah seperti itu. Divisi Interogasi sedang sibuk-sibuknya; tnaya Hibiki-san saja jika tidak percaya. Aku tidak mau perhatianku terbelah dua. Merepotkan adalah merepotkan."
"Mitarashi-san, anda berbicara dihadapan Hokage sendiri. Mohon perhatikan sopan santun anda."
"Apa, 'sih, Yamato? Aku cuma menyampaikan bandingku sendiri."
Kakashi mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu. Jika Sandaime menyutujuinya, maka tugasmu di Divisi Investigasi pasti akan diringankan."
"Kau banyak omong, Kakashi." balas Anko. Walau terkesan emosi, dia hanya tidak bisa menghilangkan sifatnya yang seperti itu. Blak-blakan. "Kenapa tidak kau saja yang mengurus mereka kalau begitu."
"Cukup." Hiruzen menghimbau perhatian mereka kembali. Anko berdiri dengan tegak, menghilangkan sifat kekanakannya. "Selain Kakashi, jounin lainnya yang sudah berpengalaman—tidak hanya sebagai ANBU, tapi juga sebagai pembimbing dan penginterogasi, kau adalah pilihan terbaik yang kita miliki saat ini. Genma dan Raidou menurutku juga bisa menjadi pilihan yang tepat. Tapi, kau memiliki sesuatu yang tidak mereka miliki."
"Dan, apa itu?" tanya Anko, setengah niat.
"Kedekatanmu dengan Orochimaru."
Suasana di aula rapat membeku. Mendengar nama salah satu missing-nin top Konoha itu membuat darah mereka semua berhenti mengalir. Namun, berbeda dengan Anko. Darahnya malah memanas. Tato tiga Magatama di belakang tengkuknya terbakar seperti api. Ia meringis, memijat pundak bagian belakangnya itu. " . . . Apa yang orang itu rencanakan?"
Mendengar suara Anko yang penuh racun, Hiruzen merasa semakin dekat untuk menstempel persetujuannya atas tugas baru Anko. "Orochimaru dan Matenrou adalah missing-nin top-class yang Konoha miliki. Tidak ada satu halpun yang bisa menjamin bahwa mereka berdua tidak akan bekerja sama untuk menyerang Konoha. Apalagi mengetahui 'objek' favorit mereka sudah menjadi ninja. Dan, Naruto. Kita bersama sudah tahu siapa anak itu."
"Aku mengerti situasinya, Sandaime-dono." Anko mengarahkan kepalannya di depan dada. "Ketiga anak ini akan berada dalam perlindungan saya."
Kakashi tersenyum tipis dibalik topeng karet penutup mulutnya, sementara Yamato menghembuskan napas leganya. Sepertinya hanya Sandaime yang bisa menjinakkan Anko. "Sandaime-sama," Yamato meraih perhatian Hokage. "Menyangkut Naruto. Walaupun pemuda itu belum bisa menerima chakra kyuubi secara berlebihan, tapi kita tidak bisa mengambil resiko. Ijinkan saya mengajari Mitarashi-san untuk menggunakan Segel Penekan Chakra turunan Jiraiya-dono. Kita tidak tahu, kapan beliau akan kembali. Ini hanya tindakan sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."
"Brilian, Yamato." Hiruzen mengangguk. "Anko, aku mengandalkanmu."
Anko menyumpah dibalik napasnya. "Yamato. Selalu punya ide untuk merepotkanku." Anko kembali mengangkat kepalanya. "Jika saya tidak salah dengar, nanti siang adalah perkenalan dan tes pertama para genin. Saya sudah memiliki misi yang tidak bisa dibatalkan. Saya memohon pengganti sementara."
Hiruzen menghisap tobakonya, tersenyum pada para jounin. "Permintaan dipenuhi."
-o0o-
"Kenapa . . ."
Ketiga pemuda menghela napas mereka bersama-sama. Nampak bosan dan mati gaya, mereka duduk berjejer pada tiga anak tangga yang terletak pada atap bangunan Hokage.
"Kenapa aku harus sekelompok dengan dua orang yang menyebalkan?" Naruto menatap langit dengan pasrah, bahunya terjatuh turun.
"Kenapa si bodoh dan si sok keren ini menjadi rekan sekelompokku?" Kiba membuang mukanya ke arah kanan, Akamaru merengek pelan di atas kepalanya.
" . . . Kenapa rekan timku dua idiot seperti ini?" Sasuke, memangku dagunya, melirik sisi yang lain dari dua rekannya (calon).
Ketiganya tertegun, mendengar suara mereka bertiga bergema karena berbicara pada waktu yang bersamaan.
"Berhenti mengikutiku!" Naruto menunjuk Kiba dengan emosi.
"Apa!" seru Kiba, beridiri dan menantang balik. "Kau yang mengikutiku!"
" . . . Feh, sudah bodoh, berisik pula. Dasar sepasang si bodoh tak berguna*." Sasuke kembali mendesah, tidak ingin ikut-ikut kehebohan Naruto dan Kiba.
*(usura tonkachi-tachi)—julukan yang biasa dia berikan pada Naruto—bagi siapapun yang merasa penasaran. Tapi disini ditambah '–tachi', karena 'si bodoh tak bergunanya' tambah satu.
Dengan serentak, bahkan napas mereka begitu selaras, dua bocah berisik itu meraih kerah leher Sasuke. "Ucapkan itu sekali lagi kalau kau ingin terbang dari bangunan ini!"
"Sepasang si bodoh tidak berguna. Sepasang si bodoh tidak berguna. Sepasang si bodoh tidak berguna. Sepasang si bodoh tidak berguna." Sasuke mengucapkannya tanpa jeda, membuat Naruto dan Kiba meraih dada mereka karena kesusahan bernapas. "Kalau sudah puas, menjauh dariku. Kebodohan kalian pasti menular."
"APW—A!"
Di belakang mereka, Anko dan kakashi berdiri bersebelahan. "Lihat, sepertinya kau mendapat tim yang menyenangkan, Anko."
"Bicara sekali lagi, akan kupotong lidahmu itu." ketus si wanita.
Asap ledakan tiba-tiba ber-poof dengan besar dihadapan Naruto, Kiba, dan Sasuke yang sudah siap menyulut Perang Dunia Ninja ke-empat. Naruto masih meraih kerah Sasuke, selagi Kiba menarik baju Sasuke pada bagian dada. Sasuke tersudut di lantai selagi kedua kakinya menahan tubuh Naruto dan Kiba yang sudha kelewat emosi.
"Yo, selamat siang." Kakashi mengangkat tangan sebatas wajahnya. Anko juga mendarat disebelahnya.
"Anak-anak bodoh. Aku tahu kalian bertiga bodoh, tapi tunggu sampai aku membuat kalian menjadi benar-benar bodoh." Anko bertenggak pinggang, tersenyum sinis. "Kakashi, aku serahkan mereka padamu."
"Oo. Hati-hati di jalan Anko." terdengarnya memang perhatian, tapi cuma Anko yang tahu kalau Kakashi hanya bersikap seperti biasa. Meledek dengan sarkas. Anko menginjak kaki Kakashi dengan kuat, dan lenyap dari pandangan semua yang hadir di sana.
"Mungkin kalian benar-benar penasaran, tapi jounin pembimbing kalian tidak berdua. Wanita tadi adalah guru kalian nantinya. Aku hanya menggantikannya untuk hari ini."
"Minggir dari atasku, makhluk-makhluk bodoh." Sasuke melepaskan dirinya, berdiri sambil membersihkan sisa-sisa debu dari bajunya. "Aku tidak bertanya itu, orang-orangan sawah aneh. Aku ingin bertanya kapan kita berlatih."
"Hm, aku tahu. Aku tahu. Sabar. Kesabaran adalah kunci kesuksesan." jawab Kakashi pelan. "Baiklah untuk yang tidak mengenalku—aku yakin kalian tidak mengetahui siapa aku, 'sih. Namaku Kakashi Hatake. Aku akan menjadi tutor kalian hari ini. Yosh, karena perkenalannya sudah selesai—oh, aku tidak mau tahu nama kalian, ngomong-ngomong—mari ikuti aku."
Kakashi melompat, dan menghilang dari hadapan Naruto cs. "He! Padahal dia minta diikuti, tapi malah menghilang!"
"Dasar nubitol." dengus Kiba kepada Naruto. Ia mengendus menggunakan hidungnya. Walau samar-samar, ia bisa mencium aroma Kakashi. "Ayo, Akamaru!"
"Wau, wau!"
"Kau bahkan tidak melihat kemana arah orang itu pergi . . ." Sasuke menggeleng, tidak percaya. "Bagaimana kau bisa lulus, 'sih?"
Sasuke segera melompat, beranjak ke arah Kiba pergi. Naruto menggerutu, dan mengikuti mereka berdua dari belakang.
-o0o-
"Yosh, kalian akhirnya sampai. Aku terkejut kalian bisa menemukanku."
"Heh, mudah!" Kiba mengelus bawah hidungnya, sementara Akamaru 'ber-wau wau' sekali lagi ketika Sasuke cuma mendengus dari sebelahnya. Sepertinya itu adalah hobi si jenius Uchiha.
Naruto tiba dari belakang mereka, nampak ngos-ngosan. "Haah, haah!" napasnya berat. "Aku sampai!"
"Hm, kerja bagus bocah." Kakashi memberikannya senyuman. "Baiklah. Aku punya dua lonceng disini."
Ketiga pemuda itu hanya mengangguk. "Artinya, kalian harus merebut lonceng ini, 'ngerti?" Kakashi menggunakan nada meledek pada akhiran. "Jika kalian mengerti, artinya kalian pasti tahu, bahwa lonceng ini masing-masing harus kalian dapatkan. Yang berarti, salah satu dari kalian tidak akan pernah mendapatkannya sampai akhir."
"Apa yang tidak dapat akan menerima hukuman, sensei?" tanya Naruto, berusaha kembali ke interval napasnya yang biasa.
Kakashi memangkukan dagunya pada jari. "Hm . . . pertanyaan bagus. Hukumannya adalah tidak akan bisa menjadi ninja. Pendek kata, siapapun diantara kalian yang tidak bisa mendapatkan lonceng ini akan kugagalkan disini."
"A-apa!" tidak hanya Naruto dan Kiba, bahkan Sasuke 'pun nampak terkejut.
"Aku serius. Karena sesungguhnya dari kalian, 33 orang lulusan akademi, hanya sembilan anak yang akan menuju tahap berikutnya. Yang lulus akan melaju ke tahap pelatihan dibawah jounin pembimbing masing-masing tim. Jadi, yaah, jangan berpikir kalian sudah menjadi ninja jika belum melewati ujian ini. Oh, untuk catatan saja, itu adalah regulasinya—bukan buatanku sendiri, 'loh."
Keringat dingin membanjiri tubuh mereka. Dengan saling tatap untuk sementara, ini pertanda bahwa perang diantara mereka akan terjadi sebentar lagi. Mereka bertiga memiliki tujuan. Tak ada satu halpun yang bisa menghentikan mereka.
Hidup atau mati.
"Jika kalian mengerti, kalian bisa mengambilnya dariku sekarang." Kakashi menjulurkan tangannya ke depan. Naruto berjalan ke arahnya, namun dengan sigap Kiba melompati kepalanya dan menyambar Kakashi dengang cakarannya.
Kakashi melompat ke belakang, bergumam sendiri. "Hm, kau cepat tanggap, bocah Inuzuka."
"Tentu saja lonceng itu tidak untuk dibagikan secara gratis, Naruto!" seru Kiba. Ia berlari ke arah Kakashi dengan kencang, Akamaru disebelahnya.
"Memperhatikan siapa kau?" Sasuke dengan tiba-tiba muncul dibelakang jounin penguji mereka. Jenius Uchiha itu menyapukan kakinya, berharap serangannya membuat orang-orangan sawah tersebut terjatuh ke tanah.
"Ups." Kakashi melayangkan tangannya ke kepala Sasuke, melompatinya ke belakang. "Sayang sekali, 'nak."
"Dapat!" Kiba melompat dengan cepat ke arah kakashi, melewati Sasuke yang masih merunduk di tanah.
Sekali lagi, dengan kelihaiannya, Kakashi mengarahkan tangannya ke kepala Kiba yang tertutup hoodie berbulu. Sekarang Kakashi melompat ke depan, semakin tinggi di udara. "Serangan kalian cukup mengejutkan. Sepertinya tim ini bisa membuatku terhibur."
"Kau meremehkanku, ossan!" Naruto menjulurkan kedua tangannya ke depan berusaha menabrak tubuh Kakashi di tengah udara. Namun, lagi-lagi, seperti tidak terjadi apa-apa Kakashi melompati Naruto.
Naruto 'itu' tersenyum. 'He he'—Kakashi menajamkan matanya: 'ini Kagebunshin, bisiknya'. Poof! Naruto menghilang, menghilangkan keseimbangan kakashi di udara. Tanpa jeda waktu sedikitpun, dari samping Kakashi yang lainnya, Naruto yang 'lain' menerjangnya. "Kau tertipu!"
Kali ini tabrakan Naruto membuat Kakashi tersungkur di tanah. "He he! Aku akan menjadi ninja!"
Ketika Naruto melihat sosok yang ditangkapnya, ia membaca sebuah catatan di muka Kakashi. "Lihat apa yang kau tangkap, bodoh?"
"Eee!" Naruto berteriak lantang ketika ia menyadari orang-orangan sawah (secara harfiah) tengah dipeluknya saat ini.
Sasuke bersembunyi dari balik sisi batang pohon, menyaksikan dengan jelas kebodohan si pirang berkumis kucing itu. "Heh, aku melihatmu, penghalau gagak."
Sasuke membentuk beberapa segel tangan. "Katon – Goukyaku no jutsu!"
Bola api sebesar ukuran manusia melayang cepat ke arah pohon di belakang Naruto. Target Sasuke terjatuh, berguling-guling dengan lilitan api membara. 'Itu bukan gerakan manusia!', seru Uchiha muda di dalam hatinya. 'Uchiha bodoh salah sasaran.'—Sasuke mendapati kedua pipinya merona akan malu. Kurang ajar, berani-beraninya orang itu menulis seperti demikian! Tidak akan kumaafkan. Meninggalkan orang-orangan sawah yang terbakar itu, Sasuke segera bergerak. Dia tidak akan diam ditempat sehingga posisinya diketahui.
"Hm, bahkan si jenius Uchiha saja sampai meleset." Kiba bergumam dari balik semak-semak. Dia mengarahkan tangannya ke tas kecil di balik pinggangnya. Ia mengambil sebuah bom asap. "Kita tidak akan maju segegabah itu. Ya, 'kan Akamaru?—He he, kita akan menciumnya lagi?"
"Hm, bau apa ini?"
Kiba melihat Naruto yang masih tersungkur mendesah lega. "Ah, tiba-tiba kentut . . ."
"Ghaak! Si-si bodoh itu!" Kiba menutup hidungnya, berbisik sembari menahan napas sekuat yang ia bisa. Racun Naruto itu membuatnya hilang kesadaran. Tubuhnya oleng, tanpa sempat disadari kalau Kakashi sudah berdiri di belakangnya.
"Apa aku harus bilang kalau Naruto menyelamatkanku?" Kakashi membentuk segel Tora ang merupakan segel untuk jurus elemen api. "Konoha-ryuu Ougi—Sennen Goroshi!"
Kiba melayang diudara, memegangi pantatnya dengan wajah yang begitu menyedihkan. Ia mendarat di sungai dangkal, tak sadarkan diri. "Blup . . . blup . . . Narwuto blup . . . akan kuhajar kau . . ."
"Dasar. Memang ninja yang penuh kejutan, seperti kata Iruka." Kakashi menyender pada pohon, melirik Naruto di tanah lapang. "'Nah . . . bagaimana caraku untuk mengerjainya."
"Kau tidak punya kesempatan untuk meleng seperti itu."
Sasuke dengan tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Kakashi. Dia melompat dan melakukan tendangan berputar di udara. Kakashi, dengan lihai menangkapnya. Masih berada di tengah udara, Sasuke melancarkan pukulannya ke arah wajah Kakashi, hanya untuk ditangkap tanpa usaha yang terlalu kuat oleh tangan sang jounin berambut perak. "Terlalu buru-buru. Terlalu buru-buru."
"Bagaimana kalau begini—caraku mengisengi Naruto." Kakashi melempar Sasuke ke tanah lapang, ke tempat Naruto tengah tiduran tak berdaya seperti orang bodoh.
GUBRAKK!
itu adalah orang kedua dan ketiga yang dihempaskan Kakashi hingga mencium tanah (air untuk Kiba).
Sasuke menghimpit Naruto pada punggungnya, membuat pemuda rubah tersebut mengeluarkan lengkingan seperti ayam. "Apa yang kau lakukan, bodoh!"
"Kau yang menghalangi jalanku, dasar tidak berguna!" balas Sasuke, berdiri dengan sempurna. Ia menampar tangan Naruto yang menggeram kerahnya.
"Kalian yang menghalangi jalanku!" kali ini Kiba, dengan tubuh basah kuyupnya, berjalan persis diantara mereka berdua. "Dan, Kau Naruto! Kau dungu atau apa—tidak ada ninja yang buang angin disemabrang tempat seperti tadi!"
"Wau wau!" Akamaru mendukung tuannya.
Naruto melipat tangan, tidak terima dengan cemoohan itu. "Salah siapa punya hidung seperti itu!"
"Kalau kalian ingin berargumen, minggir dari jalanku. Aku harus menjadi ninja bagaimanapun juga, dasar ikan-ikan teri." Sasuke mendorong tubuh Kiba yang kemudian menabrak Naruto. "Kalau sudah selesai, pergi menjauh dariku!"
"AKu juga akan menjadi ninja!" seru Naruto, meraih kerah Sasuke lagi. Tangan satunya mengepal, hendak meninju pemuda Uchiha. "Aku akan menjadi Hokage, dan tidak akan ada yang bisa menghalangiku!"
Kiba bergidik kesal. "Menjadi hokage! Jangan bercanda! Itu adalah tujuanku! Kau masih harus bersabar jutaan tahun cahaya lagi, dasar bodoh!"
Di kejauhan, Kakashi menepuk wajahnya. Ia menyerah, dan tidak bisa berpikir tindakan radikal macam apalagi yang akan mereka lakukan setelah ini. Apa mereka tidak tahu apa yang namanya kerja sama tim?—Oh, ya. Jika mereka bekerja sama, tetap saja salah satu dari mereka harus dikorbankan.
Kakashi tersenyum dibalik masker karetnya. Tapi disitulah rahasianya. Walaupun temanmu dikorbankan, bukan berarti tidak ada kemungkinan untuk menyelamatkannya saat itu juga. Menjadi shinobi harus melalui berbagai macam perngorbanan. Dan itu adalah salah satunya.
Apa mereka akan menyadarinya kalau seperti ini terus?
Ketiga pemuda itu terdiam. Sausanan diantara mereka menjadi mereda. Mungkin mereka kehabisan kata-kata, bisik Kakashi yang mengintip dari kejauhan.
"Tidak ada satupun dari kita yang bisa menangkapnya." ujar Naruto.
Kiba bertegak pinggang, mau tidak mau setuju kalau kecepatannya belum tandingan jounin. "Genin mana yang bisa melawan jounin?"
"Kecuali . . ." Kiba dan Naruto melirik Sasuke. "Kecuali jika kita bekerja sama." melihat raut wajah menjijikkan yang ditunjukkan Kiba serta Naruto, dengan cepat Sasuke kembali berkata. "Jangan tolol. Tentu saja itu agar aku bisa menjadi ninja. Dan, lagi. Setelah kita membereskannya, kita bisa mengurus urusan kita sendiri. Mengurus genin seperti kalian berdua sangat mudah bagiku."
Naruto masih ternganga di tempatnya berdiri. Dia berusaha mencerna kata-kata Sasuke. "Maksudmu, setelah kita mendapatkan lonceng itu, kita akan bertarung lagi untuk menyisihkan satu sisanya?"
Sasuke mengangguk walau tidak melirik Naruto sama sekali.
"Aku suka ide itu!" Kiab berseru. "Aku akan menghabisi kalian nanti! Aku akan menjadi ninja terhebat dan terkuat!"
Naruto tidak tahu. Dia merunduk. Maksudnya, dia ingin menjadi ninja, tapi . . . apakah yang seperti itu tidak apa-apa? Menghabisi sesama.
"Hei," Sasuke dan Kiba menatap Naruto. "Kalau kau tidak mau, menjauh dari gerakan kami."
"A-aku ikut. Aku punya impian yang tak tergantikan." Naruto menajamkan matanya. "Jangan harap kalian bisa mengalahkanku."
"Karena kita sudah setuju," Kiba melangkah diantara mereka berdua. Ia menjulurkan tangannya, berharap disambut oleh dua yang lain. "Kita adalah aliansi. Kita harus meraih tujuan yang sama, karena itu, kita berjanji untuk tidak bertikai dulu."
"Wau wau!"
Sasuke dan Naruto menyambutnya. Setelah mengangguk satu sama lain, Sasuke menatap hutan dibelakangnya. "Berpencar."
A/N: Seperti yang semua pembaca sadari. Saya tidak menggunakan gaya penceritaan serba deskriptif saya lagi. Karena saya ingin membuat fic ini action dengan sentuhan limun nantinya. Cerita ini akan terus berjalan, bahkan sampai perang dunia shinobi ke-empat. Dengan catatan: BILA LANCAR. Dan untuk lancar: dukungan melalui review, kritik, dan komen sangat dibutuhkan. Thank you. see you soon.
