Angel's Blood

Pair: VKOOK

Cast: Jeon Jungkook / Kim Taehyung / Park Jimin

And other cast will be appear soon~

Genre: Romance, Fantasy, lil' bit angst

Rated: T-M

Warn: YAOI (BOYxBOY)!, And typo everywhere

Remake by Novel from Nalini Singh

ENJOY!


.

"Even if I knew already

I can't stop…"

.


Saat Jungkook memberitahu orang bahwa ia adalah seorang pemburu vampir, reaksi pertama mereka adalah terperanjat, diikuti dengan, "Kau berkeliaran sambil menikamkan kayu yang tajam ke jantung busuk mereka?"

Oke, kata-kata sesungguhnya mungkin bervariasi, tapi perasaan yang ditimbulkan sama saja. Kata-kata itu membuatnya ingin mencari dan menghabisi para pendongeng idiot dari abad kelima belas yang pertama kali mengarang kisah itu. Tentu saja, para vampir mungkin sudah melakukannya lebih dulu –beberapa orang pendongeng tersebut berakhir di tempat yang menyerupai ruang gawat darurat pada masa itu.

Jungkook tidak pernah menikam vampir. Ia melacak mereka, menangkap mereka, dan memulangkan mereka kepada tuan mereka –para malaikat. Ada yang menyebut orang-orang sepertinya pemburu buronan, tapi berdasarkan kartu Asosiasi miliknya, ia "Memiliki Izin untuk Memburu Vampir & Berbagai Makhluk Lain Sejenisnya" –berarti ia seorang pemburu vampir, yang mendapat beberapa tunjangan tambahan, termasuk tunjangan untuk bahaya yang dihadapi. Tunjangan besar. Memang harus begitu kalau mengingat fakta bahwa leher para pemburu sering menjadi korban.

"Sebenarnya di mana kau berada?" gumam Jungkook, mengulurkan tangan ke bawah untuk menggosok-gosok betisnya. Vampir yang satu ini sudah membawa Jungkook ke sebuah pengejaran yang meriah –akibat kebodohan vampir itu sendiri. Vampir itu tidak tahu apa yang sedang ia lakukan, sehingga langkahnya tidak mudah diperkirakan.

Jimin pernah bertanya kepada Jungkook apa ia tidak merasa iba ketika memburu vampir yang tidak berdaya dan menyeret mereka kembali ke dalam kehidupan perbudakan mutlak. Jimin tertawa histeris waktu itu.

Tidak, ia tidak merasa iba. Sama seperti Jimin. Para vampirlah yang memilih perbudakan itu–dengan jangka waktu seratus tahun–ketika mereka mengajukan petisi kepada para malaikat untuk mengubah mereka menjadi makhluk yang hampir abadi. Kalau saja mereka tetap menjadi manusia, kalau saja mereka bersedia dimakamkan dengan damai, maka mereka tidak perlu terikat oleh suatu kontrak yang disegel dengan darah. Dan walaupun para malaikat mendapat keuntungan dari posisi mereka, kontrak tetaplah kontrak.

Seberkas cahaya terlihat di jalanan.

Bingo!

Itu target Jungkook, sedang menghisap cerutu dan membual di ponsel tentang bagaimana ia sudah menjadi makhluk merdeka sekarang dan tidak ada malaikat bawel yang bisa memberi perintah kepadanya lagi. Bahkan dengan jarak beberapa langkah, Jungkook sudah dapat mencium keringat yang merebak di ketiak si vampir. Perubahan menjadi vampir belum cukup melebur lemaknya yang sudah seperti mantel tambahan itu, dan ia pikir ia bisa mangkir dari kontrak dengan seorang malaikat?

Idiot.

Sambil berjalan, Jungkook melepaskan topinya dan menjejalkan ke kantong belakangnya. "Punya korek?"

Vampir itu tersentak dan menjatuhkan ponselnya. Jungkook hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar mata. Si vampir bahkan belum terbentuk sepenuhnya–taring yang ia tunjukkan saking terkejutnya ternyata masih gigi susu. Pantas saja tuannya begitu kesal. Si dungu ini pasti baru melayani tuannya selama sekitar satu tahun lalu kabur.

"Maaf," kata Jungkook sambil tersenyum waktu si vampir memungut ponsel dan memerhatikannya. Jungkook tahu apa yang si vampir lihat. Seorang pemuda yang sedang sendirian, dengan rambut hitam kelam, memakai celana kulit berwarna hitam dan atasan berwarna putih yang tipis yang dibalut jaket hitam, dan kelihatannya tidak bersenjata.

Karena si vampir masih muda dan bodoh, pemandangan itu membuatnya santai. "Tentu, Manis." Ia merogoh kantongnya untuk mencari korek api.

Pada saat itulah Jungkook mencondongkan tubuh ke depan, sebelah tangannya menjangkau kebelakang dan kebalik atasannya. "Tut-tut. Mr. Ebose sangat kecewa terhadapmu." Ia sudah mengambil dan mengaitkan kalung itu ke tempatnya sebelum si vampir sempat mengartikan kecaman yang diucapkan dengan serak itu. Mata si vampir melotot dan tampak merah, tapi bukannya menjerit, si vampir tetap berdiri diam di tempatnya.

Kalung pemburu mempunyai cara tersendiri untuk melumpuhkan seseorang. Ketakutan terlihat jelas di wajah si vampir.

Jungkook pasti sudah mengasihaninya kalau belum tahu bahwa vampir itu sudah mencabik leher empat orang manusia sewaktu melarikan diri. Itu tidak bisa diterima. Para malaikat melindungi piaraan mereka, tapi mereka juga punya batasan –Mr. Ebose telah mengizinkan kekerasan dalam bentuk apa pun yang diperlukan untuk menangani vampir yang satu ini.

Sekarang, Jungkook menyingkap fakta tersebut, membiarkan si vampir melihat kesediaannya untuk melakukan kekerasan. Wajah si vampir menjadi pucat pasi. Jungkook tersenyum. "Ikut aku."

Si vampir mengekor di belakangnya seperti anak anjing yang patuh. Sial, betapa ia menyukai kalung itu. Teman baiknya, Jimin, senang menembak target dengan anak panah sungguhan –mata panahnya telah diakali sehingga memuat chip pengendali yang sama dengan chip yang membuat kalungnya begitu efektif.

Begitu kalung itu menyentuh kulit, chip-nya langsung mengirimkan gelombang elektromagnetik yang menyebabkan gangguan arus pendek sementara terhadap syaraf si vampir, menjadikan vampir itu lebih mudah dipengaruhi. Jungkook tidak terlalu memahami ilmunya, tapi ia tahu ada kekurangan sekaligus kelebihan dari metode penangkapan yang ia pilih.

Yah, ia memang harus berada lebih dekat dengan targetnya ketimbang Jimin, tapi sebaliknya, ia tidak mungkin meleset dan mengenai orang tidak bersalah yang kebetulan ada di dekatnya –yang pernah dilakukan oleh Jimin sekali. Kejadian itu membuat Jimin menghabiskan penghasilannya selam setengah tahun untuk membereskan perkara hukumnya.

Jungkook membuka pintu di sisi penumpang dari mobil yang ia parkir tidak jauh dari situ. "Masuk."

Si bayi vampir bersusah payah menjejalkan tubuhnya yang besar ke mobil itu. Setelah memastikan si vampir sudah mengenakan sabuk pengaman, Jungkook menelepon kepala keamanan Mr. Ebose. "Aku sudah menangkapnya."

Suara di ujung sana menyuruh Jungkook untuk mengantarkan tangkapannya ke sebuah lapangan terbang pribadi.

Tidak terkejut dengan lokasi yang dipilih, Jungkook menutup ponsel dan mulai mengemudi. Tanpa berkata apa-apa. Tidak ada gunanya mencoba mengobrol, karena si vampir sudah kehilangan kemampuan bicara sejak tadi. Ketidakmampuan bicara merupakan efek samping dari pengekangan syaraf yang diakibatkan oleh kalung itu.

Sebelum peralatan yang memuat chip ditemukan, memburu vampir adalah adalah pilihan karier yang berbahaya, karena vampir yang paling muda sekalipun mempunyai kemampuan untuk mencabik-cabik manusia. Tentu saja, berdasarkan riset terbaru, para pemburu vampir bukanlah manusia sepenuhnya, tapi cukup mirip dengan manusia.

Setelah sampai di lapangan terbang, Jungkook melewati petugas keamanan dan diantara ke landasan terbang. Tim yang ditugaskan untuk mengantar si vampir kembali ke Sydney sudah menunggu di samping sebuah pesawat jet pribadi yang mengilap.

Jungkook membawa pria tawanan itu kepada mereka, dan mereka langsung mengangguk untuk mempersilahkannya masuk. Ia harus memuat vampir itu sendiri ke pesawat, karena tim pengantar tidak mempunyai izin untuk menangani si vampir pada bagian perjalanan yang ini. Jelas, Mr. Ebose mempunyai pengacara yang cakap. Pria itu tidak mau mengambil risiko yang dapat menyebabkan dirinya dituntut oleh Otoritas Perlindungan Vampir (OPV).

Bukannya OPV pernah berhasil memenangkan kasus dugaan penganiayaan. Yang perlu di lakukan oleh para malaikat hanyalah menunjukkan dua lembar foto manusia dengan leher yang sudah tercabik, dan para juri bukan hanya bersedia membebaskan mereka dari tuntutan, tapi juga memberikan mereka mendali atas usaha tersebut.

Jungkook membawa si vampir menaiki tangga dan menuju ke sebuah peti besar yang terbuka yang terdapat di bagian belakang ruang penumpang. "Masuk."

Si vampir masuk kemudian membalikkan badan dan menghadap Jungkook, kengerian membanjirinya , cucuran keringat sudah membasahi kemejanya. "Maaf, Sobat. Kau membunuh tiga orang wanita dan seorang pria tua. Tidak ada belas kasihan untukmu."

Setelah membanting pintu peti di hadapan si vampir, Jungkook menggemboknya. Kalung itu akan menempel di leher si vampir hingga ia sampai di Sydney, dari sana benda itu akan langsung dikembalikan ke Asosiasi, sesuai dengan protocol yang berhubungan dengan semua peralatan yang memuat chip. "Dia sudah siap berangkat."

Si ketua tim –keempatnya sudah mengikuti Jungkook masuk– melihatnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki dengan mata yang berwarna hijau kebiruan. "Sama sekali tidak cidera. Luar biasa." Ia menyerahkan sebuah amplop kepada Jungkook. "Transfernya sudah dilakukan ke rekening Asosiasi-mu, sesuai perjanjian."

Jungkook mengecek slip transfer itu. Alisnya terangkat. "Mr. Ebose murah hati sekali."

"Bonus untuk penangkapan target yang lebih awal dan tanpa cidera. Mr. Ebose punya rencana untuknya. Old Jerry merupakan sekertaris kesayangannya."

Jungkook meringis. Kerugian dari menjadi makhluk abadi adalah ada banyak hal yang dapat dilakukan terhadapmu dan kau tetap saja tidak mati. Ia pernah bertemu dengan seorang vampir yang kedua kakinya dipotong… tanpa menggunakan obat bius. Ketika regu penyelamat Asosiasi membebaskannya dari cengkeraman kelompok pembeci vampir yang menculiknya, ia sudah tidak tahu apa-apa lagi. Tapi ada video. Dari video itulah mereka mengetahui bahwa vampir yang dianiaya itu tetap sadar selama prosesnya.

Menurut Jungkook, para malaikat tidak menunjukkan video tersebut kepada para pengaju petisi yang datang berbondong-bondong ke hadapan mereka, memohon untuk diubah menjadi vampir.

Tapi kalau dipikir lagi, mungkin mereka menunjukkannya.

Para malaikat hanya menciptakan sekitar seribu vampir setiap tahunnya. Dan dari apa yang sudah disaksikan oleh Jungkook, yang memohon ternyata lebih banyak, ada ratusan ribu jumlahnya. Ia tidak tahu mengapa. Setahunya, harga dari keabadian jauh terlalu mahal. Lebih baik hidup bebas dan berubah menjadi debu kalau waktunya tiba daripada terkunci di kotak kayu selagi menantikan takdir yang akan diputuskan oleh tuanmu untukmu.

Jungkook menyelipkan slip transfer dan amplop itu ke kantongnya. "Tolong sampaikan ucapan terima kasih kepada Mr. Ebose atas kemurahan hatinya."

Si pengawal mengangguk dan di kepalanya yang gundul, Jungkook melihat sepintas apa yang ia tebak sebagai tato burung gagak. Pria itu terlalu tinggi sehingga sulit untuk memastikannya tapi yang lain lebih pendek dan semuanya mempunyai tanda unik itu.

"Sepertinya kau belum terikat." Si ketua tim melirik lingkaran perak polos di telinga Jungkook dengan tajam. Tidak ada emas yang melambangkan pernikahan. Tidak ada amber yang menghias.

Tapi Jungkook yakin kalau komentar itu bukanlah ajakan kencan. Para pengawal dari Wing Brotherhood diharuskan selibat selama bekerja. Karena hukuman atas pelanggarannya adalah pemotongan salah satu anggota tubuh –Jungkook belum mencari tahu yang mana– rasanya dirinya tidak sebanding.

"Ya, aku bisa bekerja dengan bebas." Ia lebih suka menuntaskan sebuah pekerjaan sebelum menerima yang berikutnya. Selalu ada lebih banyak vampir yang harus diburu. "Mr. Ebose mau aku mencari pemberontak lainnya?"

"Bukan. Ada temannya yang membutuhkan jasamu." Si ketua tim menyerahkan amplop kedua, yang satu ini disegel. "Janji pertemuannya besok pagi jam delapan. Tolong pastikan kau hadir… masalah ini sudah dikonfirmasi dengan Asosiasi-mu. Uang depositnya sudah dibayar."

Kalau Asosiasi sudah menyetujuinya, berarti perburuan ini resmi. "Tentu saja. Di mana pertemuannya?"

"Manhattan."

Jiwa Jungkook menjadi sedingin es. Karena satu kata itu bisa mengisyaratkan perintah dari seorang malaikat. Bahkan malaikat yang mempunyai tingkatan social dan ia tahu persis siapa yang menempati posisi teratas. Tapi, secepat datangnya, ketakutan itu langsung lenyap. Mr. Ebose, walaupun berkuasa, tidak mungkin mengenal malaikat tertinggi, anggota Kelompok Sepuluh yang berhak memutuskan siapa saja yang akan Diciptakan dan siapa yang akan Menciptakan.

"Ada Masalah?"

Kepala Jungkook terangkat ketika mendengar komentar pelan si ketua tim. "Tidak, tentu saja tidak." Ia melirik jam tangannya. "Sebaiknya aku pergi sekarang. Tolong sampaikan salamku untuk Mr. Ebose." Setelah mengatakannya, ia menyingkir dari ruangan pesawat jet pribadi yang nyaman dan muatannya yang berbau tengik itu.

Ia tidak tahu mengapa ada begitu banyak vampir dungu yang Diciptakan. Mungkin, pikirnya, mereka baik-baik saja pada awalnya tapi mulai mencari gara-gara setelah minum darah selama beberapa tahun. Tidak ada yang tahu apa akibat dari cairan itu terhadap otakmu. Tapi teori tersebut tidak berlaku untuk tangkapan terakhirnya –vampir itu baru berusia dua tahun, bahkan mungkin kurang.

Sambil mengangkat bahu, Jungkook masuk ke mobil. Dan karena ia ingin merobek amplop bersegel itu dengan gigi, ia menunggu hingga sampai di ampartemen indahnya yang terletak di Lower Manhattan. Mengingat banyaknya waktu yang mereka habiskan untuk menantang bahaya, kebanyakan pemburu menjadikan rumah mereka bagaikan surga. Tidak terkecuali Jungkook.

Bagitu masuk, Jungkook melepaskan sepatu botnya dan berjalan menuju bak mandi dan pancurannya yang mewah. Setelah menanggalkan pakaian, ia cepat-cepat menggosok bekas bau busuk vampir yang ketakutan tadi sebelum mengenakan piyamanya yang terbuat dari katun dan menyisir rambut sambil membuat kopi. Begitu selesai, ia membawa cangkir besarnya ke meja kopi, meletakannya di atas tatakan dengan berhati-hati… lalu menyerah kepada tuntutan rasa penasarannya yang buas dan merobek amplop itu hanya dalam waktu sedetik.

Kertasnya tebal, watermark-nya elegan… dan nama yang tertera di bagian bawah kertas itu membuatnya sangat ketakutan hingga ia ingin mengemasi barang-barangnya dan kabur. Ke lubang terjauh dan terkecil yang dapat ia temukan. Karena tidak yakin, ia membaca tulisan di kertas itu untuk kedua kalinya. Kata-katanya tidak berubah.

"Aku akan senang sekali kalau kau mau sarapan bersamaku. Pukul delapan pagi.

Kim Taehyung."

Tidak ada alamat. Tapi Jungkook tidak membutuhkannya. Dengan mendongak, ia bisa melihat cahaya terang yang berasal dari Archangel Tower melalui jendela kaca besar yang membuat apartemen ini luar biasa mahal… dan menarik. Bisa duduk dan menyaksikan para malaikat terbang dari balkon-balkon Tower yang tinggi merupakan suatu kenikmatan tersendiri untuknya.

Pada malam hari, mereka tampak seperti bayangan yang halus dan gelap. Tapi pada siang hari, sayap mereka berkilauan di bawah cahaya matahari, gerak-gerik mereka luar biasa anggun. Mereka datang dan pergi sepanjang hari, tapi terkadang Jungkook melihat mereka hanya duduk-duduk, di atas balkon yang tinggi, dengan kaki menggantung di pinggirannya. Malaikat yang lebih muda, tebaknya, walaupun muda adalah istilah yang relative.

Walaupun ia tahu bahwa sebagian besar malaikat berusia puluhan tahun lebih tua darinya, pemandangan itu selalu membuatnya tersenyum. Hanya pada saat itulah ia bisa melihat mereka melakukan sesuatu yang bisa disebut normal. Biasanya, mereka menjaga jarak, begitu jauh dari aktivitas wajar dan membosankan manusia yang tidak dapat mereka pahami.

Besok ia juga akan berada di atas menara yang terdiri atas cahaya dan kaca itu. Tapi yang harus ia temui bukanlah salah seorang malaikat muda yang mungkin lebih ramah. Bukan, besok ia akan duduk berhadapan dengan sang malaikat tertinggi.

Kim Taehyung.

Jungkook membungkukkan badan, perutnya mual.

.


Hal pertama yang Jungkook lakukan begitu pulih dari keinginan untuk muntah adalah menghubungi Asosiasinya. "Aku ingin bicara dengan Jimin," katanya kepada resepsionis.

"Maaf. Direktur sudah meninggalkan kantor."

Setelah menutup telepon, Jungkook menekan nomor telepon rumah Jimin. Jimin sudah mengangkat ketika telepon baru setengah berdering. "Wah, dari mana ya aku tahu kau akan menghubungiku hari ini?"

Tangan Jungkook mencengkeram telepon. "Hyung, tolong katakan kepadaku bahwa aku sedang berkhayal dan kau tidak menugaskanku untuk bekerja bagi seorang malaikat tertinggi."

"Emm… umm…" Park Jimin, Direktur Asosiasi –tiba-tiba terdengar seperti remaja perempuan yang sedang gugup. "Aduh, Jungkook. Aku tidak mungkin berkata tidak." "Memangnya apa yang bisa dia lakukan… membunuhmu?"

"Mungkin," gumam Jungkook.

"Vampir pesuruhnya menegaskan bahwa dia menginginkanmu. Dan bahwa dia tidak biasa ditolak."

"Kau berusaha menolak?"

"Aku ini teman baikmu. Hormati aku sedikit."

Setelah menghempaskan tubuh ke bantalan sofa, Jungkook memandangi Tower. "Apa pekerjaannya?"

"Aku tidak tahu." Jimin mulai berbicara pelan dan lembut. "Jangan khawatir… aku tidak akan repot-repot menenangkanmu. Bayiku bangun. Bukan begitu, Manis?" Suara-suara ciuman terdengar di udara.

Aku masih tidak percaya Jimin sudah menikah. Dan sudah memiliki bayi. "Apa kabarnya Mini Me?" Jimin menamai putranya, Min Yoosun.

"Semoga dia membuat hidupmu seperti di neraka." Ejek Jungkook.

"Dia menyayangin Ayahnya." Semakin banyak suara ciuman. "Dan katanya dia yang akan memanggilmu Mini Me setelah dia tumbuh beberapa puluh sentimeter lagi."

"Di mana suamimu? Kukira Yoongi-hyung suka mengurus bayi." Ejek Jungkook.

"Memang." Senyum Jimin jelas kentara bahkan dari saluran telepon sekalipun, dan itu membuat sesuatu bergejolak di dalam diri Jungkook dengan sangat ganas. Bukan karena ia iri terhadap kehidupan Jimin. Bukan, ada sesuatu yang jauh lebih dalam, waktu yang terlepas dari genggamannya.

Selama setahun terakhir, semakin jelas bahwa teman-temannya mulai melangkah ke tahap kehidupan yang berikutnya, sementara ia tetap berada di pintu neraka –seorang pemburu vampir berusia dua puluh enam tahun tanpa hubungan, tanpa ikatan.

Jimin sudah menggantung busur dan anak panahnya–kecuali jika ada perburuan yang mendesak–dan mengambil posisi di meja terpenting di Asosiasi. Suaminya yang dulu menjadi pelacak yang sangat berbakat sekarang beralih profesi dan mengelola bisnis pembuatan peralatan berburu (dan mengganti popok), dengan senyuman santai yang menunjukkan kepuasannya.

"Hei, Jungkook, kau tidur, ya?" Tanya Jimin dari balik jeritan riang si bayi. "Sedang memimpikan malaikat tertinggimu?"

"Mimpi buruk sepertinya," gumam Jungkook, memicingkan mata ketika ia melihat seorang malaikat yang mendarat di atap Tower. Jantungnya berdegup waktu sayap malaikat itu dikepakkan untuk memperlambat pendaratan. "Kau belum selesai bercerita tentang Yoongi-hyung. Kenapa ia tidak mengurus bayi sekarang?"

"Dia pergi beberapa menit yang lalu untuk membeli es krim double-chocolate very-berry. Aku bilang kecenderungan mengidam bisa bertahan sampai beberapa saat setelah melahirkan."

Kegirangan Jimin karena berhasil membodohi suaminya seharusnya membuat Jungkook tertawa, tapi ia terlalu gelisah ketika merasakan ketakutan yang menjalar di dalam dirinya. "Hyung, apa vampir itu bilang kenapa Taehyung menginginkanku?"

"Tentu. Katanya Taehyung menginginkan yang terbaik."

.


"Aku yang terbaik," gumam Jungkook keesokan paginya. Ketika turun dari taksi di depan bangunan luar biasa yang bernama Archangel Tower itu. "Aku yang terbaik."

"Hei, Tuan, kau mau bayar atau terus mengoceh sendiri?"

"Apa? Oh." Setelah mengeluarkan selembar uang kertas bernilai dua puluh dolar, Junkook membungkuk dan menjejalkannya ke tangan supir taksi itu. "Ambil kembaliannya."

Pelototan si supir berubah menjadi senyuman lebar. "Terima kasih! Ada apa? Apa ada perburuan besar?"

Jungkook tidak bertanya bagaimana pria itu bisa tahu kalau ia pemburu. "Tidak. Tapi kemungkinan besar aku akan mati mengenaskan beberapa jam lagi. Jadi, sebaiknya aku berbuat amal dan membesarkan harapan untuk masuk surga."

Si supir taksi mengira Jungkook sedang bercanda. Ia masih tertawa ketika membawa taksinya pergi, meninggalkan Jungkook di ujung jalanan lebar yang mengarah ke pintu masuk Tower. Sinar matahari pagi yang terik, tidak seperti biasanya, menyinari bebatuan putih jalanan. Jungkook mengambil kacamata hitamnya dari tempat di mana ia menggantungkannya–di lekukan kerah kemejanya– dan dengan lega ia memasangnya di depan matanya yang kurang tidur dan kelelahan. Karena tidak lagi terancam kebutaan, ia dapat melihat bayangan yang tadi terlewatkan. Tentu saja ia tahu mereka ada di sana –penglihatan bukanlah satu-satunya indra yang ia andalkan kalau sudah berurusan dengan vampir.

Beberapa dari mereka berdiri di sepanjang sisi Tower, tapi masih ada sekitar sepuluh orang lagi yang sedang bersembunyi ataupun berjalan di semak-semak yang terawat di luar. Semuanya mengenakan setelan gelap yang dipadukan dengan kemeja putih, rambut mereka dipotong dengan rapi dan sempurna seperti gaya yang patenkan oleh para agen FBI. Kacamata hitam dan earpiece tersembunyi menyempurnakan kesan agen rahasia yang mereka tampilkan.

Tapi dengan mengesampingkan komentar pribadi, Jungkook tahu vampir-vampir itu tidak seperti vampir yang ia tangkap semalam. Pria-pria itu sudah hidup untuk waktu yang lama. Bau mereka yang kuat –suram tapi tidak menggelisahkan- ditambah dengan fakta bahwa mereka menjaga Archagel Tower, memberitahunya bahwa mereka cerdas sekaligus sangat berbahaya. Selagi ia memperhatikan, dua orang di antara mereka muncul dari balik semak-semak dan berjalan menuju jalanan yang bermandikan sinar matahari langsung.

Tidak seorang pun dari mereka yang terbakar.

Reaksi terhadap sinar matahari seperti itu –mitos lain yang digemari oleh para pembuat film- dapat membuat pekerjaannya menjadi jauh lebih mudah. Yang harus ia lakukan adalah menunggu sampai para vampir keluar pada waktu yang tepat.

Tapi nyatanya tidak demikian, sebagian besar vampir bisa berkeliaran selam dua puluh empat jam penuh dalam satu hari. Beberapa vampir yang memiliki kepekaan terhadap cahaya juga tidak 'mati' ketika matahari menyinari mereka. Mereka hanya perlu memakai kacamata hitam.

"Dan sekarang kau mengulur-ulur waktu… tidak lama lagi kau akan mengarang syair mengenai kebun ini," gumamnya pelan. "Kau seorang professional. Kau yang terbaik. Kau bisa melakukan ini."

Sambil menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk tidak memikirkan para malaikat yang ia tahu sedang beterbangan di atas kepalanya, Jungkook mulai berjalan menuju pintu masuk. Tidak ada yang memperhatikannya secara terang-terangan, tapi ketika ia akhirnya sampai di pintu, vampir yang sedang bertugas langsung mengangguk pelan dan membukakan pintu itu untuknya. "Langsung saja ke meja resepsionis."

Jungkook mengerjap dan melepaskan kacamatanya. "Kau tidak mau memeriksa tanda pengenalku?"

"Kau sudah ditunggu."

Bau vampir penjaga pintu yang terselubung dan menarik itu –suatu ciri yang dianggap sebagai adaptasi evolusioner terhadap kemampuan melacak para pemburu– meliputi Jungkook secara menyeramkan ketika ia mengucapkan terima kasih dan kembali berjalan.

Lobi berpendingin yang terlihat sangat luas itu didominasi oleh marmer berwarna abu-abu gelap yang dihiasi oleh garis-garis emas tipis. Kalau dijadikan contoh dari kekayaan, selera, dan intimidasi terselubung, lobi itu pasti menjadi juara pertama.

Tiba-tiba Jungkook merasa sangat lega karena sudah mengganti celana kulit dan kaus yang biasa ia pakai dengan celana bahan berwarna hitam dan kemeja putih yang kaku.

"Mr. Jeon, aku Hani." Si resepsionis bangkit berdiri sambil tersenyum dan keluar dari balik meja yang terbuat dari batu yang dipoles dengan baik sehingga memantulkan segala sesuatunya seperti cermin. "Senang bertemu denganmu."

"Terima kasih." Jungkook menjabat tangan wanita itu, merasakan aliran darah segar, detak jantung yang cepat. Jungkook sudah hampir bertanya kepada Hani siapa yang menjadi sarapannya –darahnya luar biasa kuat– tapi sudah menahannya sebelum dorongan itu menimbulkan masalah.

"Kau pasti terburu-buru tadi." Hani meliri jam tangannya. "Sekarang baru pukul tujuh lewat empat puluh lima menit."

"Perjalanannya lancar." Dan ia tidak mau mengawali pertemuan ini dengan cara yang keliru. "Apa aku terlalu cepat?"

"Tidak. Ia sudah menunggumu." Senyuman Hani memudar, digantikan dengan ekspresi kecewa. "Kukira kau akan terlihat… lebih menakutkan."

"Jangan bilang kau menonton 'Hunnter's Prey'?" komentar muak itu sudah terucap sebelum Jungkook sempat menahannya.

Hani melemparkan senyuman ala manusia yang membingungkan kepada Jungkook. "Begitulah. acara itu begitu menghibur. Dan S.R Stoker… produsernya… adalah mantan pemburu vampir."

Yah, dan Jungkook adalah Peri Gigi. "Coba kutebak, kau kira aku akan membawa pedang besar dan memiliki mata merah yang menyala-nyala?" Jungkook menggelengkan kepala. "Kau seorang vampir. Kau tahu semua itu tidak benar."

Ekspresi Hani berubah menjadi gelap dan lebih dingin. "Kedengarannya kau sangat yakin bahwa aku ini vampir. Kebanyakan orang tidak bisa menebaknya."

Jungkook memutuskan bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk memberi pelajaran biologi pemburu. "Aku punya banyak pengalaman." Ia mengangkat bahu seolah hal itu tidak penting. "Kita naik sekarang?"

Hani tiba-tiba, dan sepertinya sungguh-sungguh gelagapan. "Oh. Maafkan aku. Aku membuatmu menunggu. Silahkan ikut aku."

"Tidak apa-apa. Toh hanya semenit." Dan Jungkook bersyukur atas kesempatan yang diberikan untuk menenangkan pikiran-pikirannya. Kalau vampir yang elegan tapi peka ini sanggup menghadapi Taehyung, berarti ia juga sanggup. "Seperti apa dia?"

Langkah Hani ragu-ragu selama sedetik sebelum menyadarkan dirinya sendiri. "Dia… seorang malaikat tertinggi." Kekaguman dalam suaranya bercampur dengan ketakutan yang sama besarnya.

Kepercayaan diri Jungkook langsung menciut. "Apa kau sering bertemu dengannya?"

"Tidak, untuk apa?" Hani tersenyum bingung. "Dia tidak perlu melewati lobi. Dia bisa terbang."

Jungkook ingin menampar dirinya sendiri. "Kau benar." Ia berhenti di depan pintu lift. "Terima kasih."

Hani memasukkan kode keamanan ke panel layar sentuh yang terpasang di sebuah tiang kecil di sebelah lift. "Lift ini akan langsung membawamu ke atap."

Jungkook berhenti. "Atap?"

"Dia akan menemuimu di sana."

Jungkook terkejut, tapi tahu mengulur-ulur waktu tidak ada gunanya. Ia pun memasuki lift besar yang berpanel cermin dan membalikkan badan kepada Hani. Ketika pintu menutup, ia gelisah karena teringat akan vampir yang ia kurung di peti kurang dari dua belas jam yang lalu. Sekarang ia tahu seperti apa rasanya. Kalau tidak yakin bahwa ia berada dalam pengawasan, mungkin ia sudah menyerah kepada dorongan untuk menanggalkan kedok profesionalnya dan mulai berjalan mondar-mandir seperti orang gila.

Atau seekor tikus yang terjebak di labirin.

Lift itu mulai naik dengan gerakan lembut. Angka-angka di panel LCD menyala berurutan dengan irama yang membuat perut mulas. Jungkook memutuskan untuk berhenti menghitung setelah lift itu melewati lantai tujuh puluh lima. Malah, ia memanfaatkan cermin untuk berpura-pura merapikan tas talinya yang terbelit… padahal sebenarnya ia sedang memastikan bahwa senjatanya tetap tersembunyi.

Tidak ada yang memerintahkannya untuk datang tanpa senjata.

Dengungan pelan terdengar ketika lift itu berhenti dengan mulus. Pintunya terbuka. Tidak memberi kesempatan bagi dirinya sendiri untuk ragu-ragu, Jungkook melangkah keluar dan memasuki sebuah ruang kecil berdinding kaca. Ia segera tersadar bahwa kurungan kaca itu tidak lebih dari kerangka yang menaungi lift. Atapnya berada di luar… dan ia tidak menemukan pagar pembatas yang seharusnya ada untuk mencengah orang-orang supaya tidak terjatuh secara tidak sengaja.

Sang malaikat tertinggi jelas tidak ingin menenangkan tamunya.

Tapi menurut Jungkook, Taehyung bukan tuan rumah yang buruk –sebuah meja yang dipenuhi dengan croissant, kopi, dan jus jeruk sudah disiapkan dengan megah di tengah-tengah ruang terbuka yang luas itu.

Setelah memperhatikan sekali lagi, ia juga melihat bahwa atap itu tidak hanya disemen, tapi juga dilapisi dengan ubin berwarna abu-abu gelap yang memantulkan cahaya keperakan di bawah sinar matahari. Ubinnya tampak indah dan tak diragukan lagi mahal. Pemborosan yang berlebihan, pikirnya, kemudian menyadari bahwa bagi makhluk bersayap, atap bukanlah tempat yang tidak bermanfaat.

Taehyung tidak kelihatan.

Jungkook membuka pintu kaca itu dan berjalan keluar. Setelah meletakan tasnya di atas meja, Jungkook berjalan dengan hati-hati ke pinggir atap yang terdekat… dan memandang ke bawah. Semangat melonjak di dalam dirinya karena melihat pemandangan luar biasa ketika para malaikat beterbangan keluar-masuk Tower. Mereka terlihat begitu dekat sehingga rasanya ia hampir dapat menyentuh mereka, sayap kuat mereka tampak menggoda sekaligus berbahaya.

"Hati-hati." Kata-kata itu diucapkan dengan lembut, nadanya geli.

Jungkook tidak melonjak, sudah merasakan embusan angin ketika pria itu mendarat. "Apa mereka akan menangkapku kalau aku terjatuh?" tanyanya tanpa memalingkan kepala.

"Kalau mereka sedang mau melakukannya." Pria itu berjalan untuk berdiri di sebelah Jungkook, sayapnya sudah terlihat di sudut mata Jungkook. "Kau tidak pusing."

"Tidak pernah," Jungkook mengakui, begitu takut pada kekuatan besar pria itu sehingga ia terdengar benar-benar normal. "Aku belum pernah berada di tempat yang setinggi ini sebelumnya?"

"Bagaimana menurutmu?"

Jungkook menarik napas dalam-dalam dan mundur selangkah sebelum berbalik untuk menghadap pria itu. Jungkook merasa seperti ditinju. Pria itu… Indah. Matanya berwarna cokelat dan jernih seolah ada seniman surgawi yang menaburkan tumpukan batu safir ke dalam lukisannya kemudian menyapukan kuas yang terbaik di iris mata itu.

Jungkook masih memulihkan diri dari keterkejutan visualnya ketika angin tiba-tiba berembus di atap, meniup beberapa helai rambut hitam pria itu. Tapi hitam masih belum cukup menggambarkannya. Warnanya begitu murni sehingga menyerupai warna malam, cemerlang dan pekat. Membuat Jungkook menekuk jemari saking inginnya ia membelai.

Ya, pria ini memang indah, tapi itu adalah keindahan seorang pejuang atau seorang penakluk. Pria ini memiliki cap kekuasaan pada setiap sentimeter kulitnya, setiap bagian tubuhnya. Dan itu sebelumnya Jungkook melihat kesempurnaan sayap yang elok. Bulu-bulunya putih lembut dan tampak beserbuk emas. Tapi waktu Jungkook berkonsentrasi, ia melihat yang sesungguhnya –setiap serat dari setiap bulu mempunyai ujung keemasan.

"Ya, diatas sini memang indah," kata pria itu menyadarkan Jungkook dari kekagumannya.

Jungkook mengerjap, kemudian merasakan wajahnya merona, tidak tahu sudah berapa lama ia melamun. "Ya."

Senyum pria itu kelihatan mengejek. "Mari kita sarapan dan berbincang-bincang."

Marah karena membirakan dirinya dibutakan oleh keindahan fisik pria itu, Jungkook menggigit bagian dalam pipinya sebagai teguran. Ia tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Taehyung tahu persis betapa memesona dirinya, dan tahu pengaruhnya terhadap makhluk fana yang polos. Itu membuatnya menjadi bajingan arogan yang seharusnya dapat ditolak oleh Jungkook dengan mudah.

Menarik sebuah kursi, Taehyung menunggu. Jungkook berhenti dengan jarak sejauh tiga puluh sentimeter, sepenuhnya menyadari kekuatan pria itu. Ia tidak terbiasa merasa lemah. Bahwa Taehyung dapat membuatnya merasakan sensasi tersebut – dan tanpa perlu bersusah payah– membuatnya cukup marah sehingga berani menanggapi. "Aku merasa tidak nyaman kalau ada orang yang berdiri dibelakangku."

Mata pria itu berkilat terkejut. "Bukankah seharusnya aku yang merasa takut kalau-kalau ada belati yang ditodongkan dari belakangku? Kaulah yang membawa senjata tersembunyi."

Fakta bahwa Taehyung mengetahui keberadaan senjatanya tidak berarti apa-apa. Seorang pemburu harus selalu bersenjata. "Perbedaanya ialah, aku bisa mati. Kau tidak."

Sambil melambaikan tangan dengan geli, Taehyung berjalan menuju ke sisi meja yang satu lagi, sayapnya menyapu ubin yang bersih mengilap dan meninggalkan jejak emas putih yang berkilauan.

Jungkook yakin pria itu sengaja melakukannya. Malaikat tidak selalu meninggalkan serbuk malaikat. Kalau mereka melakukannya, serbuk itu akan langsung di ambil oleh makhluk fana dan vampir. Harga dari sedikit saja benda cemerlang itu sudah lebih mahal daripada harga berlian yang tak bercacat.

Tapi kalau Taehyung mengira ia akan berlutut dan mengais-ngais, malaikat itu harus berpikir kembali.

"Kau tidak takut kepadaku," kata Taehyung.

Jungkook tidak cukup bodoh untuk berbohong. "Aku takut setengah mati. Tapi kurasa kau tidak mungkin membawaku kesini hanya supaya bisa mendorongku dari atap."

Bibir Taehyung melengkung, seolah Jungkook mengatakan sesuatu yang lucu. "Duduklah, Jungkook." Namanya terdengar berbeda di bibir pria itu. Mengikat. Seolah dengan mengucapkannya, Taehyung memegang kendali atasnya. "Seperti yang kau katakan, aku tidak punya rencana untuk membunuhmu. Tidak hari ini."

Jungkook duduk membelakangi lift, tahu bahwa Taehyung menunggu dengan kesopanan kuno hingga ia melakukannya. Sayap Taehyung terbentang anggun di balik sandaran kursi yang dirancang khusus ketika pria itu ikut duduk.

"Berapa usiamu?" Tahu-tahu Jungkook sudah bertanya sebelum ia sempat menahan rasa penasarannya.

Taehyung mengangkat sebelah alisnya yang melengkung sempurna. "Apa kau tidak bisa menahan diri?"

Komentar itu sebenarnya diucapkan dengan santai, tapi Jungkook dapat mendengar nada keras yang ada di baliknya. Rasa dingin menjalar di sekujur tubuhnya. "Menurut beberapa orang, tidak… aku ini kan pemburu vampir."

Sesuatu yang misterius dan sangat berbahaya terlintas di kedalaman mata jernih yang tidak akan pernah dimiliki oleh manusia itu. "Pemburu alami, bukan yang dilatih."

"Ya."

"Berapa banyak vampir yang sudah kau tangkap atau bunuh?" Tanya Taehyung.

"Kau tahu jumlahnya. Karena itulah aku duduk di sini."

Angin kembali berembus di atap, kali ini cukup kencang sehingga membuat cangkir-cangkir bergoyang. Pria itu menatapnya dengan begitu mirip seperti binatang buas besar yang sedang mengintai kelinci yang akan dijadikan santapan makan malamnya.

"Beritahukan kemampuan-kemampuanmu kepadaku." Kata-kata itu di sampaikan sebagai perintah, nada suaranya bagaikan mata pisau yang mengisyaratkan suatu peringatan. Sang malaikat tertinggi sudah tidak menganggap Jungkook lucu lagi.

Jungkook tidak mau mengalihkan pandangan, bahwa ketika ia menancapkan kuku jemarinya ke paha untuk menguatkan diri. "Aku bisa mencium bau vampir, membedakan satu vampir tertentu dari kawanannya. Itu saja."

Kemampuan yang tidak berarti –kecuali kalau kau menjadi pemburu vampir. Kemampuan itu membuat istilah 'pilihan karier' menjadi suatu ungkapan belaka.

"Berapa usia yang harus dicapai oleh si vampir sehingga kau bisa merasakan kehadirannya?"

Pertanyaan itu aneh dan Jungkook harus diam sebentar untuk memikirkannya. "Yah, vampir termuda yang pernah kulacak berusia dua bulan. Dan dia sudah kelewat batas. Kebanyakan vampir menunggu paling tidak setahun sebelum melakukan sesuatu yang aneh-aneh."

"Jadi, kau belum pernah berhubungan dengan vampir yang lebih muda?"

Jungkook tidak tahu ke mana Taehyung akan membawanya dengan pertanyaan-pertanyaan semacam ini. "Berhubungan, tentu pernah. Tapi tidak sebagai pemburu. Kau ini malaikat… pastinya kau tahu bahwa tubuh mereka tidak berfungsi dengan baik selama sebulan pertama atau lebih setelah diciptakan."

Tahap perkembangan itulah yang terus mengobarkan mitos mengenai vampir yang sama seperti mayat hidup yang diberi kehendak.

Mereka memang menyeramkan pada beberapa minggu pertama. Dengan mata yang membelalak tapi kosong, tubuh yang pucat pasi dan kurus kering, gerakan yang tidak terkoordinasi. Karena itulah kelompok-kelompok pembenci vampir lebih suka menyerang vampir baru. Kebanyakan orang merasa jauh lebih mudah untuk memutilasi dan menyiksa seseorang yang mirip dengan mayat hidup daripada seseorang yang mungkin saja teman baik mereka. Atau adik ipar, dalam kasus Jungkook.

"Semuda itu, mereka tidak bisa memberi makan diri mereka sendiri, apalagi kabur."

"Bagaimanapun juga, kita akn melakukan suatu tes." Sang malaikat tertinggi mengambil segelas jus dari samping piringnya dan minum. "Makanlah."

"Aku tidak lapar."

Taehyung mengangkat gelasnya. "Menolak santapan dari meja malaikat tertinggi merupakan suatu pelecehan darah."

Jungkook belum pernah mendengar ungkapan tersebut, tapi kalau sudah menyangkut darah, itu pasti tidak baik. "Aku sudah makan sebelum datang kemari." Kebohongan total. Ia hanya bisa minum air, itu pun dengan penuh perjuangan.

"Kalau begitu, minumlah." Instruksi itu disampaikan dengan sangat mutlak, Jungkook tahu Taehyung ingin langsung dipatuhi.

Dorongan untuk membantah timbul di dalam dirinya. "Kalau tidak?"

Angin berhenti berembus. Bahkan awan-awan sepertinya berhenti bergerak.

Kematian berbisik di telinga Jungkook.


.

TBC

.


Yay! I'm back with bring this new story~

What do you thing about it, guys?

Do I have to keep it or delete?

Huhu maafkan aku~ untuk para readers yang sudah nungguin ff aku yang 'Halfway To The Grave' yang suka molor update itu dan bukannya update tuh ff, malah publish nih new story. Tapi memang aku udah pengen banget nulis ni story udah lama dan baru bisa publish sekarang. Jadi hargai usaha saya ya…, dan juga maafkan kalo ada banyak typo bertebaran.

Dan jangan lupa untuk memberi komentar anda mengenai cerita ini di kolom review ya… I really appreciate review so much^^