Hello
Osomatsu-san © Akatsuka Fujio
Dibuat untuk kesenangan semata, tidak ada keuntungan lainnya yang didapatkan.
Post episode 24, OsoChoro / Osomatsu x Choromatsu, Boys-Love, Incest, Osomatsu's pov, ooc.
.
.
.
.
Choromatsu menatapku dengan kegelisahan yang jelas terlihat di kedua matanya, bibirnya membentuk senyum kecil yang terlihat terpaksa, dan jemarinya mengetuk-ketuk meja menunggu hingga aku sampai di tempat ia duduk.
Hari ini sebenarnya sama seperti hari-hari kemarin. Terbangun di futon, sendirian, dan melakukan kegiatan sehari-hari seorang diri. Yang berbeda hanyalah aku memiliki janji untuk bertemu dengan adik keduaku di kafe dekat rumah.
Kalau diingat, rasanya sudah lebih dari lima bulan sejak semua adikku pergi meninggalkan rumah. Ingin hidup mandiri, katanya. Mencari pekerjaan seperti seharusnya. Meninggalkan status 'pengangguran' dan menjalani hidup normal. Sejak itupun aku tidak pernah mendengar kabar dari mereka. (Sebenarnya aku tidak mau tahu. Mungkin jika aku tahu di mana mereka dan apa yang mereka lakukan, aku hanya akan merusak semua itu dengan mengganggu mereka. Lebih baik tak usah tahu.)
"Hai," sapanya, menyuruhku untuk duduk di hadapannya. Aku membalas senyumannya, mengusap hidungku dengan telunjuk, dan menduduki kursi yang dimaksud.
Choromatsu terlihat berbeda (atau mungkin ini karena sudah cukup lama aku tidak melihatnya). Rambutnya memang masih rapi dan potongannya tetap sama, kedua pupilnya juga masih kecil yang terlihat seperti titik, dan masih memiliki kantung mata. Hanya saja kini ia terlihat lebih bahagia, rasanya aneh.
"Hai," jawabku, "apa kabar?"
"Baik saja, pekerjaanku berjalan lancar, walau terkadang hanya tertidur dua-tiga jam." Oh, itukah penyebab ia memiliki kantung mata? Heh, Choromatsu memang tidak bisa memiliki waktu tidur yang tenang atau lama. "Bagaimana dengan Osomatsu-niisan?"
Panggilan itu terdengar tidak seperti biasanya (atau ini karena sudah lama aku tidak mendengarnya?). Aku mendengus, melirik pengunjung kafe lainnya yang mayoritas berpasangan lelaki-perempuan.
"Seperti biasanya." Kedua bahuku terangkat, mataku kembali menatapnya lagi. "Apa kau masih mencintaiku?"
Pertanyaan itu keluar dari mulutku tanpa aku sadari, pertanyaan yang sedari pagi sudah kupikirkan, pertanyaan yang membuat perempuan di meja sebelah menoleh ke arah kami karena aku mengatakannya agak keras.
Kedua mata Choromatsu melebar, tapi aku tahu pasti dia sudah mengira aku akan mengatakan pertanyaan itu. Bibirnya terbuka, keluar gumaman pelan yang tidak terlalu jelas, kemudian ia menutup mulunya. Setelah ia mengambil napas panjang dan menghembuskannya, ia menatapku, dan kembali membuka mulut.
"Tentang itu ... Osomatsu-niisan, aku berkenalan dengan teman kerjaku, perempuan yang umurnya dua tahun lebih muda dari kita."
Tidak, aku tidak ingin mendengar cerita ini. Aku punya firasat akhir cerita ini bukan sesuatu yang menyenangkan bagiku.
"Aku dekat dengannya, dan untuk pertama kalinya, aku tidak gugup di depan seorang perempuan. Aku merasa nyaman dengannya, dan setelah kupikir-pikir—"
Choromatsu, jangan menatapku dengan kedua mata yang terlihat seperti orang sedang jatuh cinta. Pantas kau terlihat bahagia sekali, rasanya aneh.
"—aku akan menikahinya. Dia sudah menerima lamaranku tiga hari lalu."
"Aku mengerti." Aku bangkit dari dudukku, tangannku menepuk puncak kepalanya dan sedikit mengacak rambutnya. Ia meringis pelan, tapi tidak menyuarakan protes. "Kau terlihat bahagia sekali. Selamat."
Sayang sekali aku bukanlah alasan dari kebahagiaan yang kau rasakan saat ini.
.
.
.
Tamat.
A/N: Awalnya mau pakai sudut pandang ketiga. Tapi penasaran mau nulis dari sudut pandang osomatsu, dan yha ini rasanya ooc :'"
