Sehun menarik nafas dalam-dalam dan melihat sekeliling lobi. Ini bukan hanya perjalanan pertama kali ke Las Vegas, tapi ini juga akan menjadi pengalaman pertama kalinya. Dia berhasil melalui perguruan tinggi tanpa kehilangan keperjakaannya, dan dia sudah sangat muak menunggu untuk mendapatkan pasangan yang sempurna untuk menyerahkan keperjakaannya seolah-olah itu adalah sebuah kado. Akhirnya tiba waktunya untuk bergabung dengan seluruh dunia dan mengambil keuntungan dari revolusi seksual. Jantungnya seolah berdegup ingin melompat dari dadanya, ia mencengkram ujung pakaiannya dengan telapak tangan berkeringat dan menuju meja pendaftaran.
Menemukan kencan semalam secara online sudah seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Sehun bisa terbang ke Las Vegas, menghabiskan satu malam dengan orang yang benar-benar asing, kehilangan keperjakaan yang merepotkan dan bergabung dengan orang normal lainnya. Dia akan siap untuk berkencan dengan wanita-wanita dan melompat dari tempat tidur satu ke tempat tidur lainnya seperti yang semua teman-temannya lakukan.
Keputusan telah dibuat, Sehun menghubungi Madam Eve dan memberikan informasi yang diberlukan. Semua pengaturan telah dibuat. Oh Sehun, seperti pria pada umumnya, bersiap menyerahkan apa yang telah menjadi hal yang paling tidak nyaman dan memalukannya itu—keperjakaannya.
rappicasso
presents
an alternate universe fanfiction
the Virgin and the Playboy
.: prolog :.
starring
Oh Sehun | Kim Jongin
inspired by
Kate Richard's novel titled The Virgin and The Playboy
WARNING
BOYSLOVE
Di kamar penthouse selama 15 menit terakhir, Jongin sudah berjalan mondar-mandir berkali-kali sehingga ia bisa melihat pola langkah di karpet yang baru dibersihkan. Dia bahkan masih tidak percaya dia ada disini, dan akan menghabiskan malam dengan wanita yang belum pernah ia temui. Bagaimana jika wanita itu adalah seekor anjing? Oke, sepertinya terdengar buruk, tapi tetap saja—
Teman-temannya sudah mendesaknya untuk mencoba kencan semalam secara online. Ini adalah kesalahannya sendiri karena membual tentang kencan dengan wanita yang berbeda setiap minggu sehingga melampaui batas. Karena ia tidak ingin mendaftar, teman-temannya menantangnya. Dia tidak pernah bisa menolak tantangan dan mereka semua tahu itu—sialan mereka. Tapi dia pikir begitu efek bir mereda, mereka akan melihat betapa konyolnya ide tersebut dan mereka akan mebiarkannya lolos dari jebakan tantangan tersebut, tetapi hal itu tidak terjadi.
Tidak.
Sebaliknya yang terjadi adalah mereka lebih gigih pada hari berikutnya, lebih bersemangat dan malah merencanakan semuanya. Dia bahkan hampir tidak bisa menghentikan mereka untuk datang ke Las Vegas beramai-ramai.
Akhirnya, ancamannya untuk membatalkan tantangan tersebut berhasil membuat mereka mundur dan berjanji untuk menunggu kedatangannya kembali ke Los Angeles.
Setelah bujukan demi bujukan dari teman-temannya, akhirnya Jongin memutuskan untuk melanjutkan dan bersedia bertemu dengan gadis itu. Jika gadis itu tampak seperti Frankenstein, yang ia harus lakukan hanyalah melakukan yang terbaik dan mencoba untuk tidak muntah. Dia menghadapi banyak tekanan dengan menjadi playboy di grupnya, pria lajang yang hanya berkencan dengan wanita-wanita yan seksi. Teman-temannya terpesona pada cerita-ceritanya dan dia menikmati kecemburuan di mata mereka. Itu bukan salahnya kalau mereka semua menjadi iri, karena mereka yang membiarkan diri mereka terikat dengan pernikahan. Meskipun Jongin sangat menyukai istri mereka. Istri teman-temannya cantik, juga memberinya makan-makanan rumahan tapi juga mencoba menjebaknya dengan teman-teman mereka—dia tidak membayangkan harus memilih hanya satu wanita dari ratusan wanita di klub. Setidaknya satu wanita tetapi tidak lebih dari satu atau dua minggu.
Jadi, dengan pesawatnya, Jongin terbang dan mendaratkannya di Vegas dan berakhir di sebuah kamar hotel penthouse dari sebuah kasino di Las Vegas. Mondar-mandir, ia menatap pintu. Sebentar lagi, wanita itu akan ada berada disini. Ya Tuhan, apa yang ia pikirkan?
—
Sehun mendekati meja dan menunggu, sementara petugas resespsionis menyelesaikan check in pasangan kakek-nenek yang mengenakan kemeja Hawaii yang serasi.
"Adakah yang bisa saya bantu?"
Sehun mengamati raut wajah pemuda itu—apakah pemuda itu menyadari maksud kedatangannya?
"Ya, saya perlu nomor kamar Sam Adams." Suara Sehun pecah, sarafnya meretas.
"Oh, Anda pastinya Tuan Wu? Shannon Wu?" Dia melihat ke bawah pada monitornya, dan kemudian kembali menatapnya, dengan ekspresi yang menyenangkan, tidak menghakimi, dia memutuskan. "Anda sudah ditunggu di penthouse 4."
Pipi Sehun dibanjiri dengan rasa panas. Nama itulah yang ada di benaknya di malam ia membuat reservasi—oh, tentu saja, ia harus menggunakan nama samaran dalam hal ini. Sesungguhnya, Sehun merasa agak janggal dengan nama yang diberikan Madam Eve padanya. Sam Adams? Kedengaran seperti nama pria. Ia benar-benar semakin penasaran dengan sosok yang sudah menunggunya di penthouse 4 itu. Apakah seorang wanita bertubuh seksi? Dengan rambut panjang, ikal dan burnette yang menggoda? Oh, dan juga payudara yang besar? Ini pasti akan menjadi malam yang sangat mengesankan bagi Oh Sehun.
"Terima kasih." Dia menerima kartu kunci yang diserahkan petugas dan berbalik menuju lift. Dilihatnya ada dua lift, satu di ujung lain dari kasino dan satu lift lebih dekat ke tempat ia berdiri. Yang mana?
Seorang wanita cantik dengan tinggi semampai lewat berhenti di sampingnya, tersenyum. "Apakah Anda tersesat?"
Apakah ini wanita teman kencannya? Ini akan terlalu bagus untuk menjadi kenyataan—well, meskipun wanita ini tidak memiliki dada yang besar seperti yang dibayangkannya.
"Saya bekerja di hotel ini," katanya dengan ekspresi yang menyenangkan. "Apa yang bisa kami lakukan untuk membuat Anda tetap lebih nyaman?"
"Bisakah Anda tunjukkan pada saya lift yang menuju ke penthouse?"
Wanita itu meraih lengan Sehun dan berbalik menuju ke arah lift terdekat. "Tepat disana. Anda harus menggunakan kartu kunci untuk sampai ke lantai penthouse."
"Terima kasih," kata Sehun mengakhiri percakapan.
Wanita itu membalasnya dengan meremas tangan Sehun, kemudian pergi menjauh. Jika semua orang di hotel tampak seperti dia, dia mungkin akan pergi kesana lagi, hanya untuk melihatnya lagi.
Sehun mengawasinya berjalan pergi, berhenti sesaat untuk ngobrol ringan dengan beberapa pelanggan lain lalu ia pergi. Baju yang dikenakan wanita itu bukan seragam hotel. Itu nampaknya baju desainer yang khusus dibuat untuknya dan Sehun terus menatapnya sampai ia menghilang dari pandangan. Letak lift kebetulan melewati deretan mesin slot, dan dia berhenti untuk menempatkan dolar dalam salah satu mesin, hanya untuk melihat keberuntungannya. Dia menekan tombol dan yang muncul adalah tiga angka tujuh. Lima puluh dolar! Itu sudah lebih dari apa yang diharapkannya. Dia menyelipkan slip print out kemenangannya ke dalam sakunya dan berjalan menuju lift yang hanya beberapa meter jaraknya.
Menang, keberuntungan itu membangkitkan kepercayaan dirinya lagi, dia menekan tombol. Pintu terbuka dan ia hendak masuk ke dalam lift, tapi ia melihat sepasang kekasih yang sedang berpelukan. Si wanita pirang stroberi nampak bernafsu sepertinya dia akan merobek baju pasangannya dan mata sipit Sehun melebar. Sehun bergeser dan menjauh dari pintu lift. Setelah beberapa saat, pintu lift lain terbuka dan dia melangkah masuk, menyelipkan kartu kunci ke dalam slot dan lift mengantarkannya ke tingkat penthouse. Dia menggunakan waktu untuk menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk menenangkan hatinya. Pasangan bergairah dalam lift sebelumnya telah mengingatkannya pada apa yang akan terjadi padanya.
Angka-angka di atas pintu menyala pada gilirannya bagai kotak kaca menuju ke atas, memberinya pemandangan tentang betapa sibuknya kasino di lantai bawah. Masih ada waktu untuk mundur, bukan begitu?
Bunyi ping terdengar—apakah dia harus turun? Atau mungkin tinggal di lift dan kembali ke lobi. Pintu mulai menutup lagi, dan ia mengulurkan tangan dan menahan pintu lift agar tetap terbuka. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Dia melangkah ke lorong penthouse. Hanya ada beberapa pintu yang terlihat dari tempatnya berdiri, dan tanda di dinding sebenarnya mengatakan bahwa suite 1-5 adalah ke kiri, jadi dia mengambil nafas dalam-dalam, menegakkan bahunya dan bersiap untuk memenuhi takdirnya.
—
Jongin terkejut mendengar ketukan di pintu penthouse. Teman kencannya seharusnya memiliki kunci sendiri, jadi ketika ia membuka pintu, ia mengharapkan untuk melihat petugas hotel, atau mungkin petugas layanan kamar dengan minuman yang telah ia pesan. Namun sebaliknya, ia menghadapi seorang pria dengan tangan terangkat seolah ingin mengetuk lagi. Dia mengamati pria di hadapannya yang menawan, dengan tinggi yang nyaris sama dengan dirinya, berkulit putih pucat dengan rambut berwarna kecoklatan yang dipangkas rapi, pakaian yang sepertinya sangat mahal, dan mata sipit yang melebar menatap penasaran ke arahnya.
"Kupikir kau bukan petugas dari housekeeping, benar kan?" Sebuah kerut terbentuk antara alis lurusnya.
"Bukan, kau ingin aku menjadi petugas housekeeping?" Pria berkulit pucat itu menjorokkan dagu ke arahnya dan menjatuhkan tangannya yang masih tergantung di udara,
"Sama sekali tidak," katanya, melihat ke atas dan ke bawah lorong. "Jadi, kau adalah..."
Pria itu mengerutkan keningnya, sebelum berucapnya, "Harusnya aku yang bertanya, siapa kau?" Nadanya kedengaran seperti tidak sabaran dan mata elangnya yang melotot tajam itu seolah ingin menguliti Jongin saat itu juga.
"Oh, santai, Bung." Jongin memberikan gestur tubuh agar pria di hadapannya itu menenangkan dirinya sendiri.
"Santai? Kau menyuruhkan santai, sementara kau menempati penthouse dimana aku harus bertemu dengan temanku." Kali ini, pria itu melipat tangannya di depan dada dengan memasang wajah jengkel.
"Oh? Teman?" Jongin mengernyit bingung. Ia memiliki kunci penthouse yang ditempatinya ini, jadi ia meyakini 100% bahwa ini adalah penthouse yang benar. "Kau mungkin salah kamar, Bung. Lihat," Jongin merogoh saku celananya, kemudian menunjukkan kunci kamar yang diberikan petugas hotel. "Aku memiliki kunci penthouse ini dan aku masuk menggunakan kunci ini. Kau paham?"
Yang berkulit pucat mengubah ekspresi wajahnya—terlihat lebih rileks, meski tetap mengawasi Jongin dengan tajam—kemudian ikut-ikutan merogoh saku celananya. "Aku juga punya kunci penthouse ini. Ini penthouse 4 kan?" Pria itu menggerakkan kuncinya tepat di depan wajah Jongin.
Jongin menghela nafas kasar. "Ya, ini memang penthouse 4," jawabnya kesal. Jongin merogoh saku celana lainnya dan mengeluarkan sebuah benda tipis berbentuk persegi panjang—sebuah ponsel. "Biarkan aku meluruskan hal ini dengan pihak hotel."
Pria di hadapan Jongin itu berdecak kesal. "Bagaimana mungkin resepsionis tadi salah memberikanku kamar Sam Adams?"
Jongin memang sedang terfokus pada ponselnya dan suara dari pria itu terdengar sangat lirih, namun ia yakin bahwa pria itu menyebut nama Sam Adams. Jadi Jongin menghentikan kegiatannya dan menatap tak percaya pada pria berkulit pucat itu.
Pria yang merasa dipandangi itu langsung menatap tak suka pada Jongin. "Apa yang kau lihat, Bung?"
"Tunggu—kau bilang, siapa? Sam Adams?" tanya Jongin dengan suara gemetaran.
"Ya, Sam Adams. Kenapa?" Pria itu menaikkan sebelah alisnya.
"Oh, astaga. Sial!" Jongin nyaris membanting ponselnya ke atas lantai berkarpet merah saking kesal dan terkejutnya. Namun sebagai gantinya, ia melangkah masuk ke dalam penthousenya dan mulai meracau tak jelas—meninggalkan pria asing berkulit pucat yang tak dikenalnya masih berdiri di ambang pintu.
Pria itu mengernyit bingung, kemudian berteriak, "Hei, Bung! Ada apa dengan Sam Adams? Apa kau mengenalnya?" Akhirnya, dia memutuskan mengikuti Jongin.
Jongin mengacak rambutnya dan menjambakinya dengan pelan karena rasa frustasinya. "Urgh." Dia menggeram rendah, kemudian mendudukkan dirinya di atas sofa yang terletak di tengah ruangan.
"Hei, bisakah kau menjelaskan sesuatu padaku?" desak pria itu sekali lagi.
Jongin menatap kesal pada pria itu. "Okay, biar kutebak, kau adalah Shannon Wu. Benar?"
Pria itu menelan ludahnya dengan gugup. "B-bagaimana kau mengetahui hal itu?"
Jongin mendesah pelan sebelum berucap, "Kau ingin tahu sesuatu tentang temanmu yang bernama Sam Adams itu?" Ia menaikkan sebelah alisnya. "Well, dia adalah aku."
"A-apa?" Dan mata dari pria bernama Shannon Wu itu nyaris melompat keluar.
keep or delete?
dee's note:
hello. maaf ya selama liburan, saya malah nggak update fic sama sekali. am really sorry -_-v
dan di malam terakhir liburan ini, saya dapat ilham buat ngetik fanfic nista ini (?) sebenernya, prolognya ini masih mirip banget kayak novel aslinya. bedanya hanya di bagian boyslove-nya aja sih. dari awal saya baca novel ini, entah kenapa saya kepikiran KaiHun. Kai cocok banget jadi playboynya, sementara Sehun itu cocok jadi cowok populer yang polos gitu (?) and here we go. akhirnya saya bikin fanfic ini dengan main pair KaiHun. anyway, kayaknya fanfic ini bakal agak mirip sama sogheichat. btw thanks banget ya yang udah review disana. sumpah saya nggak nyangka kalo sambutannya bakal kayak gitu. itu pertama kalinya saya bikin KaiHun loh hehehe. dan fanfic ini juga saya persembahkan buat para KaiHun Shippers hoho. salam kenal ya buat kalian semua. tolong terima saya sebagai anggota KHS (yah walaupun saya HKS juga sih *peace*) oiya, fanfic ini juga sekalian buat seseorang (saya nggak tau siapa namanya -_-) yang sampe kirim vn buat saya lewat si moxi. duh mumumu banget sama kamu. I'll try my best to write this fic and continue sogheichat for you, dear~
oiya, gimana nih tanggepannya buat fanfic di atas? kayaknya ini ada sedikit kesalahpahaman, jadinya yah begitu. harusnya sehun sama cewe, begitu pula dengan jongin. eh taunya malah mereka jadi partner muehehe xD
aduh, kayaknya saya udah terlalu banyak ngomong ya? maaf .-.
well, last but not least, mind to review?
p.s. contact me on askfm. my username is rappicasso
