Hello, readers! Selamat datang di cerita bersambung aku yang pertama! *nyalain kembang api* *yehet-ing* *padahal cuma twoshot*

Karena bosen dengan fanfiction yaoi yang hanya melibatkan KaiSoo, akhirnya aku nambah satu pemeran tambahan. f(Krystal)! jangan timpuk author please

Fanfiction ini aku bikin setelah aku denger lagu 'Goodbye Summer - f(x) feat. D.O' pas aku lagi bikin fanfiction KaiSoo. Awalnya sih nggak niat buat masukin Krystal ke sini. Karena terpengaruh, jadilah cerita ini jadi menyimpang dari yang seharusnya. :)) Semoga nggak jelek, ya.

Tolong kasih review dong, author butuh masukan dari kalian. *bow* Terima kasih sudah mampir! Selamat membaca!

Title:

Him or Her

Cast:

Do Kyungsoo

Kim Jongin

f(x) Krystal

Genre: Romance

Length: Twoshoot

.

.

.

Hujan sudah turun sejak pagi hari ini. Walaupun tidak deras, titik-titik kecil air yang turun dari langit kota Seoul mampu menurunkan suhu udara hingga tiga derajat. Hal itulah yang membuat Kyungsoo enggan beranjak dari tempat tidurnya.

"Hyung, kau berjanji akan mengajakku jalan-jalan hari ini." rajuk Jongin sambil mengerucutkan bibir.

"Tapi udara hari ini sangat dingin, Jongin."

Kyungsoo memalingkan muka sedetik setelah menatap wajah aegyo Jongin. Ia tahu ia takkan sanggup melawan Jongin jika ia terus melihat paras imut kekasihnya itu.

"Ayolah hyung, aku ingin mengunjungi kedai kopi yang kau ceritakan minggu lalu."

Jongin merebahkan dirinya di samping Kyungsoo dan mulai menyandarkan dagunya pada pundak Kyungsoo yang tidak terlalu lebar. Bola matanya tetap berusaha membuat kontak dengan bola mata hitam milik kekasihnya itu. Sementara itu, Kyungsoo malah melanjutkan kegiatannya membaca buku yang sempat tertunda karena kedatangan Jongin.

"Besok saja, Jongin." jawab Kyungsoo tanpa memalingkan perhatiannya dari deretan-deretan kata dari buku yang sedang dibacanya.

"Hyung…" Jongin kini ganti menyandarkan pipinya. Ia memainkan jari-jari tangannya sendiri, berusaha meredam rasa kecewa yang tumbuh di hatinya. "Walaupun hari ini dingin, hawa di kedai kopi pasti hangat. Lagipula, besok kau ada jadwal, kan?"

Kyungsoo terlihat berpikir sejenak. "Kalau begitu, lusa saja."

"Hyung…" Jongin kian merajuk. "Pokoknya kau harus menepati janjimu untuk berjalan-jalan denganku, titik!"

"Aish…" Kyungsoo akhirnya menutup buku yang gagal ia baca karena rajukan Jongin. "Kau tahu kau mudah terserang flu, Jongin. Udara hari ini benar-benar dingin."

"Tapi aku ingin jalan-jalan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?"

Kyungsoo akhirnya memberanikan diri untuk menatap wajah Jongin. Ah, kekasihnya itu terlihat sungguh-sungguh. Kyungsoo jadi tidak tega.

"Ayolah, hyung. Aku juga ingin pergi jalan-jalan berdua saja, seperti Tao dan Kris." Jongin kembali memperlihatkan puppy eyes-nya pada Kyungsoo.

Kyungsoo mendesah pelan. "Baiklah. Tapi kau harus mema-"

"Ah, terima kasih hyung! Kau yang terbaik!" Jongin melingkarkan—ehm, sebenarnya agak mencekik—tangannya pada leher Kyungsoo.

"Jongin, aku belum selesai bicara!"

Jongin dan Kyungsoo berjalan berdampingan di jalanan kota Seoul yang hari ini tidak terlalu ramai. Wajar saja, udara hari ini cukup dingin untuk dinikmati dengan berjalan-jalan. Kyungsoo akhirnya menepati janjinya untuk mengajak Jongin ke kedai kopi favoritnya setelah Jongin memenuhi permintaannya untuk mengenakan tiga lapis pakaian sekaligus.

Jongin benar-benar sangat mudah terserang flu. Dalam setahun, Jongin bisa terserang flu berat hingga empat kali. Ketika itu terjadi, Kyungsoo-lah yang paling direpotkan. Sebagai rekan satu grup sekaligus kekasih Jongin, Kyungsoo harus memberikan perhatian ekstra pada Jongin yang tidak pernah kebal terhadap udara dingin.

"Hyung, berapa lama lagi kita akan sampai?" tanya Jongin yang sudah tidak sabar untuk merasakan hawa yang sedikit lebih hangat.

"Sebentar lagi, Jongin. Kau lihat bangunan kecil di ujung jalan itu?" Kyungsoo menunjuk tempat yang dimaksudnya itu oleh dagunya karena tangannya masih nyaman berada di dalam saku mantel.

Jongin mengangguk pelan sebagai jawaban meski samar untuk dilihat oleh ujung mata Kyungsoo.

"Itu tujuan kita."

"Ah, kalau begitu, mari kita lari saja!"

Tanpa persetujuan Kyungsoo, Jongin menarik lengan Kyungsoo secara tiba-tiba untuk berlari. Kyungsoo yang kaget hampir terjatuh karena tidak sempat menyesuaikan dirinya dengan perubahan posisi yang mendadak.

"Kau bisa memberikan waktu untukku bersiap dulu, Jongin!"

"Aku kira kau suka kejutan, hyung." Jongin hanya meleletkan lidahnya pada Kyungsoo sambil terus berlari kecil dengan tetap menggenggam tangan kanan Kyungsoo.

"Ck, kau ini."

Walaupun terlihat kesal, nyatanya bibir berbentuk hati milik Kyungsoo membentuk seulas senyum tipis. Jujur saja, Kyungsoo juga ingin sekali menghabiskan waktu dengan Jongin dengan cara seperti ini. Berdua saja, tanpa diganggu oleh orang lain.

"Ah, kedai ini kan?" tanya Jongin setelah berhenti di depan sebuah kedai kecil yang menyebarkan aroma khas kopi.

"Iya. Ayo masuk." kali ini Kyungsoo yang menarik tangan Jongin untuk memasuki kedai.

Kyungsoo dan Jongin memilih untuk duduk di samping jendela. Selain bisa mendapatkan privasi yang lebih, tempat duduk tersebut merupakan tempat duduk favorit Kyungsoo sejauh ini.

"Kau ingin memesan apa, Jongin?" Kyungsoo bertanya dengan mata yang tetap terfokus pada menu yang tersaji di hadapannya.

"Kau pasti tahu apa yang akan aku pesan." Jongin malah memperhatikan interior ruangan yang sedang mereka tempati saat ini. Bagus juga. Jongin suka nuansa klasik seperti ini.

"Americano?"

"Tentu saja." jawab Jongin santai. "Kau memang kekasih terbaik, hyung."

Kyungsoo tertawa kecil mendengar pujian Jongin. "Memang apa lagi jenis kopi yang pernah kau pesan seumur hidupmu selain Americano?"

"Kau ini memang tidak romantis, hyung." balas Jongin sambil melipat kedua tangan di depan dadanya dan memasang ekspresi kesal di wajahnya.

Kyungsoo yang gemas akan tingkah kekasihnya itu segera mengulurkan tangan kanannya untuk meraih puncak kepala Jongin. Namun, sebelum hal tersebut terjadi, mereka berdua dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tiba-tiba datang ke meja mereka.

"Lihat siapa yang berkunjung ke tempat ini."

Kyungsoo dan Jongin secara bersamaan menoleh ke arah suara yang—sepertinya—ditujukan untuk mereka berdua.

"K-Krystal?"

"Aku tak tahu kau pemilik kedai ini."

Setelah Kyungsoo dan Jongin memesan secangkir Americano dengan sirup karamel dan secangkir Flat White dengan sirup mint, Kyungsoo memulai percakapan di antara mereka dan Krystal.

"Sebenarnya ini milikku dan kakakku. Hanya saja, kakakku lebih fokus pada bisnis fashion-nya sekarang. Sementara aku memilih untuk mengurus tempat ini sampai grupku mengadakan comeback." jawab Krystal. "Kudengar dari pegawaiku, kau sering mampir ke tempat ini, ya?"

Kyungsoo tersenyum tipis. "Iya. Entah mengapa aku merasa nyaman berada di tempat ini."

"Mungkin karena interiornya." jawab Krystal yang terlihat sedang menerawang sesuatu—sepertinya sesuatu yang telah lalu. "Ya, aku yakin karena interiornya."

"Kalau boleh aku tebak, noona pasti memilih konsep musim gugur untuk interior tempat ini. Benarkah begitu?" tanya Jongin.

Krystal tersenyum lebar mendengar tebakan Jongin. "Tepat sekali. Kau pasti tahu banyak tentang desain interior."

"Ah, tidak juga." Jongin mengusap belakang lehernya untuk menutupi rasa canggung yang meliputi dirinya kini. Rasanya pujian Krystal terlalu berlebihan. "Lagipula, warna oranye dan cokelat memang identik dengan musim gugur, bukan? Ah, apalagi hiasan daun dalam bingkai itu!"

Jongin berseru sambil menunjuk sebuah hiasan dinding yang terbuat dari susunan daun maple berbagai ukuran. Sepertinya daun tersebut memang daun asli yang sengaja diawetkan.

"Ah, itu mirip seperti daun maple dari pohon yang ada di belakang sekolah kita dulu." seru Kyungsoo dengan mata yang melebar.

Krystal tertawa canggung. "Daun maple di belahan dunia manapun memang berbentuk seperti itu, Kyung."

"Tidak, aku yakin itu berasal dari pekarangan belakang sekolah kita. Biar aku lihat dulu."

"Tunggu, Kyung." Krystal berusaha menahan Kyungsoo yang baru saja beranjak dari tempat duduknya. "Kopi pesananmu baru saja tiba."

Kyungsoo melihat seorang pelayan mengantarkan tiga cangkir kopi—tentu saja secangkir kopi gratis bagi sang pemilik kedai—ke atas meja mereka. Akhirnya, ia membatalkan niatnya untuk mengecek hiasan dinding yang daritadi menjadi bahan pembicaraan mereka.

Tanpa Kyungsoo dan Jongin sadari, Krystal mendesah lega di tempatnya.

Bosan. Sejak Krystal duduk di kursi yang tersisa di meja mereka, Kyungsoo terus saja berbicara dengannya. Sementara itu, Jongin merasa seperti pihak ketiga yang sesekali menanggapi pembicaraan mereka.

Padahal, Jongin ingin menghabiskan waktu berdua dengan Kyungsoo. Hanya berdua.

Belakangan, Jongin baru tahu bahwa Kyungsoo dan Krystal bersekolah di SMA yang sama. Bahkan mereka teman sekelas. Jongin bukannya tidak tahu Krystal—oh ayolah, mereka sama-sama lulusan SM Academy—tapi Jongin tidak tahu bahwa sunbae-nya itu sangat dekat dengan Kyungsoo.

"Kau masih ingat saat kita dihukum dulu?"

"Ah, tentu saja aku ingat! Kau terlihat sangat bodoh saat itu." jawab Krystal dengan mata melebar.

Kyungsoo tertawa menanggapi penuturan Krystal. "Kau yang terlihat bodoh. Aku masih ingat bagaimana ekspresimu saat itu. Kau terlihat sangat takut walau kesalahan yang kau buat tak sebanding denganku."

"Diamlah, Do Kyungsoo." ujar Krystal sambil tetap tertawa.

Kau yang harusnya diam, noona centil, batin Jongin.

Ah, Jongin benar-benar merasa seperti outsider sekarang. Ingin ikut berbicara, tapi tidak tahu arah pembicaraan mereka. Bahkan untuk sekedar menanggapi pun Jongin terdengar payah. Krystal sangat mendominasi pembicaraan mereka. Sepertinya ia tidak ingin pembicaraannya dengan Kyungsoo diganggu oleh Jongin

Dan hal yang paling membuatnya kesal adalah Kyungsoo. Kekasihnya itu sama sekali tidak peka terhadap keadaannya sekarang. Bukannya mengajak Jongin untuk masuk ke dalam percakapan, ia malah membiarkan Jongin menyesapi kopinya sendirian.

Lihat saja, kopinya telah habis sejak lima belas menit yang lalu. Sementara itu, cangkir milik Krystal dan Kyungsoo seperti belum tersentuh sama sekali. Latte art yang ada di atas cangkir mereka masih terlihat utuh.

Akhirnya, Jongin memilih untuk memainkan telepon genggam yang ada di saku luar mantelnya. Ia menjalankan permainan Flappy Bird yang sangat monoton itu. Tapi tak apalah, permainan tersebut terasa sangat mengasyikkan di saat-saat seperti ini.

Lalu, setelah menekan tombol retry ke-dua puluh lima kalinya, Jongin tiba-tiba mendapat ide cemerlang. Setelah menutup aplikasi dan menekan beberapa tombol di telepon genggamnya, Jongin memasukkan telepon genggamnya ke dalam saku luar mantelnya. Setelah itu, ia melepas mantel tersebut dan menaruhnya di kursi yang kini ia duduki.

Satu, dua, tiga…

"Ah, sepertinya aku harus menjawab panggilan ini."

Kyungsoo hanya menoleh singkat pada Jongin dan berkata, "Baiklah."

Jongin merogoh saku celananya dan menekan tombol hijau di ponsel pintarnya yang kini tengah berbunyi. Setelah itu, ia beranjak menuju kamar mandi.

Ah, tentu saja. Ke mana lagi Jongin bisa pergi?

"Ngomong-ngomong, daun maple itu memang berasal dari pohon yang ada di pekarangan belakang sekolah kita. Bagaimana kau bisa tahu?"

Kyungsoo menyunggingkan senyum tumpul setelah terlebih dahulu menyesap kopinya yang sudah dingin. "Kita sering sekali bermain di bawah pohon itu. Bagaimana bisa aku tidak tahu bentuk dan warna daunnya?"

Krystal terkekeh canggung. "Kupikir kau tidak akan memperhatikan detail kecil seperti itu."

"Aku senang memperhatikan detail terkecil sekalipun, kau tahu?"

"Aku tahu." Krystal tersenyum hambar. "Tapi aku tidak tahu mengapa kau gagal memahami perasaanku."

Kyungsoo tersentak mendengar pernyataan Krystal. "M-Maksudmu?"

"Aku tahu kau mulai menyukaiku sejak kita duduk di kelas dua. Temanmu, Baekhyun, berkata begitu padaku."

"Aish, anak itu memang benar-benar." Kyungsoo mengumpat dalam hati dan menyumpahi Baekhyun untuk bibir bocornya itu.

"Jika saja kau tahu, aku bahkan telah menyukaimu sejak kita masih duduk di kelas satu." ujar Krystal sambil mengaduk-aduk kopinya dan membuat latte art berbentuk hatinya menjadi berantakan. "Sejak kita dihukum bersama di aula."

Kyungsoo menatap Krystal tak percaya. "Itu… Itu bahkan pertemuan pertama kita, Krystal."

Krystal mengangguk. "Do you believe at love at the first sight? Because I do."

Mata Kyungsoo kian melebar. Jadi gadis di depan matanya ini… "Jadi kau telah menyukaiku sejak saat itu?"

"Iya, Do Kyungsoo. Ah, dan kau tahu lagu Goodbye Summer yang Amber ciptakan untuk dinyanyikan oleh grupku dan kau?" Krystal menatapi cangkir kopinya dengan perasaan tak terbaca. "Aku yang membujuk anggota grupku agar memberimu kesempatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Bila saja kau tahu, lagu tersebut Amber ciptakan untukku."

Kyungsoo terdiam sejenak untuk mencerna pernyataan Krystal. "Krystal, ini tidak mungkin. Kau…"

"Mengapa tidak mungkin?" Krystal kini menatap tepat pada mata Kyungsoo yang terlihat buram di matanya. "Mungkin aku bodoh karena telah menyia-nyiakan lima tahunku yang berharga hanya untuk menunggu kau menyatakan perasaanmu padaku. Jadi, untuk menebus kebodohanku, biarkan aku menyatakan perasaanku sekarang juga."

Kyungsoo menganga tak percaya. "K-Krystal…"

"Do Kyungsoo, aku menyukai—ah, tidak. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu sejak musim gugur lima tahun yang lalu. Apakah kau akan memberiku kesempatan untuk bisa mencintaimu dengan wajar layaknya seorang kekasih?"

Kyungsoo terdiam selama beberapa saat. Semuanya terlalu tiba-tiba. Ya, Kyungsoo memang pernah menyukai sahabatnya itu. Bahkan mencintainya hingga rasanya ia tak sanggup menjalani hidup jika tak melihat wajah Krystal sehari saja. Hanya saja, saat perpisahan sekolah dulu, Kyungsoo masih tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya karena didominasi oleh rasa malu dan takut. Dan kini, saat kesempatan itu datang lagi, Kyungsoo dilanda perasaan yang tak menentu.

Ah, mengapa baru sekarang?

Lalu, dengan segenap keberanian, akhirnya Kyungsoo menatap Krystal tepat di matanya. Krystal sangat memesona, sungguh. Kyungsoo mengakui hal itu.

"Baiklah. Aku akan memberimu kesempatan."

"Baiklah. Aku akan memberimu kesempatan."

That's it. Setelah tidak sengaja mendengar percakapan Krystal dan Kyungsoo saat ingin menutup panggilan dari ponsel cadangan yang ia simpan di dalam mantelnya, Jongin bisa menyimpulkan sesuatu sekarang. Kyungsoo pernah mencintai Krystal. Kyungsoo masih mencintai Krystal.

Jadi, ia memilih untuk pergi dari tempat itu dan berjalan-jalan ditemani udara dingin kota Seoul. Ia tahu hatinya tak akan sanggup jika harus menatap Kyungsoo lagi.

-TO BE CONTINUED-

.

.

.

Mas Kyungsoo, pilih author juga boleh kok.