Naruto milik Masashi Kishimoto.
Saya hanya meminjam karakter di dalamnya dan sama sekali tidak mengambil keuntungan materi apa pun dari fanfiksi ini.
Penginapan Sakura
Kata orang, jangan pernah percaya pada takhayul. Itu semua hanya omong kosong. Bukan begitu, Sasuke?
.
.
Sasuke Uchiha tidak pernah memercayai segala sesuatu yang bersifat tak logis. Sama halnya ketika Naruto, sahabatnya sejak kecil, menceritakan padanya tentang sebuah penginapan tua di Kiri yang kabarnya mempunyai segudang kisah mistis di dalamnya. Sasuke tidak percaya. Dalam cerita Naruto, jika seseorang menginap di sana, orang itu akan menemukan hal-hal ganjil. Tak lama kemudian orang itu akan mati! Kematian yang sangat wajar, seolah-olah jiwamu benar-benar rela meninggalkan raga.
Setahun yang lalu, Sasuke tidak akan pernah memikirkan untuk berkunjung ke penginapan yang pernah diceritakan oleh Naruto. Bukan karena dia percaya bahwa siapa pun yang berkunjung ke penginapan itu akan mati. Melainkah lebih pada rasa tak percayanya pada hal-hal semacam itu. Namun sekarang, demi menghapus kepenatannya, dia rela mengunjungi tempat-tempat seperti itu. Satu-satunya cara melepas kepenatan adalah menceburkan diri pada segala keomongkosongan yang menggelikan. Satu nama yang langsung muncul ke permukaan adalah Penginapan Sakura.
Jarak antara Konoha-Kiri cukup jauh. Sasuke memutuskan untuk mengemudikan Impala tuanya pagi-pagi, agar dia sudah bisa tiba di penginapan itu petang hari. Impala tua itu adalah salah satu mobil tua kesayangannya. Meski di garasi rumahnya ada beberapa mobil keluaran terbaru, Sasuke memang penggila mobil sport, tapi untuk bepergian jauh, dia lebih suka mengendarai Impala kesayangannya. Sebagai seorang General Manager di sebuah perusahaan pertambangan yang cukup maju, kepenatan bukanlah hal asing baginya. Keputusan untuk menghabiskan cuti tahunannya dengan cara mengunjungi penginapan mistis di Kiri benar-benar adalah suatu tindak kegilaan. Keputusan itu dihadiahi tatapan aku-tak-percaya dari Naruto, bahkan setelah beberapa kali melempar dalih penghilangan kepenatan, Naruto hanya bisa mengangkat bahunya dan berkata,
"Gila, kau benar-benar gila, Teme! Setan apa yang merasukimu untuk mengunjungi penginapan itu?"
Sasuke hanya melempar pandangan datar, sembari tetap melanjutnya kegiatan di kantornya menjelang cuti. "Menyegarkan pikiran."
"Gila!" sembur Naruto. Naruto berjalan menghampiri meja kerja Sasuke. "Dengar, kau kenal Shino?"
Sasuke hanya mengangguk singkat.
"Dia hilang, Sasuke! Hilang, lalu mati begitu saja!"
Sasuke menghentikan kegiatannya, menatap Naruto dengan penuh tanda tanya. "Apa yang salah dari berita itu?" Dia melanjutkan kegiatannya. Matanya tetap memeriksa berkas-berkas di hadapannya. "Semua manusia pasti meninggal."
"Masalahnya Shino menghilang, dan kau tahu dia menghilang ke mana? Dia ternyata menghilang, maksudku dia hilang dan ternyata selama masa hilangnya itu, dia tinggal di penginapan itu."
"Lalu?"
"Kautanya lalu?" Naruto meremas rambut pirangnya dengan frustrasi. "Lalu dia meninggal, Sasuke. Meninggal! Mati kalau kubilang!"
"Manusia memang pasti meninggal, tidak ada hubungannya dengan penginapan apa, ya, Penginapan Sakura. Apa hubungannya? Tidak ada, 'kan?"
"Tentu saja ada, Sasuke! Ingat, Shino meninggal setelah kembali dari penginapan itu."
"Ya, aku tahu."
"Kau tahu, tapi tetap memutuskan untuk menginap di tempat itu?!" Naruto tidak habis pikir, apa yang ada di otak jenius Sasuke.
Kali ini Sasuke meletakkan penanya di atas meja kerjanya. Matanya memandang Naruto dengan sedikit kesal.
"Dengar, aku tahu Shino meninggal, dan sekali lagi kukatakan, semua orang pasti meninggal. Asumsi yang mengatakan bahwa kematiannya berhubungan dengan tinggalnya dia di penginapan itu sama sekali bukan suatu korelasi yang nyata. Kebetulan kalau kubilang." Terjadi jeda sebentar. "Lagi pula, aku heran. Bukankah dulu kau yang terus-terusan bercerita dan mengajakku untuk menginap di sana?"
Naruto menghela napas. "Itu dulu, sebelum salah satu orang yang kukenal meninggal karena penginapan itu."
Sasuke sedikit merasa bersalah. Dia tahu, Shino adalah salah satu sahabat Naruto saat masih sekolah. Kematiaan Shino pastilah menjadi pukulan cukup telak bagi Naruto.
Ditambah kini dengan keinginannya untuk mengunjungi penginapan itu, Sasuke tahu Naruto pasti akan merasa sangat bersalah jika terjadi sesuatu pada Sasuke. Karena Naruto-lah yang memberitahunya mengenai eksistensi penginapan itu. Penginapan yang konon katanya memiliki aura mistis luar biasa.
"Dengar, aku berterima kasih karena kau mengkhawatirkanku. Tapi percayalah, aku akan membuktikan bahwa aku akan baik-baik saja. Kuhabiskan masa cutiku di sana, lalu beberapa hari kemudian aku sudah berada di balik meja ini dan mengerjakan semua pekerjaanku seperti biasa."
Naruto tahu dia tidak bisa menghalangi niat Sasuke. Namun perasaannya tetap tidak enak. Dia merasa sesuatu akan terjadi.
"Hubungi aku jika terjadi sesuatu," katanya.
Sasuke mengangguk singkat, sebelum kembali menenggelamkan diri pada tumpukan dokumen di meja kerjanya. "Pasti."
"Termasuk jika ada wanita cantik di sana," tambah Naruto.
Sasuke hanya memutar kedua bola matanya dengan bosan.
Lintasan percakapannya dengan Naruto sebelum pergi ke Kiri membuat Sasuke kembali berpikir ulang dalam Impala-nya. Apa tindakannya kali ini dengan menghabiskan masa cutinya di penginapan itu adalah hal yang baik? Nasi sudah menjadi bubur, Impala-nya sudah memasuki kawasan Kiri, kepalang tanggung jika dia harus memutar kembali Impala-nya menuju Konoha. Lagi pula, sejak kapan Uchiha Sasuke memercayai hal-hal mistis seperti itu? Itu tidak masuk dalam logikanya.
Matahari hampir tenggelam saat Impala Sasuke mulai memasuki desa kecil, tempat yang menurut informasi yang Sasuke dapatkan adalah tempat di mana lokasi penginapan itu berada. Semakin dalam memasuki desa, semakin jarang pula rumah-rumah penduduk yang terlihat. Bahkan kini sama sekali tidak ada rumah-rumah penduduk di kanan dan kiri jalan yang Sasuke lewati.
Keadaan di kanan-kiri jalan hanya dihiasi pohon-pohon besar setinggi kurang lebih lima meter. Lebih jauh ke dalam, hutan pohon pinus tampak berjajar rapi, seolah mengepung jalan kecil yang kini sedang dilalui oleh Sasuke. Lampu-lampu jalan mulai menyala, meski penerangan yang dihasilkan tidak mampu menghapus kesan suram dan menakutkan yang menguar dari tempat ini.
Sasuke masih terus mengemudikan Impala-nya, mengikuti jalan. Sempat terlintas di pikirannya bahwa dia salah mengambil jalan. Namun melihat papan penunjuk jalan yang kini ada di hadapannya, membuatnya tahu bahwa jalan yang diambilnya tidak salah. Papan itu menunjukkan bahwa lokasi penginapan itu terletak lima ratus meter dari jalan kecil yang berada di samping kiri jalan. Sasuke membelokkan mobilnya, mengikuti jalan kecil itu. Jika tadi dia hanya bisa melihat hutan pinus itu dari kejauhan, kini Sasuke benar-benar bisa memandangi pohon-pohon pinus raksasa yang menjulang tinggi di kanan-kiri Impala-nya. Suasana mencekam itu tiba-tiba dipecahkan oleh makian Sasuke.
"Shit!"
Kemudi Impala tua kesayangan Sasuke dihadiahi sebuah pukulan oleh pemiliknya.
"Kenapa harus mati di saat seperti ini?!"
Sasuke turun dari Impala-nya. Dia membuka kap depan. Asap mengepul ketika kap berhasil dibuka.
"Sial!"
Sasuke mengamati sekelilingnya. Langit semakin terlihat gelap dari posisinya sekarang. Pohon-pohon tinggi di sekelilingnya mengepungnya. Nyaris tak ada suara kehidupan yang bisa ditangkap di sini selain bunyi patah ranting yang terinjak Sasuke.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Seumur hidupnya, Sasuke baru sekali terlonjak kaget karena kehadiran seseorang. Kini frekuensi itu bertambah. Dengan terburu-buru Sasuke menoleh ke asal suara. Seorang gadis muda dengan warna mata hijau terang memandangnya dengan penuh kekhawatiran.
"Siapa kau?"
Gadis itu tertawa kecil mendengar pertanyaan Sasuke. Jenis tawa renyah yang mudah disukai orang. Sasuke menyadari ketololan dari pertanyaannya. Dialah pendatang di tempat ini. Seharusnya pertanyaan itu terlontar dari mulut gadis di hadapannya.
"Yang jelas aku bukan hantu penghuni hutan ini." Gadis itu menampilkan senyum manis. "Juga bukan nenek sihir yang suka memasak dan memakan daging pria muda supaya bisa terus hidup awet muda."
Bulu roma Sasuke mulai merinding. Kalau saja wajah gadis itu tidak manis, sudah bisa dipastikan Sasuke akan menyesal seumur hidup dengan keputusannya untuk menghabiskan masa cutinya di penginapan itu.
"Aku bukan penggemar hal-hal bodoh semacam itu," katanya.
Gadis itu kembali tertawa kecil. "Lihatlah, aku berani bertaruh, tidak lama lagi kau akan menarik kata-kata itu," katanya. "Nah, kuulangi pertanyaanku, ada yang bisa kubantu?"
Sasuke menggeleng. Namun sedetik kemudian dia bertanya. "Kau tahu di mana sumber air di daerah sini?"
"Untuk radiator mobilmu?"
Sasuke menggangguk.
"Tidak perlu mencari sumber air. Kebetulan aku memiliki penginapan di dekat sini. Keberatan jika menginap barang semalam di sana? Hari sudah gelap. Tidak ada untungnya jika kau melanjutkan perjalananmu. Lebih baik menginap saja. Pagi-pagi kau bisa langsung pulang setelah membereskan mobilmu."
"Penginapan?" Kedua alis Sasuke bertautan. Apakah mungkin penginapan yang gadis ini maksud adalah penginapan yang kutuju?
"Ya, penginapan. Tidak jauh, hanya berjarak seratus meter dari sini. Bagaimana?"
Perkiraan Sasuke, dia sudah menempuh sekitar empat ratus meter dari arah papan penunjuk jalan yang dilaluinya. Itu berarti jarak penginapan yang ditujunya hanya sekitar seratus meter lagi. Tidak salah lagi, pasti penginapan yang dimaksud gadis itu adalah penginapan yang ditujunya. Maka tanpa berpikir dua kali, Sasuke menganggukkan kepalanya.
"Hn."
Perjalanan menuju penginapan itu diisi dengan beberapa percakapan yang didominasi oleh gadis muda itu. Sasuke hanya sesekali menimpalinya dengan ucapan 'hn' atau 'ya' dan 'tidak'. Gadis itu memperkenalkan dirinya dengan nama Sakura. Nama yang sangat cocok baginya, menurut Sasuke, menilik warna rambut gadis itu yang sewarna dengan warna bunga sakura.
Sesampainya mereka di penginapan, Sasuke benar-benar terkejut. Hawa di sana cukup dingin. Terletak di tengah-tengah hutan pinus membuat hawa di sana sangat dingin. Pantas saja, gadis itu mengenakan mantel panjang yang sepertinya berfungsi sebagai penghangat. Tapi ada hawa dingin lain yang dirasakan Sasuke. Hawa dingin yang menusuk. Sampai-sampai rasanya seperti menusuk, menembus tulang-tulangnya. Papan nama penginapan yang tergantung di depan pintu masuk penginapan itu sedikit berdebu di mukanya, tapi debu tebal mengisi tempat di sisi atas papan tersebut. Sekilas memang tidak tampak berarti, tapi Sasuke yakin ada yang salah dengan tempat itu.
"Hei, masuklah! Jangan berdiam diri saja di depan seperti itu. Sebentar lagi tampaknya akan turun hujan. Bergegaslah masuk sebelum hujan!"
Sasuke memandang langit. Gelap, hitam, dan pekat. Tampaknya hujan memang akan turun. Cahaya kilat tampak sesekali membelah langit, disusul bunyi petir yang memekakkan telinga.
"Cepat masuk, aku tidak tahan mendengar suara petir itu."
Sasuke mengamati perubahan wajah Sakura. Wajahnya yang sedari tadi memancarkan keceriaan dan keriangan tiba-tiba saja memucat saat mendengar suara petir. Tampaknya gadis itu takut petir. Semuanya tampak wajar, tapi Sasuke merasa ada sesuatu yang salah. Ada sesuatu yang salah, mulai dari penginapan ini sampai dengan gadis muda yang mengaku sebagai pemilik penginapan tua ini.
Sasuke memilih masuk mengikuti langkah-langkah kaki Sakura. Gadis itu membawanya ke dalam sebuah ruangan besar di tengah penginapan, setelah Sasuke mengisi buku tamu dan membayar uang muka untuk menginap. Sakura menyalakan perapian di ruangan itu. Saat Sakura sibuk menyalakan perapian, Sasuke mengedarkan pandangannya ke sekeliling penginapan. Ada tangga putar di ujung ruangan. Entah tangga itu menuju ke mana. Sedangkan dinding sebelah kanan perapian dihiasi bermacam-macam lukisan. Mulai dari lukisan Perjamuan Terakhir sampai dengan replika Monalisa. Di sebelah kirinya dihiasi dengan pajangan-pajangan yang menampilkan entah itu replika atau benar-benar kepala hewan-hewan mati yang diawetkan. Ada manjangan, serigala, bahkan kepala rubah pun terpajang di sana.
"Hati-hati, hewan-hewan itu kadang terbangun jika ada yang menatap mereka lama-lama."
Sasuke menoleh ke arah Sakura yang sedang tersenyum penuh arti padanya.
"Nah, sekarang akan kuantar kau ke kamarmu. Ikuti aku!"
Sasuke ikut berjalan di belakang Sakura. Sesekali pandangannya masih beredar memindai keadaan di sekelilingnya. Dengan penampilan dan suasana yang cukup menyeramkan, penginapan ini sejujurnya mampu dikatagorikan sebagai perumpamaan penginapan berhantu pada umumnya. Tinggal menyaksikan penampakan hantu bergaun darah rasanya lengkap sudah. Namun Sasuke segera menepis pikiran konyolnya.
Sasuke bukan seorang penakut. Kalau Sakura saja yang katanya pemilik penginapan ini mampu bertahan untuk tetap tinggal di tempat ini, kenapa dia harus takut? Kecuali kalau Sakura bukan manusia. Ya, jika gadis itu bukan seorang manusia.
Sasuke menertawakan pikirannya yang semakin lama semakin memuat omong kosong. Mana mungkin gadis yang kini sedang berjalan di hadapannya adalah hantu. Demi semua film horror yang pernah ditontonnya, Sasuke menjamin tak ada satu pun yang menggambarkan sosok hantu dengan tampilan gadis muda dengan tawa renyah yang enak didengar. Sebuah senyum kecil tersimpul di sudut bibirnya.
Sakura mengajak Sasuke menaiki tangga putar di ujung ruangan. Tangga itu cukup sempit, dengan penerangan minim dari satu lampu tempel yang dipasang di dinding di pertengahan tangga. Sasuke yakin, jika dia berusaha menyelang Sakura yang berada di depannya, lebar tangga itu tidak akan cukup untuk menampung lebar tubuh mereka yang disejajarkan secara bersamaan.
Tiba-tiba saja Sakura menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sasuke. "Sasuke-san."
Sasuke yang tidak siap dengan penghentian mendadak itu tidak cukup cepat untuk menghentikan langkahnya. Nyaris kedua hidung mereka bersentuhan, jika dia terlambat menghentikan langkahnya sedikit saja.
Dengan jarak sedekat ini, Sasuke kini bisa melihat dengan jelas paras Sakura. Wajah gadis itu putih bersih. Awalnya Sasuke mengira warna mata Sakura adalah hijau tua, tapi sekarang dia tahu, warna mata Sakura lebih mirip permata emerald. Warna yang cantik. Hidung gadis itu tidak begitu mancung, tapi terasa pas berada di tengah-tengah wajahnya. Bibir merah Sakura sedikit terbuka. Kedua matanya masih membelalak, rupanya gadis itu masih belum bisa keluar dari kesunyian mendadak yang timbul akibat hampir terpangkasnya jarak di antara mereka.
Sasuke-lah yang berinisiatif memecahkan keheningan itu. Meski rasanya sedikit enggan mengakhiri kedekatan itu, tapi dia harus bisa menolak ide konyol untuk mencium gadis itu yang tiba-tiba terlintas di kepalanya. "Ya, ada apa?"
Sakura mengambil satu langkah mundur. "Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengatakan, kau boleh ke bawah jika ingin menonton televisi."
Sasuke menganggukkan kepalanya dengan kecil. Dia ingat, tadi di samping perapian, ada meja kecil yang dijadikan alas televisi.
Sakura melanjutkan jalannya, disusul Sasuke di belakangnya. Ketika sampai di lantai dua penginapan itu, Sakura kembali menghentikan langkahnya.
Kali ini Sasuke sudah siap. Dia mengambil jarak demi kesopanan.
"Kamarmu ada di sebelah sini." Sakura menunjuk kamar terdekat dari tangga. "Sedangkan kamarku terletak jauh di ujung sana. Oh iya, ada sebuah gudang yang terletak di samping kamarku, ruangan terujung dari sini. Kuharap kau tidak pernah mencoba untuk masuk ke gudang."
"Kenapa?" Sasuke merutuki kebiasaannya yang tidak bisa menahan setiap pertanyaan yang terlintas di otaknya.
Sakura tersenyum misterius. "Karena kata orang, seorang pria yang suka memasuki ruangan yang tidak boleh dimasuki akan berkahir di surat kabar." Dia tertawa riang, seolah-olah perkataan yang baru saja dikatakannya adalah sebuah guyonan segar di musim panas. "Nah, selamat beristirahat!"
Sasuke memandang punggung Sakura yang semakin menjauh menuruni tangga. "Akan berakhir di surat kabar?" gumam Sasuke. Sasuke tertawa kecil. "Berita kematian, maksudnya."
.
.
Keesokan harinya Sasuke sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia membuka tirai kamarnya. Dari sana dia bisa melihat Sakura sedang keluar dari pagar penginapan, masuk menjauh ke dalam hutan. Alis Sasuke bertautan. Apa yang ingin dilakukan gadis itu pagi-pagi buta begini ke dalam hutan? Dipenuhi rasa ingin tahunya, Sasuke memutuskan untuk turun membuntuti perjalanan Sakura.
Nyaris saja dia kehilangan jejak gadis itu. Tidak bisa Sasuke pungkiri, jalan gadis itu begitu cepat untuk ukuran seorang gadis. Ditambah lagi begitu banyaknya ranting-ranting yang berserakan di tanah, membuat Sasuke harus bersusah payah berjalan mengejar Sakura tanpa harus menimbulkan suara injakan ranting yang mencurigakan.
Sakura terus masuk semakin dalam ke arah pusat hutan. Sesekali dia berhenti di satu pohon, memegang batang pohon itu, lalu kembali melanjutkan jalannya. Sasuke tidak mengerti apa yang dilakukan gadis itu. Namun sekarang bukan saatnya mencari tahu tentang apa yang dilakukan gadis itu di setiap batang pohon yang dihampirinya. Sasuke harus fokus agar tidak kehilangan jejak Sakura.
Setelah berjalan cukup jauh ke dalam hutan, Sakura menghentikan langkahnya di sebuah tanah lapang di dalam hutan. Sakura sedikit berlari menuju sebuah petak kecil di ujung tanah lapang itu. Sasuke mengawasi gadis itu dari balik pohon ketiga dari tanah lapang. Dia tidak ingin mengawasi dari balik pohon terdekat. Sasuke khawatir bayangan tubuhnya tidak tertutup secara sempurna oleh bayang-bayang pohon di sekelilingnya jika berlindung di balik pohon terdepan.
Sakura berjongkok dan melakukan sesuatu dengan tanaman-tanaman yang tumbuh di petak itu. Sasuke tidak bisa melihat dengan jelas jenis tanaman itu dan apa yang Sakura lakukan di sana. Hanya perlu beberapa menit sampai Sakura kembali berdiri tegak. Ketika Sakura berdiri tegak, Sasuke tahu sudah saatnya dia kembali ke penginapan secepat mungkin.
Sasuke bergegas kembali memasuki kamarnya, mengganti pakaiannya dengan pakaian baru. Pakaian yang tadi dipakainya sudah penuh keringat akibat kegiatan larinya saat menuju kembali ke penginapan.
Sasuke keluar dari kamar dan menuruni tangga putar. Dia tiba di lantai dasar penginapan tepat ketika Sakura sedang duduk di depan perapian.
"Ah, sudah bangun, Sasuke-san?"
"Hn," kata Sasuke.
"Duduklah di sini! Di luar hujan mulai turun. Cuaca semakin buruk, ah, untung saja perapian itu tidak dalam kondisi rewel. Biasanya di saat cuaca buruk seperti ini, perapian ini malah tidak berfungsi dengan baik. Ada saja kejadian-kejadian aneh yang terjadi, entah itu sabotase di cerobong asapnya, atau kayu-kayu yang tiba-tiba dingin dan tidak bisa dijadikan pengantar panas."
Sasuke melirik jendela besar di dekat tangga putar. Hujan mulai turun dengan lebatnya. Sasuke menerima tawaran Sakura untuk duduk menghangatkan diri di depan perapian.
"Kau baru bangun?"
Sasuke mengangguk. "Hn."
"Oh, kukira kau habis berjalan-jalan ke luar."
Perkataan itu dilontarkan dengan nada seringan dan setidakacuh mungkin. Sakura lalu mengambil remote dari atas meja kecil di hadapannya, kemudian menyalakan televisi di samping perapian.
"Hn?"
"Ya, kulihat sepatumu penuh dengan bercak-bercak tanah. Rasanya kemarin tidak ada bercak-bercak seperti itu di sepatumu. Kecuali kau keluar setelah hujan lebat semalam berhenti."
Sasuke diam. Dia tidak tahu, apakah ucapan yang baru saja keluar dari mulut Sakura murni dugaan semata atau memang karena Sakura melihatnya membuntuti gadis itu.
"Oh, aku tadi sempat melihat keadaan mobilku," kata Sasuke setenang dan sewajar mungkin.
"Oh, lalu bagaimana keadaan mobilmu?"
"Kabar buruk, tampaknya aku harus menginap di sini semalam lagi." Kebohongan lain mengalir dari mulut Sasuke.
"Ah, sayang sekali. Tapi di sini aku beruntung karena pundi-pundi uangku akan semakin bertambah." Sakura mengakhiri perkataannya dengan tawa kecil.
Sasuke hanya mampu tersenyum tipis. Gadis di depannya begitu tak terduga. Sasuke tidak bisa menebak apakah setiap kata yang dilemparkan gadis itu mengandung sebuah kebenaran atau malah kebohongan besar yang rapi dan licin.
Pagi itu dihabiskan Sasuke dan Sakura untuk mengobrol mengenai rutinitas dan basa-basi formalitas. Obrolan itu didominasi oleh Sakura.
"Kalau aku harus memilih, aku lebih suka garam halus ketimbang garam batu. Lalu apa enaknya menggunakan produk-produk luar negeri, jika produk buatan dalam negeri pun tak kalah hebatnya."
"Ya."
"Kalau kau sendiri, apa jenis produk kesukaanmu?"
"Maksudnya?"
"Jenis produk yang kausukai, bisa makanan ringan, kebutuhan sehari-hari, atau apalah jenis produk yang kau suka. Misalnya saus tomat. Kau suka?"
Sasuke menyeringai. "Itu kesukaanku."
"Wow! Benarkah? Lebih suka saus tomat keluaran Amechi atau Hokagechi?"
"Kupastikan dapurku selalu terisi oleh saus Amechi, setidaknya dua botol."
Sakura tergelak mendengar perkataan Sasuke. Setitik air mata menggenangi sudut mata Sakura. Gadis itu menyekanya dengan ibu jarinya.
"Aku tidak menyangka pemuda sepertimu itu penggemar saus tomat."
"Memangnya aku pemuda seperti apa?"
Jari telunjuk kanan Sakura bergoyang nakal. "Penilaian wanita itu rahasia," katanya, sambil tersenyum kecil.
Sasuke hanya mengangkat kedua bahunya dengan acuh tak acuh.
.
.
Malam harinya Sasuke tidak bisa tidur. Dia terus-menerus memikirkan rahasia apa yang sebenarnya tersimpan di balik eksistensi penginapan ini. Sasuke tidak memungkiri suasana seram dan menakutkan yang dikeluarkan oleh penginapan ini. Penginapan terpencil di dalam hutan, dengan gaya bangunan yang kuno dan membuat bulu kuduk merinding. Namun Sasuke merasa ada yang lebih jahat dari sekadar kutukan dan roh-roh halus yang kata Naruto mendiami penginapan ini. Sasuke dapat merasakan ada yg lebih dari semua itu. Jauh lebih jahat dan mematikan.
.
.
Bersambung
.
Sebenarnya ini draft lama yang saya revisi, tambahin kanan kiri, dan jeng jreng, saya publish. *dikepruk.
Tadinya mau dibikin oneshoots tapi kayanya sekali-kali bikin MC buat genre mystery and crime. (Bilang aja chapter 2-nya belum diedit) XD
Chapter selanjutnya akan jadi chapter pamungkas. Dan ada yang bisa nebak, Sakura itu orang apa bukan? *dishanaro~ XDD
Terima kasih sudah membaca sampai di sini. Doakan uts saya lancar ya~ :D
Salam hangat,
Ay
