Warning: amatiran.

Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto.

Out Of Character / Alternative Universe

.

Scream High School

.

by nopi

.

.

.


Chapter 1

Dimulainya Sebuah Awal


"Sasuke Uchiha, Sai Shimura, Naruto Namikaze dan Sakura Haruno—kalian berempat berada di kelas 2-F dengan Yamato sebagai wali kelasnya. Kalian bisa langsung segera ke sana," jelas Hiruzen Sarutobi, selaku kepala sekolah.

Empat orang di hadapannya mengangguk patuh. Lalu segera keluar dari ruangan setelah dipersilahkan.

Naruto berjalan paling depan, memberikan senyum pada murid-murid yang lalu lalang di koridor, juga yang berjalan turun dari tangga saat mereka menaiki tangga menuju deretan kelas tahun kedua. Di belakangnya, Sakura dan Sai berjalan sedikit lebih lamban; Sakura merapat ke sisi Sai, merasa tidak nyaman berada di lingkungan sekolah ini. Sedangkan Sasuke, berjalan paling belakang dengan ekspresi ogah-ogahan.

"Apa ini kelasnya?" tanya Naruto sambil menunjuk kelas paling sudut dengan papan bertuliskan '2-F' yang besar.

"Sepertinya begitu," Sai menimpali. "Ayo masuk."

Gerakan Naruto yang ingin membuka pintu terhenti saat mendengar Sakura berbicara. Gadis berambut merah jambu itu juga menarik lengan Sai dengan raut panik. "A-apa tidak sebaiknya kita menunggu Yamato-sensei yang membukakan pintu dan menyuruh kita masuk? Ku-kupikir itu yang terjadi saat menjadi anak baru," katanya.

Naruto tersenyum maklum. "Seperti ini juga tidak apa-apa, Sakura-chan."

Sai mengangguk, tersenyum juga saat menatap Sakura yang sekarang telah menyembunyikan wajahnya di lengan miliknya. "Kau hanya gugup, Sakura. Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."

Melihat Sakura yang tidak mengalami perubahan selang beberapa menit mereka berdiri di sini, Sasuke akhirnya ikut menimpali. "Jangan seperti anak kecil, kau hanya memperlamban hal ini, kau tahu?"

Mendengar hal itu dari mulut tajam Sasuke, semakin membuat nyali Sakura menciut. Tangannya yang mendekap lengan Sai, bergetar hebat.

"Sasuke jangan berkata seperti itu pada Sakura," tegur Sai. Dia mengelus pelan pucuk kepala Sakura.

Sasuke berdecak tak sabaran sambil memutar bola matanya, detik berikutnya dia mengambil tangan Sakura yang bergetar dan menautkannya pada telapak tangannya sendiri. Sakura berhenti gemetar. "Kau akan baik-baik saja," bisik Sasuke meyakinkan.

"Ah ternyata kalian sudah datang."

Mereka berempat kompak mendongak, menemukan sosok pria yang terlihat masih berumur 30-an, berdiri di kusen pintu kelas yang sudah terbuka. Tersenyum ramah. "Ayo masuk," tambahnya lagi.

"Semuanya, kita mendapat 4 teman baru sekaligus di sini," ucap Yamato pada seisi kelas. Berhasil membuat seluruh penjuru kelas terdiam dan memberi perhatian lebih pada empat sosok asing di depan kelas. Seorang lelaki berambut pirang cerah dengan cengiran lebar, seorang lelaki pucat dengan senyum ramah yang lengan kanannya didekap erat oleh seorang gadis berambut merah jambu dengan wajah memerah, dan tangan kanannya juga digandeng oleh lelaki terakhir berambut mencuat yang terlihat dingin.

"Ayo, perkenalkan diri kalian," kata Yamato.

Naruto mendapat giliran pertama. "Namaku, Naruto Namikaze. Hobiku makan ramen sampai kenyang, kuharap kantin di sekolah ini punya stok ramen yang banyak. Hehe." Seluruh kelas ikut tertawa.

"Perkenalkan, namaku Sai Shimura. Senang bertemu dengan kalian semua." Sebagian gadis tersenyum senang saat mendapatkan senyum ramah dari Sai.

"Na-namaku... Sakura Haruno. Mo-mohon ban-bantuan-nya," ucap Sakura gugup suaranya sedikit terendam akibat posisi bersembunyinya di lengan Sai. Sebagian besar murid di kelas memberikannya tatapan heran.

"Sasuke Uchiha," ucap Sasuke saat gilirannya tiba. Dengan wajah datar dan masih menggandeng tangan Sakura, dia menatap seluruh murid di kelas. Perkenalan singkatnya berhasil membuat sebagian gadis menjerit histeris.

"Baiklah, hanya itu?" Yamato menatap Sasuke dengan kikuk. Lalu dia menatap ke depan. "Baiklah semuanya, tolong bersikap yang baik pada teman baru kita ya. Dan sebelum mereka duduk, apa kalian mau mengajukan beberapa pertanyaan?"

Gadis berambut pirang pucat mengangkat tangan dengan semangat. "Ya, silahkan Yamanaka-san," kata Yamato. Gadis itu tersenyum manis sebelum bertanya, "Apa kalian berempat adalah kakak beradik?"

"Tidak, namun kami sangat dekat hingga merasa dan terlihat seperti itu," jawab Naruto. "Dan tentu saja aku yang berhak menjadi kakak tertua di antara mereka!" Semuanya tergelak atas penambahan kalimat dari Naruto.

Kini giliran gadis berkacamata di pojok kelas yang mengancungkan tangan. "Apa gadis itu tidak bisa berdiri dengan baik, hingga dua lelaki harus menopang dan menggandengnya?"

Sasuke berpaling dengan cepat, menatap dengan raut tak suka pada gadis itu. Yang ditatap malah tersipu malu—mengira itu adalah tatapan dengan arti lain. "Pertanyaan itu bukan termasuk respon baik yang harusnya kami terima, bukan?" Gadis itu terdiam. Seluruh murid ikut terdiam, terkejut atas ucapan Sasuke yang terdengar sangat tersinggung.

Melihat itu membuat Yamato kembali kikuk. "Baiklah, kalian berempat boleh duduk. Ada beberapa bangku kosong di sana." Dia tersenyum. "Dan yang lain, keluarkan buku pekerjaan rumah kalian. Kita akan mengoreksinya bersama-sama."

Naruto segera berjalan ke barisan paling belakang, duduk di bangku kosong sebelah seorang lelaki berkuncir yang tengah terkantuk-kantuk. Sasuke memilih barisan tengah, ada bangku kosong di sebelah lelaki berkacamata—pertama kali melihatnya Sasuke segera tahu bahwa lelaki itu tidak banyak bicara, itu pasti tidak akan menyusahkannya.

Sasuke melirik Sakura dan Sai yang masih belum mendapatkan kursi. Tentu saja, itu karena di kelas ini hanya ada satu bangku kosong di tiap meja—yang berarti Sakura dan Sai harus berpisah tempat duduk. Dan tentu saja dia tahu persis Sakura tidak akan mau duduk semeja dengan orang yang tidak dikenal. Dan Sai pasti juga tidak akan membiarkan itu terjadi.

Sasuke meletakkan tasnya di mejanya, berjalan ke arah Sakura dan Sai, menghampiri meja yang ditempati oleh satu orang.

"Cepat pindah," ucap Sasuke datar pada seorang gadis berambut pirang.

"Heh, pindah?" Gadis itu mendelik. "Tidak mau!"

Sasuke menendang mejanya. "Cepat."

"Ini tempatku!" Gadis itu masih tidak mau kalah. "Kau tidak berhak menyuruhku!"

Yamato yang sudah mulai menulis di papan nulis berbalik karena merasa terganggu. Tak perlu dia bertanya, pun dia sudah tahu apa yang terjadi saat melihat Sasuke sedang bertatapan sengit dengan murid lainnya, Shion.

"Shion-san, kau bisa berbagi tempat duduk dengan Hyuuga-san bukan? Dia juga duduk sendirian," kata Yamato yang masih dengan senyum ramahnya.

Shion yang telah mendengar kalimat itu—yang didengarnya sebagai perintah—dari wali kelasnya, terpaksa merelakan tempat duduknyu untuk Sakura dan Sai. Berdecak kesal sambil berdiri dan menatap penuh kebencian pada Sasuke.

Sasuke kembali ke bangkunya saat sudah memastikan Sakura dan Sai sudah duduk bersama dengan nyaman di sana.

.

.

.

"Hai, aku Ino Yamanaka. Senang bertemu denganmu," gadis pirang yang tiba-tiba muncul di hadapan Sakura—yang sebenarnya tempat duduknya berada di depan Sakura—menjulurkan tangannya dengan senyum ramah di wajah. Sakura membalas dengan senyum gugup.

"Kau pemalu ya?" Gadis bercepol dua bertanya dengan nada lugu.

"Jangan bertingkah tidak sopan, Tenten!" tegur Ino, membalikan kursinya ke hadapan Sakura lalu kembali tersenyum. "Dia Tenten, sahabatku. Maafkan dia ya, kelakuannya memang suka aneh." Yang dibicarakan mencubit Ino keras-keras. "Sakit tahu!"

"Jadi...kau—kalian, pindahan dari sekolah mana?" tanya Tenten pada Sakura.

"E-eh, ho-homeschooling."

"Jangan gugup begitu, sekarang kita adalah teman; kau tidak perlu gugup di depan temanmu, Sakura—boleh aku panggil begitu?" kata Ino. Sakura mengangguk samar.

"Hei, bagaimana kalau pembicaraannya dilanjut di kantin saja? Aku lapar, kalian juga 'kan?" Tenten memegang perutnya, menunjukkan bahwa dia benar-benar lapar. "Aku perlu mengisi energiku yang terkuras saat belajar tadi."

"Cih, gayamu saja belajar, padahal selama Sensei menjelaskan tadi 'kan kau hanya tidur," cibir Ino.

Tenten menggembungkan pipinya. "Jangan katakan itu Ino-baka! Mau ke kantin tidak?! Sakura juga mau ikut?"

Sakura menggeleng. "A-aku bawa bento..."

"Kalau begitu aku juga tidak ingin ke kantin, lagipula aku juga sedang diet. Kau saja sendiri sana, hush hush," kata Ino. "Aku sedang ingin berkenalan dengan Sakura."

"Huh, baiklah." Tenten melangkah pergi.

Setelah Tenten pergi Sakura mengeluarkan bento yang dia bawa dari rumah. Menawari Ino namun gadis itu menolak karena sedang berada di program diet, akhirnya Sakura memakan bekalnya sendirian—nasi nori, ayam goreng, telur gulung dan tumis buncis. Sambil sesekali menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ino.

"Oh, jadi kalian berempat tinggal bersama sejak kecil?"

Sakura mengangguk.

"Keren," kata Ino. "Sejak pertama kali melihat kalian tadi, aku telah merasakan bahwa hubungan kalian sangatlah akrab. Terutama kau dan Shimura-kun 'kan?"

"Be-begitulah," jawab Sakura, melirik bangku di sebelahnya yang kosong karena Sai sedang di toilet. "Aku sangat menyayanginya—sebagai kakak."

Ino mangut-mangut. "Hubungan yang menarik," komentarnya. "Lalu bagaimana dengan yang lainnya? Namikaze-kun? Uchiha-kun sepertinya sangat peduli padamu—terlihat dari caranya menjawab pertanyaan Karin tadi pagi dan mengusir Shion agar kau bisa duduk."

"Karin? Shion?" Oh tentu saja Sakura tidak memperhatikan dua gadis yang telah mendapat tatapan tajam dari Sasuke di hari pertama mereka bersekolah. "Ku-kurasa Sasuke memang begitu," Sakura akhirnya berkata, merasa sulit menemukan kata yang tepat untuk menimpali topik ini.

"Sakura?"

Sakura dan Ino sama-sama mendongak, menemukan Sai yang sudah duduk dengan tenang di sebelah Sakura. "Kau sudah menghabiskan bekalmu?" tanyanya. Sakura mengangguk.

Sai mengalihkan pandangan pada Ino lalu tersenyum. Berhasil membuat Ino tersipu untuk beberapa saat sebelum dia sadar sesuatu, "Oh, perkenalkan, namaku Ino Yamanaka, senang bertemu denganmu, Shimura-kun." Ino menjulurkan tangannya.

Berbeda dengan Sakura, Sai menjabat tangan Ino sambil tersenyum ramah. Tidak tampak canggung sama sekali. "Senang berkenalan denganmu, Yamanaka-san." Ino tersipu sekali lagi.

"Dan terimakasih telah menemani Sakura mengobrol saat aku pergi tadi," tambahnya. "Sakura sangat sulit untuk beradaptasi, kupikir kau sudah bisa menyimpulkan dan memakluminya." Sai tersenyum memandang Sakura.

"Hen-hentikan..." Sakura menarik kemeja Sai dengan wajah memerah.

Melihat itu Ino segera tertawa kecil. "Tidak apa-apa, aku tentu saja bisa memakluminya. Sakura, tadi sudah kukatakan 'kan? Kita ini sudah menjadi teman, kau tak perlu merasa malu dan gugup lagi."

Sakura menundukkan kepalanya, sudah berhenti menarik kemeja Sai. "Terimakasih... Ino."

.

.

.

"Jadi, kau tidak punya kenalan seorang gadis seksi di sini?" tanya Naruto merengut.

Shikamaru Nara menggeleng. "Hobiku bukan mengoleksi nomor telpon para gadis," jawabnya.

Naruto berdecak. "Huh, kukira di sekolah ini aku bisa mendapat gadis dengan mudah."

Shikamaru tidak menyahut, dia malah melanjutkan tidurnya. Tanpa berniat sedikitpun menyentuh makan siangnya yang mulai dingin.

Brak.

"Teme! Jangan melempar nampan ke meja seperti itu, kalau tidak mau makan siangmu tumpah berhamburan!" seru Naruto pada Sasuke yang baru saja mendaratkan pantatnya untuk duduk di sebelah Naruto.

"Berisik," desis Sasuke sambil menyambar kotak jus jeruk miliknya.

"Teme?" Sosok tinggi berkacamata ikut bergabung di meja itu, duduk di sebelah Shikamaru.

"Itu panggilan kesayangan," Naruto terkekeh. Sasuke hanya bisa mendesis tak suka. "Ngomong-ngomong," kata Naruto lagi. "Kau ini teman sebangku Teme 'kan?"

"Ya. Shino Aburame, senang berkenalan denganmu Namikaze," ucap Shino.

"Oh, tidak-tidak. Aku paling tidak suka dipanggil seperti itu," tukas Naruto.

"Lalu apa? Kau ingin diberikan panggilan kesayangan?"

"Ew. Entah mengapa itu terasa menjijikan saat kau yang mengatakannya Shino," Naruto berdecak. "Panggilan biasa saja~"

"Hm, terserah kau saja, Naruto." Shino mulai menyantap makan siangnya

"Ha-ha, kau ini ternyata orang baik yang bersembunyi di tampang mengerikan ya," celetuk Naruto. Detik berikutnya dia berkata lagi, "Aku hanya bercanda. Kita 'kan teman hahaha." Kemudian lega saat Shino kembali melanjutkan makan siangnya. Walaupun lelaki itu memakai kacamata hitam, namun tetap saja Naruto bisa merasakan tatapan—sedikit—tajam dari Shino barusan. Mungkin dia adalah makhluk sejenis Sasuke, pikirnya.

"Di mana Sai?" tanya Sasuke pada Naruto.

"Menemani Sakura-chan," jawab Naruto singkat, sedikit memberi tatapan masa-kau-tidak-tahu, lalu kembali menyumpit mi ramennya.

"Gadis itu—kenapa harus ditemani?" tanya Shikamaru yang sudah bangun dari tidurnya.

Naruto terkekeh. "Sakura-chan itu gadis yang pemalu dan susah beradaptasi. Dia perlu ditemani oleh salah satu dari kami jika berada di lingkungan baru."

"Lalu kenapa harus Shimura yang menemani?" Kini Shino yang bertanya. "Kenapa tidak kalian?"

Lagi-lagi Naruto terkekeh. "Mereka berdua itu sangat dekat, yaaa seperti Sakura-chan yang selalu membutuhkan Sai dan Sai yang selalu siap saat dibutuhkan. Kalau aku dan Teme sih mau-mau aja menemaninya, tapi sepertinya Sakura-chan lebih nyaman bersama Sai," jelas Naruto.

"Gadis manja," celetuk Shikamaru sambil menyesap isi kotak kopi susu.

"Dia bukan gadis manja," tukas Sasuke cepat. "Dia hanya sulit beradaptasi dan kami tidak ingin dia merasa kesulitan karena itu."

Naruto mengangguk. "Ya. Sakura-chan itu sebenarnya gadis perkasa kok. Kalian hanya melihat dari luarnya saja."

"Gadis perkasa mana yang saat memperkenalkan diri di depan kelas malah bersembunyi dibalik lengan orang lain sambil gemetaran," ucap Shikamaru ringan.

Pluk.

"Jangan mengomentari kekurangannya kalau kau belum mengenal baik dirinya," ucap Sasuke datar, menatap tajam Shikamaru.

"Hei Teme, sudahlah, jangan terlalu dipermasalahkan," Naruto meringis. "Melempar kotak jus jeruk bukan awal yang baik untuk menjalin pertemanan."

"Aku tidak mau berteman dengannya."

Naruto meringis lagi. Kali ini mengalihkan perhatian pada Shikamaru dan Shino yang tengah memasang ekspresi heran akan tindakan Sasuke. "Maafkan Teme, dia memang sedikit sensitif jika membicarakan hal yang berhubungan dengan Sakura-chan."

"Aku. Tidak. Sensitif."

Mengabaikan Sasuke yang kini memberikan delikan pada Naruto, Shino akhirnya membuka suara lagi. "Tadi di kelas kau bilang kalau kalian bukan kakak beradik, lalu kenapa kalian terlihat mempunyai hubungan yang erat?"

"Yaaaa~ karena memang begitu adanya. Aku sedikit susah menjelaskan hal itu, namun faktanya hubungan kami erat karena kami semua saling menyayangi," jelas Naruto dengan cengiran lebar. "Kami memang bukan kakak beradik, tapi kami keluarga."

Sebelum Shino menanyakan pertanyaan lain lagi, bel masuk segera berbunyi nyaring.

"Hei, Shikamaru, apa pelajaran selanjutnya?" tanya Naruto.

"Sejarah yang sangat—hoam—merepotkan," jawab Shikamaru sambil menguap lebar.

Naruto hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berjalan lebih cepat. Menepuk bahu Sasuke yang berada di depannya—meminta agar Sasuke menyamai langkah mereka, namun pemuda itu malah berjalan lebih cepat.

"Kau sedang mengetik pesan untuk siapa,Teme?"

Sasuke segera memasukkan ponselnya ke saku dengan gerakkan terburu-buru. "Bukan urusanmu," ketusnya. Naruto hanya terkekeh pelan. "Kuperingatkan padamu, jangan membicarakan Sakura pada orang lain. Kau harus sadar bahwa mulutmu itu terkadang bisa terlalu banyak mengoceh," tambah Sasuke sinis. Lalu saat mereka sudah hampir sampai di kelas, Sasuke mempercepat langkahnya meninggalkan Naruto.

"Dasar sensitif." Naruto tergelak sendiri.

.

.

.

"Huaaaaa~ aku senang sekali hari ini kita bisa pulang cepat karena guru-guru mengadakan rapat awal semester," ucap Ino girang. Menoleh ke belakang. "Kau punya rencana apa sepulang sekolah?"

Sakura menutup resleting tasnya. "E-eh, sepertinya a-aku ti-tidak punya..."

"Bagaimana kalau kita ngemil di cafe sebentar?" Kali ini Tenten yang berbicara. "Pasti perutmu sudah kembali lapar 'kan?"

Ino mengangguk bersemangat. "Kau ikut ya, Sakura?"

"Maaf, tapi Sakura harus langsung pulang ke rumah," potong Sai tiba-tiba. "Bersamaku."

"E-eh?" Ino bertatapan dengan Tenten lalu kembali menatap Sai dan Sakura bergantian.

"Kurasa jika hanya pergi ke cafe itu tidak masalah." Suara Sasuke terdengar dari belakang. Onxynya beralih ke arah Ino dan Tenten. "Pergilah."

Ino dan Tenten menatap Sasuke, terkejut.

"Dan kau," kata Sasuke pada Sai. "Jemput Sakura saat mereka sudah selesai, berikan ponselnya."

Sai mendengus kesal namun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia mengeluarkan ponsel merah mudah dan memberikannya pada Sakura. "Kau harus berjanji akan baik-baik saja," katanya.

Sakura mengangguk sambil tersenyum. "Te-terimakasih, Sai. Sasu—"

"Ayo pulang," ucap Sasuke lalu berjalan cepat keluar kelas. Diikuti oleh Sai yang telah pamit pada Sakura.

"Yamanaka-chan, Tenten-chan, mohon bantuannya yaaaa~" ucap Naruto. "Jaa ne Sakura-chan~" Naruto akhirnya juga berlari keluar kelas. "Sai! Sasuke! Tunggu akuuuuu!"

"Kau punya saudara-saudara yang menyenangkan, Sakura," kata Tenten, masih sedikit merasa terkejut. Ino mengangguk. "Ya, benar sekali."

.

.

.

"Apa maksudmu?!" Sai menghentikan gerakan tangan Sasuke yang ingin membuka pintu mobil mereka. "Kenapa kau membiarkan Sakura pergi? Kau tahu 'kan dia itu—"

"Lalu kau mengharapkan apa?" Sasuke mendorong dada Sai dengan kasar. "Kau berharap dia tetap akan bersembunyi di lenganmu dengan wajah memerah, sampai kita tamat di sekolah ini, begitu?"

Sai terdiam.

"Dia bukan anak kecil lagi. Kau tidak bisa lagi memperlakukannya sebagai anak kecil berumur sepuluh tahun, seperti dulu."

Naruto muncul di tengah-tengah mereka dengan keadaan terengah-engah. "Kalian cepat sekali jalannya!—Hei ada apa dengan kalian?"

Sasuke dan Sai tidak mengacuhkan Naruto. "Lebih baik kita langsung pulang," ucap Sasuke akhirnya. Namun sebelum Naruto dan Sai masuk ke dalam mobil, dia menambahkan lagi, "Dan juga, ini termasuk bentuk dari penyamaran kita. Hari ini kita baru memulai sebuah awal, jangan langsung mengakhirinya tanpa melewati bagian utamanya terlebih dahulu."

Sasuke menutup pintu mobil, diikuti Sai dan Naruto. Lalu mobil sedan mereka keluar dari halaman sekolah.

.

.

.

From: Sasuke-niichan, 11.57 a.m.

Kau baik-baik saja?

"Sakura? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" tanya Ino heran.

Tenten menurunkan sumpitnya. "Kau sedag membaca pesan dari pacarmu ya?" tebaknya usil.

"E-eh," Sakura menggeleng pelan, memasukkan ponselnya ke saku dengan tangan bergetar.

"Mukamu merah tuh," Tenten tergelak. "Sudahlah, aku hanya bercanda."

"Ya, Tenten memang suka begitu. Jangan hiraukan dia dan lanjutkan saja makanmu, Sakura," kata Ino lalu kembali sibuk sendiri dengan ponselnya.

Sakura mengangguk, setelah memastikan Ino dan Tenten sudah tidak memperhatikannya lagi, dia merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya lagi.

To: Sasuke-niichan, 13.42 p.m.

Tentu saja. Itu yang selalu kau katakan padaku 'kan?

Pesan terkirim.

.

.

.

bersambung.


ABA: yeay fic baru lagiiiii~ padahal masih banyak draft yang ngegantung di tengah jalan, tapi saya malah buat fic baru gini HUEHEHEHE.

btw karena ini baru chapter 1, jadi saya taruhnya di rating T dulu eaaaaah. ntar kalo udah masuk ke chapter selanjutnya baru deh saya naikin ratingnya. GAPAPA KAN YAH? plis jangan bully dirikuh. dan maaf juga kalo masih pendek, janji deh, chapter depan bakal lebih panjang, yaaa~ asalkan ada yang mau baca chaper abal ini duluuuu.

jadi yaudah deh bacotnya entar kepanjangan. selamat menebak-nebak alur cerita ini. bhay~

Mind to Review?

nopz.18.09.2015