Pairing: Chanyeol/Baekhyun
Genre : Angst
Length: Oneshot
Rate : M (mengandung seksual konten, yang masih di bawah umur harap menutup tab.)
Word count : 4k+
Fanfic ini merupakan fanfic remake karya sahabat tersayang saya; AnJel13, yang jenius dengan pairing JaeVin Ukiss. Segala hal dalam fanfic ini murni milik penulis original.
Summary : Baekhyun berada di ambang kehancuran, Chanyeol tidak tahu apakah dia pantas memberi bantuan.
.
.
Bersihkan Aku, Sucikan Aku, Buat Aku Lupa
.
.
Ruangan itu hening. Enam pemuda yang duduk berpencar di dalamnya tak satupun yang berbicara. Semua terlalu sibuk dengan pikiran dan pergelutan emosi masing-masing.
Pintu ruangan terbuka dan keenam pemuda tersebut mendongak, melihat seorang pemuda lain dan dua pria paruh baya memasuki ruangan dengan ekspresi letih. Salah satu pria yang memutar kenop pintu dan yang paling pertama memasuki ruangan menyadari kehadiran empat pemuda tersebut. Dia memandang mereka heran.
"Kalian belum pulang juga?"
Pertanyaan tersebut tergantung tidak terjawab. Malahan, salah seorang pemuda di ruangan itu balas bertanya. Suaranya terdengar sedikit geram. "Hyung, jadi bagaimana?"
Ketiga lelaki yang baru memasuki ruangan bertukar pandang sebelum mereka melangkah lebih jauh untuk mencari tempat duduk.
"Harusnya sudah tidak apa-apa," jawab pria yang pertama. "Dia dipecat, tentu saja. Agensi mempertimbangkan untuk melaporkannya ke polisi—"
"Mempertimbangkan?" seru pemuda yang tadi bertanya dengan tidak percaya. "Buat apa dipertimbangkan lagi? Dia sudah seharusnya dijebloskan ke penjara! Lihat apa yang sudah dia perbuat! Dan sekarang apa? Kalian membiarkannya berkeliaran bebas?!"
"Tao, tenang," ujar pria kedua. "Tenang saja, dia memang akan dijebloskan ke penjara. Tapi kita harus memastikan dulu kejadian ini tidak sampai bocor ke publik. Dan juga, agensi tidak akan kehilangan jejaknya begitu saja. Kau mengerti maksudku?"
"Lagipula," tambah pria pertama. "Untuk pemeriksaan polisi, mereka membutuhkan keterangan saksi dan korban. Dan kurasa si korban sendiri belum siap memberikan keterangannya. Dibawa ke dokter saja dia tidak mau. Jadi maksudku disini, kita juga harus mempertimbangan keadaannya dulu."
Tao hanya merespon dengan dengusan kesal tapi dia tidak berkata apa-apa lagi.
"Tadi kusuruh Chanyeol mengantarnya pulang. Jadi?" Luhan, pemuda yang ikut bersama dua pria tersebut menanyai yang lain. Salah satu pemuda dengan wajah sedikit bundar berisi mengangguk mengiyakan.
"Tapi dia tidak mau pulang ke rumahnya. Katanya dia belum siap menghadapi keluarganya," ujar pemuda berwajah bundar itu sedih. "Pada akhirnya Chanyeol setuju membawa Baekhyun ke apartemennya untuk menginap malam ini."
Luhan mengangguk mengerti sebagai respon dari informasi yang baru dia terima. "Lalu, bagaimana keadaan Baekhyun?" dia bertanya lagi.
"Kacau," Tao menjawab dingin. "Dia tidak berhenti gemetar dan berjengit setiap kami berusaha menyentuhnya. Nyaris mustahil membuatnya berdiri tadi. Dan kau tahu? Dia tidak berhenti menangis diam-diam. Menurutmu bagaimana perasaan kami melihatnya seperti itu?"
Luhan menundukkan wajahnya, simpati, sementara kedua pria lainnya menghela napas berat. Jikapun mereka dihadapkan dengan situasi seperti yang dikatakan Tao—yaitu menghadapi seorang rekan yang begitu terguncang dan mengalami kejadian traumatik—mereka memang tidak tahu harus bersikap bagaimana.
"Aish," pria kedua menggerutu dan memijit batang hidungnya keras, sesuatu yang akan dia lakukan setiap kali ada masalah besar yang dia hadapi.
"Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi pada kita?"
.
.
Chanyeol mengemudikan mobilnya dalam diam. Sesekali dia akan mencuri pandang ke pemuda yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya, memastikan apakah pemuda tersebut baik-baik saja.
Bohong besar kalau dibilang baik-baik saja.
Baekhyun duduk dengan memeluk lututnya sendiri yang ditekuk ke dada. Sesekali dia akan berjengit tanpa sebab. Jemari panjangnya tidak berhenti gemetar dan wajahnya yang penuh bekas air mata menyiratkan ketakutan yang amat sangat besar. Sekarang ini, Baekhyun kelihatan begitu kecil dan rapuh. Chanyeol sedikit banyaknya merasa iba melihat kondisi rekannya ini.
Sungguh aneh rasanya. Di wajah si vokal grup mereka ini biasanya akan terpampang senyuman, sekikuk apapun suasana pada saat itu. Dia akan sering berceloteh tidak jelas hanya agar suasana tidak terlalu sunyi, meskipun kadang celotehannya itu dianggap sebagai angin lalu bagi yang lain. Dia tidak bisa diam jika berkendara, ada-ada saja yang dia lakukan seperti mengutak-atik radio atau hanya sekedar menyenandungkan lagu kesukaannya. Seorang Byun Baekhyun tidak biasanya bertampang menyedihkan seperti ini.
Pikiran Chanyeol melayang ke kejadian beberapa jam sebelumnya. Apa yang dia temukan di ruang kantor kosong itu. Apa yang membuat dirinya mendadak membeku lalu dengan cepat dibakar amarah, bahkan murka sehingga dengan membabi buta menghajar orang brengsek itu sampai dia mendapat luka yang cukup untuk dirawat selama tiga bulan di rumah sakit. Apa yang membuat Baekhyun begitu terguncang dan kacau seperti sekarang.
Memori itu cukup untuk membuat Chanyeol menggeram marah dan mengencangkan pegangannya pada roda kemudi dengan kekuatan lebih dari yang seharusnya.
.
.
"Kau bisa mandi duluan," ujar Chanyeol ketika mereka sudah memasuki kamar apartemen. Baekhyun berjalan kikuk, mengikuti dari belakang sementara si pemilik kamar bergerak cepat menyalakan lampu yang dirasa perlu sebelum dia teringat sesuatu. "Oh, mungkin kau mau mandi dengan air panas? Sebentar, kusiapkan. Takkan lama." Dan dengan cepat dia melesat ke kamar mandi.
Sepeninggal Chanyeol, Baekhyun jadi tidak tahu harus apa. Ini pertama kalinya dia berada di apartemen si rapper. Dan sebenarnya apartemen Chanyeol tidaklah terlalu buruk walaupun tidak terlalu luas. Dindingnya sepi hiasan, tapi sudah memberi rasa nyaman dengan warna lembut pastel yang mengisi tembok kosong itu. Lampu-lampu dipasang di tempat yang tepat sehingga ruangan itu jauh dari kesan suram meskipun sering ditinggalkan pemiliknya. Keseluruhan tata letak di dalamnya cukup rapi, hanya saja di atas meja kopi yang terletak di tengah ruangan berserakan beberapa kertas—baik yang masih mulus maupun yang telah remuk membentuk bola—dan buku-buku yang masih terbuka. Baekhyun menduga bahwa Chanyeol terlalu sibuk sebelumnya sehingga tidak sempat membereskan kekacauan itu.
Chanyeol kembali beberapa saat kemudian dan dia terheran-heran melihat Baekhyun yang masih berdiri mematung di tengah ruangan. "Loh? Kau tidak duduk?" Dia menghampiri pemuda yang lebih kecil dan baru akan menyentuhnya ketika Baekhyun bergidik dan sontak menjauh. Chanyeol menghela napas pelan. Dia mengerti kenapa Baekhyun bersikap seperti itu, tapi tak bisa dia pungkiri juga kalau reaksi itu sedikit melukainya.
"Y-yeol..." Baekhyun mencicit kecil. Tampaknya dia menyadari apa yang telah dia lakukan. Dia menatap Chanyeol dengan perasaan bersalah.
Senyum kecil mengembang di wajah si rapper, menenangkan. "Tidak apa-apa," ujarnya. "Ayo, semua sudah siap, kau bisa mandi sekarang," ajak Chanyeol, berhati-hati agar dia tidak menyentuh Baekhyun lagi.
.
.
Chanyeol mencari-cari baju yang dirasa cocok dalam lemarinya. Agak susah sebenarnya, tinggi mereka tidak sebanding, badan Baekhyun lebih kecil daripadanya. Selagi mengacak-ngacak isi lemarinya, di kepala pemuda itu kembali diputar rangkaian peristiwa yang dia harap bisa dia lupakan seumur hidupnya.
.
.
SM menyewa manager baru untuk EXO. Kegiatan mereka yang semakin banyak dan aktivitas individual yang dijalani masing-masing anggota grup, cukup membuat dua manager lama yang bekerja untuk EXO selama bertahun-tahun kewalahan. Park Joon Song, adalah nama manager baru mereka tersebut. Dia mulai bekerja sekitar dua minggu yang lalu. Kepribadiannya menyenangkan, kerjanya ulet dan usianya tidak terpaut terlalu jauh dari anak-anak EXO sehingga dengan cepat dia bisa akrab dengan anggota grup yang juga sudah merasa nyaman dengannya tersebut. Tapi siapa sangka jika lelaki yang sudah mereka anggap hyung itu malah mengkhianati mereka dengan cara yang menyakitkan.
Baekhyun memiliki jadwal sendiri pagi tadi dan dia ditemani oleh Joon Song menuju studio dimana Baekhyun akan menjadi MC sebuah acara. Semuanya tampak baik-baik saja. Masing-masing sibuk dengan kegiatan mereka sebelum harus berkumpul di kantor SM untuk latihan.
Malamnya, Chanyeol berlari memasuki ruang latihan. Dia sudah terlambat dan Luhan pasti marah besar padanya. Namun ketika dia mendobrak pintu ruang latihan membuka dan menyerukan berbagai permintaan maaf, disadarinya bahwa ruangan itu masih sunyi, tidak ada alunan musik dan tidak ada aktivitas latihan di dalamnya. Semua yang ada di ruangan masih duduk santai di lantai kecuali Luhan yang berjalan mondar-mandir dengan ponsel menempel di telinganya. Wajahnya tampak kesal, dan gelisah, dia sedang mencoba menghubungi seseorang dan seseorang itu tampaknya belum juga menjawab sang visual Mandarin.
Minseok mengisyaratkan Chanyeol untuk diam dan duduk bersamanya di lantai. Diapun menceritakan secara ringkas apa yang membuat Luhan begitu kesal. Ternyata Baekhyun belum juga muncul dan ketika dihubungi dia juga tidak menjawab, ponselnya mati, membuat Luhan semakin gemas.
Mendengar cerita Minseok, Chanyeol lantas mengangkat sebelah alis, heran. Dia yakin seharian ini Baekhyun pergi dengan manager Joon Song dan dia juga yakin melihat mobil manager baru mereka itu telah terparkir di parkiran gedung. Jadi pasti keduanya sudah ada di gedung ini. Chanyeol menceritakan ini pada Minseok dan si pemuda berwajah bundar itu juga sama bingungnya.
Chanyeol menyarankan untuk menghubungi manager Joon Song yang langsung ditolak oleh sang leader. Ternyata dia juga telah mencoba menghubungi manager baru mereka itu beberapa kali. Tapi hasilnya sama saja. Tidak dijawab.
Entah kenapa Chanyeol ikut gelisah. Tidak biasanya Baekhyun menghilang seperti ini. Jikapun dia terlambat, dia pasti akan menghubungi salah satu dari mereka terlebih dahulu. Chanyeol menimbang-nimbang dulu sebelum bangkit berdiri dan pergi meninggalkan ruangan, menyerukan sesuatu bahwa dia akan mencoba mencari Baekhyun di sekitar gedung itu.
Chanyeol menemukan salah satu manager lama mereka, Kim Min Gook, tengah membeli kopi di mesin penjual otomatis di lantai dua. "Hyung," panggilnya dan menghampiri pria yang tampak lelah tersebut. Min Gook menoleh dan menatap salah satu anak asuhannya dengan heran.
"Chanyeol, apa yang kau lakukan? Bukannya kalian harus latihan sekarang?" tanya Min Gook.
"Hyung, kau lihat Baekhyun? Dia harusnya juga ikut latihan, tapi dia belum juga muncul. Ponselnyapun sulit dihubungi."
Min Gook menatapnya bingung. "Baru setengah jam yang lalu kulihat dia ke atas bersama Joon Song. Kukira mereka langsung ke ruang latihan."
Itu dia, batin Chanyeol. Dia tahu, mereka pasti sudah di gedung ini. Tapi dimana? Perasaan Chanyeol menjadi tidak enak.
"Tidak, mereka tidak disana," jawab Chanyeol. "Baiklah, akan kucoba mencari lagi ke atas. Mungkin mereka di tempat lain." Dan Chanyeol langsung berbalik menuju lift. Min Gook mengikuti, meninggalkan kopinya yang setengah terminum di atas meja terdekat.
"Aku ikut denganmu."
.
.
Dia menemukan sebuah t-shirt dan celana training panjang dan boxer baru yang belum pernah dia pakai. Rasanya itu sudah cukup. Chanyeol baru akan membawanya ke kamar mandi ketika dia mendengar jerit histeris dari sana.
"Baekhyun!" seru Chanyeol kaget dan segera berlari menuju kamar mandi, melupakan baju ganti yang sudah dia siapkan tergeletak di lantai.
.
.
Chanyeol menemukan Baekhyun duduk meringkuk di bawah shower yang masih menyala. Dia mendesak tubuh kecilnya menempel sedatar mungkin dengan sudut kamar mandi, seolah berharap dinding itu akan menelannya. Tubuh telanjang Baekhyun sudah basah kuyup oleh air shower dan sebuah sponge mandi tercengkeram erat di salah satu tangan yang menyembunyikan kepalanya, membuat busa tebal sabun turut menempel di rambutnya yang sudah basah. Chanyeol menyadari betapa tubuh itu bergetar hebat dan satu dua isakan terdengar dari pemuda yang sedang ketakutan itu.
"Baekhyun." Chanyeol coba memanggil, pelan awalnya. Perlahan dia melangkah mendekati sosok yang tengah meringkuk itu dan menyentuh bahu si pemuda yang basah dan bergetar. Chanyeol tidak menghiraukan guyuran air shower yang mulai membasahi baju kaus dan celana jeansnya. Begitu merasakan kontak tangan orang lain dengan kulitnya, Baekhyun tersentak dan mulai berteriak histeris lagi, bahkan sampai meronta-ronta seolah berusaha agar tidak ada yang menyentuhnya.
"Baekhyun!" seru Chanyeol kaget. Dia mencoba menangkap lengan si vokalis yang terbang kesana-sini, mencoba menenangkannya. Baekhyun masih berusaha memberontak, dia mulai terisak dan Chanyeol tidak pernah melihat orang yang begitu ketakutan seperti ini. "Baekhyun, Baekhyun, shh... tenang, ini aku, Chanyeol. Shh.. tenang, sudah tidak apa-apa," Chanyeol berusaha menenangkan. Baekhyun mulai berhenti meronta dan membuka matanya yang sedari tadi ditutup dengan begitu erat. Begitu melihat siapa yang ada di depannya, Baekhyun langsung menghambur memeluk Chanyeol, membuat si rapper kaget setengah mati.
"Yeol...yeol..yeol..." Baekhyun terus memanggil-manggil nama itu, seolah tengah melafalkan sebuah mantra. Lengannya yang panjang melingkari pinggang Chanyeol yang masih kalut dengan apa yang sedang terjadi.
"Shh... ya, ini aku. Semuanya baik-baik saja, jangan khawatir," Chanyeol akhirnya berkata sambil mengelus punggung polos Baekhyun dengan lembut. Baekhyun sendiri masih terus terisak dan membenamkan wajahnya ke dada bidang Chanyeol.
"Tidak mau hilang," ucapnya di sela tangis. Chanyeol menaikkan alis, bingung. "Bekas-bekas ini... sentuhannya... tidak mau hilang... aku merasa-... aku merasa-... sangat kotor," ucap Baekhyun lagi dan dia menangis semakin kencang. Chanyeol kemudian mengerti apa yang sebenarnya dikatakan Baekhyun. Dia juga melihat bekas memerah di sekujur tubuh si vokalis. Pasti itu bekas gosokan sponge yang dibuat Baekhyun dalam usaha membersihkan 'bekas' yang ada. Seketika, tanpa sadar, dia menggertakkan giginya dengan marah.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, pasti bisa hilang, akan kubantu," Chanyeol masih mencoba menenangkan. Dalam hati dia terus mengutuk orang yang bertanggung jawab atas semua ini, pria brengsek yang menyebabkan Baekhyun menderita seperti sekarang. Tapi kemudian Baekhyun memberi respon negatif dengan menggelengkan kepalanya.
"Tidak." Baekhyun mengangkat wajahnya dan menatap Chanyeol dengan pandangan frustrasi, setengah memohon. "Tidak akan hilang. Berapa kalipun digosok, berapa kalipun dicoba. Aku masih bisa merasakannya. Mereka tidak mau hilang, selamanya akan disini." Dan Baekhyun kembali membenamkan wajahnya ke dada Chanyeol, terisak lagi.
"Baekhyun..." Chanyeol tidak tahu harus apa. Meskipun dia telah banyak belajar mengenai psikologi manusia, tapi dia benar-benar bingung harus bagaimana menghadapi keadaan seperti ini. Dengan canggung dia mengelus rambut basah Baekhyun dan menggumamkan kata-kata menenangkan meskipun tidak yakin kata-kata itu dapat memberi pengaruh barang sedikit.
"Yeol, tolong aku," akhirnya Baekhyun berkata parau. Chanyeol menatapnya, menunggu kata-kata selanjutnya. "Tolong aku melupakan bekas-bekas ini. Tolong tutupi bekas-bekas ini." Pemuda itu mengangkat wajahnya lagi. Mata keduanya bertemu. Chanyeol entah mengapa segera mengerti pesan Baekhyun dan melebarkan matanya dengan tidak percaya.
"Chanyeol, sentuh aku."
.
.
Chanyeol berhenti di lantai teratas gedung itu, lantai tiga. Min Gook mengikuti dan matanya memeriksa satu persatu pintu tertutup yang ada di lantai itu. Lantai ini sangat jarang dikunjungi karena tidak ada apapun disana. Ada beberapa ruangan kantor yang tak terpakai dan beberapa ruang lain yang dijadikan gudang. Chanyeol mulai melangkah menyelidiki ruangan terdekat sambil sesekali memanggil nama Baekhyun. Tapi tak ada jawaban. Mereka terus memeriksa ruangan itu satu persatu, memanggil nama Baekhyun atau manager baru tersebut.
Hingga akhirnya pada saat mereka akan memeriksa ruangan yang ada di ujung koridor, Chanyeol samar-samar mendengar jerit tertahan. Matanya membelalak ngeri. Dia tahu pemilik suara itu. Dengan cepat dia berlari menuju ruangan sumber suara itu dan mendobrak pintunya kasar, mengejutkan Min Gook atas aksi mendadaknya itu. Apa yang dia temukan di dalam ruangan itu membuat jantung serasa berhenti berdetak.
Baekhyun disana, bersama manager Joon Song. Manager baru tersebut menindihkan perut datar Baekhyun ke atas meja yang ada di ruangan tersebut. Tubuh bagian bawah pemuda itu sepenuhnya terekspos karena sepasang jeans dan dalaman yang seharusnya terpakai itu sudah tergeletak lesu di lantai. Kaki Baekhyun dipaksa mengangkang sehingga Soon Joong mendapat akses ke lubang rektum pemuda tersebut. Wajah Baekhyun memerah, matanya terpicing rapat-rapat, ekspresinya jelas menunjukkan kesakitan dan rasa malu. Peluh dan air mata tak henti-hentinya mengalir membasahi wajah cantik itu. Tubuhnya tersentak beberapa kali ke depan bersamaan dengan sodokan alat genital pria yang tanpa malu menyetubuhinya. Dan Baekhyun menjerit setiap kali hal itu terjadi. Tapi bukan jerit penuh nikmat seperti yang seharusnya terjadi, melainkan jerit kesakitan.
"Apa yang kau lakukan?!" Min Gook yang ternyata telah berada di samping Chanyeol menggelegar marah, membuat ketiga lelaki lainnya tersentak. Song Joon menoleh kaget, aksinya terhenti dan dia tampak ngeri melihat wajah murka sunbae-nya sekaligus karena perbuatannya ketahuan. Baekhyun tampak lega, hanya sedikit, karena perasaan malu ketahuan berada dalam kondisi seperti sekarang jauh lebih besar. Dia hanya bisa menatap mereka nanar.
"Hyung..." cicitnya kecil, suaranya terdengar letih dan seolah meneriakkan 'tolong aku'.
Kesabaran Chanyeol sudah habis. Dia berlari masuk dan menarik tubuh Song Joon kasar menjauhi Baekhyun. Song Joon terjungkal ke lantai dan tanpa buang-buang waktu lagi Chanyeol mulai mendaratkan pukulan demi pukulan ke wajah pria yang menjadi managernya dan teman-temannya tersebut. Sementara itu Min Gook berusaha menenangkan Baekhyun yang tampak begitu terguncang dan mulai menangis meraung-raung.
"Chanyeol! Sudah! Hentikan!" teriak Min Gook panik setelah mendudukkan Baekhyun dengan aman di lantai. Dia lalu bergegas mengurus dongsaeng-nya yang tengah mengamuk itu. Dengan cepat Min Gook menangkap tangan Chanyeol yang akan melayangkan tinju ke wajah pria yang telah babak belur di bawahnya. Belum pernah Min Gook melihat Chanyeol mengamuk seperti ini. Dan ia tentu tak bisa membiarkan Chanyeol membunuh seseorang sekarang.
.
.
Chanyeol menelan ludah. Dia benar-benar tidak tahu harus apa.
"Baekhyun, tidak, kembalilah mandi. Akan kuambilkan handuk dan baju gantimu," ujarnya pada akhirnya dan baru akan berbalik pergi ketika Baekhyun menarik tangannya.
"Chanyeol, kumohon." Pemuda kecil itu menatap Chanyeol, dalam. Dan si rapper mendadak menggigil ketika merasakan jemari panjang Baekhyun menyusuri tulang punggungnya dengan sentuhan mengambang.
"B- Baekhyun."
"Kumohon. Aku tak mau teringat akan sentuhannya lagi. Aku tidak mau kalau dia. Kumohon, Chanyeol, hanya kau..." Baekhyun terus memohon. Lengannya telah bergerak melingkari leher pemuda satunya. Matanya, disadari Chanyeol, mulai tampak kabur, seperti kabut. Baekhyun benar-benar telah putus asa.
"Baekhyun. Aku tidak bisa." Chanyeol berusaha melepaskan tangan Baekhyun. "Kau tidak menginginkannya."
"Aku menginginkannya," Baekhyun menegaskan. Dia mulai keras kepala.
Chanyeol hanya diam. Batinnya bergejolak. Di satu sisi sebenarnya dia senang. Ini kesempatan sekali seumur hidup. Tapi di sisi lain dia merasa sangat berdosa. Tidak sepantasnya dia mengambil keuntungan dari pemuda cantik itu. Demi Tuhan. Dia temannya. Bahkan dia sudah menganggap Baekhyun seperti saudaranya sendirinya. Jika dia menuruti nafsunya sendiri dan permintaan tidak masuk akal Baekhyun, bukankah dia sama saja brengseknya dengan Joon Song?
Melihat Chanyeol yang tidak juga memberi respon membuat Baekhyun gemas. Seolah kehilangan akal, Baekhyun menggesekkan area selangkangnya dengan milik Chanyeol. Napas pemuda jangkung itu tercekat, dia tidak menyangka Baekhyun akan berbuat senekat ini. Baekhyun sendiri juga tidak mengerti. Pikirannya seolah kabur. Yang dia inginkan sekarang hanyalah agar pemuda di hadapannya ini mau menyentuhnya. Tentunya dengan cara yang lebih lembut dari pengalaman sebelumnya.
"B- Baekhyun, berhenti," Chanyeol berusaha mendorong tubuh kecil itu menjauh darinya yang anehnya menjadi lebih sulit. Baekhyun melingkarkan lengannya dengan begitu erat, seperti lintah. Tidak mungkin rasanya melepaskan belitan itu tanpa menyakiti si pemilik tangan.
Baekhyun tidak mendengarkan. Dia terlalu sibuk menikmati sensasi yang dia ciptakan sendiri. Kali ini bibirnya ikut bekerja. Dengan perlahan dia menciumi dada Chanyeol yang dilapisi kain tipis baju kaos. Bibirnya bergerak, mulai dari dada, leher hingga rahang. Tangannya juga mulai menyusup ke dalam baju basah Chanyeol. Jemari lentik Baekhyun menyusuri tiap senti kulit yang dapat dijangkaunya, membuat si rapper menggelinjang tidak nyaman.
"Kumohon Chanyeol," bisik Baekhyun tanpa menghentikan aktivitasnya. Tangan yang sudah bosan dengan kulit di balik kain itu kini bergerak menangkup wajah Chanyeol, memaksa pemuda itu untuk menatapnya, menatap mata yang sudah sangat kelam. "Kumohon."
Entah sudah berapa kali Chanyeol menelan ludah. Tapi hal itu tak bisa dielakkan. Pemandangan di depannya begitu menggoda. Seorang Byun Baekhyun yang begitu cantik tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya yang basah kuyup.
Chanyeol selalu mengagumi tubuh ini, tidak terlalu berotot, tidak terlalu kurus juga. Begitu sempurna. Kulitnya yang putih mulus seperti bayi dengan tetesan air bening berpacu turun di permukaannya. Rambutnya yang menempel lengket di dahi dan tengkuk menambah kesan seksi dari manusia yang Chanyeol anggap sempurna ini. Chanyeol tidak bisa berbohong, pemandangan ini membuat libidonya gelisah saking girangnya. Kuasanya atas kendali diri sudah berada di ujung tanduk.
Baekhyun mendekatkan wajahnya ke wajah pucat Chanyeol. Matanya menatap sayu kepada pemuda tinggi itu. Chanyeol seketika membeku. Dia tidak bisa bergerak, entah kenapa. Bukan karena Baekhyun yang sudah menduduki salah satu pahanya dan bukan juga karena jemari panjang Baekhyun yang menangkup wajahnya, menahannya agar menghadap lurus ke depan, tapi karena pandangan dari mata menyayu itu yang menciptakan debaran menggelikan di dada dan perutnya.
"Chanyeol," namanya dibisikkan dengan begitu lembut, dengan begitu bernafsu. Bibir mereka sudah begitu dekat, nyaris tidak memiliki jarak lagi. Mereka bisa merasakan napas panas keduanya, yang menderu menyapu kulit merah muda itu. "Aku menginginkanmu."
Dan akhirnya kendali diri Chanyeol lepas. Dia biarkan nafsu yang mengambil alih. Malam ini mereka akan bersatu.
.
.
Tubuh kurus itu dia hempaskan ke kasur berseprei putih miliknya. Meskipun tubuh itu masih basah menitikkan air dingin. Tak satupun dari mereka yang peduli. Akal sehat mereka benar-benar sudah tertutup oleh kabut nafsu.
Chanyeol ikut memanjat ke atas ranjang. Matanya tak pernah lepas dari tubuh sempurna di hadapannya. Dengan perlahan dia merengkuh wajah si pemilik tubuh, memandang ke dalam sepasang mata berbentuk bulan sabit yang balas menatapnya dengan intens. Chanyeol selalu menyukai mata ini. Lugu tapi seksi di saat yang sama, begitu menggoda. Matanya kemudian berpindah ke hidungnya yang kecil lalu ke sepasang bibir tipis di bawahnya. Bibir yang sedikit membuka dan membiarkan deru napas panas keluar dari selanya. Oh, betapa Chanyeol ingin sekali melumatnya.
Dan dia melakukannya.
Awalnya hanya kecupan ringan. Tapi kemudian Baekhyun melingkarkan lengannya ke leher si rapper dan menariknya mendekat, memperdalam ciuman mereka. Baekhyun sengaja membiarkan mulutnya sedikit terbuka sehingga Chanyeol bisa dengan mudah menginvasi rongga hangat itu dengan lidahnya. Baekhyun melenguh nikmat ketika organ lunak itu menelusuri tiap senti bagian dalam mulutnya; mengelus langit-langitnya, mengabsen setiap giginya, membelit lidahnya. Sedikit kaget dengan kelihaian lidah Chanyeol.
Tapi Baekhyun takkan membiarkan Chanyeol mendominasi selamanya.
Baekhyun melepas pagutan bibir mereka ketika kebutuhan akan oksigen sudah tak dapat ditolerir lagi. Mata yang entah sejak kapan tertutup itu dia buka dan langsung dihadapkan dengan permata gelap Chanyeol. Baekhyun menemukan sesuatu disana. Gairah, tentu saja. Tapi ada sesuatu yang lebih. Sesuatu yang hangat. Dia tidak bisa menerka apa itu. Tapi yang jelas dia menyukainya.
Chanyeol kembali menggerakkan bibirnya menyusuri bagian lain dari Baekhyun; mengecup ringan rahang Baekhyun, menghirup dalam aroma tubuh Baekhyun dari ceruk lehernya, menjilati kulit dada Baekhyun yang halus. Tangan Chanyeol juga tidak berdiam diri saja. Yang satu dia gunakan untuk menyangga tubuhnya agar tidak sepenuhnya menghimpit tubuh langsing di bawahnya. Sementara tangan yang lain bermain dengan tonjolan kemerahan di dada Baekhyun, membuat pemuda itu menggelinjang kenikmatan. Baekhyun tiba-tiba memekik ketika sesuatu yang basah dan lunak membelai putingnya yang lain. Chanyeol ternyata sudah mulai mengulum tonjolan kecil itu dengan mulutnya, menjilat, menghisap dan terkadang menggigitnya pelan.
"A, ahhn.. Chan..Yeol" desah Baekhyun.
Bagaimana suara itu terdengar. Bagaimana namanya diucapkan. Itu cukup untuk membuat seluruh darah Chanyeol mengalir ke selatan tubuhnya, menciptakan sensasi kepakan sayap kupu-kupu di perutnya. Dia akan melakukan apa saja untuk mendengar suara itu lagi. Chanyeol kembali menggerakkan kepalanya ke atas, menempelkan dahinya dengan dahi Baekhyun yang basah, bukan oleh air shower lagi, tapi oleh keringat yang panas dan asin. Napas mereka sama-sama menggebu. Mata mereka yang beradu sama-sama menunjukkan hasrat ingin melahap satu sama lain.
Baekhyun menarik kerah kaos basah Chanyeol. Dengan paksa dia mempertemukan bibir mereka lagi. Chanyeol membelalakkan mata, kaget dengan aksi agresif pemuda yang selama ini dia anggap polos. Yah, tetapi rayuannya di kamar mandi tadi sedikit mencoreng anggapan lugu tersebut. Baekhyun menjilat bibir bawah Chanyeol, memintanya untuk membuka yang langsung dituruti si rapper. Baekhyun melakukan seperti apa yang sebelumnya dilakukan Chanyeol; membelai, membelit, menghisap. Sampai Chanyeol mengerang atas gerakan sensual tersebut. Dia meremas kepala Baekhyun, mencengkeram surai-surai halus kecokelatan itu. Menariknya lebih dekat, memperdalam ciuman mereka.
"Chanyeol," ujar Baekhyun di sela ciuman panas mereka. "Buka... bajumu!"
Baekhyun menatap Chanyeol dengan pandangan merajuk. Bibirnya sedikit cemberut. Chanyeol hanya terkekeh oleh aegyo yang diberikan Baekhyun, entah itu sengaja atau tidak. Chanyeol lalu mengecup kilat puncak hidung Baekhyun sebelum melakukan apa yang diminta pasangannya itu. Dengan perlahan dia menarik lipatan kaosnya dan menariknya ke atas, menampakkan kulit mulus putih dan otot menggiurkan di perut dan dadanya yang selama ini tersembunyi. Baekhyun menjilat bibirnya sendiri. Tangannya perlahan mengacung untuk menyentuh daging keras itu, merabanya dengan penuh kekaguman seperti anak kecil yang terkagum-kagum melihat rumah dari permen.
"Suka dengan apa yang kau lihat?" tanya Chanyeol usil sambil menyunggingkan seringai kecil.
Baekhyun membalasnya dengan seringai yang nyaris identik. "Sangat," jawabnya jujur.
Dan bibir mereka beradu lagi. Pergelutan lidah terjadi lagi. Tapi tampaknya tak satupun dari mereka yang berniat untuk menjadi pemenang. Chanyeol lebih memfokuskan dirinya untuk memberi kenikmatan pada tubuh Baekhyun dengan mengelus bagian tubuh Baekhyun yang lain. Terkadang Baekhyun akan melenguh sendiri di sela ciuman mereka ketika Chanyeol kebetulan menyentuh titik sensitif tubuhnya. Baekhyun sendiri tengah berusaha menelanjangi bagian bawah tubuh Chanyeol. Lama-lama dia menggeram kesal karena jeans basah Chanyeol yang susah sekali dilepas. Mengetahuinya, Chanyeol jadi geli sendiri dan melepas ciuman mereka untuk membantu Baekhyun dengan kain kaku itu.
"Ada yang tidak sabaran, hm?" goda Chanyeol sambil menarik lepas celananya sendiri. Baekhyun tidak mengindahkan. Matanya terlalu sibuk memandangi sesuatu di antara selangkangan Chanyeol yang selama ini tersembunyi. Menyadari arah tatapan Baekhyun, entah kenapa Chanyeol jadi mendadak salah tingkah.
"Aku..." suara Baekhyun tiba-tiba tercekat. "...Aku tidak tahu, sesuatu yang seperti ini—,... yang sebelumnya—" Kata-kata Baekhyun tidak berlanjut. Dia malah mulai menggigil sendiri. Chanyeol tersentak, sadar akan arah pembicaraan Baekhyun. Dia mulai merutuki dirinya sendiri yang begitu mudahnya terhanyut dalam permainan. Bagaimana bisa dia tidak peka akan trauma yang dialami orang sekitarnya.
"Baekhyun, aku... aku minta maaf. Tidak seharusnya—" Chanyeol yang gelagapan mulai menarik apapun di sekitar untuk menutupi tubuh mereka yang sudah telanjang bulat. Dan benda itu kebetulan adalah selimut cokelat milik Chanyeol. "Kau tidak apa-apa?"
Baekhyun mendongak menatap wajah cemas pria yang selama ini dia anggap sebagai rekan kerja. Hati Chanyeol mencelos. Baekhyun tampak begitu ketakutan dan sudah berubah pucat pasi. Dengan cepat dia merengkuh pemuda kecil itu dalam pelukan protektif berbalut selimut tebal.
"Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku," gumam Chanyeol berulang-ulang dengan suara yang teredam di ceruk leher putih Baekhyun.
"Chanyeol," ujar Baekhyun tiba-tiba dan Chanyeol langsung terdiam, menunggu kata-kata Baekhyun selanjutnya. "Akankah kau menyakitiku?"
Sedikit kaget dengan pertanyaan Baekhyun. Chanyeol meregangkan rengkuhannya agar bisa menyejarkan wajahnya dengan Baekhyun.
"Aku takkan menyakitimu," ujarnya serius. "Tidak dan tidak akan pernah. Bahkan jika itu adalah hal terakhir yang harus kulakukan." Jeda. Ada sedikit keraguan ketika Chanyeol akan mengatakan ini. "Karena kau bernilai lebih dari itu."
Senyum kecil tersungging di wajahnya yang pucat. Baekhyun bergerak maju dan menyandarkan kepalanya ke dada Chanyeol yang memberi kenyamanan tersendiri untuknya. Jemarinya memainkan ujung selimut, meremasnya pelan.
"Tidakkan kau... jijik padaku? Tidakkah kau berpikir aku—" Kata berikutnya hanya keluar sebagai bisikan lirih di tengah keremangan ruang. "—hina?"
Kembali, Chanyeol mengeratkan pelukannya.
"Tidak, aku tidak jijik padamu. Kau tidak kotor, kau tidak hina. Tidak sedikitpun. Kau adalah sesuatu yang berharga. Hal paling berharga yang pernah kutemui. Takkan pernah sekalipun aku mengasingkanmu."
Senyum yang tersungging kecil kini bertambah lebar. Chanyeol mungkin tidak benar-benar memaksudkan perkataannya tersebut. Chanyeol mungkin bahkan tidak tahu apa yang telah diucapkannya. Untaian kata itu mungkin hanyalah penghiburan yang kosong. Tapi Baekhyun senang. Karena perlu dia akui, dia membutuhkannya.
"Kalau begitu lanjutkan," gumamnya. "Karena aku percaya kau takkan menyakitiku."
.
.
Chanyeol perlahan bangkit dari ranjangnya agar tidak membangunkan sesosok pemuda yang masih tertidur di sisi lain ranjang. Sudah pagi, matahari telah naik. Sedikit cahaya hangatnya berhasil menyusup masuk di antara celah gorden, memberikan ruangan itu keremangan yang nyaman.
Tapi tidak dengan hati Chanyeol.
Pemuda itu menatap sosok pemuda lain yang masih bergelung nyaman di tempatnya. Dengkuran halus terkadang terdengar mengisi kesunyian pagi. Baekhyun telah berhasil menendang selimut cokelat Chanyeol sehingga kain tebal itu kini tergulung rumit di antara sepasang kaki yang mengapitnya. Tubuh Baekhyun sepenuhnya terkespos karena Chanyeol terlalu lelah untuk memakaikannya—bahkan sehelai—piyama semalam. Begitupun dirinya.
Malam yang panjang, pikir Chanyeol. Tapi usai dalam sekejap mata. Malam yang luar biasa, batin Chanyeol. Tapi meninggalkan luka aneh yang dalam.
Chanyeol memungut celananya yang tergeletak dekat kaki tempat tidur dan memasangnya dengan pandangan setengah melamun. Pikirannya melayang. Dia masih tetap merutuki tindakan bodohnya. Tapi dia lebih takut lagi akan Baekhyun setelah ini. Hubungan mereka sudah serapuh benang laba-laba sejak awal. Dan sekarang, setelah kejadian ini, Chanyeol tidak tahu akan serapuh apa lagi. Atau bahkan lebih buruk. Putus.
Chanyeol ingat setiap menit yang dia—mereka—lalui semalam. Dia ingat kapan saja Baekhyun menggelinjang akan sentuhannya. Kapan Baekhyun melenguh nikmat. Kapan Baekhyun mencapai klimaksnya. Ya, semua memang tentang Baekhyun. Dia bahkan bisa menebak isi hati kecil Baekhyun; jeritan kecil yang menolak namun diabaikan oleh nafsu keputus asaan. Dia ingat bagaimana dia sangat berhati-hati memperlakukan tiap senti kulit Baekhyun. Ya, sekali lagi, semua memang tentang Baekhyun.
Karena memang, seperti yang dia bilang; Baekhyun adalah sesuatu yang berharga baginya. Sesuatu yang ingin dia jaga.
Ironis. Dia sendiri yang telah merusak sesuatu yang berharga itu. Dengan cara yang menjijikkan.
Baekhyun bilang dia ingin Chanyeol menyentuhnya. Dia ingin disucikan dari sesuatu yang lain. Baekhyun meminta bantuannya. Dan Chanyeol adalah orang yang akan melakukan apa saja untuk menolongnya. Tapi ini?
Bukan salahnya juga. Dia tahu. Tapi tetap saja, dia selalu membatin seandainya. Baekhyun yang mendorongnya, Baekhyun yang memohon padanya. Tapi jika seandainya dia cukup pintar, cukup bersabar, mungkin ini takkan terjadi.
Lagi, dia hanya memikirkan Baekhyun. Dia bahkan tidak memikirkan dirinya sendiri.
Dia tidak peduli pada batinnya yang tercabik oleh rasa bersalah yang begitu besar disebabkan oleh secuil rasa puas yang membumbung dalam dirinya. Dia tidak peduli pada dirinya yang terasa jauh lebih rendah setelah dikuasai oleh birahi yang dia biarkan lepas. Dan dia tidak peduli dengan rasa sakit yang dirasakan hatinya ketika mengetahui bahwa tidak adanya cinta yang bersedia dilibatkan Baekhyun.
Karena sebenarnya, Chanyeol menginginkan cinta itu. Meskipun itu mustahil.
Baekhyun mengigau dalam tidurnya dan hal itu berhasil mengalihkan perhatian Chanyeol—yang sedari tadi terfokus pada lututnya—kepada figur kecil di tempat tidurnya. Wajah Baekhyun tampak damai, Chanyeol jadi sedikit lega melihatnya. Beberapa helai surai kecokelatan Baekhyun jatuh menggelitiki kelopak matanya dan tanpa sadar Chanyeol bergerak untuk menyingkapnya minggir. Namun tangan Chanyeol tidak juga meninggalkan wajahnya. Tangannya seolah membeku. Atau apa mungkin waktu yang membeku? Karena dia tidak bisa mengalihkan tatapannya dari pesona wajah malaikat di hadapannya.
Pandangan Chanyeol menjadi sendu.
"Aku sudah membantumu membersihkan noda-noda itu," ujarnya pelan, suara setingkat di atas bisikan. "Apakah benar begini cara yang kau inginkan?"
Tidak ada respon dari percakapan satu-arah yang dilakukan Chanyeol. Hanya hening yang terasa sedikit nyaman. Dan Chanyeol terpikir untuk melakukan satu dosa lagi.
Dia menciumnya.
Bukan ciuman kasar, bukan lumatan nafsu. Lebih seperti sapuan keraguan, kesedihan, namun sarat akan cinta yang manis. Oh, andai Baekhyun benar-benar dapat merasakannya. Andai dia tahu rasa penyesalan dan kekecewaan yang dalam atas penolakan halus dari sebuah aksi kasar yang Chanyeol terima.
Dengan gontai Chanyeol melangkah menuju pintu kamar. Baekhyun bergumam lagi dalam tidurnya, tapi Chanyeol tidak peduli. Dia merasa sudah tidak pantas lagi bahkan untuk memandang pemuda cantik itu.
"Jika kau tahu," gumamnya lirih. "Masihkah kau memaksaku melakukannya?"
Dan Chanyeol pergi meninggalkan Baekhyun yang masih tertidur dalam keremangan cahaya.
.
.
-end-
a/n: Terima kasih untuk sahabat saya di kampus; Indi, AnJel13 yang sudi merelakan fanfic jeniusnya untuk saya remake dengan cast Chanbaek.
Untuk membaca karya original bisa mengunjungi; m. fanfiction s/10810308/1/ Cleanse- Me (dengan menghapus semua spasi dan menggabungkan seluruh tulisan.)
Sudi kiranya pembaca meninggalkan review sebagai bentuk apresiasi kepada penulis original, terima kasih ^^
