[REMAKE dari novel karya Sherls Astrella]

Summary: Pangeran Mark dari Kerajaan Helsnivia mengakui Jaemin Yvonne Lloyd, putri Duke of Cookelt dari Kerajaan Trottanilla, adalah seorang gadis jelita yang mempesona, gadis tercantik yang pernah ia temui. Namun, ia juga adalah satu-satunya gadis yang tidak akan pernah ia sentuh. Ia adalah putri haram Duke of Cookelt, putri dari seorang wanita hina, dan juga putri tercinta Duke. Setiap hari Duke membuatnya berkencan dengan putri tercintanya. Dan, pada puncaknya, melamarnya untuk sang putri haram! Sang petualang cinta itu bersumpah ia tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya apalagi menjadikannya istri.

Jaemin Yvonne Lloyd tahu Pangeran Mark tidak tertarik padanya. Pangeran baik padanya hanya karena permintaan Duke, ayah angkat yang telah merawatnya semenjak enam tahun terakhir. Ia, sejujurnya, juga tidak tertarik pada sang Pangeran. Jaemin mengidamkan seorang pria yang setia seperti ayah kandungnya dan Pangeran bukan seorang pria setia.

Duke of Cookelt pernah bersumpah di depan makam sahabatnya, Taeyong Lloyd, ia akan memulangkan Jaemin ke Helsnivia. Demi sumpahnya, apapun akan ia lakukan termasuk melamar sang Putra Mahkota Helsnivia. Hanya inilah satu-satunya keinginannya sebelum meninggal.

.

.o0o.

.

"Ya, Johnny, aku mengerti."

Jaemin meremas lembut tangan keriput Duke tua yang berbaring lemah itu. Matanya menatap sendu Duke yang mulai uzur oleh usia sementara itu otaknya terus berputar dengan sedih. Jaemin tidak tahu apa yang harus dikatakannya pada Duke of Cookelt. Ia tidak ingin menyakitinya.

Semua ini berawal dari kejadian beberapa minggu lalu sebelum Duke jatuh sakit. Tepatnya ketika sang Putra Mahkota Kerjaan Helsnivia berlibur ke Trottanilla.

Helsnivia memang hanya sebuah kerajaan kecil yang dikelilingi pegunungan dan diapit Negara-negara besar seperti Perancis dan Jerman. Namun kekayaan alam kerajaan itu serta kedudukan sang Putra Mahkota yang menjanjikan, lebih dari cukup untuk membuat para bangsawan berebut menjodohkan putri mereka dengan sang Putra Mahkota yang tampan dan gagah perkasa itu, termasuk keluarga Riddick.

Jauh sebelum sang Putra mahkota tiba, para ibu sibuk mendandani putri mereka dan para ayah mulai mengatur pertemuan dengan sang putra tunggal keluarga Severinghaus itu.

Duke Cookelt pun tidak ketinggalan.

Sejak mendengar rencana berlibur Pangeran Mark, tiada hari dilalui Duke tanpa memikirkan cara untuk menjodohkan Jaemin dengan Pangeran Mark serta mencegah istrinya menjodohkan putri kandung mereka dengan sang Pangeran.

Ya, ia bukan anak kandung keluarga Riddick. Ia tidak sedarah dengan mereka. Ia hanyalah anak angkat keluarga ini. Namun Duke mencintainya jauh melebihi cintanya pada putra putrinya sendiri. Sikapnya inilah yang membuat Duchess of Cookelt beserta putra-putrinya tidak menyukai Jaemin.

Mungkin ini adalah salahnya dan Duke pula. Duchess Nayeon membuat semua orang percaya ia adalah anak haram Duke. Dan Duke serta Jaemin tidak pernah mempedulikannya. Mereka bahkan tidak pernah berusaha membantah tuduhan itu.

Bagi Jaemin sendiri, sikap Duke bisa dimengerti. Ia juga dapat memahami kebencian keluarga Riddick padanya. Ayahnya adalah sahabat dekat Duke. Keduanya berasal dari derajat yang berbeda. Namun persahabatan mereka melampaui jurang di antara mereka.

Duke terus menyalahkan dirinya ketika ia terlambat menyelamatkan sahabat sehidup sematinya itu. Untuk menebusnya, ia mengambil anak putri tunggal sahabatnya dan mencurahkan semua cintanya padanya. Ia memberi segala yang terbaru untuknya, memanjakannya, mengagungkannya. Walau demikian, Jaemin tetap tidak mengerti mengapa Duke bersikeras menjodohkannya dengan sang Pangeran yang tidak dikenal apalagi dicintainya itu.

"Hanya ini satu-satunya jalan bagimu untuk memasuki Helsnivia," jelas Duke waktu itu.

Lalu mengapa? Mengapa harus dia? Mengapa harus Helsnivia?

Jaemin tahu ibu yang tidak pernah dilihatnya berasal dari Helsnivia. Namun ia tidak pernah merasa ia berasal dari sana. Semenjak kematian ibunya saat melahirkannya, Jaemin ikut ayahnya berpetualangan dari satu tempat ke tempat lain. Ayahnya yang seorang petualang itu tidak pernah menetap di satu tempat dalam waktu lama. Jaemin pun merasa ia adalah seorang petualang yang tidak bertempat tinggal.

Itu adalah dulu. Semenjak Duke mengambilnya sebagai anak angkat, Jaemin perlahan-lahan terbiasa unuk menetap. Enam tahun sudah ia tinggal di Trottanilla. Ia pun sudah merasa ia adalah bagian dari tempat ini.

Mengapa sekarang Duke bersikeras menyuruhnya pergi ke Helsnivia? Jaemin tidak pernah merasa Helsnivia adalah tanah airnya. Mengapa pula ia hanya bisa memasuki Helsnivia melalui pernikahan dengan sang Putra Mahkota kerajaan itu?

Karena Helsnivia adalah satu-satunya negara di daratan ini yang belum pernah dikunjunginya?

Itu mustahil. Di usia sebelas tahun, Jaemin sudah mengunjungi hampir setiap negara di daratan ini. Ia juga tidak pernah berambisi mengunjungi setiap negara di dunia ini.

Karena Duke ingin memastikan ia mempunyai masa depan yang mantap? Kalau memang itu alasannya, mengapa harus sang Putra Mahkota? Ia tidak pantas untuknya. Ia juga tidak menginginkan seorang bangsawan. Ia sadar ia tidak memiliki setetes darah biru pun dalam tubuhnya. Namun karena Duke Johnny adalah orang yang berjasa besar padanya, ia harus menurutinya, bukan?

Atas dasar itulah ia menuruti keinginan Duke untuk diperkenalkan pada sang Putra Mahkota setelah antrian panjang dalam pesta yang diselenggarakan Earl of Striktar.

Pertemuan itu berlangsung lancar bahkan sang Pangeran sempat mengajaknya keluar dalam beberapa kesempatan. Ketika Duke of Cookelt melihatnya sebagai hal bagus, Jaemin melihatnya sebagai hal biasa.

Pangeran Mark adalah pemuda seperti itu, bukan? Tertarik pada satu wanita dan beberapa saat kemudian menghempaskannya untuk wanita yang lebih baik.

Jaemin sudah banyak mendengar cerita senada. Di dunia ini hanya satu pria setia yang diketahui dan diakuinya yaitu ayahnya.

Jaemin tahu ayahnya sangat mencintai ibunya. Karena cintanya yang besar itulah, ia selalu menangis tiap kali Jaemin mengungkit tentang ibunya. Jaemin sudah terbiasa dengan ketidaktahuannya akan ibu kandungnya, latar belakangnya, serta tanah air ibunya. Sejujurnya, Jaemin tidak peduli akan hal itu. Ketika ayahnya masih hidup, Jaemin merasa ayahnya lebih dari cukup. Ayahnya memberinya cinta dan kenangan yang tak terlupakan. Setelah ayahnya tiada pun Jaemin tidak pernah merasa kesepuan. Duke Johnny telah memberinya cinta yang tidak akan pernah didapatkannya dari orang lain.

Sekarang ketika sang Duke terbaring sakit, ia ingin melakukan sesuatu untuk menyenangkannya. Jaemin tahu ini mungkin permintaan terakhirnya karenanya ia ingin mengabulkannya. Sayangnya, ini tidaklah semudah ucapan.

Sang Putra Mahkota memang tertarik padanya tapi ia tidak akan pernah bersedia untuk menikah dengannya apalagi bertunangan.

Apakah yang harus dilakukan Jaemin untuk menangkap hati sang Pangeran? Bagaimana ia harus mejelaskan hal ini pada Duke Johnny?

Jaemin tidak tahu. Ia benar-benar pusing. Menyenangkan Duke adalah segala yang ia ingin lakukan saat ini. Dan menaklukan Mark adalah hal yang paling tidak menarik perhatiannya.

"Aku telah berjanji pada Taeyong suatu hari nanti aku akan memulangkanmu ke Helsnivia."

"Aku mengerti, Johnny," Jaemin tidak ingin membantah.

"Sebelum aku mati, aku ingin melihatmu..."

"Johnny," Jaemin memotong, "Aku mengerti. Aku tidak akan mengecewakanmu. Kau juga tidak boleh mengecewakanku. Sekarang aku ingin kau tidur." Jaemin membenahi selimut Duke. "Aku akan meninggalkanmu. Aku yakin tak lama lagi Seokjin akan tiba." Jaemin membungkuk untuk mencium kening Duke. "Jadilah anak baik." Jaemin tersenyum penuh kasih padanya.

"Senyum itulah yang memberi kehangatan padaku," Duke tersenyum dan memejamkan mata.

Jaemin pun dengan tenang mengambil nampan berisi sarapan Duke dan keluar.

Jaemin bersandar di pintu. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Pikirannya kacau balau.

"Ternyata hanya Tuan Puteri yang bisa membujuk Duke."

"Hanya kesabaran yang dibutuhkan untuk menghadapinya," Jaemin menyerahkan kembali nampan itu pada pelayan.

"Yang Mulia Duchess mencari Anda," katanya kemudian.

"Jisung membuat ulah apa lagi?" tanya Jaemin. Hanya satu alasan Duchess Nayeon memanggilnya yaitu mengurus Jisung, putra terkecil mereka. Jaemin tidak tahu Duchess selalu mencarinya dalam urusan ini karena ia lebih dapat dipercayai daripada Yeri, putrinya atau karena kewajibannya sebagai anak angkat keluarga Riddick. Jaemin pun tidak terlalu mempedulikannya.

"Sekarang Duchess ada di mana?" tanya Jaemin.

"Beliau menanti Anda di kamarnya."

"Aku akan menemuinya," kata Jaemin, "Bila Seokjin datang, minta ia untuk menungguku. Aku ingin bicara dengannya."

"Baik, Tuan Puteri."

Jaemin pun melangkah ke kamar Duchess yang terpisah beberapa kamar dari kamar Duke.

"Siapa?" tanya Duchess lantang – menjawab ketukan pintu Jaemin.

"Jaemin," jawab Jaemin.

"Masuk!"

Barulah Jaemin membuka pintu.

"Aku akan pergi," Duchess Nayeon memoleskan bedak di wajah cantiknya yang belum pudar oleh usia.

"Pergi lagi?"

Duchess langsung melotot. "Kau tidak punya hak untuk mengaturku, anak haram!"

Jaemin langsung menutup mulut rapat-rapat.

Inilah uniknya sang Duchess. Ia tidak percaya Jaemin bukan putri kandung Duke dengan wanita rendahan. Duchess membenci Jaemin dan terus menyalahkan Duke atas dosanya ini. Namun setiap orang tahu Duchess juga membuat dosa yang sama. Dengan melihat Yeri dan Jisung, tiap orang sudah dapat mengatakan mana anak kandung Duke. Hanya saja tidak ada yang pernah membicarakan hal itu.

Duchess menyebut dirinya wanita terhormat yang setia. Namun di manakah ia ketika Duke terbaring sakit?

"Satu jam lagi bangunkan Yeri. Ingatkan ia untuk pergi merapikan rambutnya. Sore ini ia mempunyai janji dengan Pangeran Mark," tangan Duchess terus sibuk dengan dandanannya, "Pastikan Jisung tidak kabur dari pelajarannya."

Ya, inilah Duchess.

"Kalau ada yang mencariku, katakan aku mengurus urusan penting."

"Saya mengerti, Duchess."

"Kau bisa pergi sekarang. Aku tidak membutuhkanmu."

Jaemin meninggalkan Duchess yang sibuk memberi sentuhan terakhir pada dandanannya sebelum ia pergi untuk urusan pentingnya.

"Dia pergi lagi?" Duke menyambut kedatangannya.

"Kau masih belum tidur?" Jaemin balik bertanya dengan heran.

"Dia akan pergi menemui pria itu lagi, bukan?"

"Aku tidak tahu," Jaemin duduk di sisi Duke, "Dengar, Johnny," ia meraih tangan Duke, "Sekarang bukan waktunya kau memikirkan hal ini."

"Kalau sudah tahu akhirnya akan begini, dulu aku tidak akan melepaskan ibumu."

"Percuma, Johnny," sahut Jaemin, "Kau tahu pada akhirnya kau tetap akan kalah dari Papa."

Duke tertawa namun beberapa saat kemudian tawanya berubah menjadi batuk.

Jaemin cepat-cepat mengambil kain dalam ember di sisinya. "Kau batuk darah lagi," katanya cemas.

"Aku sadar tidak lama lagi aku," ia memegang tangan Jaemin.

"Cukup, Johnny," Jaemin tidak suka mendengarnya.

"Sebelum aku mati, aku ingin melihatmu pulang ke Helsnivia."

Jaemin termenung. Lagi-lagi Johnny mengungkit keinginannya menjodohkannya dengan sang Putra Mahkota Kerajaan Helsnivia.

"Kau tahu, Johnny," kata Jaemin lembut, "Kalau hanya pergi ke Helsnivia, aku bisa melakukannya kapan saja."

"Kau tidak mengerti, Jaemin. Hanya Pangeran Mark yang bisa membawamu pulang."

Jaemin menutup bibirnya rapat-rapat. Ia tidak ingin berdebat dengan Johnny.

"Aku ingin bisa berkata pada Taeyong di alam sana, 'Aku telah memulangkan putrimu.'," lalu ia melanjutkan dengan lebih serius, "Dengar Jaemin, setelah aku mati, aku ingin kau mengurus harta warisanku. Aku tidak akan memberikan sepersenpun pada Nayeon. Aku ingin Jisung mengantikanku."

Jaemin tidak menyukai arah pembicaraan ini. Jaemin tidak mau kehilangan orang yang dicintainya. Otak Jaemin berputar untuk menemukan topik yang bisa menghentikan Johnny memberikan wasiatnya. Namun Jaemin merasa otaknya tersendat semenjak Duke jatuh sakit dan Pangeran Mark tidak tertarik lagi padanya sejak Duke mengutarakan keinginannya.

Suara kuda yang sayup-sayup mendekat melegakan Jaemin.

"Aku akan menyambut Seokjin," Jaemin langsung melompat.

Jaemin bersandar di pintu kamar Duke dan membiarkan tubuhnya jatuh lemas di lantai.

"Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?"

Jaemin tidak tahu haruskah ia putus asa atau belajar menjadi wanita cerdik. Pikiran ini hanya membuatnya kian frustasi dan sedih.

"Anda tidak apa-apa?"

Jaemin terkejut. Ia melihat pelayan itu membungkuk ke arahnya dengan cemas.

"Tidak, aku tidak apa-apa," Jaemin menyeka air matanya dan berdiri.

"Menjaga orang sakit memang bukan pekerjaan mudah sekalipun untuk Anda."

"Aku tidak mengeluh untuknya, Dokter Seokjin," kata Jaemin, "Aku senang melakukannya." Jaemin membuka pintu. "Johnny menantimu di dalam." Jaemin tidak ingin memperpanjang basa-basi dengan dokter tua ini.

"Apakah Yeri sudah bangun?" tanya Jaemin pada pelayan yang mengawal kedatangan dokter keluarga ini.

"Tolong pastikan ia bangun setengah jam lagi," pinta Jaemin, "Dan tolong katakan pada Jisung tak lama lagi Jiwon akan datang. Minta ia bersiap-siap di Study Room."

"Ya... ya...," kata pelayan itu sambil lalu.

Jaemin tahu ia harus berhati-hati dengan kata-katanya dalam memberi perintah pada pelayan di rumah ini karena statusnya. Namun, tetap saja ada yang tidak suka padanya. Ada pula yang mulai menunjukkan rasa tidak suka mereka semenjak Duke jatuh sakit. Pelayan itu adalah salah satunya.

Jaemin tidak peduli. Ia tidak terlalu memikirkan sikap mereka karena satu-satunya alasan ia menetap di rumah ini adalah Duke Johnny.

Jaemin masuk ke dalam kamar Duke.

Dokter Seokjin langung menoleh padanya.

"Beberapa saat lalu ia kembali batuk darah," Jaemin memberitahu.

"Ya, aku dapat melihatnya," Dokter menyimpan kembali teleskopnya. "Bisakah kita berbicara, Tuan Puteri?"

"Tentu." Jaemin membuka pintu dan membiarkan Dokter Seokjin keluar kemudian mengikutinya.

"Apakah rencana Anda setelah Duke meninggal?"

Jaemin tidak menyukai pertanyaan ini tapi ia tetap menjawab dengan sopan. "Saat ini saya tidak mau memikirkannya."

"Duke sudah tidak lama lagi," Dokter Seokjin mengingatkan, "Sudah tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Penyakitnya sudah mulai menggerogoti paru-parunya. Itulah sebabnya ia batuk darah. Anda tahu Anda tidak bisa tinggal di sini setelah kepergian Duke. Duchess Nayeon tidak menyukai Anda. Anda hanyalah anak haram Duke," dan ia menambahkan dengan penuh arti, "Anda bisa tinggal di tempat saya kalau Anda berkenan."

Inilah salah satu hal baru yang tidak disukainya semenjak Duke jatuh sakit. Orang-orang seperti Seokjin mulai mengungkit-ungkit soal kedudukannya. Dan yang paling tidak disukainya dari perkataan Dokter Seokjin adalah vonisnya atas nasib Duke!

Dokter Seokjin bukanlah orang pertama yang mengatakannya dan bukan satu-satunya orang yang mengatakannya. Jaemin tahu ada maksud tersembunyi di balik undangan baik hati mereka, yaitu menjadi gundik mereka! Entah apa yang membuat mereka berpikir Jaemin mau menjadi gundik mereka. Tentu saja jawabannya adalah TIDAK! Namun Jaemin tetap berkata sopan,

"Terima kasih, Dokter. Saya akan mempertimbangkannya."

"Anda harus mempertimbangkannya baik-baik," tekan Dokter Seokjin, "Hanya keajaiban yang bisa memperpanjang nyawa Duke hingga hari ini. Tapi kita harus ingat sewaktu-waktu ia bisa meninggalkan kita. Tentunya Anda tidak ingin mensia-siakan masa depan Anda, bukan?"

"Saya akan mempertimbangkannya baik-baik," Jaemin mengulang dengan menahan perasaan muaknya.

"Pastikan hal itu," Dokter Seokjin meraih tangan Jaemin.

"Tentu," Jaemin menarik tangannya, "Terima kasih atas perhatian Anda."

Semua pria sama saja. Mereka lebih tertarik pada membawanya pulang ke rumah mereka sebagai wanita simpanan daripada mengkhawatirkan Duke. Kalaupun ada yang memperhatikan Duke melebihi dirinya, itu adalah karena kekayaan dan kekuasaan keluarga Riddick semata.

Mark adalah salah satu dari mereka. Jaemin dapat memastikan Mark mengunjungi Duke hanya karena kesopanan semata. Andai ia benar-benar khawatir akan Duke, tentunya ia sering mengunjungi Duke. Namun nyatanya ia hanya sekali melihat Duke walau selama beberapa hari terakhir ini ia tidak pernah absent dari Sternberg.

Jaemin tidak membuang waktu berbasa-basi dengan Dokter tua itu. Ia tidak merasa pentingnya menanyakan tindakan apa yang harus dilakukannya untuk Duke of Cookelt. Apa perlunya Jaemin bertanya pada sang dokter sudah menjatuhkan vonis mati itu? Maka Jaemin langsung berkata,

"Saya akan mengantar kepulangan Anda. Saya tidak ingin membuat pasien-pasien Anda yang lain menanti."

Usiran halus itupun tidak dapat ditolak Dokter Seokjin.

"Jangar repot-repot, Tuan Puteri. Duke lebih membutuhkan Anda dari saya."

"Maka, selamat jalan, Dokter Seokjin," kata Jaemin sopan, "Terima kasih atas segalanya."

"Besok saya akan datang lagi."

Jaemin tersenyum. Dalam hati ia berpikir apa perlunya memanggil Seokjin setiap hari. Tidak ada satu tindakan berarti pun yang diambil Seokjin sejak ia memvonis umur Duke Johnny. Setiap hari ia datang hanya untuk mengulang-ulang kalimat yang sama. Jaemin sama sekali tidak mengerti jalan pikiran orang kaya.

Duchess Nayeon memanggil Seokjin setiap hari dan ia bertindak seakan-akan ia sangat mencemaskan Duke. Bangsawan-bangsawan yang lain mengirim bunga untuk Duke tapi mereka tidak pernah muncul. Yang terparah adalah putra kandung sang Duke!

Jaemin dapat memaklumi sikap Yeri karena ia memang bukan putri kandung Johnny. Tapi Jisung!?

Jaemin tidak tahu. Mungkin inilah yang disebut salah didikan. Salah siapakah itu? Jaemin juga tidak jelas.

Menilik dari umur pernikahan Duke dan Duchess of Cookelt dan usia Yeri, satu hal sudah jelas. Pernikahan mereka didahului oleh kehamilan Duchess Nayeon.

Yang tidak jelas bagi Jaemin adalah mengapa Duke Johnny mau bertanggung jawab atas dosa yang tidak dilakukannya. Karena Duchess Nayeon adalah wanita yang cantik? Jaemin rasa bukan karena itu. Jaemin sering mendapati Duke Johnny bermain api dengan wanita-wanita lain.

Jelas sudah pernikahan mereka bukan juga karena cinta.

Kedudukan, kekuasaan, atau kekayaan adalah satu-satunya sebab yang terpikirkan oleh Jaemin. Tiga hal inilah yang sering didengarnya dari pernikahan orang lain. Rasanya cinta sejati sudah menjadi alasan yang langka.

Jaemin sering berharap ia dapat menemukan pria seperti ayahnya. Namun dengan wasiat Duke ini, rasanya itu tidak mungkin. Tapi... mungkin juga ia salah. Mark tidak mengatakan persetujuannya dan tidak menolak keinginan Duke, namun sikapnya sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan jawabannya.

Jaemin benar-benar tidak tahu ia harus bersenang untuk dirinya sendiri atau pusing memenuhi keinginan terakhir ayah angkatnya selama enam tahun terakhir ini.

"Apa yang sedang Anda lamunkan, Tuan Puteri?"

Jaemin kaget.

Jiwon tersenyum pada Jaemin.

"Rupanya Anda," ujar Jaemin pada pria yang usianya dua kali usianya itu.

"Anda menunggu seseorang?" tanya Jiwon, "Apakah Anda menunggu saya untuk menyampaikan jawaban Anda?"

"Tidak," Jaemin langsung menjawab. Apa yang membuat Jiwon berpikir ia akan menerima ajakannya? Jiwon sudah berkeluarga dan yang terutama, Jaemin tidak mencintainya! "Jisung sudah berada di Study Room." Jaemin memberitahu kemudian menambahkan dengan tegas, "Sekarang saya harus menemui Yeri."

Tanpa basa-basi lagi Jaemin meninggalkan Jiwon seorang diri.

Jiwonlah sang pria beruntung itu. Ia bisa mengundang Jaemin sebelum yang lain karena ia adalah satu-satunya orang yang setiap hari keluar masuk Sternberg.

Jaemin tidak mau memikirkan para pria itu terlalu lama. Sekarang yang harus ia lakukan adalah membangunkan Yeri atau wanita itu akan murka besar paDanya seperti yang pernah terjadi hanya karena Jaemin disibukkan oleh kondisi Duke Johnny yang tiba-tiba memburuk.

"Yeri, kau sudah bangun?"

Karena ia tidak mendapat jawaban, Jaemin mengijinkan dirinya sendiri untuk masuk.

"Yeri," Jaemin berdiri di sisi wanita itu, "Kau harus menemui penata rambutmu siang ini."

Yeri membalik badannya memunggungi Jaemin dan menutupi telinganya dengan bantal.

"Aku tidak mau bertanggung jawab kalau Pangeran Mark tidak melihatmu menarik."

Yeri langsung membalik badannya – memeloti Jaemin. "Kenapa kau tidak membangunkan aku lebih awal!?" Yeri meloncat berdiri. "Berhenti memanggilku Yeri!"

"Maafkan saya, Lady Yeri," kata Jaemin sopan.

"Apalagi yang kautunggu!? Cepat panggil pelayan! Aku butuh air mandi! Aku butuh kereta! Aku tidak punya waktu!"

"Baik, Lady Yeri," kata Jaemin lagi dan ia mengundurkan diri.

"Sama akar, sama buah," gumam Jaemin ketika menutup kembali pintu kamar Johnny.