Quarter 1 : She's totally a manager

Characters : Too High members, [Sakurai-Momoi)

Genre : Friendship

Rated : K+


"Momoi-san?"

"Oh, halo Sakurai-kun." Momoi melambai pada pemuda berambut cokelat yang baru saja keluar dari kelasnya itu. Sakurai balas melambai. Dari tempat Momoi berdiri sekarang—dekat dengan pintu masuk kelas Sakurai, bisa dipastikan gadis itu tengah menunggu seseorang. Matanya nampak mengamati setiap sudut kelas Sakurai.

"Kenapa kesini?" Sakurai berlari kecil ke arah Momoi, "Mungkin ada yang bisa kubantu?"

"Aomine-kun. Apa dia belum pulang?"

Tak perlu waktu lama sampai tubuh Sakurai berubah kaku. Saat itu juga, firasat Momoi akan kebiasaan buruk Sakurai muncul.

"Ma-Maafkan aku! Maafkan aku! Karena tadi piket kelas, aku jadi lupa pada Aomine-san. Maafkan aku! Aku lupa! Aku memang sudah pelupa seperti kakek-kakek, tapi aku tidak ingin dikatakan seperti kakek-kakek! Maaf—"

"Sudah cukup, Sakurai-kun. Aku 'kan cuma bertanya." Momoi melipat tangannya, kalau dia gagal mengerem permintaan maaf Sakurai, mungkin dia bisa menunggu sampai malam untuk mendengar permohonan maaf Sakurai.

Wajah Sakurai kembali berubah ketakutan, "Maafkan aku! Aku selalu merepotkan semuanya, apalagi Momoi-san. Padahal cuma bertanya, tapi aku—"

"Kubilang sudah cukup, Sakurai-kun." Momoi sedikit menekan kata-katanya seraya menghela napas pasrah, ia memijit keningnya yang sesaat berdenyut ngilu. Ia sampai heran kenapa Aomine bisa bertahan dengan pemuda yang selalu meminta maaf ini.

"Kalau dia sudah pulang mau diapakan lagi. Sakurai-kun belum pulang?"

Sakurai langsung menegakkan kembali tubuhnya yang sempat bungkuk sembilan puluh derajat itu, "Y-Ya. Aku akan pulang, hari ini tidak ada latihan seperti yang dikatakan para senpai. Jadi… um… Momoi-san sendiri?"

Momoi tersenyum, "Bagaimana kalau kita pulang bersama?"

.

.

.

Sepanjang jalan tubuh Sakurai tidak henti-hentinya bergetar. Wajahnya membiru setiap kali langkahnya selaras dengan Momoi. Gadis cantik itu enak sekali diajak bicara, meski ia merasa canggung bisa pulang bersama dengan manajernya, namun Momoi selalu berhasil mengajak pembicaraan yang lebih menyenangkan lagi.

"Apa Momoi-san selalu pulang bersama Aomine-kun seperti ini? Ah, maafkan aku yang lancang bertanya! Bukan maksudku untuk menanyakan hubungan gelap kalian berdua. Ah! Bu-Bukan! Imayoshi-senpai yang bilang—Ah! Tidak! Kenapa Imayoshi-senpai jadi kubawa-bawa?! Maafkan aku Imayoshi-senpai! Bukan maksudku sembarangan menyebut namamu seperti ini!"

"Sakurai-kun, berhentilah. Orang-orang memperhatikanmu tau." Momoi menggertakan giginya, memberi tanda pada Sakurai untuk berhenti. Beberapa pejalan kaki yang melihat mereka berbisik-bisik tidak jelas, namun Momoi bisa sedikit menangkap alur pembicaraan mereka. Dia tertawa hambar.

"Ma-Maafkan aku, Momoi-san! Aku sudah membuatmu malu di depan khalayak umum. Aku memang tidak pantas hidup."

Momoi lekas menarik lengan Sakurai ketika melihat sebuah mobil beratap terbuka yang menjual crepes di dekat taman. Ia terakhir merasakan enaknya crepes itu dua bulan lalu, bersama Aomine tentunya.

"Ayo cepat! Sakurai-kun mau pesan yang mana? Aku strawberry cream saja." Momoi menunjuk menu pesanan yang terpajang di depan kaca mobil.

"A-Aku sama seperti Momoi-san saja."

"Tidak boleh! Harus yang lain." Momoi memilihkan menu untuk Sakurai, crepes dengan potongan pisang dan saus blueberry, salah satu favoritnya juga.

Setelah menunggu beberapa saat, Momoi mengajak Sakurai untuk duduk di taman, tidak baik makan sambil jalan, katanya. Setelah memilih tempat, mereka masing-masing membuka crepe yang telah dipesan.

"Enak sekali." Wajah Sakurai berbinar-binar, "Terimakasih, Momoi-san."

Momoi mengangguk, "Tentu saja. Kau jangan hanya membuat bento, sekali-kali cobalah makan-makanan seperti ini. Bersama dengan pacarmu tentunya~" Godanya dengan menyenggol lengan Sakurai.

Wajah Sakurai sukses menghangat, Momoi yang tadinya hanya ingin menganggu dengan menyikut Sakurai ternyata sukses juga membuat lelaki serba salah ini memerah. Lucu sekali.

"A-Aku ti-ti-tidak punya pacar, Momoi-san. Mo-Momoi-san sendiri bagaimana? Kau 'kan populer, banyak penggemar dan juga…" Tersadar dengan kata-katanya yang tidak sopan, Sakurai mengeremnya.

"Hm?"

Ia memilih melanjutkan mengunyah crepesnya, "Ti-tidak apa."

Momoi terkekeh pelan, tak lama ia menatap ke arah langit yang sudah mulai senja, "Aku lebih mencintai klub basketku, Too."

Sakurai menghentikkan gigitan crepesnya dan memilih memandangi Momoi untuk beberapa waktu. Wajah gadis itu tersenyum.

"Kalau boleh jujur… aku sebenarnya…" Sakurai meneguk ludah, wajahnya tertunduk tiba-tiba.

"Hm?" Momoi memiringkan wajahnya, mencoba menangkap ekspresi Sakurai saat itu.

Baginya inilah waktu yang tepat. Jarang-jarang ia bisa mengobrol santai dengan manajernya yang selalu sibuk itu. Berkata jujur untuk suatu hal yang mengganjal pikirannya selama ini, mungkin ia bisa sedikit lebih terbuka terhadap Momoi—lagipula mereka seangkatan.

"Kenapa Sakurai-kun?" Tanyanya sekali lagi, meyakinkan wajah Sakurai yang sedaritadi berubah serius.

Ia meremas crepesnya—tak sampai hancur, "Aku…"

"Aku… aku kadang mengkhawatirkan Momoi-san."

Momoi mengerjap beberapa kali, "Maksudmu?" Ia tidak mengerti.

Sakurai tidak menatap Momoi, ia menatap fokus kedepan dengan wajahnya yang tampak mengkhawatirkan sesuatu, "Maksudku… Momoi-san adalah manajer kami. Momoi-san terlalu banyak berpikir, kalau boleh kuperjelas. Momoi-san ikut membantu pelatih menyusun strategi, mengumpulkan data lawan dengan cepat, mengurus keperluan kami, menolong kami ketika cedera, membantu merapikan tempat latihan, menurutku… Momoi-san melakukan banyak hal melebihi seorang manajer."

Sakurai berhenti sebentar, Momoi tidak tau Sakurai sangat memperhatikannya seperti itu. Kalau dipikir-pikir, itu memang benar. Dia terlalu banyak melakukan hal-hal berat seperti yang disebutkan Sakurai tadi.

"Aku kadang berpikir… Apakah Momoi-san punya teman di kelas? Apa Momoi-san terlalu memperhatikan kami? Momoi-san terlalu sibuk dengan urusan tim. Apalagi ketika pertandingan melawan Seirin, aku lihat Momoi-san berjuang dengan keras. Mungkin Momoi-san tidak tidur gara-gara memikirkan pertandingan itu? Aku sempat melihat Momoi-san tertidur di bench. Dan wajah Momoi-san terlihat lelah." Ia menghela napas. Apa yang Momoi lihat sekarang benar-benar tidak seperti Sakurai—yang polos, ceroboh, dan bermuka anak-anak.

"Aku juga kasihan melihat Momoi-san harus memaksa Aomine-san untuk latihan, pergi ke atap untuk membangunkannya, meneriaki, memarahinya, itupun kalau dia mau. Harusnya, Momoi-san tidak usah terlalu baik pada kami. Dulu di klub basket SMPku, manajer perempuan kebanyakan ingin melihat para senpai latihan agar bisa dekat dengan mereka. Kupikir Momoi-san juga begitu… ternyata Momoi-san adalah perempuan yang berbeda." Sakurai tersenyum, Momoi sampai tidak sadar telah memandangi Sakurai sebegitu lama, ia terpana dengan apa yang dikatakan Sakurai tentangnya.

"Sakurai-kun."

Sakurai menoleh, "Iya?"

"Aku melakukannya karena aku menyukainya. Meskipun aku bukan pemain, tapi aku merasa menjadii bagian dari kalian. Ketika kalian menang, aku pasti akan sangat senang. Sampai tidak bisa tidur. Hehe.." Ia mengangkat sebelah tangannya, seolah meninju udara dengan semangat. Ada begitu banyak kurva manis di bibirnya, yang melengkung membentuk senyuman.

"Meskipun aku sering memperhatikan kalian… kalau ada waktu luang, aku juga jalan-jalan kok dengan teman-teman sekelasku. Bukan berarti aku suka basket, hanya ada basket di otakku, tentu tidak begitu. Aku juga tetap memperhatikan diriku juga fashion saat ini. Aku 'kan juga perempuan." Ia mempertegas kata terakhirnya dengan bangga.

Momoi membentuk huruf V dengan jari kanannya sambil nyengir lebar, Sakurai yang melihat itu tertawa, ia senang melihat sisi ceria seorang Momoi Satsuki. Entah kenapa, hatinya jadi sedikit tenang setelah mengungkapkan segalanya tentang Momoi. Dan dia senang, dia mendapatkan jawaban yang bagus atas ungkapannya itu.

"Sakurai-kun."

"I-Iya? Ah! Maafkan aku sudah bicara yang tidak-tidak tentang Momoi-san—" Ia kembali menjadi dirinya lagi. Benar-benar aneh.

"Terimakasih, karena telah memperhatikanku. Aku menghargai itu lebih dari apapun."

Jika ini bukan ilusi, Sakurai sempat melihat bunga sakura di musim dingin ini, apa dia berhalusinasi lagi? Kenapa senyuman Momoi begitu manis? Dia tidak bermimpi, 'kan?

"Sakurai-kun… hari minggu ada waktu?"

Sakurai tersadar dari lamunannya dan menggeleng cepat, "Ti-tidak ada. Kenapa, Momoi-san?"

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Kubuktikan kalau aku juga perempuan yang menikmati masa remaja ini tanpa basket!" Momoi mengepalkan tangannya dengan mata yang berbinar-binar.

"E-Eh? K-Kencan?!"

"Hm? Kau menganggapnya begitu? Yasudah, anggap saja itu kencan."

Ups—Nampaknya Sakurai telah salah bicara, wajahnya kini telah sukses memerah, "Ma-Maafkan aku sudah seenaknya memberi nama pada janji Momoi-san! Aku tidak bermaksud begitu! Maafkan aku!"

"Iya, iya. Tapi jangan katakan pada yang lainnya, oke? Apalagi pada Aomine-kun, bisa-bisa dia menguntit kita berdua." Momoi memberi gestur dengan menempelkan jari di bibirnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Refleks Sakurai mengangguk mantap.

"Ba-Baiklah. Aku akan tutup mulut!" Balas Sakurai cepat dengan menutup mulutnya.

"Oke! Nah, ayo kita habiskan crepe ini. Aku sampai lupa."

Sakurai memang melihat bunga sakura di musim dingin.

OMAKE

"Susa! Ini gawat! Cepat kau lihat!"

Imayoshi yang tadinya sibuk dengan tumpukan buku di meja perpustakaan, terkejut ketika melihat pemandangan langka dari balik kaca perpustakaan, dua juniornya—Sakurai dan Momoi tengah asyik memakan bekal.

Dengan tambahan, Momoi menyuapi Sakurai dengan bekalnya.

"Apa Sakurai tidak apa-apa memakan bekal Momoi begitu?" Imayoshi memperhatikan keakraban mereka berdua sambil mengelus dagu, benar-benar dekat! Wajahnya sampai menempel dengan kaca saking penasarannya.

"Sakurai pasti tidak sadar sudah memakan racun itu, mungkin ini yang disebut sebagai kekuatan cinta." Sahut Susa sok dramatis, ikut-ikutan tertarik untuk melihat pemandangan langka itu.

"Apa?! Cinta?! Jadi maksudmu—Sakurai dan Momoi ada hubungan semacam itu?!" Imayoshi semakin heboh dengan kata-kata Susa, dan dia makin tertarik dengan alur pembicaraan ini.

"H-Hei, jangan begitu. Ini 'kan cuma bercanda." Ia menghela napas, tumben Imayoshi bisa tertarik dengan hal lain selain basket.

"Sial! Padahal aku sudah pasang AoMomo." Imayoshi membanting buku tidak bersalah di meja tempat dia duduk, "Aku tidak mau kalah dengan Wakamatsu!"

"Apa-apaan kau, Imayoshi? Kenapa jadi nama Aomine kau bawa-bawa?"

"Habisnya, aku bertaruh dengan Wakamatsu kalau Momoi akan jadian dengan Aomine. Sial!" Ia menginggit jari-jarinya—ketakutan.

"Momo tidak mungkin jadian dengan Sakurai atau Aomine. Dia 'kan naksir dengan pemain dari Seirin itu."

"Tapi tetap saja Susa—"

"Bagus, 'kan? Nanti kita bisa minta pajak jadian pada Ryo atau Satsuki." Suara menggelegar menyahut dari balik punggung keduanya.

DEG!

Keduanya saling pandang sambil meneguk ludah, mereka jelas tau siapa yang tengah berdiri di belakang mereka sekarang, "A-Aomine?!" Sontaknya bersamaan.

"Kenapa kaget begitu? Nikmati saja pemandangan ini." Terlihat senyuman—seringai Aomine menatap kedua senpai-nya itu dengan 'manis'. Dengan sok akrabnya Aomine berdiri diantara kedua kakak kelasnya itu sambil merangkul bahu mereka.

"Ma-Maaf Aomine, yang tadi hanya bercanda. Lupakan saja, y-ya?"

"Aku tidak marah kok." Jawab Aomine sok cuek seraya menguap lebar.

Mereka bisa bernapas lega, ketiganya kini kembali menatap pemandangan langka itu dengan serius. Tapi, ada aura liar yang terasa di pundak Imayoshi dan Susa, dan entah mengapa itu terasa memberatkan punggung keduanya. Itu pasti Aomine.

Imayoshi berpikir Aomine marah karena namanya disebut-sebut dan dijadikan barang taruhan dengan Wakamatsu.

Susa berpikir Aomine marah karena melihat pemandangan antara manajer dan shooting guard yang langka itu.

Faktanya, apa yang dipikirkan Susa ada benarnya. Dengan adanya pensil yang sudah patah dan kertas yang telah dirobek-robek dibawah kaki Aomine telah membuktikan segalanya.

Kalau ada yang cemburu disitu.

THE END

A/N : Akan ada lima chapter yang menemani pembaca sekalian yang masing-masing menceritakan hubungan Momoi dengan anggota Too lainnya. Mohon maaf bila cerita tidak memuaskan. Sampai jumpa ;)

Next chap : Wakamatsu-Momoi.