Siang yang seharusnya panas itu kini berubah dingin. Tak ada matahari yang bersinar, karena sang mentari kini tersembunyi di balik awan gelap yang tengah menggantung di langit. Dan tak terdengar gelak tawa, karena yang ada hanya suara jeritan angin laut yang memekakkan telinga.
Di sebuah tebing di salah satu sudut negeri matahari, terlihat ombak menghantam dinding putihnya yang berdiri tegas seakan-akan berkata, "aku tak akan goyah walau kau mencoba menghancurkanku ribuan kali" pada ombak lautan yang menerpanya dengan ganas. Angin laut yang selain memekakkan telinga, terlihat tengah mencoba menggulingkan pepohonan yang menghiasi puncak tebing itu. Menyebabkan dahan beserta dedaunannya bergemerisik ribut.
Tak ada yang terlihat aneh dari tebing itu, hanya sebuah tebing biasa yang ditumbuhi pepohonan rindang dengan hamparan rumput yang menyelimuti setiap inci tanah yang ada. Gerombolan pepohonan berada tepat sepuluh meter dari bibir tebing, sehingga membuat daerah terbuka di ujung tebing curam itu. Dan di ujung tebing itu, terdapat sebuah batu hitam legam besar yang terlihat janggal di sana. Namun selain batu itu, seperti dituliskan di atas, tak ada hal aneh di tebing itu.
... Kecuali kehadiran seorang gadis ber-dress putih sederhana yang tiba-tiba muncul dari balik batang sebuah pohon.
Bukan hantu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kaki telanjangnya yang menyentuh rerumputan di tebing itu. Namun entah hal apa yang membuat gadis dengan rambut hitam dengan secercah warna ungu itu kini berada di tempat itu di saat alam seakan-akan akan mengamuk.
Kaki jenjang yang tak berbalut sehelai kain itu melangkah menuju bibir tebing. Tangan kanannya yang juga tak berbalut kain seperti kakinya terlihat tengah memeluk sebuket bunga lili putih yang mekar dengan sempurna dan sebuah botol kaca transparan berisi sesuatu yang berwarna ungu di tangan lainnya. Entah apa yang akan ia lakukan di sana dengan kedua benda itu.
Kaki jenjang itu berhenti tepat di bibir tebing, berdiri dengan tegak di sana dan tak memperdulikan angin laut yang menerbangkan rambut serta pakaiannya yang mulai terlihat berantakan. Bola matanya yang mirip dengan bulan purnama menatap lurus ke arah garis pertemuan antara laut dan langit di kejauhan. Detik berikutnya mata itu telah basah oleh air mata yang siap untuk tumpah. Mungkin karena akibat dari angin yang terlalu ganas itu. Mungkin.
Tak lama kemudian tangan kanan gadis itu terulur, seakan-akan tengah mengulurkan buket bunga lili tadi pada angin laut yang tengah marah. Dengan goncangan pelan, buket bunga itu terjun bebas menuju ombak ganas yang menerjang sisi bawah tebing itu. Detik selanjutnya, buket tersebut hilang di telan ombak berbui.
Kini kedua telapak tangan itu menggenggam satu-satunya benda yang tersisa. Kepala bersurai rambut panjang itu menunduk menatap botol tersebut. Jari telunjuknya mengelus bagian kepala botol yang tersubat oleh semacam gabus berwarna cokelat, memastikan bahwa botol itu telah tertutup rapat.
Setelah yakin tutup botol itu telah bekerja sebagaimana mestinya, tangan itu membawa botol tersebut semakin dekat dengan wajah sang gadis. Gadis itu memejamkan matanya yang seketika membuat sebulir air mata menuruni pipi kanannya. Sedetik kemudian sebuah ciuman ringan mendarat di permukaan kaca yang polos tersebut. Dan tiga detik kemudian, botol tersebut telah menghilang di antara ombak yang menggelora.
.
.
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Romance, maybe?
Warning : OOC, AU, typo(s), abal, nista, dan sejenisnya.
.
.
.
Secarik kertas yang mempertemukan kita. Sepotong cerita yang mengikat kita. Secangkir cinta di antara kita. Dan seuntai kata untuk kita berdua.
.
.
.
Seuntai Kata
.
.
.
.
Siang itu, terlihat sekelompok pemuda-pemudi di sebuah pantai pribadi di suatu sudut bumi ini. Beberapa diantara mereka terlihat tengah berenang, berendam atau hanya bermain air di pinggiran laut yang tenang, dan beberapa yang lain tengah mengobrol di bawah sebuah payung besar dekat pohon-pohon kelapa dengan beberapa potong semangka di dekat mereka. Gelak tawa serta teriakan-teriakan penuh rasa suka cita sesekali terdengar dari arah mereka.
Pantai pribadi yang berada di antara dua tebing membuat tempat tersebut terlihat sepi. Selain sekelompok remaja itu memang tak terlihat ada manusia lain di sekitar daerah itu. Bahkan makhluk hidup lain yang terlihat hanya seekor burung camar yang terbang tinggi di atas salah satu tebing.
"Uh, panas sekali!" keluh seorang gadis dengan rambut pirang panjang sembari menggeser pantatnya lebih dekat dengan batang sebuah pohon kelapa yang tak berbuah, membuat seluruh tubuhnya ternggelam di bayang-bayang pohon tersebut.
"Pig! Tentu saja panas, ini kan pertengahan musim panas!" ujar seorang gadis bersurai pink dengan tawa renyah di akhir ucapannya.
"Coba jika aku itu sebuah es krim, pasti sudah meleleh sedari tadi!" ucap gadis pirang tadi tak memperdulikan ucapan temannya.
"Dan jika kau es krim, maka sudah sedari tadi kau kumakan!" sahut gadis tadi mencoba membuat gadis pirang tadi kesal.
"Aku tak sudi dimakan olehmu, Dahi-Lebar!"
"Memang kau kira aku sudi memakanmu, gendut?"
"Dasar dada rata!"
"A-apa?! Gundukan lemak!"
"Ceng..."
"Berisik! Tidak bisakah kalian diam?" gerutu seorang lelaki berambut nanas yang tengah tiduran dengan bersandar di batang sebuah pohon kelapa yak tak jauh dari dua gadis tadi. Gadis berdahi lebar dan gadis pirang bungkam seribu bahasa ketika mendapati tatapan kesal dari lelaki tadi yang kembali tidur, melanjutkan mimpinya yang sempat terhenti tadi. Kini dua gadis itu saling melontarkan tatapan sengit pada satu sama lain, mencoba menyalahkan satu sama lain. Seorang lelaki berkulit pucat yang sebenarnya juga berada di sekitar situ hanya menatap mereka berdua sambil memakan sepotong besar semangka, terlihat enggan untuk menghentikan perkelahian kecil itu.
Tak lama kemudian datang seorang lelaki yang sekilas terlihat mirip dengan lelaki yang sedang makan semangka tadi. Namun jika lelaki berkulit pucat tadi berambut hitam pekat, lelaki yang menghampiri dua gadis itu berambut hitam kebiruan dengan gaya rambut yang cukup menggelikan, pantat ayam.
"Sasuke!" Sapa si pinky dengan senyum cerah, yang hanya dibalas dengan gumaman tidak jelas dari lelaki pantat ayam itu. Gadis pirang hanya tersenyum kecil ke arah lelaki yang merupakan pacar dari sahabatnya.
"Kita kehabisan bahan makanan." Ujar lelaki yang dipanggil Sasuke itu secara tiba-tiba, membuat dua gadis yang berada di dekatnya mengerutkan kening bingung.
"Kau bicara apa, Sasuke?" tanya si pinky memastikan.
Gadis pirang menjentikan jarinya, menyadari perkataan aneh Sasuke. "Begitu saja kau tak paham? Sasuke bilang, bahan makanan kita habis. Tak heran sih, kita kemarin memasak banyak makanan sih."
Si Dahi-Lebar mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. "Oh, kalau begitu kita ke desa saja untuk membeli bahan makanan lagi," usulnya.
"Ide bagus. Bagaimana jika kita mengajak yang lain? Mungkin saja mereka ingin ikut." Ujar gadis pirang sembari beranjak dari tempatnya menuju ke arah sekelompok manusia yang berada di pinggir laut. Tanpa babibu gadis berdahi lebar berjalan mengikuti temannya dengan Sasuke di sampingnya. Lelaki berkulit pucat tadi berjalan mengekor di belakang mereka bertiga.
Selanjutnya terlihat si Pinky menjelaskan sesuatu pada teman-temannya yang tengah bermain air. Anggukan dan teriakan menyetujui sesuatu terdengar ketika si Pinky menyelesaikan penjelasannya. Detik berikutnya sekelompok anak manusia itu berjalan meninggalkan tempat tersebut menuju sebuah bangunan yang tak begitu besar yak tak jauh dari tempat itu.
Seorang lelaki berkulit kecokelatan menghentikan langkah kakinya ketika sebuah kilatan cahaya mengusiknya. Kepalanya menoleh ke sana ke mari mencoba mencari si sumber cahaya.
Gadis pirang yang menyadari tingkah laku si lelaki berkulit cokelat yang terlihat aneh pun berjalan menghampiri lelaki itu, sedangkan teman-teman mereka yang tak menyadari hal itu berjalan menjauh meninggalkan kedua remaja itu di pantai sendirian.
"Apa yang kau lakukan, Naruto?" tanya gadis pirang dengan kening berkerut.
Lelaki bernama Naruto itu menoleh, seketika ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hanya mencari sesuatu, Ino."
Gadis pirang—Ino, menganggukkan kepalanya. "Apa?" tanyanya.
"Aku tak tahu," jawab Naruto sembari mengangkat bahunya. Matanya kembali menyusuri sekelilingnya, kakinya kembali berjalan menuju tepi pantai. "Yang jelas, sesuatu yang bersinar. Atau mungkin yang memantulkan sinar."
Ino yang mengikuti langkah Naruto melihat sebuah benda yang membuatnya silau. Disipitkan matanya mencoba melihat benda apa yang mengganggu pengelihatannya itu.
"Maksudmu, itu?" tanya Ino sambil menunjuk sebuah benda yang tengah berenang di pinggir laut, tak jauh dari tempat mereka berada.
Naruto melihat benda itu sekilas dan berjalan menghampiri benda itu. Diambilnya sesuatu itu yang ternyata adalah sebuah botol transparan yang terbuat dari kaca. Naruto kembali menuju Ino sembari memperlihatkan barang temuan itu pada si pirang.
"Botol?" tanyanya sembari berjalan di samping Naruto, menuju teman-teman mereka yang sudah berada di gedung yang merupakan tujuan mereka.
"Yap, seperti yang kau lihat." Ujar Naruto sambil mengamati bagian dalam botol yang berisikan sesuatu berwarna ungu yang mengisi botol itu hingga penuh. "Menurutmu yang di dalam ini apa?" tanyanya pada Ino sembari diulurkannya botol itu pada si pirang.
Si pirang mengambil botol itu dan mengamatinya sebentar. "Kupikir itu kelopak bunga. Ah, ternyata ada lain selain bunga di dalam botol ini. Kau lihat sesuatu berwarna biru itu?"
Naruto mengambil kembali botol itu dan mengamatinya dengan lebih teliti. "Kupikir itu sebuah kertas."
"Kertas? Seperti di film-film saja!" ujar Ino. "Coba buka!" perintahnya.
Naruto yang penasaran mencabut tutup botol yang seperti semacam gabus. Dibaliknya botol itu hingga segulung kertas berwarna biru meluncur jatuh dari dalam botol. Dengan cekatan ditangkapnya kertas itu. Dibukannya gulungan itu dan kemudian matanya menari-nari menyusuri setiap resapan tinta yang ada.
"Apa isinya? Sebuah pesan?"
Lelaki dengan kumis kucing itu menggeleng. Digulungnya kertas tadi dan dimasukkan kembali ke botol. Tutup yang seperti gabus tadi kembali menyegel botol itu.
"Lalu apa?" tanya Ino tak sabar.
Naruto tersenyum kecil sembari menatap pantulan wajahnya di permukaan botol kaca itu. "Hanya ... sepotong cerita."
.
.
.
To Be Continue
