Kami tidak bisa menjadi sahabat sejati. Karena kami tidak akan menjadi teman selamanya saat perasaan itu tumbuh.

.

..

Ansatsu Kyoshitsu © Matsui Yuusei

.

Warn : OOC, Typo(s), etc.

.

DLDR

..

.

Dulu, kupikir kami akan seperti ini selamanya. Tapi saat itu aku hanyalah seorang anak kecil yang naif, masih tidak tahu kalau semuanya bisa berubah karena waktu. Yang kupikirkan hanya kami bahagia dan akan seperti itu selamanya. Bermain, bercanda, berbuat kenakalan, dan kadang menangis.

Dan itu semua menyenangkan.

Pikiranku yang belum dewasa mengatakan kalau kami akan melewati masa-masa itu di sepanjang hidup kami, sebagai sahabat. Tapi kenyataan membantahnya.

"Yo Rio!"

Karma mengagetkanku dari belakang. Dia langsung merangkul bahuku sebelum aku sempat menoleh. Aku menepis tangannya dan bergeser menjauh darinya.

"Kau terlalu dekat Karma!"

"Hee... benarkah?" Dia memang bebal. Bukannya menjauh malah mendekatkan wajahnya tepat di depan wajahku. Aku mendorong wajah tampannya dengan sebelah tangan.

"Aku baru mengatakannya tadi, kau mendengarku tidak sih?" Aku sedikit kesal.

"Kau aneh Rio." Aku mengernyitkan dahi. "Benar-benar aneh. Kau tidak bersikap seperti biasanya. Terlihat seperti sedang menjauhiku."

"Aku tidak seperti itu!"

"Sangkalanmu membuatnya tambah terlihat jelas."

Aku menyerah. "Mungkin karena aku sedang PMS!" Kujulurkan lidahku padanya sambil berkedip. Seperti aku yang biasanya.

Karma menyeringai dan tiba-tiba menarik ujung rambut pirangku. Aku berjengit kesakitan. Tidak terima, aku balas menjambak rambut merah Karma—rambutnya terasa begitu lembut.

.

.

.

"Na-ka-mu-ra Ri-o-chan!"

Aku mendelik pada sahabat sejak kecilku. "Aku tidak suka kau mematah-matahkan namaku dan membisikkannya di telingaku Karma!"

"Gomen, gomen... aku sudah tahu itu tapi tetap saja melakukannya, aku sengaja."

Seringaimu itu Karma. Kenapa kau tidak berhenti menunjukkannya di hadapanku atau kau hilangkan saja dari wajahmu. Akibatnya terlalu berat bagiku jika memandanginya. Jantungku berdentum, kau tahu?

"Melamun saja Nona? Apa kau sebegitu nganggurnya?" tanyanya basa-basi.

"Hum." Arti gumaman yang tidak jelas.

Hanya basa-basi biasa saja, lalu basa-basi itu bisa berkembang menjadi obrolan menyenangkan yang membekas di memoriku. Karena itu tidak akan menjadi memori yang indah di masa depan nanti, jadi aku tidak ingin memperpanjang memori tidak indah itu.

Setelahnya dia pergi dari sampingku tanpa kata pamit. Karma menghampiri seorang gadis yang tengah kerepotan membawa beberapa peralatan kimia. Dia menggodanya, namun tak ayal ikut membantunya. Aku tahu perasaan apa yang kurasakan dan aku merasa kosong saat dia pergi.

.

.

.

Pelajaran kosong karena para guru harus rapat. Biasanya aku akan ikut andil dalam membuat keributan di kelas, tapi hari ini aku rasanya begitu enggan. Bahkan Fuwa yang memberiku tontonan menarik tentang anime kesukaan kami aku abaikan.

Huuft, aku amat sangat teramat bosan. Bola mata sebiru langit yang terpasang di balik kelopak mataku beredar ke seisi kelas.

Seperti biasanya, kelas ini terbagi dalam beberapa kelompok dan tentu saja geng Terasaka-lah yang paling ribut di sudut belakang kelas. Tanpa sengaja mataku berhenti di kerumunan seputar Nagisa, mereka begitu ceria dalam membicarakan sesuatu entah apa itu. Sialnya mataku justru bergeser pada penampakan kepala merah terang di sana. Dari sini aku hanya bisa melihatnya dari belakang.

Ne Karma, seharusnya kau tidak terlalu sering menggangguku. Mungkin kau tidak tahu dan tidak merasakannya, tapi kedekatan kita yang seperti itu memberi dampak yang besar bagiku. Di hatiku.

Memang benar kau tidak mungkin bisa mengerti apa yang kurasakan, karena ada orang lain yang memberimu dampak itu. Okuda-san.

Kenapa aku merasa iri dengan gadis mungil yang mudah gugup itu? Menurutku aku lebih banyak memiliki nilai lebih darinya, aku juga lebih dekat dan lebih sering menghabiskan waktu bersamamu. Tapi kenapa hanya dia perempuan yang kau lihat?

Ne Setan Merah Karma, kau hanya menganggapku sebagai teman kan?

Maaf, sepertinya aku tidak bisa menjadi temanmu selamanya. Karena entah sejak kapan posisiku sebagai teman bagimu sudah berganti menjadi gadis yang mencintaimu diam-diam. Gomen ne Karma, karena sudah menghianati pertemanan kita.

Seandainya kau tahu perasaanku, apakah kau mau memaafkanku?

Tapi, tenang saja. Aku masih memiliki sisi solidaritas pertemanan sehingga aku tidak mau mengusikmu dengan ini. Namun jangan katakan kalau aku ini baik hati, karena aku melakukan itu untuk diriku sendiri. Karena aku tidaklah bodoh atau idiot, aku tahu—sangat tahu malah—akibat dari jika mengatakan itu.

Maka kau akan menjauh dariku.

Karenanya aku menuruti keegoisanku untuk tetap berada di sisimu sebagai teman—ah tidak, tapi gadis yang diam-diam mencintaimu—agar kau tidak pergi dariku.

Sudah kubilang kan Karma, kalau kita tidak bisa menjadi teman selamanya? Gomen ne.

..

.

Owari.

.

..