KEEP ON LIVING
Cast : Date Masamune, Chosokabe Motochika
Rating : T (untuk beberapa hal sebenernya…)
Genre : Drama, hurt/comfort
Disclaimer all characters belong to CAPCOM
Warning : boy's love, motochika/masamune pairing, OOC, typos, don't like don't read!
Chapter 1
Terik matahari di tengah lautan membuat Date Masamune kehilangan akal sehatnya…
Sudah berapa lama dia terdampar di lautan luas seperti ini? Terombang-ambing di atas perahu kecil, udara dan angin laut yang panas sangat tidak cocok untuknya. Luka di perutnya terasa sakit sampai dia tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya. Dia tidak sendirian, Chosokabe Motochika duduk di dekatnya.
"Oh, kau terbangun?" tanya laki-laki berambut perak itu padanya.
Masamune sempat tertegun sebentar sebelum dia menjawab, "Sudah berapa lama kita di sini?"
"Yang pasti sudah lewat dari satu hari. Lukamu masih sakit, Dokuganryu?"
"Ya, masih…"
Motochika menggerutu kesal, "Aku yakin kita tidak terpisah begitu jauh dari Fugaku. Tetapi mengapa anak buahku begitu lama menemukan kita di sini?"
Di sela-sela menahan rasa sakitnya, Masamune masih bisa tertawa, "Kau seorang bajak laut tapi tidak bisa berbuat apa-apa ketika sedang berada di situasi macam ini, Saikai no Oni. Apakah julukan itu hanya julukan semata, hah?"
"Diamlah, Dokuganryu. Kau hanya akan menguras tenagamu jika kau banyak berbicara."
Motochika kemudian berdiri di dekat pinggiran perahu. Satu mata birunya menatap ke lautan luas tanpa batas. Dia sama sekali tidak menemukan titik daratan di mana pun. Ini bukan pertama kalinya dia terdampar seperti ini. Sebelum dia menjadi bajak laut paling disegani, dia sudah menghabiskan hidupnya bertahun-tahun di lautan. Dia tidak peduli sengatan matahari dan terpaan angin laut yang panas membakar kulitnya. Dia bisa bertahan tanpa makan dan minum. Namun kondisinya kali ini berbeda.
Dia tidak sendirian, melainkan bersama seseorang yang tidak punya pengalaman sama sekali di lautan…
~flashback~
Kira-kira 30 jam yang lalu di atas kapal benteng Fugaku…
"Aniki! Ada musuh dari selatan!" seru seorang anak buah kapal bernama Yamada.
Kabar itu seketika langsung sampai di telinga Chosokabe Motochika yang sedang menjamu kedatangan tamu kesayangannya, Date Masamune. Dia sangat mengharapkan acara menjelajah laut timur ini tidak terganggu oleh apa pun, termasuk musuh atau bencana alam sekali pun. Suasana kabin tengah menjadi tegang, termasuk Masamune yang terlihat cemas mendengar kabar ini.
Motochika kemudian melihat keluar jendela kabinnya. Mata birunya mendapati sesosok kapal kayu besar yang hendak mendekati kapalnya. Dia berkata, "Keh, ada-ada saja! Siapa pun yang mengganggu kesenanganku, Sang Iblis Penguasa Lautan, akan kulenyapkan dia dari muka bumi ini!"
Tanpa menunggu waktu lagi, dia mengambil jangkarnya dan bersiap untuk berperang. Sebelum dia keluar dari kabinnya, dia menoleh kembali kepada Masamune dan berkata, "Tunggulah di sini, Dokuganryu. Jangan ke mana-mana tanpa sepengetahuanku."
"Kau yakin, Saikai no Oni?" tanya Masamune sambil menatapnya tajam, sedikit bercampur perasaan cemas. Dia berjalan menghampiri Motochika dan berkata, "Aku bisa membantumu. Kita hanya perlu menghalau mereka agar tidak mendekati Fugaku kan?"
"Ini perhelatan di atas laut, sayang. Tidak akan sama dengan yang sering kau hadapi di daratan," balas Motochika sambil membelai wajah Masamune. "Simpan pedang-pedangmu untuk kita bertarung nanti. Sekarang, kau turuti kata-kataku. Tetaplah di sini sampai urusanku selesai."
"Kau akan membayar semua kekacauan ini, Motochika," kata Masamune sambil menyeringai.
Motochika hanya mendengus tertawa menganggapi perkataan Masamune. Tentu saja dia akan membayarnya, karena semua ini di luar dugaannya. Dia tidak mengharapkan sama sekali berhadapan dengan pelaut mana pun selama dia menemani Masamune berlayar menjelajah laut timur. Sudah cukup lama Naga Bermata Satu itu ingin ikut berlayar dengannya, sekedar menjajal kehebatan kapal bentengnya yang super besar ini. Apa pun yang terjadi sekarang, dia harus bisa mengembalikan Masamune ke kediamannya dalam keadaan selamat.
Keluar dari kabin, Motochika langsung naik ke dek dan berdiri di belakang kemudi kapal. Suara lantangnya kemudian memberikan perintah, "Teman-teman! Persenjatai diri kalian! Siapa pun musuh kita, harus kita lenyapkan dari lautan ini!"
"ANIKIII!" sahut anak buahnya bersemangat.
Kapal besar yang tadi ditemukan oleh Yamada pun mulai merapat. Sedikitnya 20 kail besi sepanjang kurang lebih 1 meter dilayangkan dan disangkutkan ke pinggiran kapal Fugaku agar mereka bisa merapat lebih dekat lagi. Namun di luar dugaan, kapal besar itu menembakkan meriam beberapa kali. Anak buah kapal Fugaku mulai berhamburan mencari perlindungan karena bola-bola meriam itu mulai menghantam hampir semua bagian Fugaku.
"Aniki! Mereka tidak berhenti menembak!" seru seorang anak buah kapal bernama Hibinosuke. "Aneh sekali! Tidak ada satu orang pun yang keluar dari kapal itu!"
Melihat kapal aneh itu tidak menunjukkan seorang anak buah kapal satu pun, Motochika mulai curiga. Dia menyuruh salah seorang anak buahnya untuk memegang kemudi, sementara dia naik ke tiang menara layar kapalnya. Dia memperhatikan sosok kapal besar itu diselubungi kabut tebal. Semakin lama semakin tebal sehingga dia tidak bisa lagi melihat kapal besar itu menyerang Fugaku.
"Berhenti!" seru Motochika ketika tembakan meriam dari kapal besar itu sudah tidak lagi terdengar. Kabut tebal itu menghitam, kapal besar itu tidak ada lagi di pandangan matanya. Langit pun ikut menjadi gelap bersamaan dengan menebalnya kabut itu. Dia menunggu, bersiap melawan apa pun yang akan terjadi selanjutnya.
"A-Aniki! Gawat!" seru Yamada dari dek. "Saya melihat pusaran angin sangat besar! Dan…dan…"
Tanpa diberitahu pun, Motochika sudah bisa mengetahui apa yang sedang terjadi sekarang. Kabut tebal itu kemudian berangsur menghilang dan diganti dengan pusaran angin yang sangat besar. "Tidak mungkin," gumamnya sedikit cemas. Dia tidak pernah melihat badai semacam ini sebelumnya. Pusaran angin itu mengangkat air laut di bawahnya. Fugaku mulai berguncang hebat, pusaran besar itu kini siap menghantamnya. Dia sontak berseru, "Berlindunglah! Cepat!"
Dia melompat dari tiang menara layar kapalnya. Dia memerintahkan semua orang untuk berlindung di dalam kapalnya. Kepanikan ini tidak hanya dirasakan oleh anak buahnya, tetapi dia sendiri pun merasakannya. Air laut mulai naik dan bersiap menghantam kapal benteng super besar ini.
"Motochika!" tiba-tiba Masamune keluar dari kabin dan memanggil tuan bajak laut itu.
"Tetap di kabin, dasar bodoh! Jangan keluar-" belum sempat Motochika menyelesaikan kata-katanya, air laut itu kemudian langsung menghantam Fugaku. Masamune terseret arus hingga keluar dia harus bertahan di pinggiran kapal. Dia terbatuk beberapa kali karena hidung dan mulutnya kemasukkan air. Tangannya masih berusaha berpegangan erat pada pinggiran kapal. Tetapi arus air yang menghantamnya tadi sangat kuat.
"Masamune!" seru Motochika sambil berusaha menghampirinya. Namun dia terlambat, orang yang akan diselamatkannya pun keburu menghilang dari pandangannya. Arus air itu semakin besar dan melontarkan Masamune keluar dari kapalnya. Tanpa berpikir panjang, Motochika langsung melompat ke lautan demi menyelamatkan Masamune.
Badai mengerikan itu tidak berlangsung lama. Setelah Fugaku dihantam pusaran angin dan gejolak air laut, seketika itu kabut tebal menghilang dari langit. Matahari mulai sedikit menampakkan cahayanya. Air laut sudah kembali tenang.
Puluhan kilometer dari Fugaku, Motochika berhasil menyelamatkan Masamune dari keganasan arus air laut yang menghantamnya. Masih terombang-ambing di lautan, dia bersusah payah menaikkan tubuh Masamune yang lemas ke atas sebuah perahu kayu berukuran kecil. Perahu kecil ini adalah perahu darurat yang berasal dari kapalnya. "Masamune!" Motochika mengguncang tubuh Masamune untuk menyadarkannya. Naga Bermata Satu itu batuk beberapa kali dan memuntahkan air laut yang tertelan olehnya. Kepalanya pusing dan perutnya terasa mual. Dia mencoba membuka matanya dan mendapati Motochika tengah menatapnya dengan cemas.
"Saikai no…Oni…" gumamnya lirih. "Uuukh…"
"Buka pakaianmu, Dokuganryu! Jangan sampai pakaianmu yang basah itu mengering di tubuhmu," seru Motochika. Dia pun melepas jaket ungunya yang sudah basah, khawatir akan mengering di tubuhnya dan menyebabkan dia masuk angin.
Masih terkejut dengan kondisi yang tengah dihadapinya saat ini, Masamune perlahan melepas pelindung besi di lengannya dan mulai membuka rompi birunya. Ketika dia melepasnya, dia merasakan sakit di perut sebelah kanannya. Dia mendapati sepotong kayu berukuran separuh tangannya menancap di sana.
"Keh...di saat seperti ini," keluhnya sambil menunjukkan luka itu kepada Motochika. Bajak Laut berambut perak itu mengerenyit, merasakan pilu dari luka yang dilihatnya di perut Masamune. Darah segar mengalir keluar tanpa henti. Jika tidak disembuhkan, Naga Bermata Satu itu bisa mati kehabisan darah di tengah lautan seperti ini.
"Dokuganryu," Motochika kemudian merengkuh Masamune dalam pelukannya. Dia merasakan laki-laki dalam pelukannya itu berusaha mengatur nafasnya yang tersengal. "Kita harus melakukan sesuatu untuk lukamu."
Masamune mencoba berbicara, "Mengeluarkan kayunya?"
"Paling tidak kau bisa merasa lebih baik jika kita bisa mengeluarkan kayunya, iya kan?"
"Kau yakin, Saikai no Oni?"
"Aku akan bertanggung jawab atas semua yang terjadi padamu hari ini, Dokuganryu. Biar aku yang menjelaskannya kepada Katakura-dono."
Masamune tertawa, "Dia akan memenggal kepalamu, bodoh."
"Itu lebih baik. Jadi, kita keluarkan?"
"Ya sudah, keluarkan. Aku serahkan semuanya padamu."
Dipenuhi perasaan ragu-ragu, Motochika menarik keluar satu pedang Masamune. Naga Bermata Satu itu tengah berbaring menyamping dan memperlihatkan luka di perutnya. Dia hanya perlu mencongkelnya sedikit sebelum nantinya dia harus menarik keluar kayunya. Namun jika dia tidak bisa memposisikan pedangnya dengan benar, salah-salah dia bisa melukai organ lainnya atau bahkan bisa membunuhnya.
"Kau siap?" tanya Motochika.
"Lakukan saja, aku percayakan padamu, Saikai no Oni," jawab Masamune.
Membuang perasaan cemas dan takutnya jauh-jauh, Motochika menancapkan pedang itu perlahan masuk ke luka di perut Masamune. Laki-laki berambut cokelat itu menjerit kesakitan hingga kedua tangannya terkepal kuat. Dia sedikit meronta, merasakan bilah besi itu mendorong keluar potongan kayunya.
"Jangan bergerak, bodoh! Diam sebentar, sedikit lagi!" bentak Motochika, sebisa mungkin tidak pecah konsentrasi.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya potongan kayu itu keluar dari perut Masamune. Motochika mengambil jaket ungunya. Dia merobeknya menjadi selembar kain yang kemudian dia pakai untuk menutup luka. Diikatnya sekencang mungkin agar darahnya bisa cepat berhenti. Dia menghela nafas sambil menyeka keringatnya, kemudian berkata, "Sudah selesai, Dokuganryu. Buka tanganmu."
Masamune masih mengepal kedua tangannya karena menahan sakit dan perasaan takut. Ketika Motochika menggenggamnya pergelangannya, perlahan dia bisa melepas kepalannya. Nafasnya yang tersengal pun sudah terdengar lebih tenang. "Tidurlah, cobalah untuk tenang," katanya kemudian sambil menutup mata Masamune dengan telapak tangannya.
~end of flashback~
"Oh, sial! Bagaimana mungkin aku bisa tertidur?!" sontak Motochika terbangun dari tidurnya. Dia kembali bermimpi buruk mengenai kejadian mengerikan yang menyebabkan dia dan Masamune kini terdampar di lautan. Dia sudah bertekad akan menjaga Masamune sampai anak buahnya menemukan mereka di sini. Namun tanpa sadar, dia sendiri juga hampir kehabisan tenaga untuk tetap terjaga.
"Maaf membangunkanmu, Saikai no Oni," perlahan suara Masamune terdengar lirih di telinganya.
Motochika mendapati mata kelabu milik laki-laki yang tengah berbaring di dekatnya itu sedang menatapnya lesu. Dia berkata, "Tidurlah lagi…"
"Aku baik-baik saja," jawab Motochika sambil menegapkan posisi duduknya. Dia menatap balik mata kelabu yang tengah menatapnya itu dan berkata, "Masih sakit?"
Masamune hanya mengangguk sebelum kemudian berkata, "Aku sampai tidak tahu bagaimana menahan sakitnya lagi."
"Kau bisa menahannya dengan baik, Dokuganryu."
"Jika kau tidak melakukan sesuatu, aku mungkin sudah mati."
"Aku belum bisa membawamu kembali ke daratan, bodoh. Nanti saja kalau kau mau berterima kasih padaku."
"Paling tidak aku bisa melewati masa sulit ini bersamamu, Saikai no Oni…"
Motochika duduk bersandar di pinggiran perahu. Dia menengadah dan menatap bulan di kegelapan malam. Cahaya terangnya sedikit bisa menghiburnya. Dia merasa kecewa terhadap dirinya sendiri. Sebelum dia melompat untuk menyelamatkan Masamune, dia menancapkan jangkar besarnya di lantai dek. Dia berharap dengan tetap berpegangan pada rantai jangkarnya, dia bisa tetap menyelamatkan Masamune dan bisa kembali ke Fugaku dengan cepat. Namun kekuatan arus air laut itu begitu kuat dan genggaman tangannya pada rantai jangkarnya pun harus terlepas.
Biarlah Masamune menertawakannya. Dia, Chosokabe Motochika, Tuan Bajak Laut dari Barat, yang sangat disegani oleh pelaut mana pun di seluruh penjuru negeri, kini menjadi orang yang tidak berguna sama sekali di situasi seperti ini.
"Indah sekali bulannya…" tiba-tiba suara Masamune membuyarkan lamunannya. "Sudah 2 malam, iya kan?"
Motochika sempat terdiam sebelum kemudian menjawab, "Ya, sudah 2 malam kita berada di sini."
"Ini pertama kalinya aku melihat bulan di tengah laut. Aku selalu memandang bulan purnama dari bukit, bersama Kojuuro, di ladang perkebunannya."
Tidak peduli dengan keadaannya yang semakin melemah, Masamune melanjutkan, "Aku suka berada di bawah sinar bulan seperti ini, Saikai no Oni. Selepas berperang, aku akan kesulitan untuk tidur meski aku sudah merasa sangat lelah. Aku akan terjaga sepanjang malam, duduk di teras kamar, minum sake, dan memandang bulan."
Nafas Masamune sedikit tersengal. Berbicara saja sudah menyita banyak tenaganya. Namun dia tidak berhenti sampai di situ, "Sekarang, aku berada di tengah lautan, berusaha tetap terjaga demi bisa memandang bulan di atas sana. Indah, bukan? Kau setuju denganku, Saikai no Oni? Aku berharap bisa terus memandang bulan seperti ini seumur hidupku…"
Mendengar nafas Masamune yang semakin menderu, Motochika kemudian menutup mulut laki-laki itu dengan satu telapak tangannya. "Jangan berbicara lagi," katanya. "Kau akan kelelahan kalau terus berbicara seperti itu."
Masamune tertawa, "Biarkan aku bicara, bodoh. Aku bisa merasa bosan jika aku tidak berbicara. Aku ingin tetap terjaga…"
"Kau perlu tenaga untuk melawan rasa sakit itu, Dokuganryu. Sudah cukup, istirahatlah. Aku akan menjagamu di sini," kata Motochika. Dia membiarkan Masamune menggenggam tangannya.
"Kau memotong pembicaraanku. Aku lupa bagaimana harus melanjutkannya," keluh Masamune, sedikit diselingi tawanya.
"Tidurlah. Aku bangunkan kau besok pagi, dan kau boleh bercerita lagi."
Ada jeda keheningan di antara mereka. Motochika terus memandang ke atas. Tangannya masih digenggam oleh Masamune. Namun lama kelamaan, genggaman tangannya itu mulai mengendur. Masamune sudah kembali tidur.
-to be continue-
A/N : minna-san, apa kabar? Udah lama ya saya gak berkunjung ke fandom basara. Udah ada yang nonton Basara Judge End? Well, terlepas dari kualitas gambar dan animasinya yang menurut saya sedikit menurun, saya tetep suka sama jalan ceritanya ^^
Kayaknya saya berkhianat kali ini, hahahaha~ Terus terang saya shipper Kojuuro/Masamune, tapi entah kenapa Motochika/Masamune juga menarik perhatian saya. Semacam love-hate pairing gitu hahahaha~
Well, chapter 2 coming up next!
