Banyak orang bilang "Jangan pernah bermain-main akan sesuatu hal jika tidak ingin terkena imbasnya"
Sebenarnya kalimat itu tidak sepenuhnya benar. Buktinya Tao yang baru saja pulang sekolah tiba-tiba di beri sebuah cd game terbaru yang membawanya ke sebuah cerita rumit dan mencengangkan. Tao tidak mengerti, tapi satu yang ia tahu jika dirinya terseret ke dalam hal aneh yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu kapan di mulainya. Bahkan tidak tahu bagaimana dirinya bisa terseret masuk ke dalam hal rumit yang tak masuk ke dalam logika semua manusia ini.
.
.
.
Game On!
©Skylar.K
MAIN PAIR: Kris Wu x Huang Zi Tao
Justin x Tao and Xiaoming x Tao
Drama / Mature /Fantasy / Adventure little bit
Cerita ini mengandung adegan-adegan dewasa(sexual content) yang di khususkan untuk pembaca diatas 18 tahun.
Beware with the typo(s)!
Let the story begin~
.
.
.
"Aku pulang~" suara lembut itu terdengar begitu ceria ketika baru saja menutup pintu depan.
Senyum lebar tampak berkembang di bibir kucing Tao yang baru saja pulang sekolah, cepat-cepat ia melepas sepatunya dan menggantinya dengan slipper khusus yang beraksen kepala Panda yang lucu. Dengan membawa backpack di tangan kanannya ia berjalan cepat menuju dapur dimana terdengar suara pintu lemari es yang dibuka, tak lupa meletakkan backpack nya lebih dulu diatas meja Ruang Tengah.
"Oh, sudah pulang?" suara berat penuh wibawa terdengar dari arah pintu penghubung Ruang Tengah dan dapur. Tao mengangguk kecil.
"Tumben daddy pulang jam segini?" Tao mengerutkan dahinya samar memperhatikan sang Ayah yang tampak tergesa menegak habis air dinginnya.
Pria berusia 40 tahun itu mengelap bibirnya dengan selembar tisu yang tersedia diatas meja kaca disana, seraya meletakkan gelasnya yang sudah kosong dengan bunyi tuk! yang pelan. Lelaki tampan bertubuh tinggi tegap itu hanya mengangguk seadanya sembari meraih attache case hitam miliknya yang berada diatas sofa beludru lembut berwarna abu-abu gelap. Pria tampan itu tampak tengah mencari sesuatu di dalam tas kerjanya, lalu mengeluarkan sebuah kemasan cd tanpa cover yang di sodorkannya pada Tao yang sejak tadi memperhatikannya dengan satu alis terangkat.
"Apa ini dad?" tanyanya bingung.
"Teman bisnis daddy yang memiliki perusahaan game memberikan cd game terbaru ini untuk mu, hitung-hitung sebagai percobaan apa game buatannya sesuai yang di harapkan atau tidak"
"Wooo~ daddy punya teman baik pemilik perusahaan game? Cool!" dengan mata berbinar layaknya seekor puppy, Tao mengambil cd game di tangan Ayahnya itu dengan sangat antusias.
Tao memang baru duduk di kelas akhir senior high school, tapi sepertinya sifat lucu dan menggaskan darinya yang terkadang seperti bocah tidak bisa di hilangkan begitu saja. Huang Xiaoming sang Ayah hanya tersenyum geli melihat tingkah lucu putra semata wayangnya itu. Karena kini Tao tampak begitu bersemangat membolak-balikkan cd game di tangannya yang sebenarnya tak bercover, dan hanya ada tulisan tangan yang dibuat dari spidol biru yang dibaca 'Game On'.
"Daddy harus segera kembali ke kantor, kau jangan main kemana-mana sebelum menyelesailan pekerjaan sekolah mu. Mengerti?"
"Roger sir!" Tao membuat pose hormat ala prajurit. Xiaoming tersenyum kecil menanggapi tingkah putranya itu, dan mengacak surai kelamnya yang lembut, seperti memperlakukan anak berusia 5 tahun. Tao merengut lucu seraya menepis tangan besar sang Ayah.
Tao tidak suka terus di perlakukan seperti anak kecil seperti itu. Tapi Xiaoming lebih suka menperlakukan putranya seperti itu, karena baginya Tao memiliki sikap yang manis dan manja. Meski tubuhnya tinggi sama sepertinya, jago dalam wushu, tetap saja Taonya adalah anak laki-laki yang menggemaskan seperti bocah kecil.
"Eh, tapi daddy pulang untuk apa?" tanya si Huang muda itu, saat mengantarkan sang Ayah ke depan.
"Ada dokumen yang tertinggal, dan setelah ini daddy harus rapat dengan sahabat daddy yang memberimu cd game itu"
Tao mengangguk-angguk kecil. "Kalau begitu sampaikan terima kasihku padanya dad"
"Nanti daddy sampaikan, toh orangnya ada di depan, menunggu di mobil daddy" Xiaoming menjawab santai sembari memakai sepatu kerjanya yang mengkilat.
"Eh?" mata runcing Tao membulat lucu. "Jadi dia ada di depan?"
Xiaoming mengangguk kecil. "Ya, kenapa?" ia menoleh ke samping kanannya, melihat sang putra yang entah kenapa terlihat antusias.
"Kalau begitu aku akan mengucapkan terima kasih dad!"
"Ah! Tidak perlu Taozi" Xiaoming menangkap tangan Tao cepat dan membuat putranya itu urung melangkah dengan kening berkerut.
"Kenapa dad?"
"Biar daddy saja yang menyampaikannya. Orang itu tidak terlalu suka bicara dengan orang asing, dan orangnya juga agak d ingin"
"Benarkah? Apa orangnya mengerikan?"
"Tidak, dia hanya terlalu dingin. Sudahlah, kau segera kerjakan semua pekerjaan sekolahmu setelah makan siang. Dan jangan coba-coba memainkan game itu sebelum kau menyelesaikan tugasmu, mengerti?"
Tao menghela nafas pendek, bosan dengan nasehat Ayahnya yang selalu sama. "Aku tahu dad, aku tidak akan bermain game itu sebelum mengerjakan tugas sekolah"
"Pintar" Xiaoming mendaratkan tepukan kecil di puncak kepala putranya. "Daddy pergi dulu, nanti malam daddy pulang telat jadi carilah makan malam diluar, tapi jangan makanan cepat saji"
Tao hanya mengangguk, mematuhi nasehat Ayahnya yang super tampan itu. Ia pun membukakan pintu depan dan melambaikan tangan pada Xiaoming ketika lelaki tampan berbalut stelan berwarna biru gelap itu melenggang kearah mobilnya di parkir. Ia mengulas senyum tipis ketika bertemu pandangn dengan sang Ayah yang baru saja membuka pintu mobil, dan sebelum lelaki itu menghilang masuk ke dalam mobil. Tao menangkap sepasang mata berwarna emas cerah yang mengintip dari celah kaca jendela mobil yang sejajar dengan posisinya berdiri.
Satu alisnya terangkat ketika menyadari jika mungkin orang yang duduk di samping Ayahnya itu tengah menatapnya tajam. Tao penasaran, sungguh. Karena kaca mobil yang gelap, membuatnga tidak bisa melihat wajah sosok bermata emas itu, karena celah kaca jendela hanya di turunkan beberapa senti. Yang memungkinkan dirinya hanya bisa melihat helai rambut berwarna oil dan sepasang warna mata emas yang berkilau.
Dan kaca jendela itupun bergerak menutup ketika mobil tersebut merayap perlahan keluar dari depan beranda rumahnya lalu menghilang dari pandangan. Tao pun kembali masuk ke dalam dan tak lupa mengunci pintu rumahnya, dengan langkah riang dan senandung kecil ia kembali ke Ruang Tengah, menuju dapur untuk mengambil segelas kecil yogurt susu rasa strawberry yang ada di dalam lemari pendingin. Selagi ia menuangkan cairan cukup kental itu ke dalam gelas kesayangannya, ponselnya yang berada di dalam saku celana seragamnya bergetar ringan.
Ia pun meletakkan kemasan pet yogurt susu yang di bawanya ke rak lemari es, dan menggunakan kakinya untuk menutup pintu lemari pendingin tersebut, karena tangan kanannya merogoh saku celana untuk mengeluarkan iPhone silver miliknya.
Sebuah pesan dari sahabat baiknya, Ivan.
ー Kakak sepupuku baru saja membuka caffe, bagaimana kalau kita datang saat opening nanti sore?
Tao menyeruput perlahan yogurt susu di dalam gelasnya, dengan tatapan mata tertuju pada layar ponsel, iapun mulai mengetik pesan balasan.
ー Aku tidak bisa, banyak tugas yang harus ku selesaikan. Lain kali saja.
Sebenarnya Tao paling suka jalan-jalan dengan teman-temannya, tapi untuk hari ini dirinya ingin berada di rumah saja. Karena ia sudah memiliki rencana untuk memainkan game baru pemberian teman baik Ayahnya. Well, dirinya sudah tidak sabar untuk menyelesaikan beberapa tugas sekolah yang di berikan Guru di sekolahnya. Dengan tangan kiri membawa gelas, ia keluar dari dapur menghampiri sofa, dimana backpack sekolahnya tergeletak.
Namun saat ia baru saja meraih backpack nya yang berwarna merah gelap, sebuah gerakan yang amat cepat di belakang tubuhnya membuat dirinya menengok cepat ke belakang punggungnya dengan tatapan waspada. Keningnya berkerut dalam, dan kakinya bergerak ragu perlahan untuk memperhatikan ke seisi ruangan. Dan sepertinya pergerakan secepat kilat yang terasa di belakang tubuhnya tadi hanyalah perasaannya saja. Mungkin karena akhir-akhir ini Justin dan Dachong yang sering mengerjainya akan hal-hal berbau horror.
Tao mengedikkan bahunya ngeri. Tak ingin berlama-lama dan sendirian di Ruang Tengah, ia menyambar cepat cd game yang ada diatas meja kaca. Setengah berlari beranjak dari ruangan tersebut, ia masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai 2.
.
.
.
Berjam-jam duduk menghadap lembaran kertas pada buku tugas memang sangat membosankan, dan punggung juga akan terasa sakit jika terlalu lama dalam posisi duduk. Apalagi jika seperti Tao yang lebih suka mengerjakan semua tugas sekolahnya di bawah lantai dengan sebuah meja kayu bulat bercat biru muda warna favoritnya, beralaskan karpet lembut bermotif leopard warna putih yang menambah kesan elegan di kamarnya yang sederhana.
Tao memang tumbuh menjadi pemuda lincah yang memiliki sifat kekanakan namun tetap dewasa pada suatu waktu. Tubuhnya memang tinggi, memiliki kaki yang panjang yang membuat banyak orang(tak hanya lelaki saja, wanita pun juga) iri kepadanya. Belum lagi bentuk rahangnya yang membuat rupanya itu identik dengan karakter manga yang banyak dibaca oleh para gadis. Seperti kata Hui, seniornya dulu yang kini telah menjadi alumni. Dan jika Tao sedang bersama teman-temannya di sekolah, mereka tampak seperti sekelompok anak populer yang biasa di gambarkan di dalam manga.
"Selesai!" Tao memekik senang sambil mengangkat kedua tangannya di udara. Wajah manis nan cantik miliknya berseri seperti seorang prajurit yang baru saja memenangkan perang.
Dengan wajah bahagia dan bibir kucing yang tak bisa berhenti tersenyum, ia merapihkan buku-buku sekolahnya yang berserakkan di meja, lalu menyusunnya kembali ke meja belajar bercat hitam yang berada tak jauh dari tempat tidurnya. Pemuda dengan tinggi 182cm itu tampak merenggangkan otot tubuhnya sedikit, lalu mengusap-ngusap perut datarnya yang mulai keroncongan, iapun meraih gadget kesayangannya yang ia abaikan sejak beberapa jam yang lalu agar dapat berkonsentrasi dengan tugas-tugas sekolahnya.
Dan melihat beberapa pesan bersarang disana dengan nama pengirim yang rata-rata sama. Tao hanya membaca pesan tersebut satu persatu tanpa ingin membalasnya. Karena ia tahu betul sifat sahabat-sahabatnya yang sering mengajaknya hang out itu. Bukan karena mereka anak yang nakal, bukan, tapi memang karena dirinya sendiri juga sangar suka hang out beramai-ramai, tapi tentunya ia tidak sampai berani melawan sang Ayah yang sudah sangat baik memberikan kebebasan padanya.
Karena Xiaoming menjadi sangat mengerikan jika sedang marah, dan dapat menjadi sangat perhatian serta baik hati jika Tao benar-benar menjadi anak yang penurut.
Pemuda dengan garis mata selayaknya Panda itu mendesah malas ketika melihat jam yang tertera di layar ponselnya, ia pun meletakkan gadget mahal itu diatas tempat tidur dan melihat cd game yang terabaikan diatas selimut. Tao yang sempat melupakan cd game itupun meraihnya dengan cengiran lebar di bibirnya, dan dengan sukacita mendekati seperangkat playstation terbaru yang lengkap dengan segala sesuatunya, termasuk telivisi layar datar dan home teather yang mahal.
Segera saja Tao duduk bersila beralaskan karpet, selagi tangannya sibuk menghidupkan playstation, lalu menyalakan televisi.
"Kira-kira game seperti apa ya?" ia berujar tak sabar ketika televisi LED di hadapannya baru saja menampilkan logo playstation dengan latar berwarna putih.
Dengan console game berwarna merah darah yang sudah siap di tangan, Tao tak sabar menunggu pembukaan di layar televisinya usai. Hingga tiba-tiba layar berubah gelap dan sulur-sulur pohon yang membentuk sebuah kata yang sepertinya judul dari game tersebut.
Game On.
Jemari lentik Tao segera bergerak untuk memilih karakter setelah option pemilihan karakter muncul di layar. Dan game itu hanya memiliki 2 karakter, laki-laki dan perempuan yang memakai seragam sailor berwarna navy. Tampaknya game ini adalah game tentang petualangan yang mengharuskan pemainnya mengalahkan berbagai macam musuh yang berbentuk aneh, seperti Dunia fantasi yang penuh dengan sihir, serta mengalahkan pemimpin tiap level agar bisa naik ke level yang lebih tinggi. Dan setelah memilih karakter beserta senjata yang di gunakan, step selanjutnya mengharuskan dirinya untuk memilih 'Dunia' permainan yang di inginkan. Ada 4 pilihan disana, dan Tao memilih untuk bermain di 'Dunia sihir' karena menurudnya lebih menantang daripada pilihan ketiga arena yang lain.
Enter
Tao tak sabar menunggu proses loading game, dam begitu layar menjadi lebih berwarna dengan nuansa hutan ajaib dengan tunbuhan-tumbuhan aneh. Maka iapun segera memainkan karakter pilihannya, seorang pemuda berambut pirang dengan senjata panah yang berada di tangan kanannya. Berjalan mengendap-ngendap sambil mengambil sebuah anak panah ketika tanda-tanda musuh mulai tampak, karakter game nya itu pun membidik sasaran dan dengan akurat melayangkan anak panahnya di bagian kepala sang musuh.
Yaitu manusia bertelinga kelinci. Tao tertawa senang ketika ia berhasil memanah makhluk aneh itu dan membuat si manusia kelinci berubah menjadi kelinci berbulu merah muda. Oh, game ini cukup aneh namun menyenangkan. Karena Tao bisa menghabisi semua musuh yang datang dan mengubah mereka menjadi hewan-hewan aneh yang lucu di matanya, dan tujuannya adalah segera naik level, dengan begitu ia akan segera berhadapan dengan musuh yang lebih kuat yang bernama 'Omega'.
Tao menerka-nerka jika bos permainan ini pastinya memiliki bentuk yang keren namun tetap aneh jika meliahat karakteristik musuh-musuh yang sangat unik dan mengingatkannya pada film produksi Disney "Alice In Wonderland". Karena game yang di mainkannya ini benar-benar seperti Negri sihir. Bahkan ada beberapa musuh yang dapat melakukan tekhnik sihir, dan berkali-kali merubah karakternya menjadi makhluk aneh. Dan ia di haruskan untuk mencari penawar yang tersembunyi di tempat-tempat tertentu.
Musuh-musuh yang di kalahkannya pun dapat memberinya senjata tambahan, dan ada beberapa musuh yang ia kalahkan yang memberinya mantra-mantra sihir tertentu. Dan mantra-mantra itu tidak ingin digunakan oleh Tao terlalu cepat, karena ia ingin menyimpannya untuk melawan sang Omega. Bahkan karena terlalu asyiknya bermain game, ia sampai tidak merasakan bunyi protes yang bersumber dari dalam perutnya. Mengabaikan hal itu, karena game yang sedang di mainkannya saat ini lebih menarik.
Terlebih saat ia menyadari jika setiap musuh yang di kalahkannya memberikannya 5 sampai 10 poin yang bisa di tukar untuk membeli senjata lainnya atau suntikan energi, dan poin itu jugalah yang menentukan dirinya dapat atau tidaknya menghadapi Omega yang tentunya membutuhkan banyak energi dan serangan-serangan mematikan. Saking asyiknya bermain, Tao sampai tidak mendengar iPhone nya yang berdering lembut.
Matanya dan pikirannya hanya terfokus pada layar televisi saat ini, karena semakin lama ia bermain, semakin banyak hal menarik yang di temukannya di game tersebut. Tapi sayangnya karena ia tidak waspada, sebuah mahluk berkepala bunga mawar menyerangnya dari arah belakang dan menaburkan sejenis bubuk yang membuat layar seperti tertutup kabut. Tao mengerang kesal, dan bubuk itu ternyata berfungsi untuk melambatkan waktu, hingga si makhluk berkepala mawar berhasil meghentakkan tubuh karakternya dengan sangat keras.
Anehnya Tao jadi menguap, bukannya segera balas menyerang, putra Huang Xiaoming itu malah sibuk mengusap matanya yang tiba-tiba terasa berat. Sungguh aneh, padahal baru beberapa detik yang lalu matanya masih sangat segar, tapi sekarang dirinya malah merasa sangat mengantuk. Dan tak ingin kalah begitu saja, jarinya menekan tombol pause yang bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka tiba-tiba.
Tanpa suara, pintu bercat putih yang semula tertutup sempurna itu terbuka sedikit. Menimbulkan bayang-bayang hitam misterius yang menyelinap masuk dan berhenti tepat di belakang Tao yang mulai menguap. Hingga tubuh pemuda cantik itu lunglai dan kesadarannya hilang sepenuhnya.
Televisi masih menyala, menampilkan game yang terhenti dengan Tao yang tertidur sambil menggenggam game console.
.
.
.
Jangan salahkan hembus nafas Dunia yang tergoda untuk menyapa kulit lembutnya yang berwarna langsat, bagai jemari malaikat yang membelai penuh kasih sayang yang memanjakan helai hitamnya yang bergoyang-goyang. Bahkan sekelompok kupu-kupu berwarna cerah pun tergoda untuk mendekat, dan terbang rendah untuk mengagumi rupa indahnya yang begitu damai dan lugu ketika kelopak matanya terpejam. Mengundang makhluk-makhluk kecil bertelinga panjang serta berkumis tipis untuk ikut melihat sosok apakah yang tergolek tak sadarkan diri di wilayah rumah mereka.
Diatas rerumputan hijau segar yang agak basah karena embun, di dalam lindungan pagar tanaman serta berbagai macam bunga yang melingkar. Sengatan sinar matahari diatas sana pun sedikitpun tak terasa menyengat meski langit sedang bersuka cita. Makhluk-makhluk kecil berbulu disana pun semakin berani mendekat, mengendus dengan hidung mungil yang berkedut-kedut lucu, atau menilisik keseluruhan tubuh tinggi pemuda yang memejamkan matanya damai.
Tak seperti kupu-kupu bersayap indah yang terlalu berisik terbang mengamati sosok iti, makhluk-makhluk kecil itu cenderung waspada ketika sosok asing di wilayah mereka itu mulai bergerak kecil karena merasa terganggu dengan kupu-kupu yang terlalu terbang rendah. Terlihat dari keningnya yang berkerut-kerut, lalu dengan mata yang masih terpejam mengibaskan tangannya keatas guna mengusir makhluk-makhluk bersayap indah itu.
Tao mengerang kecil, wajahnya mengernyit tak suka sembari membuka matanya perlahan dan kibasan tangan yang semakin cepat. Karena kupu-kupu cantik itu bukannya terbang menjauh malah semakin mendekat dengan suara kecil aneh yang membingungkan. Pemuda manis itu semakin cepat mengibaskan satu tangannya di udara sementara tangannya yang lain menjadi topangan untuk tubuhnya yang baru saja terduduk, karena dalam kondisi belum sepenuhnya sadar maka ia tidak jika sampai jatuh terjungkal.
Dan akhirnya usahanya mengusir makhluk mungil bersayap itupun berhasil, kupu-kupu indah itu mulai terbang menjauh karena cukup kesal pada Tao yang memperlakukan mereka dengan cara yang tidak sopan. Padahal 'kan mereka berniat untuk membangunkan si manis Huang itu, tidak seperti beberapa ekor kelinci yang bisanya hanya menonton dan mengenduskan hidung kecil mereka.
Helai hitamnya tampak sedikit acak-acakan yang semakin membuatnya terlihat menggemaskan, belum lagi ekpresi bangun tidurnya yang lucu. Jika tidak melihat tubuhnya yang tinggi, mungkin Tao pantas di sebut bocah.
Pemuda yang memiliki bibir ranum segar dengan bentuk seperti kucing itu menguap kecil sambil menggaruk helai belakang kepalanya yang sedikit terasa agak gatal, lalu mengerjap-ngerjap lucu untuk memulihkan kesadarannya yang belum maksimal. Dan setelah lebih sadar, ia menoleh ke kanan-kiri. Detik pertama, tidak ada ekspresi khusus di wajah cantiknya ketika melihat sekelilingnya yang terdapat berbagai macam tanaman serta bunga yang tumbuh melingkar mengelilinginya. Sepertinya fungsi otaknya belum bekerja dengan sempurna, sampai-sampai tidak ada satu reaksi pun yang terlihat di wajah bangun tidurnya yang menggemaskan.
Tao menguap lagi, tak selebar yang pertama kali. Kemudian menengadah merasakan hangatnya sinar matahari yang terasa begitu menyenangkan, sambil menutup mata dan menggunakan kedua tangannya yang menopang tubuhnya seraya meluruskan kaki panjangnya, ia menghirup dalam-dalam udara segar yang bercampur harmonis dengan aroma manis seperti vanilla. Dan Tao tidak merasa tidak pernah sesegar ini saat bangun tidur.
Sinar hangat matahari, belaian lembut angin yang memainkan helai-helai rambutnya, lalu aroma manis yang segar menusuk indra penciumannya. Sungguh menyeー
Tunggu...
Sinar hangat matahari? ーkeningnya bekerut dalam.
Hembusan angin? ーperlahan Tao membuka matanya yang terpejam, menunjukkan black pearl indahnya pada sang surya yang tersenyum hangat padanya.
Udara segar yang tercium aroma vanilla...
Oh tidak!
Menyadari telah terjadi sesuatu yang aneh, Tao bangkit berdiri dengan cepat, matanya yang runcing melebar sempurna ketika memperhatikan ke sekelilingnga yang asing. Bahkan saking terkejutnya ia, sampai-sampai wajahnya saat ini terlihat bodoh dengan berjalan berputar di tempat melihat ke sekeliling tempatnya berada.
Tao menyadari jika dirinya tidak sedang berada di dalam kamar, melainkan di sebuah taman yang sangat asing dengan tumbuhan liar serta bunga yang mengitari bagian dalam tempatnya berada saat ini. Dan taman ini di kelilingi pepohan besar berwarna-wanri yang aneh, karena untuk yang pertama kalinya ia melihat pepohonan unik itu. Dan dirinya semakin tidak mengerti ketika melihat beberapa hewan seperti kelinci, musang dan tupai mengintip dari tempat persembunyian mereka di sela-sela tanaman serta bunga. Mengintip kearahnya dengan takut-takut.
Taman ini sangat cantik, Tao mengakui hal itu. Tapi yang membuatnya bingung adalah, bagaimana bisa dirinya berada di taman seperti ini jika hal yang terakhir kali di ingatnya adalah saat bermain game di kamar dan tiba-tiba dirinya mengantuk.
"Jadi ini mimpi?" Tao bermonolog. Menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, sekali lagi ia menolehkan kepalanya memperhatikan ke sekeliling.
Tentu saja mimpi, mana mungkin tiba-tiba dirinya berada di sebuah taman asing yang mirip seperti bagian dari Hutan ini. Hal yang tidak masuk akal bukan?
Tao berhenti menggaruk tengkuknya karena merasakan sensasi basah yang menggelitik telapak kakinya, maka iapun menunduk sambil menghentikan gerakan jemari tangannya yang sedang menggaruk, dan terkejut ketika mendapati kakinya yang tak beralaskan apapun memijak rerumputan basah. Terlebih saat melihat pakaiannya yang bernuansa navy, dan atasan bergaya sailor dengan line merah gelap di bagian kerah sailor dan pinggiran lengan. Dahinya berkerut dalam, mengamati pakaian yang di kenakannya dengan sangat bingung.
Tapi sedetik kemudian ia teringat, jika pakaian yang melekat di tubuhnya saat ini mirip dengan pakaian di karakter game yang sedang di mainkannya. Seragam sailor blue navy. Pakaiannya saat inipun terasa sangat pas di tubuhnya, seperti khusus memang di buatkan untuk dirinya.
"Aku sampai terbawa mimpi seperti ini" ujarnya tak percaya pada dirinya sendiri.
Tao melihat ke sekeliling kembali, menengok ke kanan-kiri, dan menyadari jika dirinya tak membawa apapun. Seperti senjata contohnya. Dan dirinya bingung, bagaimana bisa mimpi terasa begitu nyata? Apa karena dirinya terlalu penasaran dengan kenaikan level pada game yang sedang di mainkannya? Bahkan sampai terbawa mimpi seperti ini.
Tapi toh tidak ada salahnya untuk melihat-lihat 'kan? Lagipula ini hanya mimpi, jadi cepat atau lambat dirimya juga akan terbangun. Dan selagi mendapat mimpi yang unik seperti ini, ia ingin mencoba menelusuri mimpinya.
Maka dengan langkah mantap Tao mulai mengarahkan kaki jenjangnya beranjak dari posisinya berdiri. Merasakan geli di telapak kakinya yang berpijak pada rerumputan basah, dan dengan senyum mengembang memperhatikan sekelilingnya yang asri. Di sisi kanan-kirinya terdapat berbagai macam tumbuhan yang berjajar di sepanjang jalan setapak berbatu yang di lewatinya, peponan tinggi yang bersulur, baik di bagian bawahnya maupun di bagian ranting. Tao bahkan sampai berjalan maju dengan langkah dibuat mundur hanya untuk agar lebih seksama mengamati sulur-sulur ranting pepohonan diatas sana yang begitu unik membentuk pola-pola tertentu.
Kemudian ia membalikkan tubuhnya, sesekali melompat kecil ketika menemui bebatuan tajam yang berpotensi melukai kakinya. Langkahnya begitu riang, dan terkekeh lucu ketika melihat seekor kelinci hitam yang lompat berlarian mendahuluinya, lalu menghilang di balik semak-semak. Dirinya berusaha mencari hal menarik lainnya, dengan memperlambat langkahnya untuk mengamati tiap tumbuhan aneh yang di temuinya.
Seperti saat ini pemuda Huang itu berdiri di depan sebuah bunga tulip yang cukup tinggi dan kelopak yang berbentuk seperti bibir manusia. Tao mengangkat alisnya tinggi-tinggi, menatap aneh sekaligus penasaran, maka iapun iseng mengusap kelopak bunga berwarna nude itu, dan membuat kelopaknya yang seperti bibir itu terbuka. Tao terlonjak kaget, tapi ia telat menarik tangannya dari bunga tersebut, alhasil salah satu jarinya di hisap oleh bunga aneh itu dan membuatnya berjengit jijik seketika.
Dengan wajah jijik ia berhasil menarik jari telunjuknya yang kini basah oleh cairan kental berwarna hijau pucat. Untungnya cairan aneh itu tidak berbau, iapun segera meninggalkan bunga aneh itu dengan langkah cepat. Sambil membersihkan tangannya ke celana panjangnya, ia tak henti menengok ke kanan-kiri layaknya bocah berusia 6 tahun yang sedang bingung memilih mainan mana yang ingin di coba lalu di beli.
Tao memang memiliki sifat yang kekanakan, karena itulah ia lebih mudah tertarik pada suatu hal baru seperti seorang bocah. Dan Tao menyukai sesuatu hal yang indah, tertermasuk bunga. Meski tidak tahu nama dan jenisnya, asal bunga tersebut indah dan menarik, ia akan suka menciumi aroma bunga tersebut dan memberi pujian. Karena saat ini ia benar-benar menemukan segerombol bunga di belakang semak-semak, keluar dari jalan setapak berbatu yang di laluinya. Ia pun dengan semangat membelah semak-semak itu dan berhati-hati melangkahkan kakinya.
Sesekali menghindari tumbuhan berduri yang tersebar di tanah, Tao berjalan dengan agak berjinjit kearah segerombol bunga cantik berwarna-warni yang unik. Dan Tao sungguh baru mengetahui ada bunga mawar yang warnanya memiliki gradasi seperti ini. Meski di dalam mimpi yang nyatanya apa saja bisa terjadi jika di dalam mimpi. Maka dengan ekspresi antusias khas bocah, ia berjongkok di dekat segerombol bunga itu dan mulai membelai salah satu kelopaknya dengan lembut.
"Aku merasa seperti di Dunia Alice in Wonderland" gumamnya senang.
Jemari lentiknya bergantian hinggap diatas kelopak-kelopak bunga mawar yang berbeda. Dan hidung mancungnya mengendus-endus udara lucu ketika mencium aroma wangi yang semerbak, dirinya pun tak tahan untuk tidak membungkuk dan mencium bunga-bunga itu lebih dekat. Tao memejamkan matanya, serta senyuman lembut di bibir kucingnya. Namun karena merasa ada sesuatu yang hinggap di puncak hidungnya, iapun membuka matanya kembali dan melihat sepasang mata berwarna biru saphirre yang jernih dan kecil layaknya kancing baju.
Black pearl miliknya melebar sempurna, seolah sedang beradu cantik dengan sepasang saphirre di hadapannya.
"UWAAAA!" Tao menjerit keras ーketakutanー dan spontan bergerak mundur dengan cepat. Tak peduli jika celananya di bagian pantat kotor karena terduduk di tanah.
Tao shock berat. Ia gugup sekaligus takut. Matanya nyalang terbuka melihat makhluk kecil bermata saphirre itu yang kini tengah tertawa melihat ekspresi wajahnya yang bisa di bilang bodoh. Dan Tao merasa dirinya sudah gila. Atau dirinya sedang berhalusinasi saat ini? Apakah karena jari telunjuknya sempat di hisap bunga tulip berbentuk bibir yang aneh itu? Apakah cairan hijau menjijikkan dari bunga itu menyebabkan halusinasi?
"Lihatlah wajahmu, sungguh bodoh sekali. Hahahahaha" makhluk kecil bersayap transparan itu masih saja tertawa.
Tao mengatupkan bibirnya yang terbuka lebar, kembali bernafas yang sempat di tahannya. Tapi tetap saja ia tidak bisa bersikap biasa saja saat ini, jantungnya masih berdetak hebat sekali. Si cantik Huang itu seperti baru saja melihat hantu paling mengerikan, padahal yang ada di hadapannya saat ini adalah seekor makhluk imut bersayap dan bertubuh kecil, berambut sewarna madu yang panjang, memakai baju berwarna daun kering, dan mata indah yang seperti manik kancing. Makhluk kecil itu menghentikan tawanya dengan susah payah, lalu terbang mendekat.
Tao semakin bergerak mundur menyeret pantat seksinya dan sayang punggungnya membentur sebuah pohon besar yang membuatnya terpojok, karena makhluk kecil bersayap itu sudah semakin dekat. Dan sungguh, dirinya tidak mengerjap sedikipun karena terlalu shock atas apa yang ada di depan matanya. Dan makhluk kecil seperti peri itu tersenyum miring penuh arti, dan ia merasa jika senyum itu memiliki arti terselubung.
"M-makhluk...apa kau ini?" Tao menemukan suaranya terdengar kecil dan pelan. Makhluk itu bersendekap, memutar tubuhnya di udara dan menunjukkan sepasang sayap transparan di belakang punggungnya.
"Jadi benar kata Omega? Kau hilang ingatan setelah mencoba kabur darinya?" nada bicara makhluk mungil itu tak semanis wajahnya. Sebelah alis Tao berkedut.
"Omega? Siapa?" ia kebingungan.
"Tidak bisa di percaya, kau bahkan lupa siapa Omega. Kau ingin di telannya mentah-mentah ya?"
"Tunggu-tunggu" Tao meletakkan tangan kanannya di hadapan makhluk mungil itu agar memberinya waktu untuk berpikir.
Ya, otaknya butuh waktu untuk mencerna segala hal aneh yang terjadi di tempat ini.
"Apa kau ada di dalam game?" tanya Tao lagi, setelah menarik tangannya. Makhluk kecil itu menautkan alisnya.
"Game? Apa itu?"
"Game, permainan. Aku sedang memainkan game tapi tertidur, dan seingat ku tidak ada musuh ataupun senjata tambahan sepertimu ini"
Jika makhluk bersayap itu berwujud normal seperti Tao, mungkin si pemuda Huang itu dapat melihat urat marah disudut dahi si makhluk yang berbentuk perempatan kecil.
"Kau pikir aku maninan!? Lihat saja aku yang akan menyeretmu ke hadapan Omega! Dan kau akan di cincangnya habis karena sudah mengkhianatinya!" makhluk itu menunjuk-nunjuk hidung mencung Tao dengan marah.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti" ia menepis pelan jari super mungil makhluk bersayap itu.
"Kau benar-beー"
"Kenapa kau ribut sekali Bo?"
Suara lain yang berdesis seperti ular terdengar sangat dekat. Tao menegang di tempatnya terduduk, matanya membulat ketika melihat seekor ular berwarna hitam dengab garis kuning yang indah merayap mendekat dengan lidah menjulur-julur. Mendadak tenggorokannya terasa kering dan nafasnya tercekat. Makhluk mungil yang di panggil 'Bo' itu tertawa lagi melihat reaksi Tao yang ketakutan, dan jangan lupa keringat dingin yang tampak di dahinya.
Ular itu semakin dekat, menatap black pearl Tao dengan kelereng hitamnya yang berkilat-kilat mengerikan, lalu berhenti tepat di antara celah kaki panjang si cantik Huang yang mematung. Ular itu mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, dan sukses membuat Tao memucat.
Demi Tuhan. Pemuda manis yang cantik itu benar-benar takut jika ular di depannya akan mematuknya dan memasukkan bisa mematikan ke dalam tubuhnya. Oh tidak...
Padahal kau menganggap ini mimpi, lantas kenapa kau takut Zi?
"Kau berhasil menemukannya Bo. Omega pasti senang jika kita membawa anak sialan ini ke hadapannya sekarang" ular itu berkata mendesis. Sanggup meremangkan bulu-bulu halus di tubuh Tao.
"Hihihihi. Aku tau Sneak, dan Omega pasti akan memberiku hadiah" si peri mungil terkekeh.
Ular itu menurunkan tubuhnya ke tanah, diikuti tatapan shock dan takut Tao. Si cantik Huang itu menegak ludahnya yang tercekat dan agak lega ketika ular indah itu merayap berbalik, bersamaan dengan timbulnya asap putih tipis yang entah muncul darimana, hingga membuat Tao terbatuk kecil dan harus menutupi hidung serta mulutnya dengan satu tangan. Bahkan ia sampai harus memejamkan matanya karena asap yang timbul semakin lama semakin tebal.
Asap aneh yang benar-benar mengganggu, Tao sampai harus membungkukkan badannya dan mengibas-ngibaskan satu tangannya di udara untuk mengurai asap di sekitarnya. Dan untungnya asap itu tak berlangsung lama, karena si ular yang semula bergerak menjauh telah menghilang dan di gantikan dengan sosok seorang pria muda berwajah manis dan berambut hitam yang terdapat semburat berwarna kuning. Serta sisik ular yang menghiasi bagian pipi kirinya.
Dan saat perubahaan ular menjadi sesosok manusia itu terjadi, Tao yang sibuk dengan asap-asap di sekelilingnya sempat mengintip di balik asap tipis dan sukses membuat matanya terbelalak sempurna. Bahkan indahnya black pearl berkilaunya terlihat lebih indah. Tak peduli jika peri kecil bernama Bo yang melayang di sisi kanan kepalanya mulai menertawakan ekspresi bodohnya lagi.
"B-bagaimana...kau...bisa...b-berubah?" Tao tergagap. Wajahnya benar-benar pucat.
Sosok laki-laki muda itu menghela nafas kecil, lalu melirik tajam pada Bo yang kini berusaha menyudahi gelak tawanya yang nyaring di telinga. Dan mata lelaki muda yang berwana hitam pekat yang rata di seluruh matanya itu sukses membuat Tao semakin ketakutan. Matanya seperti seekor ikan Hiu yang siap memakannya bulat-bulat, dan dirinya sungguh tidak pernah menginginkan mendapat mimpi seperti ini.
Scelara eyes sangat mengerikan, kau tahu?
"Kau benar-benar amnesia Edison?" suara lelaki muda itu terdengar dingin.
"E-Edison?" Tao mengulang ragu. Bo berdecak.
"Kau sudah tahu anak ini sedang pura-pura lupa, jadi jangan membuang-buang waktu. Sebaiknya langsung saja kita bawa dia ke hadapan Omega" ujarnya kesal.
"...tapi warna rambutnya berbeda. Tidak pirang" Sneak memiringkan kepalanya sedikit, fokus pada helai kelam Tao.
"Lalu kenapa? Dia tetap Edison! Sudahlah ayo cepat bawa ke hadapan Omega!"
Sneak menganggukkan kepalanya kecil, kemudian mengangkat tangan kanannya perlahan ke depan. Tao mengakkan punggungnya, waspada akan apa yang di lakukan lelaki muda jelmaan ular itu kepadanya. Dan ia memilih untuk memejamkan matanya erat ketika Sneak melangkah maju, dan membuatnya semakin ketakutan.
Kalau boleh memilih. Tao lebih baik berhadapan dengan Ayahnya yang marah besar daripada di hadapakan dengan manusia jelmaan ular jejadian yang memiliki mata scelara yang sangat menakutkan. Tapi karena tak kunjung merasakan serangan atau rasa sakit di tubuhnya, ia pun mengintip lalu membuka matanya perlahan. Namun bukannya membuatnya jadi lebih tenang karena nyatanya Sneak tidak melukainya, dirinya malah semakin dibuat mati rasa ketika melihat kedua kakinya yang tak berpijak pada tanah.
Tubuhnya melayang!
Entah sudah berapa kali Tao melotot horor kali ini, ia bahkan tidak memiliki kata-kata lagi untuk menelaah semua hal aneh ini.
Bagaimana bisa Sneak mengangkat tubuhnya hanya dengan satu tangan yang terangkat terarah padanya?!
Namun saat jelmaan ular itu hendak membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, terdengar suara derap langkah kaki yang berasal dari balik semak-semak yang berasal dari belakang punggung Sneak. Sementara Bo yang sejak tadi berada di sisi kanan kepala Tao mendesah kesal, kentara sekali jika di lihat dari raut wajahnya dan sebelah kakinya yang di hentak-hentakkan. Tao sendiri tidak tahu kenapa kedua makhluk aneh itu mendadak berwajah masam, seiring dengan suara derap langkah kaki yang semakin dekat.
Dan jika di dengarkan dengan seksama, derap langkah kaki itu terdengar cukup ramai. Tampaknya yang akan muncul lebih dari satu orang. Hal itu membuat Tao frustasi. Karena otaknya lebih dulu bekerja, memikirkan makhluk seperti apa lagi yang akan datang kali ini.
Tao sungguh ingin bersorak ketika tubuhnya perlahan melayang turun, tapi jika di hadapan kedua makhluk aneh itu tentu ia akan berpikir dua kali untuk melakukannya. Dan tentu saja saat ini bukan waktu yang tepat untuk bersorak riang atas kakinya yang kembali berpijak pada tanah, karena ketika suara derap langkah kaki yang semakin dekat, muncul sesosok laki-laki muda berambut spike berwarna kecoklatan yang mengenakkan jubah biru tua dan armor mengkilat yang melindungi tubuh bagian atasnya, dengan sebilah pedang yang menggantung di pinggulnya.
"Justin?" Tao menatap tak percaya. Dan lelaki muda yang di panggilnya Justin itu mengalihkan tatapannya dari Sneak pada dirinya.
Tidak, itu bukan Justin sahabatnya. Tentu saja bukan.
Tao menelan ludah gugup ketika melihat kilatan aneh di dalam mata lelaki yang mirip dengan sahabatnya itu. Jika Justin memiliki warna mata yang gelap, lelaki muda itu memiliki warna mata abu-abu jernih yang indah. Wajahnya pun terlihat sombong dan cukup menjengkelkan. Bahkan dirinya yang baru saja bertatap muka pun entah kenapa merasa kesal sendiri. Karena Justin-nya tidak pernah menatapnya rendah seperti itu.
"Kalian menemukan anak ini" lelaki itu bersuara. Dan sangat mirip dengan milik Justin.
Tao yang merasa sedang di bicarakan pun hanya bisa menahan nafas. Menunggu hal apa yang akan di katakan lelaki mirip Justin itu. Memilih untuk menundukkan kepala, ia memilin pinggiran baju sailor navy nya, dan sesekali melirik kearah lelaki itu, dan jujur dirinya agak takut karena lelaki yang memakai jubah itu datang bersama empat orang yang berdiri di belakangnya, yang berpakaian full armor.
"Kenapa kau muncul? Kami tidak memiliki alasan untuk bicara denganmu Justin" Sneak berkata dingin.
Justin? Memangnya di game itu ada karakter bernama Justin? ーTao refleks mengangkat wajahnya, dengan satu alis terangkat memperhatikan lelaki berjubah yang di panggil Justin itu.
Justin menyibakkan jubah biru gelapnya ke belakang dengan elegan, mengalihkan tatapannya pada Tao yang kini tertegun karena lelaki itu tiba-tiba tersenyum. Dan Tao sedikit panik ketika Justin berjalan kearahnya. Sementara dirinya tidak bisa menghindar karena punggungnya telah bersentuhan dengan pohon yang berada di belakang tubuhnya. Menahan nafas, itu yang bisa ia lakukan saat ini, dengan perasaan aneh yang sangat menbuatnya tidak nyaman, karena Justin yang berada di hadapannya sangat berbeda dengan Justin sahabatnya. Meski kenyataannya wajah mereka sama.
Tao lupa jika ia menganggap hal ini adalah mimpi
Justin meletakkan tangan kanannya di sisi kanan kepala Tao dan menapak di badan pohon, membawa wajahnya lebih dekat dan membuat Tao menatap waspada. Bahkan ia sampai harus memalingkan wajahnya saat Justin mendekatkan hidungnya dan mengendus sisi wajahnya seperti seekor anjing gembala.
"Edison berambut hitam, kau merubah warnanya agar dapat lolos begitu?" walau terdengar lebih tenang, jelas tersirat keangkuhan di suaranya. Tao menggelengkan wajahnya pelan, masih memalingkan wajahnya ke samping kanan.
"Aku bukan Edison, kurasa kalian semua salah orang" jawabnya takut-takut. Justin menyeringai kecil.
"Ada berapa Edison di tempat ini hm?"
"Tapi aku bukan Ediー" karena agak kesal Tao kembali meluruskan kepalanya, dan tertegun melihat mata abu-abu Justin yang begitu dingin. "...son..." ia menyelesaikan kalimatnya.
Justin tertawa rendah, lalu mengarahkan jemari tangan kirinya meraih dagu Tao dan mengangkatnya pelan. Mau tak mau pemuda cantik itupun menurut, dan berharap cemas akan hal apa yang di lakukan lelaki mirip sahabatnya itu. Dan Justin seperti sedang meneliti wajahnya yang dengan segaja ia tolehkan ke kanan dan ke kiri, lalu mengelus garis rahang Tao dengan ujung jari telunjuknya yang terasa agak dingin.
"K-kau..." Tao memutuskan untuk mengungkapkan apa yang ada di benaknya. Justin mengangkat sebelah alisnya. "K-kau mirip dengan sahabatku, namanya juga Justin" ujarnya. Terdengar pelan dan ragu.
Lelaki berjubah itu tertawa renyah, membuat Tao mengernyitkan dahinya bingung. Memangnya ada yang lucu di dalam kalimatnya?
"Sejak kapan aku jadi sahabatmu?" Justin merubah tawanya menjadi senyum mengejek. "Dan kau suvivor baru yang sangat pembangkang, kau tahu?"
"Apa maksudmu survivor?"
Justin memasang wajah datar. "Jangan bermain-main denganku. Kau pikir ada kehidupan lain selain di Helios? Kau seharusnya menjadi pembaca dongeng daripada seorang survivor"
"Tentu saja ada! Aku tidak seperti kalian orang-orang aneh, aku iniーwhoaa! Jangan lebih dekat lagi!" Tao refleks menahan dada Justin yang berbalut armor perak dengan kedua tangannya ketika tiba-tiba lelaki itu semakin mempertipis jaraknya. Bahkan ia sampai harus memalingkan wajahnya kembali, karena bibir mereka nyaris bersentuhan.
Kau tahu? Berhadapan dengan orang yang sangat mirip dengan sahabatmu sendiri dengan jarak yang sangat sekat seperti ini rasanya sangat aneh.
Si cantik Huang Zi Tao tidak tahu jika tatapan dingin Justin yang mengarah pada sisi wajahnya adalah bagai tatapan seorang penambang harta karun yang bernafsu untuk menguasai semua harta karun temuannya dan tanpa ingin membaginya pada orang yang kedudukannya lebih tinggi darinya.
"Sekarang aku tahu" Justin sengaja berbisik tepat di telinga Tao yang sensitif. "Omega memang tidak pernah sembarangan menciptakan seorang menjadi survivor. Dan nasibmu sungguh malang Edi" di terakhir kalimat, lelaki itu sengaja meniupkan sedikit udara di telinga Tao yang membuasi cantik itu memejamkan matanya dengan mencengkram erat atasan sailornya.
"Hey Jusー"
"UWAA!" Tao memekik terkejut dan takut ketika tiba-tiba tubuhnya serasa melayang dan mendarat di salah satu bahu Justin. Bahkan sebelum Sneak menyelesaikan kalimatnya, dan membuat manusua jelamaan ular itu mendesis kesal.
"Apa yang kau lakukan?! Turunkan aku!" Tao memberontak, memukul-mukul punggung Justin saat lelaki itu berbalik dab menatap Sneak serta Bo bergantian.
"Dengarkan baik-baik kalian berdua. Sekalipun Omega memerintah kalian untuk menyeret anak ini ke hadapannya, anak ini tidak bisa semudah itu melewati wilayah ku tanpa melawan ku terlebih dahulu. Sebagai pemimpin di level satu, aku tidak terima ada seorang survivor yang bisa lolos begitu saja hanya karena perintah dari Omega" ujarnya lugas.
"Kau berani menentang Omega?" Bo bertanya dengan nada menjengkelkan.
"Aku setia pada Omega, tapi tidak lantas anak ini bisa melewati level pertama dengan mudah"
"Akan ku laporkan hal ini pada Omega" Bo mengancam.
"Kau laporkan atau tidak, Omega akan selalu tahu. Jadi menyingkirlah dari hadapanku kalian berdua"
"Hey kau tuli ya!? Ku bilang turunkan aku!" Tao masih saja berisik, menendang-nendang udara dan memukuli punggung Justin.
"Kau tidak bisa membawa anak itu kemana-mana Jendral" Sneak berdesis.
Justin tersenyum mengejek. "Aku bisa, kalau kalian tidak membiarkan ini berlangsung mudah, bagaimana kalau ku buat sulit?" ia menjentikkan jarinya. Membuat sebuah komando tanpa kata yang di respon cepat oleh keempat prajuritnya yang sudah bersiap memegang senjata masing-masing.
Si peri mungil Bo berdecih tak suka, dan Sneak menggertakkan giginya yang di iringi desisan lirih. Justin kembali membalikkan tubuhnya menghadap Pohon besar di belakangnya, menarik pedang yang menggantung di pinggul sebelah kiri. Dengan suara besi yang bergesekkan dengan sarung pedang, Tao mengedikkan bahu dan menutup telinganya yang terasa berdenging ngilu mendengar suara gesekkan itu.
Selagi keempat prajuritnya melakukan serangan pada Bo dan Sneak, Justin menggoreskan ujung pedangnya pada pohon pada beasar berwanrna unik membentuk suatu pola. Selesai, ia kembali memasukkan pedangnya dan menanti dengan sabar cahaya yang keluar dari pola yang di buatnya menjadi semakin terang, dan setelah cahaya itu semakin menyilaukan dan membuka pintu penghubung khusus, iapun melangkahkan kakinya melewati cahaya tersebut dengan Tao yang berada di bahunya.
.
.
.
Lelaki itu tetap terlihat tampan dan berwibawa memasuki usia ke 37 tahun. Tidak lagi muda memang, namun kaum hawa pun tak menampik pesonanya yang menguar-nguar tak terbendung meski hanya duduk diam dengan wajah dingin yang datar dan pandangan tertuju pada layar laptop 14 inchi yang menampilkan sebuah adegan visual 2D yang sejak tadi di saksikannya di sela-sela pertemuan kecil di salah satu restaurant bernuansa Negri Matahari Terbit. Sambil memainkan pena di antara jemarinya, sesekali ia melirik pada pria yang 4 tahun lebih tua darinya yang sibuk menjelaskan konsep rancangannya pada 2 laki-laki lain yang juga hadir disana.
Pria itu memiliki helai berwarna kelam dengan semburat oil yang menawan, serasi dengan sepasang keping emas yang berkilat-kilat ketika kembali menyaksikan adegan di layar laptop yang membuat rahangnya mengeras. Auranya sungguh tak bersahabat, dan untungnya ketiga pria lain yang berada di ruangan itu tak menyadari perubahan mood si lelaki yang lebih muda dari mereka itu.
Dirinya tidak suka ini. Selagi dirinya di sibukkan oleh kehidupan utama, Dunia yang lain memaksanya untuk kembali karena sesuatu hal yang satu-satunya menjadi alasan akan perubahan aura dan moodnya.
Menahan untuk tidak menggertakkan giginya yang sudah ingin mengoyak orang yang sudah membuatnya menahan amarah seperti ini, hingga tersalur pada jemari-jemari panjang kurusnya hingga terlalu kuat menekan pena di genggaman. Pena mahal itupun patah dengan bunyi Tek! yang samar.
"Bagaimana jika model virtualnya kita pakai putra Tuan Huang? Bagaimana menurud anda Tuan Wu?" seorang pria yang kepalanya hampir botak menolehkan kepalanya pada lelaki yang lebih muda.
Lelaki dengan helai oil yang menawan itu menghela nafas kecil, lalu menyapukan keping emas miliknya yang kini berubah menjadi charcoal indah yang lebih jernih. Kemudian mengangguk samar.
"Ya, tentu. Putra Tuan Huang memenuhi kriteria. Sangat pas untuk karakter utama tokoh dalam game" suaranya yang dalam terdengar berat.
"Tao pasti senang jika tahu kalau dia bisa ikut serta dalam proses pembuatan game" kata Xiaoming tersenyum. Teringat tingkah putranya yang agak kekanakan.
"Bagus, karena tokoh utama virtual sudah di tentukan, lalu kapan project ini segera di laksanakan? Saya sudah melihat proses pembuatan awalnya di studio milik Tuan Wu"
"Segera Tuan. Karena ada beberapa hal yang harus saya selesaikan terlebih dahulu"
"Oh tentu saja, kami mengerti jika anda sangat sibuk. Hanya memastikan saja jika game tersebut tidak mundur dari jadwal"
Ia tersenyum tipis. "Hal itu tidak akan terjadi. Daripada itu, apakah putra Tuan Huang bersedia membantu kita?" kembali mengarahkan keping charcoal nya pada Xiaoming yang duduk di sebrang meja.
"Tao akan sangat bersedia, anak itu sangat suka bermain game, anda tenang saja"
"Melegakan sekali. Selain mahir dalam wushu, pintar, menarik, putra anda juga baik" dan juga seksi.
Xiaoming terkekeh kecil. "Anda tidak mengenal Tao Tuan Wu, dia anak yang kekanakan. Saya rasa Justin putra Tuan Li sudah banyak di repotkan oleh Tao sejak mereka bersahabat" pria Huang itu menoleh pada pria berkacamata.
"Namanya juga anak-anak, mereka masih berumur 18 tahun. Kemana-mana selalu bergerombol" pria itu menyahut.
Ia menganggukkan kepalanya kecil, seolah peduli, lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi ergonomic, mengarahkan keping charcoal miliknya kembali pada layar laptop di hadapannya. Menumpukan satu sikunya diatas bahu kursi, dan mengusap bibir plumnya perlahan ketika melihat sesosok lelaki bersurai raven dengan jubah biru dan badge bunga lotus berwarna hijau pucat yang tersemat di bahu kanannya yang muncul pada layar laptopnya.
Setelah itu dirinya benar-benar tidak mendengar apa yang sedang di diskusikan ketiga pria lainnya di meja tersebut. Fokus matanya hanya tertuju pada layar laptop miliknya, memperhatikan dengan seksama seolah jika dirinya tak mengamati sosok yang terlihat di layar laptopnya itu menghilang dan melakukan sesuatu yang tidak di rencanakannya. Setelah beberapa menit diam, ia pun mengulurkan jari telunjuknya menekan salah satu tombol pada keyboard dan menampilkan pilihan menu seperti di dalam game.
Pemilihan karakter.
Choose your Sergant: A. Zhoumi / B. Xiaoming / C. Kevin
"Ini akan menjadi game yang berbeda, melibatkan sosok manusia asli di dalam game dan menjadikannya dalam karakter game"
Ia melirik kepada para pria yang duduk semeja dengannya itu. Tanpa menghentikan gerakan jari telunjuknya.
Are you sure Xiaoming is your Sergant? { Yes or No }
"Tentu saja, kita bisa menarik lebih banyak perhatian gamers untuk memainkan game ini" Xiaoming tampak antusias. "Benar bukan Tuan Wu?"
Jari telunjuknya terhenti di udara, tepat diatas tombol enter. Ia pun mengangguk kecil, dan mendaratkan ujung jarinya diatas tombol enter.
{ Yes }
"Ya. Dengan putra anda sebagai model virtual, saya yakin akan banyak orang yang menyukai game ini" ia tersenyum samar.
Xiaoming is now your Sergant in level 2!
Xiaoming tersenyum puas. "Saya sudah tidak sabar mempertemukan anda dengan Tao. Siang tadi anak itu bilang jika ingin berterima kasih pada anda karena memberinya demo cd game yang anda buat"
Ia mengangkat wajahnya, tersenyum atau lebih tepatnya menyeringai. "Kami akan segera bertemu nanti. Dan saya sudah tidak sabar"
Untuk mengalahkan ku, jika dia bisa...
.
.
.
"Turunkan aku! Kau tuli ya!? Heyー"
Brugh!
Permintaan Tao terjawab sudah. Justin menghempaskan tubuh ramping Tao diatas gumpalan kapas empuk yang entah muncul darimana, yang jelas gumpalan itu muncul begitu saja setelah Justin memasuki cahaya terang yang muncul dari pola yang di buatnya di pohon. Dan Tao segera bangkit hendak menghindar, tapi Justin lebih cepat menangkap kakinya dan menghempaskannya kembali di gumpalan kapas tersebut.
Tao refleks menahan bahu Justin sebagai bentuk pertahanan ketika lelaki itu membungkukkan tubuhnya dan membuat jarak mereka sangat dekat. Bahkan dirinya dapat merasakan hembusan nafas lelaki diatasnya itu yang tepat menerpa wajahnya, namun yang lebih membuatnya mati kutu adalah tatapan keping abu-abu Justin. Iapun memalingkan wajahnya ke samping, karena sungguh sangat tidak menyenangkan dalam posisi seperti ini dengan orang yang sangat mirip dengan sahabatnya.
"Kau..." ia mendesis. Tao mengintip takut-takut. "Jangan kau pikir Omega menginginkan mu menghadapnya, kau bisa begitu saja lolos dari wilayah ku Edison" entah kenapa Justin terlihat tak terlalu menyukainya.
"Sudah ku bilang aku bukan Edison!" Tao membalas kesal.
"Kalau kau bukan Edison, kau siapa? Darimana kau datang? Dimana asalmu? Kenapa kau bisa berada disini?" cerca Justin.
Tao tidak tahu harus menjawab apa. Bukan karena dirinya tidak memiliki jawaban, tapi karena dirinya bingung. Apa ia harus menjawab jujur? Apa dirinya tidak akan terlihat konyol jika mengatakan pada lelaki itu jika semua ini hanya mimpi maka dirinya bisa berada dimana saja dan menjadi siapa saja? Oh! Tunggu sebentar...
Bukankah itu lebih masuk akal? Mungkin saja dengan begitu dirinya akan cepat terbangun dan mengakhiri mimpi aneh ini.
Membiarkan Tao sibuk berpikir, Justin melepas jubah biru gelap yang di kenakannya, lalu pedang yang menggantung di pinggul sebelah kirinya, tak lupa beberapa atribut lain yang terpasang di pakaiannya yang bernuansa gelap, antara midnight blue dan abu-abu. Sementara Tao yang baru menyadari jika lelaki yang duduk berlutut diantara kakinya itu sedang sibuk sendiri, perlahan ia merayap menjauh menggunakan kedua sikunya yang ia tekuk diatas gumpalan kapas yang menjadi alas tubuhnya.
Perlahan namun pasti. Berusaha untuk bergerak dengan hati-hati, dan saat tubuhnya sudah semakin menjauh dan hanya menyisakan perpotongan antara lutut ke bawah yang tepat berada di bawah kaki Justin, Tao segera membalikkan tubuhnya hendak merangkak dan kabur, namun baru saja tangannya menggapai tepian gumpalan kapas tersebut, gerakan Tao seketika terhenti dengan mata membola melihat tanah yang berjarak cukup tinggi di bawah karena ternyata dirinya berada diatas. Melayang diatas gumpalan kapas lebih tepatnya.
"Mau melompat?" tanya Justin menantang. Tao menahan nafas.
Bagaimana bisa gumpalan kapas tempat dirinya di tawan oleh Justin ini bisa melayang di udara? Dan sejak kapan mereka berada disana?
Kalau kau ingat Zi. Bukankah kau menganggap semua ini mimpi? Jadi apapun dapat terjadi bukan?
Justin menarik kedua kaki Tao segera, dan tak mendapat penolakan dari si cantik Huang itu. Ia pun membalikkan tubuh Tao untuk menghadapnya, lalu menyergap kedua tangannya diatas kepalanya sendiri, sukses menyadarkan Tao dari segala hal yang memenuhi otaknya. Pemuda berbibir kucing itu mengerjap bingung, lalu berjengit takut ketika Justin kembali mendekatkan wajahnya.
"Siapapun yang memasuki wilayah ku, harus mengalahkan ku terlebih dahulu"
"Aku tidakー"
"Setelah itu kau akan naik level"
Naik level?
Oh!
Jadi dirinya harus benar-benar melawan satu persatu pemimpin tiap level agar terlepas dari semua ini? Tidak tidak, bagaimana jika dirinya kalah dan tidak terbangun? Kenapa tidak ada yang membangunkannya sih? Kenapa tidak ada yang melukainya agar dirinya segera bangun?
"Pukul aku!" pintanya tiba-tiba. Entah mendapat tenaga darimana ia dapat meloloskan tangannya dan meraih pakaian Justin di bagian bahu hingga mempertipis jarak wajah mereka. Bahkan terlalu begitu tiba-tiba membuat lelaki itu kaget.
"Apa katamu?" satu alisnya terangkat naik. Heran.
"Pukul aku agar aku cepat bangun, cepat!"
Justin tertawa mendengar permintaan Tao yang menurudnya sangat aneh. "Apa maksudmu agar kau terbangun? Memangnya kau sedang tidur saat ini? Kenapa kau bodoh sekali?" sengaja semakin mendekatkan wajahnya, dan membuat Tao semakin melesakkan kepalanya pada gumpalan kapas untuk tetap menjaga jarak.
"Aku sedang bermimpi!" Tao membela diri.
Justin tersenyum remeh. "Jadi kau ingin di bangunkan? Seperti ini?" entah sejak kapan satu tangannya merambat ke bagian bawah tubuh Tao dan meremas segumpal otot yang tertidur di dalam celana.
"Aahh!" Tao memekik keras. Terbelalak kaget, Justin tersenyum miring. "Apa yang kau sentuh!?" Tao menatap horor.
"Kau ingin di bangunkan bukan?"
"Tidak bukan seperti ini! Lepasーaahh! Oh!" tidak. Jangan mengeluarkan suara Zi.
"Lalu yang seperti apa hm?" Justin merendahkan suaranya. Menunduk untuk menyapa leher jenjang Tao yang tersedia dengan menggiurkan.
"Aahh~ hentiーoh! Jangan di remas! Sakit boーaahh~"
Justin sibuk mengerjai leher halus Tao, menjilat lalu menyesap kuat hingga membuat si cantik Huang itu mengernyit dan terkadang mengaduh sakit. Dadanya bergemuruh hebat, Justin sibuk menciumi lehernya dan tangannya yang tak berhenti memijat-mijat kesejatian Tao dibawah sana, membuat si pemilik mendesah basah, dan semakin menjadi saat bibir Justin semakin merambat di bahunya yang entah sejak kapan sudah terekspos.
"Hentikannhh~~ Justin...stoopphh~~" Tao mencengkram erat helai raven Justin yang menggelitik dagunya.
Tidak. Dirinya tidak mau berakhir di perkosa seperti ini. Sampai kapan pun tidak pernah terlintas di benaknya jika berakhir seperti ini di tangan lelaki yang sangat mirip dengan sahabatnya. Tapi bagaimana dirinya melawan jika tubuhnya terasa lemas dan lututnya bergetar?
"Aaahh~~ ngghh...jangannhh~ ku mohonnn~"
Justin tak peduli. Ia hanya ingin menikmati tubuh indah Tao yang di akuinya sangat menggiurkan, padahal pemuda itu tidak sedang menggodanya, tapi mampu membuatnya tertarik dan penasaran. Menyusupkan satu tangannya yang tak bekerja ke dalam atasan sailor navy Tao, mengusap perutnya yang rata dan merambat naik menyapa dada si cantik Huang itu dan memilin perlahan putingnya.
"Aahhh~~ jangan sentuuhhh~~ aahh~" Tao menyentak kepalanya semakin melesak ke gumpalan kapas, semakin erat menjambak helai Justin.
Namun saat lelaki itu hendak menyingkap atasan sailor Tao keatas, tiba-tiba muncul hembusan angin kencang di sertai dedaunan kering yang bergulung di udara. Hal aneh itu sukses menghentikan tindakan cabul Justin dan membuat Tao menghela nafas lega. Ia pun mendongak, melihat pada gulungan daun kering yang berada tepat di depan gumpalan awan tersebut, dan karena dirinya sedang berbaring maka ia harus menengadakan kepala untuk melihatnya.
Justin berdecak kesal, menegakkan punggungnya ketika gulungan daun kering itu perlahan-lahan melambat dan menampakkan sesosok pria tinggi bertubuh tegap dengan helai kelam yang di tata rapih ke belakang. Mata Tao membola seketika melihat wajah pria yang dengan misteriusnya dapat melayang di udara, dan mengenakkan pakaian serba putih dengan jubah putih pula, serta berbagai atribut yang menghiasi beberapa titik pada pakaiannya. Pria itu memikiki seperti pin berbentuk bintang yang tersemat di dada kirinya. Seperti seorang Jendral.
"Daddy!" panggil Tao terkejut sekaligus lega.
Justin memandang tak suka pada sosok pria berbaju serba putih yang mengganggu kegiatannya menikmati tubuh Tao. Dan si cantik Huang itu buru-buru menyingkir dari bawah Justin, sambil merapihkan pakaiannya bergerak menjauh dan menatap penuh harap pada sosok Ayahnya yang tiba-tiba muncul itu.
"Kenapa kau datang kesini Paman tua?" Justin bertanya malas. Pria tampan yang masih melayang dan membawa sebuah tongkat tangan dengan hiasan kepala singa di bagian ujungnya itu bergerak mendekat, melayang seperti hantu dan membuat Tao menegak ludahnya paksa.
"Siapa yang kau sebut Paman tua bocah?" suara pria itu sungguh mirip dengan Xiaoming Ayahnya.
"Dia hampir memperkosa ku dad!" tuding Tao dengan wajah masih ketakutan.
Pria yang di panggilnya 'daddy' itu menoleh padanya, tersenyum tipis dan membuat tubuhnya membeku seketika.
"Kau memanggil ku apa Edison?" pria itu bertanya lembut. Menapakkan kakinya diatas gumpalan kapas yang cukup besar tersebut, dan berjalan mendekat pada Tao.
Tao tidak bisa mengerjapkan matanya. "D-daddy..." seperti berbisik. Pria itu tersenyum lagi.
Tao tidak bodoh. Meskipun laki-laki berumur itu sangat amat mirip dengan Ayahnya, tapi dirinya tahu jika Ayahnya memiliki mata berwarna hazel dan bukannya leather pekat yang dingin. Tatapan Ayahnya itu teduh namun tegas, bukan yang di penuhi kabut serta terasa dingin. Dan Ayahnya bukan orang yang selalu mengumbar senyum, Ayahnya itu baik tapi tetap saja tidak selalu tersenyum padanya. Dan ketika pria dewasa itu berjalan mendekat kearahnya, ia refleks bergerak mundur menyeret pantantnya menjauh.
"Aku senang kau memanggil ku daddy, tapi aku bukan Ayahmu. Dan tidak akan pernah terjadi" ia tersenyum. Namun tidak dengan matanya yang tajam. Tao segera tertunduk.
"Kenapa kau berada disini Paman tua?" Justin bertanya kesal. Kentara sekali jika ia terganggu. Xiaoming menghentikan langkahnya, menoleh pada si lelaki muda yang sudah memanggilnya dengan kurang ajar.
"Jaga bicaramu bocah, kau pikir dengan siapa kau sedang bicara?" meski raut wajahnya terlihat begitu hangat, nyatanya nada bicaranya tidaklah se hangat itu.
Justin mendengus. "Kau hanya setingkat diatas ku Paman"
Tak ingin meladeni lelaki yang jauh lebih muda darinya, Xiaoming kembali mengarahkan tatapannya pada Tao yang masih terduduk tanpa ingin mengangkat wajahnya kembali.
"Ku dengar Edison memiliki rambut pirang, kenapa rambutmu menjadi hitam?" tanyanya, mengulurkan tangan kanannya menyentuh helai kelam Tao yang sama dengan miliknya. Membuat si cantik itu refleks menghindar.
"Hanya akal-akalan untuk mengelabui kita semua" Justin menyahut.
"Aku tidak sedang bicara denganmu Justin" sedikitpun Xiaoming tidak mengalihkan tatapannya. Melihat Tao yang tertunduk seperti ini membuat hatinya tergelitik.
Sementara Tao sendiri benar-benar merasa ketakutan sekarang. Dirinya juga tidak tahu kenapa. Rasa takutnya saat ini berbeda dengan saat Justin menatapnya dengan begitu tajam. Tatapan pria yang mirip dengan Ayahnya itu terlihat lebih menakutkan meski terus mengumbar senyum. Dan ia tidak bisa berhenti memikirkan hal yang buruk, yang akan menimpanya, jika mengingat apa yang sudah di lakukan Justin padanya tadi.
"Dia terlihat sangat takut padamu. Bagaimana nanti kau di seret di hadapan Omega" kata Justin berkomentar.
"Tidak perlu takut, berdirilah Edison"
Tao menggigit bibir bawahnya kuat, bergerak perlahan untuk bangkit berdiri. Namun karena seseorang mencengkram lengannya dan memaksanya untuk berdiri lebih cepat, membuatnya meringis kecil karena rasa sakit di lengannya. Dan tatapan penuh kabut milik pria dewasa itulah yang menyergap sepasang black pearl miliknya
"Urusanku dengannya belum selesai Paman" Justin berdecak kecil.
"Katakan itu pada Omega. Dan apa kau tahu tugasmu?" Xiaoming menarik Tao mendekat padanya. Pemuda Huang itu hanya diam menurut tanpa berani melawan.
Tao menganggap Xiaoming yang ada disana adalah Xiaoming Ayahnya.
"Tetap saja dia tidak bisa semudah itu di seret ke depan Omega begitu saja, ini wilayah ku. Bahkan kau juga tidak berhak berada disini"
Xiaoming mengacungkan tongkatnya tepat di depan mata Justin, dimana ujung tongkatnya yang terdapat hiasan kepala singa nyaris menyentuh bola mata kanan Justin. Tao yang melihatnya sanpai menahan nafas, takut jika ujung tongkat itu benar-benar melukai bola mata lelaki yang hampir saja memperkosanya.
"Tugasmu adalah menghalau siapa saja yang ingin naik level, bukannya memperkosa seorang survivor. Terlebih jika survivor itu adalah Edison, kau mengerti?"
Justin mengerang kesal. Lelaki muda itu tak terima jika Tao bisa begitu saja dapat menghadap Omega tanpa mengalahkan dirinya. Dan tentu saja karena kesempatan untuknya menikmati tubuh indah Tao hilang sudah.
"Berpegangan, kita akan berteleportasi" ujar Xiaoming tiba-tiba tepat di telinga Tao. Karena jarak mereka yang sangat dekat, bahkab tubuh saling bersentuhan.
Pemuda Huang itu mencengkram erat sisi pakaian Xiaoming di bagian pinggang, namun pria dewasa itu melingkarkan satu tangannya di pinggangnya, hingga membuat tubuh mereka menempel sempurna. Tao menahan nafas, memejamkan mata dengan perasaan takut, entah karena apa. Dan Justin hanya bisa meluapkan kekesalannya pada udara kosong ketika Xiaoming mulai berteleportasi.
.
.
.
Setelah menjalani beberapa jam di dalam ruangan VIP di restoran yang menyediakan berbagai macam jenis masakan dari Negri Sakura, ia merasa lebih baik setelah sepanjang pertemuan tak luput mengawasi layar laptopnya. Pilihannya sudah tepat untuk memilih Jendral, dan ia dapat memastikan jika sebentar lagi setelah ketiga pria yang mengikuti pertemuan itu membubarkan diri tepat di pintu masuk restoran, dirinya akan segera melaksanakan misi yang sudah di tunggunya sejak lama.
Dirinya sudah sangat tidak sabar. Dan di sepanjang ingatannya, dirinya tidak pernah merasa se antusias dan se senang ini ketika memutuskan untuk membuat sebuah game.
Game khusus yang tercipta dari otak jenius dan jemari lincahnya itu memang tak pernah ia pikirkan sebelumnya.
Tidak sampai dirinya bertemu dengan seseorang yang membuatnya begitu terobsesi dalam pertemuan pertama. Bahkan dirinya yakin jika orang itu bahkan tidak mengenalinya karena memang saat itu mereka bertemu dengan tidak sengaja. Di sebuah outlet pakaian, ketika dirinya sedang membeli beberapa stelan untuk bekerja, dan orang itu sedang berbelanja bersama teman-temannya.
Anak-anak sekolah yang cukup ribut, membuatnya terganggu dengan tatapan tak suka memperhatikan mereka. Tapi dari keempat remaja yang ribut itu, keping charcoal nya hanya tertuju pada salah satunya yang memakai celana ketat hitam, t-shirt putih dan jacket hitam mengkilat yang sangat indah membentuk pinggangnya yang ramping. Dan sosok itu tertawa sangat lucu, membuatnya tanpa sadar ikut tersenyum, apalagi saat sosok itu tengah merajuk agar teman-temannya mau membelikannya sebuah pakaian yang sedang di bawanya. Dan hasilnya, mereka terbujuk oleh wajah memelas sosok itu yang begitu menggemaskan, serta bibir kissable yang mengerucut lucu.
Menggemaskan sekaligus menggoda.
Ia tidak tahu kenapa dapat tertarik dengan seseorang yang hanya memandanginya saja membuatnya penasaran. Bahkan ia sampai mengikuti keempat remaja itu yang keluar dari outlet dan menuju sebuah cafe. Ia duduk tak jauh dari meja mereka saat itu, masih mengamati, dan memutuskan untuk ikut ke toilet ketika sosok itu berpamitan untuk ke toilet pada teman-temannya. Dan di toilet itulah dirinya dapat lebih jelas melihat dan mengamati sosok menawan yang mencuri perhatian makhluk berbahaya seperti dirinya.
Dan ia mengenal sosok itu dengan nama.
.
.
Huang Zi Tao, putra dari Huang Xiaoming.
Rekan bisnisnya yang sedang menjalin hubungan kerjasama.
Sedikit merutuki kebodohannya yang tidak suka berbaur dengan lingkungan bisnis yang menjemukan. Padahal seharusnya makhluk semacam dirinya sangat suka dengan intrik, bualan, penjilat, dan kemunafikan manusia. Dan hal itu membuatnya tidak mengetahui hal terpenting jika Huang Xiaoming memiliki seorang putra berwajah manis dan cantik(terkadang terlihat keren) dengan tubuh tinggi seksi yang seperti model. Bahkan dirinya masih dapat membayangkan dengan jelas kaki jenjang putra Huang Xiaoming yang menggiurkan di balut celana ketat hitam itu.
Tapi karena berbagai hal yang membuatnya tidak bisa mendekat lebih dari sekedar tatapan mata. Itupun dari jarak yang tidak bisa di bilang dekat. Dan untuk kali ini, ia bersumpah akan menunjukkan dirinya di hadapan putra dari Huang Xiaoming itu.
Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat.
Beberapa jam lagi mungkin.
...atau beberapa menit sejak sekarang?
Ia menilik jam tangan mahalnya, dan satu sudut bibirnya tertarik samar. Kemudian menoleh pada ketiga pria paruh baya yang sedang mengobrol santai, entah membicarakan apa, yang jelas dirinya tidak ingin terlibat. Dam tatapan matanya bergulir pada saku jas Xiaoming yang tepat berada di sisi kirinya, mulai menghitung dalam hati, dan...
"Oh...tidak lagi" Xiaoming menggerutu kesal. Sembari merogoh saku jasnya, karena ponselnya tiba-tiba berdering.
Ia kembali memalingkan wajahnya, namun dapat mendengar dengan jelas apa yang tengah di bicarakan lelaki itu. Dam hal itu membuatnya tersenyum samar.
"Ada sesuatu Tuan?" tanya senior Li. Jika melihat dari wajah lelaki itu, tampaknya Xiaoming memiliki sesuatu hal yang membuatnya berwajah masam.
"Ya, sepertinya saya harus lembur malam ini di kantor" Xiaoming menjawab lesu.
"Well, sekarang baru jam 8 malam" pria berkacamata itu menilik jam tangannya sekilas.
"Dan semoga saja dapat selesai dengan cepat. Kalau begitu saya duluan Tuan-Tuan" pria tampan iti tersenyum tipis, kemudian berjabat tangan dengan ketiga pria disana. Termasuk dirinya.
Dan ia memilih untuk tetap berdiri disana, menyalami kedua pria lain yang juga berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing. Setelah mobil mereka telah merayap keluar dari area restoran, ia kembali menilik jam tangannya. Namun saat ia baru saja merogoh saku celananya, ponselnya mendadak berdering. Wajah tampannya yang dingin tampak kesal ketika melihat ID name di layar ponselnya.
Ia menerima panggilan telepon itu dengan cepat, menjawab seadanya dan segera mengakhiri sambungan. Karena harus menunda rencananya yang tersusun rapih, ia bersumpah akan memberi pelajaran pada asisten nya nanti ketika bertemu. Karena sudah mengacaukan rencana yang telah di dambakannya sejak lama.
Tapi kedua alisnya yang semula menukik tajam karena kesal, berangsur normal ketika sepasang charcoal miliknya yang berubah menjadi keemasan melihat wallpaper ponselnya yang memasang foto seseorang sedang tersenyum manis tepat kearah kamera. Jangan di tanya bagaimana dirinya mendapatkan foto itu, karena memang baginya semua hal mungkin di lakukan.
Dengan kekuasaan serta kekuatan mengerikan makhluk seperti dirinya. Ia dapat melalukan apa saja. Termasuk memanipulasi alam bawah sadar seseorang yang begitu di inginkannya.
Namun untuk saat ini, dirinya harus kembali ke studio dan memberi pelajaran pada asistennya yang sudah merusak rencananya.
.
.
.
Tao berdiri diam tak henti memandang ke seluruh sudut ruangan yang sepertinya adalah Ruangan untuk pemimpin kastil ini. Ya, Xiaoming membawanya ke kastil miliknya yang berada di level kedua. Dan jika di bandingkan dengan kebanyakan kastil lainnya, kastil milik pria yang mirip dengan Ayahnya itu lebih kecil dan sederhana. Jika sekecil apapun sebuah kastil dapat di katakan sederhana.
Sejak beberapa menit yang lalu dirinya sama sekali tidak bergeming, berdiri di bagian tengah ruangan, sejurus dengan kursi kepemimpinan yang berwarna ivory, dengan aksen gradasi di bagian bahu dan bawah singgasana. Lalu sebuah lambang bunga lotus berwarna teal yang indah. Nuansa di ruangan itu juga di dominasi oleh warna-warna lembut, baik kusen jendela yang besar, ornamen chandelier yang indah menggantung di langit-langit yang tinggi. Jauh dari kata menakutkan atau seram sebenarnya, tapi tetap saja Tao tidak bisa berhenti untuk tidak gelisah.
Dan dirinya sendiri tidak tahu kenapa.
Suara pintu besar ruangan tersebut yang dibuka, membuat Tao spontan menoleh ke belakang punggungnya. Meremas tangannya gugup melihat sosok tegap Xiaoming yang baru saja masuk. Pria dewasa itu telah menanggalkan jubah putihnya, berjalan dengan tersenyum, dan kedua tangan berada di saku depan celana.
"Kau terlihat gugup sekali Edison" ujarnya, berjalan melewati Tao menuju singgasananya.
Pemuda Huang itu tentu tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. Memutar tubuhnya kembali dengan perlahan, searah dengan langkah Xiaoming, hingga pria itu duduk dengan gagahnya diatas singgasana. Menopang dagu dengan tangan kiri, ia tersenyum geli melihat Tao yang terus menunduk sambil meremas-remas tepian baju sailornya.
"Kau bilang aku mirip dengan Ayahmu bukan?" Xiaoming bertanya. Tao hanya mengangguk samar. "Siapa namanya?"
Tao sempat menggigiti bibirnya. "Xiao...ming" ia menjawab ragu. Suaranya yang cenderung pelan dan berbisik tetap dapat sampai ke telinga Xiaoming.
"Oya?" Pria tampan itu mengangkat sebelah alisnya, Tao mengangguk samar. "Bagaimana bisa nama kami sama?"
Tao menggelengkan kepalanya.
"Kau tahu? Aku paling tidak suka dengan pembual"
Tao spontan mengangkat wajahnya, menatap tepat pada leather pekat milik Xiaoming yang tetutup kabut. Ia tidak tahu apa yang membuat laki-laki itu menatapnya seperti itu, dan hal itulah yang membuatnya takut. Maka iapun memalingkan wajahnya, dan Xiaoming beranjak turun dari singgasananya.
"Semua survivor yang di rekrut tidak memiliki orang tua. Kau tahu kenapa?" Xiaoming berdiri tepat di hadapan Tao. Pemuda cantik itu menggelengkan kepalanya.
"Tatapan lawan bicaramu" itu perintah.
Tao menghela nafas pendek, berusaha menenangkan hatinya yang entah kenapa menjadi resah. Maka dengan agak gugup, ia pun kembali mengangkat wajahnya dan sedikit mendongak menatap Xiaoming yang memang lebih tinggi darinya. Padahal ia sendiri sudah termasuk pemuda remaja yang tinggi.
"Karena survivor adalah ciptaan Omega. Sekeras apapun usahamu untuk kabur, kau akan kembali lagi ke tempat ini" tangannya yang besar menepuk lembut kepala Tao. "Begitu juga dengan kami" ia menambahi.
"K-ku pikir ada kesalahan disini" Tao memberanikan diri untuk bersuara.
Sebelah alis Xiaoming terangkat. "Apa?"
"Sejak tadi kalian semua memanggil ku Edison, dan namaku bukan Edison"
Xiaoming tersenyum geli, lalu melipat kedua tangannya di dada. "Apa kau sebegitu inginnya keluar dari tempat ini sampai mengubah namamu? Omega tahu hal ini, pasti dia sangat murka"
"Aku Tao, bukan Edison. Dan aku bukan ciptaan Omega. Aku hanya tertidur dan bermimpi saat ini, dan aku harus bangun secepatnya"
Senyum di bibir seksi Xiaoming menghilang, di gantikan oleh tatapan aneh yang membuat Tao bergerak mundur. Menjauh.
Hati kecilnya bilang jika tatapan yang tersirat itu bukanlah pertanda baik. Ia sudah mempelajari itu dari Justin, karena saat lelaki itu menatapnya seperti itu, Justin berusaha melakukan hal yang tidak senonoh padanya. Dan dirinya tidak ingin jika hal itu terulang kembali, terlebih jika di hadapkan dengan pria yang sangat amat mirip dengan Ayahnya. Hal itu membuatnya benar-benar merasa takut.
"Kau benar-benar aneh. Tidak ada survivor yang sepertimu sebelumnya"
"Karena aku memang bukan survivor. Dan seperti katamu tadi, rambut ku hitam, bukan pirang"
"Seperti kata Justin juga, kalau kau bisa merubah warna rambutmu sendiri"
"Tapi aku tidak melakukannya!"
"Kau tahu" pria itu menarik nafas. "Omega akan benar-benar marah jika kau terus seperti ini Edi. Karena kau ciptaannya yang sangat spesial, dia pasti sangat terluka"
"Aku bukan ciptaan siapapun di tempat ini"
Xiaoming tersenyum timpang. "Begitu? Kau menantang Omega?"
"A-aku tidak menantang siapapun"
Pria dewasa itu membungkukkan tubuhnya sedikit, mendekatkan wajahnya pada Tao yang refleks memundurkan kepalanya menjaga jarak. Dan ia nyaris terjatuh jika tangan besar Xiaoming tidak menahan pinggangnya. Dan lelaki itu menarik tubuhnya mendekat, dan andai saja dirinya tidak sigap meletakkan kedua tangannya di dada Xiaoming, mungkin tubuh bagian atas mereka juga akan saling menempel.
Tao memalingkan wajahnya cepat, dengan perasaan tak keruan. Karena rasanya sungguh aneh dirinya dalam posisi seperti ini dengan pria yang sangat mirip dengan Ayahnya.
Kau tahu rasanya?
Seperti kau menjadi anak tak tahu diri yang mau-mau saja berdekatan dengan Ayah kandungnya sendiri. Sungguh itu hal yang mengerikan. Lagipula dirinya sangat menghormati sosok Ayahnya, kenapa yang muncul di mimpinya bukan orang lain saja sih? Kenapa harus Ayahnya?
"Sekarang aku tahu, kenapa kau di ciptakan spesial oleh Omega" suara Xiaoming yang berat dan tegas membuat Tao menciut. Apalagi pria itu bicara tepat di telinganya.
"Kau pasti akan sangat di sayang Edi. Pantas saja jika Justin gelap mata"
Tao menelan ludahnya gugup. Oh tidak, baik otak dan hatinya saat ini telah berteriak agar dirinya segera pergi. Tapi apa yang harus di lakukannya untuk melepaskan dari dekapan erat di pinggulnya?
"Kau bilang ingin bangun agar mimpimu berakhir bukan?" Xiaoming berbisik lagi. Tao menggelengkan kepalanya cepat.
"Aku bisa membantumu agar terbangun"
Tubuh Tao menegang sempurna merasakan sesuatu yang lunak, basah, dan hangat menyapu telinganya dengan pelan. Seketika ia bergidik ngeri, dan mendorong dada Xiaoming kuat. Tapi lelaki dewasa itu semakin mencengkram erat pinggangnya, membuatnya mengaduh kesakitan, sekaligus panik.
"Berhenti! Lepaskan aku!" ia berontak. Semakin jijik ketika jilatan Xiaoming semakin turun dan kini berada di perpotongan lehernya.
"Aahh! Apa yang kauーahh!"
Pria itu meremas pantatnya kasar. Tubuhnya berjengit kaget, dan kedua tangan kurang ajar itu malah masuk ke dalam celananya. Tao panik. Sungguh, dirinya tidak ingin hal seperti ini terjadi. Di lecehkan untuk kedua kalinya dengan pria yang sangat mirip dengan Ayahnya.
Ia sungguh merasa jijik pada dirinya sendiri.
"Tidak! Ku bilang lepaskan!" Tao masih berusaha berontak.
Gerakan tubuhnya semakin menjadi saat dengan kurang ajarnya jari-jari panjang Xiaoming membelah belahan pantat besarnya. Seketika membuatnya mual, dan ingin menangis.
Ayo Zi, pikirkan sesuatu untuk melepaskan diri!
Menutup matanya erat, Tao menggigit bibirnya kuat selagi berusaha menghindari gerakan tangan Xiaoming yang lebih berbahaya lagi. Demi apa, harga dirinya benar-benar jatuh saat ini. Dan ia harus memikirkan cara untuk lolos dari pelecehan babak kedua ini.
Dirinya tidak mau berakhir mengenaskan berada di bawah tubuh lelaki yang mirip dengan Ayahnya. Tidak.
Selagi Xiaoming sibuk menjelajahi lehernya hingga nyaris merobek pakaian atasnya dengan gigi, Tao teringat sesuatu.
Meski bukan sebuah rencana yang hebat, tapi ia yakin jika apa yang di pikirkannya saat ini dapat membuatnya terlepas dari pelecehan yang di lakukan Xiaoming.
Menghitung mundur. Masih meneriakkan penolakan dan berontak hebat, Tao memposisikan kaki kanannya tepat diantara kedua kaki panjang Xiaoming. Meyakinkan diri sekali lagi, dan...
DUK!
"SHIT!" pria itu mengumpat keras dan spontan melepaskan tangannya di pantat bulat Tao dan menunduk memegangi kesejatian yang di banggakannya.
Tao membalikkan tubuhnya dan berlari kearah pintu besar di ruangan itu, dengan wajah panik dan agak pucat berlari secepatnya selagi Xiaoming sedang mengaduh kesakitan akibat lutut kaki kanan Tao yang dengan sengaja membentur kesejatian Xiaoming dengan kerasnya.
Pria itu mengumpat marah, menatap Tao yang panik berusaha membuka pintu yang di kunci dengan amarah yang besar. Ia pun berusaha berjalan meski masih kesakitan, menghampiri Tao yang seperti orang kesetanan memaksa agar pintu terbuka dengan langkah tertatih. Pemuda cantik itu sungguh ingin menangis sekarang, pintunya tidak mau terbuka, dan Xiaoming semakin mendekat. Apa yang harus di lakukannya? Kenapa dirinya juga tidak memiliki kekuatan ajaib seperti Justin atau Xiaoming di mimpi ini? Kenapa?
Diantara ketakutan dan kepanikannya, Tao masih dapat merasakan sesuatu yang hangat dan berpendar di saku celana navy nya. Maka iapun menunduk cepat, dan terkaget melihat saku kiri celananya bersinar. Cepat-cepat ia merogoh sakunya dengan air mata yang sudah merembes keluar dari sudut matanya, dan mengeluarkan sebuah kunci berwarna emas dan berukuran panjang, di bagian ujung kunci itu terdapat hiasan berupa mahkota kecil yang indah.
Tak perlu banyak berpikir, ia pun memasukkan kunci tersebut ke lubang yang telah tersedia. Mengarahkannya ke kanan-kiri dengan tergesa-gesa, hingga terdengar suara klik!yang pelan namun membuatnya lega luar biasa. Segera saja ia mendorong pintu besar bercat coklat tua itu dan membuatnya terpaksa memejamkan mata karena cahaya keperakan yang sangat amat terang menyapanya diluar ruangan.
Tao sampai harus menggunakan kedua tangannya untuk melindungi matanya dari cahaya yang amat terang itu, dan tak berani membuka mata karena cahaya misterius itu bisa saja merusak matanya hingga buta. Tapi entah kenapa ia dapat merasakan jika tubuhnya seperti di tarik dengan lembut kearah cahaya itu, dan dirinya sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya untuk melawan tarikan misterius itu.
Dan Tao tidak tahu jika sosoknya tersedot masuk dalam cahaya perak tersebut dan kemudian cahaya itu menghilang begitu saja. Menyisakan Xiaoming yang mengumpat sejadinya.
To be continue
.
.
Hallo guys~
Iya gw tau gw ga tau diri malah ngepost cerita baru, tapi tenang ff ini cuma 2shoot kok. Ga panjang2, otak gw bisa meleduk ntar :')
Ff ini ada di list pertama di status yang gw buat di fb, dengan judul awal ' Let's Play ' berubah judul karena menurut gw lebih pas :3
Dan mohon maaf ya, kalo di part 1 belum ada interaksi Kris n Tao, soalnya itu ada di next part. Tapi tenang aja, ntar gw buatin NC yang panjangan dikit dari oneshoot kemarin, tapi ga janji :v
Ada yang ga tau siapa Justin, Ivan, Jun, dan Hui? Mereka sahabat real Zizi. Dan karena berbagai alasan, gw pake masukin(?) nama mereka di ff ini. Semoga pada suka ^^
Kalo masih ada aja typo yang nyempil setelah gw edit, itu karena gw hanya manysia biasa #eyaaa gw udah berusaha maksimal kok buat ngedit :')
Review please~
©Skylar.K
