Between
Author : Kuro Hoshi
Disclaimer : Persona 3 and 4 is not mine. They were ATLUS T^T
A/N : Halo ^^/ maaf ya, aku HIATUS di Persona 30! Err…hehehe ^^a datang deh sifat yang KUbenci ini -,- kenapa sih lo nggak pergi aja rasa malas? Oke—oke, back to topic. Kembali aku buat fic Persona ^^ maaf deh -_-a belum siap dengan fandom lain. Cerita ini terinspirasi oleh novel SUPER KEREN yang udah lama kubeli tapi baru kubaca (malah temanku udah baca habis tuh novel) GUBRAK! Eh, sayang tuh novel masih ada lanjutannya! Wuahh…keren abis dan juga, terinspirasi dari majalah Bobo edisi lama X9
WARNING : P3XP4 Crossover, gaje, OOC
Pairing : MinatoXMinako, MinatoXAigis
Chapter 1
MINATO ARISATO.
Siapa yang tak kenal dia? Selain dia adalah pria tampan dan ber-style oke, juga sangat populer di kalangan wanita sesusianya. Dia adalah pria yang baik dan pemberani, juga pandai di segala hal.
Tapi…
Untuk di fic ini…
Apa lagi ya? Apa ada 'pengenalan' baru di sini?
…
"Minato-san…!" panggil seorang gadis dari belakang Minato. Sejujurnya Minato tidak terlalu mendengar karena headphone yang mengeluarkan suara lagu dengan volume maximum masih bertengger di telinganya.
"Minato-san!" panggil gadis itu lagi, jaraknya sudah semakin dekat dengan Minato. Tapi yang dipanggil tidak mendengar apa pun selain suara lagu yang keluar dari headphonenya.
Gadis itu sudah berada di samping Minato. Minato merasakan ada 'aura' seseorang disampingnya. Dia berbalik dan menaikkan alisnya. Dengan cepat dia melepaskan headphonenya dan menggantungkannya di leher.
"Aigis? Ada apa?" tanya Minato dengan wajah tak berdosa. Aigis, gadis yang memanggil Minato hanya tersenyum.
"Ternyata Minato-san mendengar panggilanku ya…" tebak Aigis. Minato menerawang sejenak.
"Dengar sih. Tapi kupikir itu hanya khayalanku saja. Jadi…hmm…maaf deh" kata Minato, langsung minta maaf. Aigis tidak begitu mempedulikan masalah itu. Yang penting adalah, ada hal yang ingin dia sampaikan pada Minato pagi ini, seperti biasanya. Yah, untuk 2 minggu terakhir ini.
Aigis merogoh saku roknya dan mengeluarkan ponsel kecil. "Ini yang kau cari, Minato-san?" tanya Aigis sambil menunjukkan salah satu e-mail yang semalam masuk ke ponselnya. Minato menaikkan sebelah alisnya, mengambil ponsel dari tangan Aigis.
Setelah melihat isi e-mail itu, senyum lebar tersungging di wajah pria tampan ini.
"Jackpot" bisiknya, meski Aigis masih bisa mendengarnya.
"Kenapa sih, Minato-san selalu ingin mencari tahu soal berita 5 tahun lalu itu? Bukannya…kasus itu sudah kadaluarsa ya?" tanya Agis. Minato hanya tersenyum-senyum sambil membaca setiap deret kalimat dari e-mail Aigis.
"Maaf. Habis…entahlah. Kasus itu cukup menarik untuk dibaca. Sekalian, jadi bahan pembelajaranku nanti. Ada lomba presentase 2 bulan lagi. Aku jadi tokoh utama dalam lomba itu. Makanya aku nggak mau memakai persoalan yang udah sering. Hehehe. Kau benar-benar membantuku lho, Aigis" jelas Minato senang.
"Tapi, bagaimana perkembangannya? Sukses tidak?" tanya Aigis.
Minato mengangguk mantap. "Ini mungkin terakhir kalinya kau membantuku dalam hal presentase. Sebab semua materi yang kucari sudah klop! Nah, tinggal kupermantap saja" jawab Minato. Aigis manggut-manggut mendengarnya.
"Minato-san, hari ini tidak bersama adikmu?" tanya Aigis setelah tadi sempat hening. Minato menutup ponsel flip milik Aigis.
"Kutinggal. Habis dia lama banget. Aku kan ada latihan pagi" ucap Minato sambil melirik jam tangannya. Aigis melirik kesana-kemari.
"Iya, ya. Aku bangun pagi juga karena Minato-san menyuruhku cepat datang. Tidak apa-apalah, kebetulan sekali hari ini aku piket. Kalau begitu aku duluan, Minato-san" pamit Aigis setelah mengambil kembali ponselnya (tentu saja -,-)
…
Skip Time : Night
12 AM
"Selamat malam…" sapa seorang pria berwajah dingin. Walau terlihat tampan, namun ketampanannya tenggelam oleh wajah dingin dan aura gelapnya yang sangat timbul.
Seorang pria tua yang berhadapan dengannya hanya menatap wajahnya dengan wajah dingin, meski diam-diam, dia sangat tegang dan ketakutan.
"Saya ingin mengambil benda yang anda pegang, tuan" ucapnya dengan suara parau dan dingin. Wajahnya tidak terlalu terlihat karena gelap. Meski pria tua itu tahu kalau yang berada di hadapannya adalah orang yang sangat mengerikan.
"Segera berikan dengan baik-baik. Maka masalah ini juga akan saya biarkan baik-baik" lanjut si pria dingin. Si pria tua sekarang berada di ujung tanduk. Dia tidak punya pilihan lain kecuali menyerahkan benda yang dipegangnya.
"Kalau kukatakan tidak mau?" tanya si pria tua berusaha tenang. Padahal sekarang ini wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin.
Si pria dingin ini menghela napas dengan berat. Sedikit gerakan pelan, dia mengambil sesuatu dari pinggangnya.
Ckrak.
Pria tua ini tahu, dia sedang berada di antara hidup…atau…mati…
Tapi sama seperti pria dingin itu, dia tidak boleh kalah. Sebab dia adalah suruhan. Dan jika dia gagal, nyawanya juga terancam.
"Kutanya sekali lagi, tuan…" kembali pria dingin itu bersuara.
Ckrak.
Dan pistol dengan peredam suara juga mulai tidak sabar.
"Maukah anda…kembalikan benda yang anda pegang itu?" tanya pria dingin itu. Sekarang, kesabarannya memang sudah habis.
Tidak ada yang berbicara sampai 3 menit ke depan.
"…baiklah" kata si pria dingin.
"Saya akan melakukannya dengan lembut, tanpa sepengetahuan orang lain." Lanjutnya.
Ckrak.
Kembali pistol dengan peredam suara itu bersuara pendek.
DOR! DOR! DOR!
Tiga tembakan.
Pria berwajah dingin ini ingin menembak sebanyak 5 kali, tapi dia sadar diri. Dengan gerakan pelan, dia mengambil benda yang masih saja dipegang pria tua itu. Pria dingin ini tersenyum samar ketika dia berhasil memegang benda yang dicarinya.
"Hmm…" pria dingin ini bergumam.
"Misi berhasil" bisiknya.
Di seberang sana, jauh di seberang sana. Kurang lebih 100 km dari sini. Ada seorang pria sedang berdiri tegak, kelihatannya tenang dan santai. Tapi sebenarnya dia sedang waspada.
"Bagus, kembali ke posisimu" bisiknya.
Kembali ke tempat pria dingin itu.
"Terimakasih" katanya.
Dan, setelah waktu bergeser, matahari mulai terbit, pukul 5 subuh, setengah orang diributkan oleh tewasnya Tuan pemilik perusahaan berlian, juga, kembalinya berlian langka yang pernah hilang. Entah siapa yang membunuh, entah siapa yang mengembalikan, hanya 3 point yang menjadi saksi.
Tuhan…bulan purnama…dan…pistol yang tergeletak di tangan kanan tuan pemilik perusahaan berlian itu.
…
Hari ini, seperti biasa, ketua polisi Jepang tengah sibuk membaca data-data yang datang sejak pagi. Akihiko Sanada, pria berusia 25 tahun ini memang selalu sibuk.
"Pak, kami mendapat laporan bahwa kejadian tersebut terladi lagi saat pukul 12 dini hari" lapor seorang polisi. Ketua polisi ini—Akihiko, mengangkat sebelah alisnya.
"Bisa dibilang, kembalinya berlian dan meninggalnya Tuan Yoshino hanya berbanding sekitar 5 menit. Tuan Yoshino meninggal pukul 12 lewat 10 menit, dan kembalinya berlian, 5 menit setelah itu. Apakah…pelakunya mengenal Tuan Yoshino? Ah, tapi semua orang pasti mengenal beliau" bisik Akihiko, cenderung pada dirinya sendiri.
"Pak, kematian Tuan Yoshino sebagai pemilik perusahaan berlian terbesar di dunia itu diputuskan karena bunuh diri. Pistol yang tergeletak di tangan kanannya mungkin sebagai bukti yang cukup kuat" lapor polisi yang tadi.
Akihiko menghela napas pasrah. "Biar aku hubungi Detektif Dojima soal ini" katanya.
"Bukankah Detektif Dojima sangat sibuk di Inaba? Bahkan katanya dia hampir tidak pulang karena kasus di sana sedang berat-beratnya"
Akihiko teringat akan hal itu.
"Jadi…bagaimana ya? Oh, hubungi Detektif Naoto Shirogane. Aku yakin sang Ace Detektif itu bisa datang" tambah Akihiko cepat.
"Baik, pak" jawab polisi itu.
Tok. Tok. Tok.
"Masuk" suruh Akihiko pada orang yang mengetuk pintu kerjanya.
"Yo! Akihiko-san! Kelihatannya sibuk sekali, ya" seru seorang pria bertopi baseball. Akihiko langsung merasa lemas melihatnya.
"Junpei…tolong jangan ganggu pekerjaanku" keluhnya.
"Tidak, tidak. Untuk kali ini, aku datang membawa bukti kecil" elaknya sambil tersenyum bahagia.
Akihiko mengangkat alisnya, "Apa?"
Junpei langsung duduk di sofa yang terletak di ujung ruangan besar dan megah ini. "Kau tahu kan, Akihiko-san? Aku bekerja kurang lebih 2 tahun di perusahaan berlian di dekat sini. Memang perusahaan ini berteman baik dengan perusahaan milik Tuan Yoshino. Sering kali aku melihat Tuan Yoshino datang ke perusahaan milik bosku. Lalu, seiring berjalannya waktu, aku sering melihat pertengkaran antara Tuan Yoshino dengan bosku. Setelah pertengkaran itu, berlian yang menjadi mascot perusahaan bosku menghilang. Lalu berlian itu kembali setelah Tuan Yoshino meninggal. Apa…itu sedikit bukti? Atau hanya kesaksian?" tanya Junpei setelah menjelaskan dengan panjang lebar.
Akihiko terbelalak mendengarnya.
"Siapa bosmu?" tanya Akihiko.
"Chidori Yoshino. Cucu dari Tuan Yoshino" jawab Junpei sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
"Apa! Kakek dan cucu!" kaget Akihiko. Junpei mengangguk.
"Aku cukup akrab dengan Nona Chidori. Dia sering menceritakan soal keluarganya kepadaku. Yang menjadi pikiranku adalah, mengapa berlian yang hilang itu kembali ketika Tuan Yoshino telah tewas?"
Akihiko mengangguk paham.
"Berlian yang menjadi mascot itu…bukan berlian langka yang sekarang menjadi pembicaraan itu?" tanya Akihiko kemudian.
Junpei menggeleng, "Bukan. Itu bukan milik kami" jawab Junpei.
Kini Akihiko terdiam. Benarkah Tuan Yoshino meninggal karena bunuh diri? Atau karena dibunuh?
Juga kenapa berlian yang menjadi mascot perusahaan milik cucu Tuan Yoshino itu kembali setelah Tuan Yoshino meninggal?
"Baiklah, Akihiko-san! Kurasa aku sudah menyampaikan apa yang seharusnya kusampaikan. Selamat berpikir! Jangan lupa kesehatanmu!" pesan Junpei lalu langsung keluar kantor Akihiko.
Akihiko kembali hanyut dalam kesaksian Junpei.
…
Minato memasukkan buku-buku tulisnya ke dalam bukunya. Pelajaran hari ini membuatnya capek berat. Mana ada tugas yang belum diselesaikannya. Seperti kliping, juga skripsi untuk dosennya. Untuk skripsi, dia diperbolehkan kerja berdua dengan salah satu teman kelasnya yang juga belum menyelesaikan tugas itu.
"Hei, Fuuka. Soal skripsi…"
"Minato-kun. Ah, iya. Lebih baik kita bicarakan di perpustakaan. Hmm…iya…"
Hanya samar-samar, tapi Aigis masih bisa mendengar pembicaraan Minato dan Fuuka Yamagishi, teman sekelas mereka.
Aigis mengibaskan rambut pirangnya yang pendek. Saat itu dia berpapasan dengan Minako, adik kembar Minato. Yang katanya agak Brother-Complex.
"Ah! Kamu pasti Aigis!" tebaknya.
Aigis mengangguk pelan, meski dia agak heran, mengapa gadis ini tahu?
"Minato-nii selalu menceritakan kamu kepadaku!" lanjut Minako, seperti membaca apa yang Aigis pikirkan.
"O-ooh…"
Minako menatap Aigis. Bukan tatapan ramah, tapi tatapan tajam. Aigis bisa merasakan itu.
"Kenapa kakak bisa suka orang seperti ini ya?" bisik Minako dalam hati. Sehingga Aigis tidak bisa mendengarnya.
"Mi, Minako-san?"
Minako mengernyitkan dahinya, "Pokoknya aku belum merestui hubunganmu dengan Minato-nii!" bentaknya dengan ketus lalu pergi meninggalkan Aigis.
Aigis hanya bisa sweat drop.
"Merestui? Memangnya dia ibunya Minato-san?" pikir Aigis dalam hati.
Tuk.
Tanpa disadari Aigis, Minato sudah ada dibelakangnya.
"Aigis…" sapa Minato.
"Mi—Minato-san!" kaget Aigis. Minato hanya tertawa kecil melihat reaksi Aigis.
"Kau belum pulang?" tanya Minato.
Aigis terdiam, "Err…belum…ada yang…ingin kuurus sedikit" jawab Aigis, entah kenapa dia mendadak gugup.
"Begitukah? Kalau begitu, hati-hati ya" pesan Minato lalu meninggalkan Aigis.
"Baik…"
Yah…hanya basa-basi semata. Tidak ada yang khusus. Tapi…perasaan berkecamuk itu jadi masalah. Sepertinya, basa-basi itu terasa hambar…
…kenapa ya?
To Be Continued
N/A : Hahaha XD pasti ada yang bingung. Apa hubungan title ama story-nya? Yah…belum jelas memang. Bahkan aku belum mikir dengan pasti. Hee…mungkin ada yang OOC ya…terutama Minako yang ketus begitu, juga Junpei yang agaknya…serius dan tidak terlalu bodoh? Perasaanku saja? Oke, oke. Penjelasan utamanya sekarang. Akihiko berusia 25 tahun. Minato dkk berusia 22 tahun. Beda 3 tahun ya? ^^a terus, nanti ada char di persona 4. Otomatis, Souji dkk berusia 21 tahun dan Naoto dkk (termasuk Kuma) berusia 20 tahun. Oke? Mungkin segini dulu. Penjelasan selanjutnya…di chapter 2! Jaa! XD
Last Word
Mind to RnR ? ?
Kuro Hoshi
