Naruto © Masashi Kishimoto

.

Warn : AU, OOC, Typo(s) beserta kesalahan sejenis.

.

Don't Like Don't Read

.

Sekuel of Brokenheart Fanfiction

.

Hinata menyeret kopernya ke tepian jalan. Ia memandang tersenyum pada sebuah pohon yang batangnya tergores—digores lebih tepatnya. Hinata turun dari jalanan beraspal dan menyentuh tulisan itu kembali.

Akatsuki + Hinata.

Senyumannya semakin mengembang. "Aku merindukan kalian."

Beriringan dengan ucapannya angin yang berasal dari hutan berembus menerpanya, angin yang sejuk itu membuat rambut panjangnya berkibar. Memori gadis itu memutar waktu yang dihabiskan ya di tempat itu.

Hinata menatap pigura yang dibawanya. Foto yang diambil di tempat itu. Di pohon itu. Mereka semua tersenyum sangat lebar. Begitu bahagia.

"Ah, aku harus segera pergi," gumamnya.

.

.

.

Suara riuh rendah dan derai tawa menjadi pemandangan pertama yang Hinata lihat setelah turun dari taksi. Gadis yang terkenal anggun itu melangkah dengan pasti berbaur dengan orang-orang, yang ditujunya adalah segerombolan orang yang sedang saling bercanda.

"Kami akan pergi Hinata. Setelah ini kau akan sendirian di sekolah ini. Kau akan baik-baik saja kan?"

Aku membalas tatapan Pein-senpai. "Aku menyembunyikan sesuatu dari kalian. Sebenarnya aku akan pindah sekolah."

"He?"

"Yang benar untuk?"

Aku mengangguk.

"Apa karena kami sudah lulus? Kau takut di sini sendirian?"

Aku menggeleng pada Itachi-senpai. "Banyak yang masih membenciku, tapi aku pindah bukan karena itu. Aku akan memulai hidupku yang baru. Aku ingin menjadi seorang novelis, mulai sekarang aku akan menemukan banyak cerita."

"Karena impianmu?" tanya Sasori-senpai.

" aku merasa takut dan ingin lulus bersama kalian, tapi itu tidak mungkin. Saat kalian akan meninggalkan sekolah ini aku juga ingin pergi dari sini. Aku sadar kalau tindakanku itu pengecut, tapi aku menemukan jalan lain. Aku akan pergi untuk menemukan ceritaku sendiri, bukan karena aku takut. Aku ingin pergi bersama dengan kalian, mencari kehidupan yang baru. Cerita baru."

Aku menatap mereka satu persatu. "Kalian memilih jalan kalian sendiri kan? Kalian tidak bersama lagi kan?"

"Ya. Tapi kami tetap teman di manapun kami berada," ucap Pein-senpai. Aku lega mendengarnya.

"Aku akan selalu hadir jika kita berkumpul lagi. Pastikan kalian mengabariku."

"Pasti."

"Sayonara."

"Sayonara."

Kenangan itu kembali muncul mengiringi langkah Hinata yang semakin mendekat pada kumpulan orang itu, Akatsuki. Belum ada yang menyadari kehadirannya. Hinata merasa cukup senang jika ia bisa memberi kejutan di hari spesial leader mereka .

"Tadaima."

Semuanya menoleh. Hinata memberikan senyum termanisnya.

"Aku pulang..."

"Hinata?"

"Hinata-chan!"

"Aa.. gadis!"

"Nata un?"

Hinat masih tersenyum. "Tadaima."

Mereka semua membalas. "Okaeri, Hinata."

"Kami kira kau tidak akan datang. Kau memberi hadiah mengejutkan untuk Pein dengan kehadiranmu."

"Mana mungkin aku tidak datang? Sudah kubilang, aku akan selalu datang jika kita berkumpul semuanya," jawab Hinata untuk Itachi.

Gadis itu berjalan mendekati Pein dan Konan yang tampak serasi dengan gaun pernikahan mereka. Pein kelihatan lebih gagah dan tampan dari terakhir kali Hinata melihatnya. Konan juga lebih banyak tersenyum, keanggunan alami gadis itu tidak pernah memudar.

"Aku memiliki hadiah sendiri untuk kalian. Ini."

Hinata menyerahkan sebuah buku. 10 Bandit dan Gadis yang Terkekang judulnya. Ia juga membagikan buku yang sama pada anggota Akatsuki yang lain.

"Itu berbeda dari novelku yang lain, lebih seperti dongeng untuk anak-anak. Tapi itu kubuat khusus untuk kalian."

"Apa kau pikir aku akan tidur dengan membaca cerita seperti ini gadis?"

"Aku hanya ingin mengabadikannya dalam buku."

"Kau mudah ditebak Hinata. Meski berubah kau masih gadis yang melankolis," kata Sasori.

"Sasori-senpai..."

"Aku bukan senpaimu lagi. Jangan memanggilku begitu."

"Kau masih senpaiku. Kalian semua masih senpaiku, selamanya. Kalian mengajarkan banyak hal padaku, tanpa kalian aku mungkin tidak bisa menjadi seperti ini. Untuk semuanya, terima kasih."

"Apa kau mau menyombongkan dirimu sebagai penulis sukses dengan kata-kata puitismu itu?"

"Ah, bukan begitu Hidan-senpai. Aku hanya—"

"Hinata-chan sudah berubah tapi tetap sama ya?"

"Kalian semua juga, Tobi-senpai."

"Yosh, yosh! Karena yang ditunggu sudah datang ayo kita ucapkan bersama-sama."

"Se... no..."

"Selamat atas pernikahan kalian!" seru mereka bersama pada Pein dan Konan.

"Terima kasih," balas Konan.

Pein sedikit lebih jahil. Ia memandang semua teman-temannya bergantian. "Kapan kalian akan menyusul kami?"

"Aku sudah memakai jas yang rapi dan pakaian Hinata tidak buruk juga. Berikan bunga itu padaku, aku akan menikahi Hinata sekarang juga."

"Kau tidak bisa mendahuluiku Sasori. Aku yang akan meminjam cincin mereka untuk kuberikan pada Hinata," ucap Itachi.

"Sayangnya aku sudah lebih dulu mengatakan itu pada pendeta," ujar Hidan.

"Tunggu dulu un! Aku yang sudah siap membawanya ke altar un!"

Hinata menghela nafas panjang. "Sasori-senpai... Itachi-senpai... Hidan-senpai... Dei-senpai... tolong hentikan ini. Kalian membuat para tamu melihat ke arah kita."

"Aku tidak peduli."

"Tidak ada urusannya denganku."

"Biarkan!"

"Abaikan saja un!"

Hinata tersenyum karena semuanya masih tetap sama saat ia kembali.

Aku bahagia kami tetap menjalin hubungan sebagai sahabat. Aku tidak menyesali keputusanku dulu saat menolak pertemanan Sakura, aku tidak menyalahkan diriku yang makan siang di atap dan bertemu mereka, aku tidak menderita pernah merasakan patah hati karena dengan semua itu aku bisa mendapatkan kebahagiaanku sekarang ini.

Kami-sama, arigato.