Detective Conan/Case Closed © Aoyama Gosho

Story is mine.

Warning : OOC, Typo, etc.

Happy reading!

.

Subaru mengerutkan kening dengan kedua insan yang saat hujan lebat seperti ini mengetuk pintu rumahnya. Sebenarnya dia tidak mendengar ketukan pelan itu, tapi berterima kasih saja pada kamera tersembunyi yang sudah menampilkan gambar sang adik tercinta bersama seorang laki-laki yang bekerja di Poirot.

Kalau bukan Sera yang ada di sana Subaru tidak akan repot-repot membuka pintu.

"Mobilku mogok, jadi boleh kami menumpang?" Amuro bicara sebelum ditanya, tidak lupa dengan sebuah senyum—yang entah artinya apa.

"Tentu. Tapi aku ingin tahu kenapa kau tidak masuk ke mobil saja?" Subaru tidak menyertakan nama Sera dalam pertanyaannya.

"He-e? Jadi kau menyarankan laki-laki dan seorang perempuan yang sedang dalam keadaan basah masuk ke dalam mobil hanya berdua saja, bagaimana jika terjadi hal yang tid—"

Tak.

Sera menyentil pelipis Amuro dan memelototi pacar dalam masa trial and error-nyaitu kesal. "Jangan katakan hal yang tidak-tidak."

"Jadi?" Amuro kembali bertanya.

Subaru menyingkir dari depan pintu. "Silakan. Maaf tapi aku tidak memiliki apa-apa untuk menjamu kalian."

"Tidak masalah Subaru-san," balas Sera.

Amuro masuk di belakang mereka.

Mungkin Subaru menunggu lama Sera berkunjung mendadak seperti ini, andai saja adiknya itu tidak datang bersama Amuro ia akan dengan senang hati mengobrol banyak.

Pemuda yang mengaku sebagai mahasiswa itu mempersilakan kedua tamunya duduk lalu pergi ke belakang untuk mengambil handuk kering dan membuat tiga gelas teh. Benar-benar tidak ada sesuatu lain yang disajikan.

"Pakailah Sera-san, atau kau akan masuk angin nanti," katanya. "Dan maaf hanya ada satu."

Amuro rasanya tahu itu disengaja, lihat saja senyuman di wajah Subaru. "Tak apa."

Sera menerima uluran itu dengan hangat. "Terima kasih." Lalu mengeringkan rambutnya yang tidak lebih panjang dari milik dua laki-laki di sana.

"Kenapa mobilmu bisa mogok di depan rumahku?" Subaru mengajukan pertanyaan layaknya sedang menginterogasi Amuro.

"Tidak, tidak, sebenarnya mobilku mogok di depan rumah Profesor Agasa, kami ingin berteduh di sana tapi rumah itu kosong. Benar kan Masumi-chan?"

Subaru tersedak tehnya mendengar panggilan itu. Ia melirik Amuro dengan tajam.

"Ne, keringkan rambutku juga."

"Kenapa aku harus?"

"Karena kau—"

"Baiklah. Kenapa kau jadi manja sekali Tooru-kun?" Sera sengaja menekankan pada nama kecil Amuro. Ia dengan sengaja mengacak surai pirang Amuro kasar.

"Ugh, kau ini! Biar kulakukan sendiri. Dasar tidak bisa diandalkan."

"Tidak sopan bicara seperti itu pada seorang gadis," tegur Subaru, tapi ia cukup senang melihat Amuro terlihat kesal karena ulah adiknya.

Sera mengacungkan jarinya. "Tepat sekali. Camkan itu Amuro Tooru-kun."

"Kau juga tidak memperlakukanku secara baik," sangkal Amuro. "Kau selalu menyuruh-nyuruhku. Lakukan ini, lakukan itu."

"Hei, ada apa denganmu? Kenapa kau baik di awal buruk di akhir? Yang mengajak keluar hari ini juga kau dan sekarang kau mulai menyalahkanku."

"Kalau aku tidak menurutimu pergi ke belakang bukit itu mungkin mobilku tidak akan mogok."

Sera berkacak pinggang. "Itu tidak akan terjadi jika kau tidak mengajakku keluar. Oh, jadi kau menyesal mengajakku keluar?"

Amuro memalingkan wajah.

Subaru keki. Ia merasa sedang melihat pertengkaran sepasang kekasih, tapi adiknya tidak mungkin mau berpacaran dengan laki-laki yang jauh lebih tua darinya. Subaru tidak ingin membayangkannya.

"Ano—"

"Sepertinya trial and error ini tidak akan berhasil."

"Karena kita tidak cocok. Kau terlalu kekanak-kanakan untukku. Dan ya, sampai kapan pun kau tidak akan memahami perasan teman-temanmu itu, karena hanya masalah sepele saja kau besar-besarkan."

"Kau mendadak cerewet Tooru-kun. Inikah sikap yang pantas padaku?" Sera bersungut-sungut kesal.

'Ups, sepertinya aku sudah membuatnya marah.'

"Apa yang kalian bicarakan? Trial and error apa?" tanya Subaru yang penasaran sejak tadi.

Sera tersenyum kecut. "Sebenarnya kami berpacaran dalam rangka trial and error."

Subaru terbatuk-batuk. Dan Amuro tahu jelas alasan di balik itu.

"Baik-baik saja Subaru-san?" tanya Amuro, ia tidak akan melewatkan kesempatan jika bisa mengungkap bahwa pemuda itu adalah Akai Shuichi, terlebih jika itu menyinggung adiknya—Sera Masumi.

"Terkejut saja, gadis muda sepertinya mau pacaran dengan orang tua sepertimu," jawab Subaru.

Amuro berkedut kesal. "Yah, setidaknya Masumi-chan mau."

"Hanya dalam permainan," tekan Subaru.

"Eh, kau belum dengar cerita lengkapnya? Jika kami merasa cocok kami akan meminta restu dari kakak-kakaknya Masumi-chan." Amuro mencoba memprovokasi.

"Mereka mungkin akan langsung menolak. Dan lagi bukankah kalian baru saja bilang tidak cocok?"

"Kau pasti tidak berpengalaman Subaru-san. Pasangan kekasih memang sering cekcok."

Sera bingung. Ia menelengkan kepalanya melihat dua orang itu seperti sedang adu pendapat yang sangat alot. Oh, dan dia tahu dia tidak harus menyelanya.

Kruyuuuuk...!

Inginnya begitu.

Sera meringis. "Gomen."

Amuro menghela nafas. "Harusnya kau mau saat kuajak makan tadi."

"Maaf, aku tidak tahu kita akan terjebak hujan," bela Sera. Gadis itu menatap bersalah pada Amuro.

"Kau harus makan atau kau bisa sakit mag. Ini juga sudah jam makan malam," ujar Amuro. "Bisa pinjam mobil untuk beli makanan?"

"Maaf, bensinnya habis."

"Baterai ponselku habis jika untuk memesan makanan. Masumi-chan, ponselmu?"

"Tertinggal di mobil. Mungkin baterainya juga sudah habis, aku lupa mengisi daya baterainya."

Subaru heran. Bukankah mereka baru saja bertengkar tadi? Ke apa mendadak mereka saling menghawatirkan? Dan Sera, kenapa dia mau menjadi pacar trial and error-nya Amuro?

Amuro menoleh pada Subaru. Ia benci mengakuinya, tapi hanya tersisa pemuda itu yang bisa diharapkan. "Subaru-san..."

"Ponselku sedang diperbaiki di tempatnya Profesor Agasa," jawab Subaru.

Amuro mendecih. "Apa kau benar-benar tidak memiliki makanan? Ada bahan yang tersisa? Biar kuperiksa di dapur."

Amuro pergi begitu saja tanpa mendapatkan izin, ia langsung membuka kulkas dan tersenyum karena ada bahan yang bisa dimanfaatkannya untuk dibuat makan malam—meskipun sangat minim.

"Masumi-chan, kemarilah. Aku akan mengajarimu memasak."

Sera melangkah enggan ke arah dapur. "Kenapa kau harus mengajariku? Detektif tidak butuh kemampuan memasak."

"Tapi calon istri detektif harus bisa memasak," goda Amuro sambil mengedipkan mata.

Klontang!

"Maaf, sepertinya aku tidak sengaja menjatuhkan pengaduknya," ujar Subaru.

Amuro tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. "Kau harus lebih ahli Subaru-san, kau kan hanya tinggal sendirian."

"Ya. Sepertinya memang begitu."

Amuro menoleh ke belakang. "Masumi-chan, aku akan mengajarimu membuat sup miso. Lihat dan pelajarilah."

"Aku lebih suka mempelajari sebuah kasus," tolak Sera. Ia pergi ke meja makan dan duduk dengan santai di sana.

Amuro menghela nafas. "Kalau begitu siapkan meja makannya, kami memasak hanya untukmu lho..."

Sera hanya bergerak pasrah. Ia tidak bisa begitu egois.

"Karena itulah aku menyebutnya kekanak-kanakan, tapi dia lucu kan? Kurasa aku akan jatuh cinta padanya jika harus terus merawatnya." Amuro mengatakannya dengan senyum tulus.

Subaru menatapnya dingin. "Kakaknya bisa merawatnya dengan baik, kau tidak harus repot."

"Hoo? Bagaimana kau bisa tahu padahal bukan kakaknya?"

Subaru tidak menjawab dan sibuk memasak.

"Tapi aku tetap ingin merawatnya." Lagi, senyum Amuro mengembang.

Subaru memiliki firasat trial and error mereka tidak akan berakhir error.

.

.

.

Subaru berdiri di tengah jalan. Ia tidak takut akan tertabrak mobil putih yang melaju ke arahnya.

Pengemudi itu berhenti dan membuka jendela. "Ada apa sampai mencegatku Subaru-san?"

"Mobilku mogok, bisa menumpang?"

"Maaf, tapi kami akan pergi kencan," tolak Amuro.

"Kalau begitu aku akan belajar banyak dari kencan kalian. Karena aku masih sendirian dan aku belum ahli. Aku bisa belajar darimu kan?"

Amuro berkedut kesal tapi ia tidak bisa menolak. "Y-yah."

"Maaf mengganggumu." Subaru masuk ke kursi belakang. Ia melirik Sera yang tertidur di samping Amuro. 'Tidak akan kubiarkan semuanya lancar Amuro. Kau pikir mudah merebutnya dariku?'

Amuro punya firasat buruk saat melihat senyum Subaru melalui kaca depan. Sepertinya dia harus segera membalikkan keadaan.

"Masumi-chan manis ya kalau tidur? Ah, tapi kau tidak bisa melihatnya. Mungkin itu hanya untukku."

Amuro tersenyum menang saat melihat kedutan kesal di dahi Subaru.

"Kau bisa belajar banyak dari kencan kami Subaru-san. Lihat dan pelajarilah."

...

..

.

Owari

.

..

...

Sequel fic trial and error. Terima kasih sudah mau membaca fic AmuSera saya :D