Siapa yang bisa mengerti pemikiran seorang introvert layaknya Hazama Kirara? Mungkin hanya ada buku dalam kepalanya itu, ah—dan juga macam-macam mantra serta kutukan. Tapi, benarkah begitu?

.

.

.

Assassination Classroom © Yuusei Matsui

.

.

.

Warn : OOC, Typo(s), Gaje, dll.

.

.

.

Happy reading minna-san!

.

.

.

Gadis dengan kepribadian tak sesuai namanya itu sedikit banyak selalu mengamati seluruh kegiatan isi kelasnya. Ia menyebut hawa keberadaannya yang minim sebagai keuntungan untuk pengintaiannya.

Tidak, jangan katakan ia adalah seorang stalker. Ia sungguh jauh berbeda dari mereka yang suka kepo secara diam-diam, ia hanya seorang spy yang mengamati secara sembunyi-sembunyi. Beda kan?

—setidaknya itu yang dipikirkan Hazama.

Oke, lupakan itu. Kita tidak akan membicarakan dua hal serupa tapi tak sama tersebut. Mari kita lihat, apa yang dilakukan tokoh utama dalam cerita ini.

.

.

.

Cih, kenapa aku hanya dekat dengan empat pemuda tidak menarik yang sangat membosankan ini? Kami-sama, kenapa kau berikan cobaan yang berat pada hambamu yang suci ini?—

Ah maaf, aku lupa kalau aku tidak suci. Aku terlalu sering memberi kutukan pada orang yang tidak kusukai. Aku tahu itu salah, tapi itu sudah jadi hobiku—tunggu! Hobi? Adakah hobi mengutuk seseorang? Itu pasti pekerjaan penyihir.

Penyihir? Tidaaak! Aku tidak sama dengan penyihir. Siapapun jangan sebut aku serupa dengan makhluk serba hitam yang auranya selalu suram itu.

Tapi, kenapa aku dekat sekali dengan ciri-ciri itu? Apa... aku penyihir?

Ah, tidak mungkin. Tidak ada penyihir di abad modern ini, mungkin hanya titisan saja.

Oke, kembali ke permasalahan di awal—tentang aku yang hanya dikelilingi oleh empat cecunguk(?) tidak berguna yang setiap harinya seperti berusaha merusak telingaku dengan teriakan bodoh mereka.

Mari kita bahas satu per satu.

Terasaka, tidak ada yang baik darinya kecuali kekuatan—dan itu tidak berguna. Dia bodoh sekali.

Muramatsu? Kurasa tidak ada yang bisa diandalkan darinya. Tingkat bodohnya tidak jauh dari bosnya.

Yoshida... tidak ada yang bagus. Apalagi gaya rambutnya. Yang benar saja...

Itona. Sebenarnya ia cukup tampan. Sayangnya dia sangat minus, payah, mesum, datar, menyebalkan.

Selalu saja hanya ada hal buruk tentang mereka. Dan mereka sangat mengganggu. Aku sudah membuat daftar kutukan untuk mereka, hanya tinggal mempraktekannya dari yang remeh ke yang paling parah.

Oke, itu akan jadi PR-ku.

Kami-sama yang katanya akan mengabulkan permintaan kalau aku melempar uang yen kertas—bagian ini aku ditipu Itona, aku menangis semalam karena jatah uang saku seminggu kulemparkan semuanya di kuil. Sudah kucatat di buku kutukanku untuk memberinya musibah saat ujian.

Ehem! Mari kita ulangi.

Kami-sama... kenapa kau tidak membiarkanku dikelilingi pemuda-pemuda tampan saja? Misalnya saja Akabane, Maehara, Isogai, Nagisa juga boleh. Mereka jelas lebih baik ketimbang empat orang kekurangan otak itu.

Mungkin kehidupan sekolahku yang hanya tinggal hitungan bulan ini akan lebih berwarna kalau diisi oleh mereka.

Misalnya saja si merah Akabane, mungkin, ingat ini hanya mungkin, hanya mungkin. Mungkinhari-hariku lebih berwarna. Aku akan merasa kesal dengan sikap jahilnya, marah padanya, tertawa bersamanya. Hubungan kita bisa sangat dekat dan lalu berkembang menjadi rasa suka.

Kyaaa! Pasti sangat menyenangkan.

Maehara? Dia orang yang tampan, romantis, playboy—tapi ini yang membuatnya menarik. Jikaaku dekat dengannya itu artinya aku gadis spesial. Playboy yang mendekati gadis yang tidak biasa maka pasti gadis itu sangat spesial.

Ah... senangnya jika itu terjadi padaku.

Seandainya itu Isogai, pasti aku gadis paling beruntung di dunia. Isogai orang yang sangat baik hati. Dia akan mengorbankan segalanya untukku, melakukan hal-hal yang membantuku. Dia memang ikemen, tipe pangeran yang ideal.

Aku ingin dekat dengannya. Sangaaaat!

Nagisa ya? Tentang dia, apa ya? Manis, innocent, tidak peka, tapi kawaii. Mungkin aku akan doki-doki agak sebal karena tidak pekanya dia. Atau aku akan kikuk karena sikap manisnya? Atau...

Ah, aku tidak bisa membayangkannya!

Siapa saja dekatlah pada Hazama Kirara yang (tidak terlalu) cantik ini. Sadarilah pesona gadis yang menutup diri ini. Tariklah tangannya dari dunia kegelapan dan ajari dia hidup di dunia terang kalian.

Onegai...

Kami-sama... jika keinginanku ini terkabul aku akan memberimu selembar lagi dari jatah uang sakuku. Jika tidak akan kucongkel celenganmu(?) itu dan kuambil semua uangku kembali—juga uang jemaat yang lain.

Maaf Kami-sama, aku hanya tidak ingin uangku sia-sia. Maaf juga aku bukan gadis yang baik—aku tidak paham yang satu ini, padahal orang tuaku selalu berdoa agar aku menjadi anak yang baik tapi tidak pernah terkabul, mungkin mereka hanya memberi receh?

Jadi tolong kabulkan saja atau akan kukutuk kau juga—ini ancaman serius, tingkatannya jauh di atas tingkat dewa.

.

.

.

"Terasaka, kau kenapa?" tanya Muramatsu yang melihat wajah ketua gengnya itu tegang dan tubuhnya gemetaran.

Terasaka menunjuk Hazama. "Apa kau tidak merasa aneh dengannya?"

"Kenapa?" tanya Yoshida.

"Hazama... dia mengeluarkan aura yang sangat mengerikan."

"Benar juga, aku juga merasakannya. Seperti dia ingin membunuh kita," ucap Muramatsu.

"Aku merasakan hal yang sama," ungkap Yoshida.

"Aku juga," sambung Itona.

"Benar kan?" Terasaka membenarkan. "Tapi yang lebih mengerikan adalah dia senyum-senyum sambil melirik beberapa orang di kelas ini."

"Itu Karma, Maehara, Isogai dan Nagisa kan?"

"Sepertinya itu hal yang mengerikan."

"Mungkin Hazama sedang memikirkan kutukan untuk mereka."

"Muramatsu, Yoshida, Itona, kita bolos hari ini. Kita harus pergi ke kuil dan mendoakan mereka agar diberi kehidupan yang tenang," ucap Terasaka. "Siapkan uang kertas kalian agar doa kita terkabul. Ayo pergi!"

"Ya."

"Yosh!"

"Hm."

.

.

.

Jadi Hazama Kirara, siapa kira ada yang bisa menebak pemikiran semacam itu juga bersarang di kepalamu? Mungkin mereka akan shock di atas tingkat dewa jika bisa saling membaca pikiran.

Yang lebih penting dari itu, Terasaka and the gang, sebaiknya kalian gunakan uang kalian untuk mendoakan diri kalian sendiri. Sebaik-baik hal yang bisa kalian lakukan adalah mendoakan keselamatan kalian sendiri.

.

.

.

Fin

.

.

.