Peringatan!

Naruto hanya milik om Masashi Kishimoto, aku hanya meminjam karakternya saja.

Pairing NARUHINA :D

Berhubung Nana author baru, bisa jadi dalam fic ini akan banyak typo, ooc, alur jage dan mungkin juga ceritanya tidak nyambung serta banyak sekali pencampuran Bahasa Indonesia dan Jepang yang abal-abal?

Yang jelas aku sudah memperingatkan. Selamat membaca

"Namikaze Naruto, apa kau bersedia menerima Hyuuga Hinata sebagai istrimu di saat susah maupun senang, suka maupun duka, sakit maupun sehat, tua maupun muda. Serta mau mencintainya setiap saat dengan sepenuh hati?" ujar sang pendeta pada dua orang pengantin cilik didepannya.

"Aku bersedia!" jawab anak berambut kuning mantap dengan senyum mengembang di pipinya dan memandang wajah mempelainya yang tertunduk malu.

"Dan kau, Hyuuga Hinata, apa kau bersedia menerima Namikaze Naruto sebagai suamimu di saat susah maupun senang, suka maupun duka, sakit maupun sehat, tua maupun muda. Serta mau mencintainya setiap saat dengan sepenuh hati?" ujar sang pendeta lagi.

"A..Aku bersedia" jawab gadis kecil berambut pendek yang imut dengan malu-malu.

"Baiklah, aku nyatakan kalian sebagai suami dan istri yang sah" guman sang pendeta setelah itu menyampaikan doa-doa untuk kedua pasangan suami istri yang masih sangat muda itu.

"Hinata-chan, sekarang kan kita sudah menikah. Apa kau senang?" bisik Naruto ketika sang pendeta sedang mengucapkan doa.

"Ten…tentu saja, aku senang Na..Naruto-kun" balas Hinata tergagap, ia masih saja malu pada suaminya yang masih saja tersenyum lebar.

"Kalau begitu, ayo nanti kita punya anak yang banyak"

"Eh?" Hinata terkejut mendengar permintaan Naruto yang sebenarnya sama sekali tidak begitu di mengertinya.

"Iya, aku ingin punya anak yang banyak dengan Hinata-chan" bisik Naruto lagi kali ini sukses membuat Hinata memerah.

"Ba..baik Naruto-kun" balas Hinata yang membalas Naruto dengan senyum malu-malu.

"Ibu, hari ini Hinata-chan akan tinggal dirumah kita kan?" tanya Naruto pada ibunya ketika mereka ada di dalam mobil pulang dari upacara pernikahannya dengan Hinata.

"Heh? Kenapa kau bertanya begitu Naruto?" Kushina menolehkan wajahnya ke belakang, menatap anak dan menantunya yang sedang berpegangan tangan.

"Kami kan sudah menikah, seperti kaasan dan tousan Naru juga ingin tinggal serumah Hinata-chan" jelas Naruto sembari menatap ibunya serius dan itu terlihat sangat menggemaskan.

"Oh, jdi begitu. Kalau Hinata-chan mau dia bisa tinggal dirumah kita. Kalau Hinata-chan rindu dengan tou-sannya dia bisa pulang dan kalian bisa tinggal di sana juga. Terserah kalian"

"Jadi, bagaimana Hinata-chan? Kau mau kan tinggal dirumahku? Kata kaa-san tadi kita juga bisa tinggal dirumahmu jika kau mau" ujar Naruto senang pada istrinya yang cantik.

"Iya, aku akan ikuti kata Naruto-kun saja." balas Hinata. Kini ia tidak malu lagi pada Naruto. Mungkin karena ada banyak orang makanya tadi Hinata merasa malu.

"Nah, menantu kaasan yang cantik. Mulai hari ini kau tidur bersama Naruto ya?"

"Baik, obasan" jawab Hinata disertai anggukan kecil.

"Hei, Hinata-chan bukan hanya menantumu seorang. Dia menantuku juga" protes seseorang yang sedang fokus menyetir. Dialah Namikaze Minato.

"Maaf, kami melupakanmu. Hinata-chan juga menantumu kok"

"Iya, aku juga menantu Minato ojisan kok" kata Hinata membenarkan. Ia tidak ingin Minato marah padanya.

"Hinata-chan kan sudah menikah dengan Naruto, jadi sekarang jangan panggil kami dengan sebutan obasan dan ojisan lagi. Tapi panggil kami kaasan dan tousan" Minato menjelaskan perubahan panggilan ini.

"Uhm. Baik tousan" ucap Hinata sembari menganggukan keplanya dengan semangat.

"Hinata-chan memang yang paling cantik. Tapi, mana ciuman dari menantu tersayangku ini pada tousan barunya?" goda Minato membuat Kushina terkekeh.

"Tousan! Jangan ganggu Hinata-chan! Dia istriku! Kalau tou-san mau dicium minta saja pada kaa-san" teriak Naruto, ia merasa kesal pada Minato karena telah menggoda istrinya.

1

2

3

"Hahhhahahhah" tawa Kushina dan Minato meledak.

"Hahaha, kau jangan menanggapi ayahmu begitu serius Naruto. Tousanmu ini hanya bercanda." Ujar Kushina di tengah tawanya. Sementara Naruto memeluk istrinya erat-erat seolah Hinata akan diambil oleh ayahnya.

"Maaf, maafkan tousan Naruto, tousan kan hanya bercanada. Tousan tidak akan mungkin mengambil Hinata-chan darimu" guman Minato setelah puas tertawa.

Sampailah mereka di kediaman Namikaze yang besar namun tidak megah. Sebuah rumah sederhana yang cukup besar dengan halaman yang luas. Halaman inilah yang membuat rumah ini tampak besar. Disanalah ayah Hinata telah menunggu besan, menantu dan anaknya dengan santai.

"Maaf, kami sampainya lama. Ini karena Naruto merengek minta dibelikan ramen di tempat Teuchi" Minato minta maaf pada besannya yang tersenyum mendengar alasan keterlambatan mereka.

"Wah, ternyata Naruto masih manja ya?" ucap Hiashi menahan tawanya.

"Hiashi jiisan aku lapar jadi aku minta makan, Hinata-chan juga lapar jadi kami makan bersama" kata Naruto menjelaskan sambil melirik Minato dengan tatapan kesal.

"Hei, Naruto, kau jangan membawa Hinata-chan kau sendiri yang lapar dan memaksa Hinata-chan untuk menuruti perkataanmu. Padahal sudah kaasan bilang nanti kita akan makan disana. Semua orang jadi melihat kita tadi karena kau dan Hinata-chan masih memakai baju pengantin tahu!" protes Kushina menampilkan wajah garangnya. Masih jelas di otaknya ketika dengan semangat Naruto menarik tangan Hinata masuk ke restoran ramen kesukaan Naruto dan jangan lupakan puluhan mata yang memandang mereka sampai ada beberapa yang berbisik karena mereka masih memakai pakaian pernikahan.

Yang sebenarnya terjadi..

"Kaasan, aku mau makan ramen di tempat paman Teuchi!" rengek Naruto ketika melihat papan nama restoran ramen Teuchi dari jauh.

"Nanti saja Naruto. Ayah Hinata pasti sudah sampai di rumah kita." Ucap Kushina menolak permintaan Naruto.

"Tidak mau! Aku mau sekarang! Hinata-chan juga pasti mau, iya kan Hinata-chan?" Naruto mencari dukungan pada Hinata yang hanya ikut mengangguk-angguk.

"tuh, kan Hinata-chan juga mau" Naruto tersenyum penuh kemenangan melihat Hinata mengangguk.

"Tapi, bagaimana…"

"Pokoknya aku mau sekarang kaasan!" jerit Naruto memotong perkataan Kushina.

Dengan berat hati dan muka yang kusut akhirnya Kushina mengiyakan permintaan Naruto. Baru saja mobil di parkir Naruto langsung membuka pintu mobil dan menggandeng Hinata masuk ke dalam restoran ramen yang terkenal itu.

Kembali pada saat ini..

"Hehehe, kau ada-ada saja Naruto. Tapi, sekarang kau tidak boleh memanggilku dengan sebutan jiisan lagi. Karena sekarang aku adalah tousanmu juga" Hiashi menatap Naruto yang sekarang nyengir lebar.

"baik, mulai sekarang aku akan memanggil Hiashi jiisan dengan sebutan tousan. Kalau begitu aku akan ganti baju dulu, aku permisi tousan, kaasan" pamit Naruto.

"Naruto, kau tidak mengajak Hinata-chan?" tanya Minato mengingatkan.

"Oh, iya, ayo Hinata-chan" Naruto langsung menarik tangan Hinata yang sejak tadi hanya menjadi pendengar yang baik menuju kamarnya di lantai dua.

"Hehehe, ternyata anak kita sudah menikah" Hiashi membuka percakapan setelah Naruto dan Hinata berlalu.

"Iya, walaupun prosesnya agak sulit namun akhirnya kita bisa juga menyatukan mereka" balas Minato mentap besannya yang tersenyum lebar.

"Aku harap mereka akan segera memberikan kita cucu" lanjut Minato lagi dengan cengiran jahil.

"Iya benar, aku juga menginginkan cucu" Hiashi menjawab candaan Minato dengan kekehan kecil.

Pletakk!

Sebuah jitakan bersarang di masing-masing kepala mereka. Siapa lagi jika bukan Kushina yang membuat hal itu.

"Kalian ini! Anak-anak kita masih berumur lima tahun dan kalian menginginkan cucu? Jangan bercanda!" amuk Kushina pada suami dan besannya.

"Aduhhh, kami hanya bercanda kenapa kau memukul kami?" protes Minato memegangi kepalanya yang sekarang benjol. Sementara Hiashi hanya meringis tertahan karena tidak mau mendapat bagian dari Kushina lagi.

Pletakk!

Benar saja satu pukulan kembali bersarang di kepala kuning pemimpin perusahaan Namikaze Crop itu.

"Bercanda kalian kelewatan! Bagaimana mungkin anak umur lima tahun akan hamil?" kushina menatap tajam Hiashi.

"Dan bagaimana mungkin juga anak umur lima tahun dapat menghamili?!" lanjut Kushina lagi namun kali ini tatapan tajam itu untuk Minato.

"Go..Gomenasai" ucap Hiashi dan Minato bersama-sama sambil membungkukan badan mereka 90 derajat dengan benjolan bertingkat dua di kepala mereka.

"Dengan begini ibu Hinata juga akan tenang di alam sana." Kushina membuka pembicaraan mereka yang tadi sempat terhenti.

"Kau benar Kushina, istriku pasti senang mengetahui Hinata telah menikah" Hiashi mengenang istrinya yang meninggal setahun lalu.

"Permintaan terakhirnya sudah terkabul. Ia ingin Hinata menikah dengan laki-laki yang baik seperti Naruto dan benar Naruto" Hiashi menambahkan lagi.

Begitulah mulanya hingga pernikahan Naruto dan Hinata bisa terjadi. Ibu Hinata sebelum meninggal ingin agar Hinata menikah dengan pria baik seperti Naruto dan harus Naruto saja. Dengan senang hati tentunya Kushina menerima permintaan itu karena mereka memang sahabat dekat.

Tapi, kenapa harus secepat ini?

Jangan salahkan Kushina, Minato, maupun Hiashi karena mereka sama sekali belum berfikir tentang hal itu. Salahkan Naruto yang merengek minta dinikahkan dengan Hinata. Naruto bahkan sempat ngambek tidak mau makan sebelum dirinya dinikahkan. Kushina bahkan sudah mencoba pernikahan pura-pura tapi Naruto terlalu pintar. Naruto menolak mentah-mentah dan meminta pernikahan formal di gereja dengan banyak saksi. Ini mungkin pengaruh banyaknya adegan menikah di televisi sehingga Naruto mengerti.

Walaupun sempat berberat hati akhirnya Kushina menuruti permintaan Naruto. Bagaimana dengan Hinata? Apa ia setuju? Tentu saja. Naruto memaksanya untuk menikah, meskipun tanpa paksaan Hinata juga mau menikah dengan si kuning berisik itu karena diam-diam Hinata menyukai Naruto. Cinta? Ayolah! Anak umur lima tahun mana mengerti cinta?

"Hinata, Naruto turun makan malam!" teriak Kushina yang sedang sibuk membereskan meja makan.

Tidak sampai lima menit Kushinapun mendengar langkah-langkah kaki kecil menuruni tangga.

"Kaasan masak apa?" tanya Naruto.

"Hari ini kaasan masak kari"

"Asyikkk" ucap Naruto senang.

"Baunya enak sekali kaasan" puji Hinata yang menaiki kursi di sebelah Naruto.

"Kaasan kalian memang jago masak. Makanya habiskan makanan kalian" Minato buka suara setelah mencium aroma enak yang menggelitik hidungnya kini ada di depannya.

"selamat makan!" ucap Naruto dan Hinata bersamaan setelah itu langsung menyantap makanan mereka.

"Enakk" guman Hinata.

"Aku tambah lagi" teriak Naruto

"Aku juga!" hinata tidak mau kalah.

"Baik, tunggu sebentar" Kushina terkekeh melihat anak dan menantunya yang semangat makan.

"Akuu juga" Minato tidak mau kalah.

Makan malam mereka berlangsung dengan seru karena perlombaan makan antara Naruto dan Hinata.

"Aku kenyang" ujar Naruto memegangi perutnya yang kekenyangan.

"Aku juga" guman Hinata membenarkan.

"Tousan juga" setuju Minato sembari memegangi perutnya yang penuh.

Mereka saling bercanda hingga Hinata melihat jam dinding menunjukan pukul 10.00pm.

"Maaf, sudah jam 10.00, kaasan, tousan, Naruto-kun aku harus pulang. Pasti tousan sudah mencariku" Hinata pamit.

"Ah, cepat sekali. Padahal Hinata-chan baru bermain sebentar." Naruto merengek menimpali Hinata.

"Naruto antar Hinata-chan pulang" perintah Minato yang terkekeh mendengar pembicaraan anak dan menantunya.

"Baik tousan" Naruto menganguk lalu mengantar Hinata.

"Ckckckck, dasar anak-anak, padahal mereka baru saja menikah" ucap Kushina membereskan piring kotor mereka.

"Sudah biarkan saja, mungkin hari ini mereka akan menghabiskan malam pertama di kamar Hinata." Canda Minato.

Bukkk!

Satu pukulan manis bersarang di kepala Minato yang menyadari bahwa perkataannya terlalu vulgar.

"Malam pertama apanya?! Mereka masih lima tahun! Kau berharap anak umur lima tahun melakukan seks? Berciuman saja Naruto belum tahu! Apa yang kau harapkan? Naruto membuat Hinata menjerit-jerit dan merasa puas?" kata Kushina panjang lebar seperti kereta api yang lewat.

"Maaf, maaf. Sekarang mungkin tidak tapi aku yakin sepuluh tahun lagi hal itu akan terjadi dan kita akan mendapatkan cucu." Ujar Minato sambil memandang Kushina dengan tatapan mesum.

"Apa maksudmu?" tanya Kushina yang kini berjalan menuju bak cuci piring di dapur.

"Kau tahu maksudku sayang, aku percaya sepuluh tahun lagi Naruto bisa membuat Hinata menjerit-jerit dan merasa puas. Tapi sebelum mereka melakukannya aku rasa ada baiknya kita yang menggantikan malam pernikahan mareka hari ini" Minato menyeringai mesum dan langsung membawa Kushina dalam gendongannya dan membawanya ke kamar meninggalkan cucian piring kotor begitu saja.

"Minato! Lepaskan aku, aku tidak mau!" protes Kushina memukul-mukul punggung Minato karena Minato menggendongya seperti mengangkat karung beras yang di letakkan di pundak.

"Sstt, tenang saja sayang, malam ini aku akan membuatmu menjerit-jerit dan merasa puas" goda Minato sambil memukul pantat Kushina.

Bluss..

Wajah Kushina berubah merah seperti kepiting rebus.

Brakk.

Pintu kamarpun di tutup dan tidak ada seorangpun yang tahu apa yang mereka perbuat. Tapi yang pasti jeritan dan desahan Kushina kedengaran sampai di luar.

Sementara itu di teras..

"Ah.. Minato, kumohon jangan berhenti" jerit Kushina.

"Em, sebaiknya malam ini kalian tidur di rumah tousan saja ya?" ucap Hiashi, wajahnya memerah karena mendengar jeritan Kushina.

"Baik tousan" ucap Naruto dan Hinata bersamaan.

"Tapi tousan, kenapa kaasanku berteriak?" tanya Naruto polos.

"Em, anu, mungkin Kushina melihat kecoa dan menyuruh Minato untuk memburunya makanya dia berteriak jangan berhenti." Jawab Hiashi gelagapan. tidak mungkin ia mengatakan bahwa saat ini Kushina dan Minato tengah asyik bermain kuda-kudaan tengah malam. Bisa-bisa Naruto akan ngambek karena tidak diajak.

Sebenarnya, tadi Hiashi mengantarkan Naruto dan Hinata kembali karena mereka telah mengingat bahwa mereka baru saja menikah dan ingin tidur di rumah Naruto saja. Tapi, begitu mendengar jeritan Kushina, Hiashi berubah fikiran karena tidak ingin mengganggu ritual yang sedang dijalankan oleh Minato dan Kushina saat ini.

Ketiga orang itu pun melangkahkan kaki mereka keluar dan berjalan kerumah Hiashi kediaman Hyuuga yang ada tepat di depan rumah Naruto.

Rumah mereka berhadapan itulah juga salah satu penyebab Naruto dan Hinata boleh bergantian tidur di kediaman Namikaze atau Hyuuga, terserah mereka.

"Tousan, boleh aku tidur bersama Hinata?" tanya Naruto sembari menatap Hiashi pernuh harap.

"Hehehe, tentu saja Naruto, bukankah biasanya kalau kau menginap disini kau akan tidur bersama Hinata? Apalagi sekarang kau sudah menikahinya tentu saja kau boleh tidur dengannya, bahkan lebih dari itu juga boleh" jelas Hiashi panjang lebar setengah terkekeh.

"Lebih dari itu? Maksud tousan apa?" tanya Naruto lagi dengan nada polosnya.

Hiashi menengguk ludahnya dengan susah payah, pertanyaan Naruto sukses membuatnya keringat dingin. Bagaimanapun Naruto masih kecil dan belum mengerti apapun. Jika Kushina tahu bahwa ia mengatakan hal yang belum pantas pada Naruto ia pasti akan dihajar samapai babak belur.

"Em, maksud tousan itu, kau.. kau boleh meminta apapun pada tousan. Iya, sebagai hadiah pernikahan kalian. Hehehe" jawab Hiashi kikuk.

"Oh, kalau begitu nanti aku dan Hinata-chan fikir dulu tousan" seru Naruto bersemangat dan sok dewasa.

"Maaf, tapi Naruto-kun kita harus tidur sekarang besok kita harus sekolah nanti sensei akan marah jika kita terlambat" Hinata menginterupsi percakapan ayah dan menantu yang sudah hampir membuat Hiashi babak belur besok.

"Oh iya! Aku lupa, ayo kita tidur Hinata-chan"

"Oyasumi tousan" ucap Naruto sebelum menggandeng Hinata ke kamar.

"Oyasumi Naruto, Hinata"

"Apa benar kalian harus pindah?"

"Maafkan kami Hiashi-san, perusahaan induk Namikaze Corp sudah kami tinggalkan terlalu lama, kini kami harus kembali karena perusahaan akan membuka cabang baru." Minato minta maaf pada besannya yang kini terlihat sedih.

"Jadi, bagaimana dengan perusahaan kalian yang ada di sini?" tanya Hiashi lagi.

"Aku telah menyuruh Kakashi untuk mengurus cabang disini"

Ada jeda dalam percakapan mereka. Bahkan Kushina yang biasanya cerewet kini hanya bisa diam dan tertunduk lesu. Hiashi dan Minato juga terdiam seolah enggan untuk memulai percakapan lainnya.

"Lalu, bagaimana dengan Hinata dan Naruto?" dengan enggan Hiashi membuka percakapan mereka. Namun harus, karena ini menyangkut anak mereka.

"Kami tidak tahu, itu terserah mereka. Jika Naruto ingin tinggal di sini tidak apa, jika ia ingin ikut juga terserah. Begitupun Hinata semua terserah padanya, tapi kami berharap Naruto ikut agar kami bisa mengajarinya sejak dini mengenai perusahaan" Minato membuka suaranya.

"Begitu ya? Aku juga sependapat dengan kalian, semua terserah mereka. Jika Hinata ingin ikut kalian tidak masalah, aku dan Neji akan baik-baik saja."

"Sebaiknya kita tanyakan pada mereka saja, aku kahwatir Naruto tidak akan menyukai rencana ini" usul Kushina.

"Apa lagi jika mereka harus berpisah…"

"Aku tidak setuju! Kaasan, Tousan! Aku tidak ingin berpisah dengan Hinata!" teriakan Naruto memotong ucapan Kushina dan membuat semua orang diruangan itu kaget.

"Naruto?!" Teriak ke tiga orang dewasa itu bersamaan, mereka terkejut dengan intrupsi Naruto yang tiba-tiba hadir.

"Na.. Naruto-kun, su..sudahlah.." Hinata menenangkan suaminya sambil menahan tangisnya sendiri.

"Aku tidak mau dan tidak akan mau!" bentak Naruto, ia lalu menarik Hinata keluar lagi menjauh dari pembicaraan orang tua mereka yang membuatnya muak.

"Naruto, tunggu!" seru Kushina mencoba mengejar anaknya yang sedang dipenuhi emosi namun langkahnya segera ditahan oleh Minato yang menggenggam tangannya.

"Jangan, biarkan mereka berfikir. Aku percaya Naruto dan Hinata mampu mengambil keputusan yang benar." Ucap Minato membujuk istrinya yang kahwatir.

"Tapi, umur mereka masih tujuh tahun! Keputusan apa yang bisa diambil oleh anak umur tujuh tahun Minato!" Kushina membentak Minato demi memperkuat argumennya.

"Kushina-chan, aku tahu kau kahwatir pada Naruto dan Hinata. Tapi, jangan lupakan kalau mereka bukan anak umur tujuh tahun biasa. Mereka sudah menikah dan aku yakin Naruto mampu membuat keputusan yang tepat dengan bantuan Hinata di sisinya" Hiashi angkat bicara mendukung Minato.

"Tapi…"

"Tenanglah sayang, percayalah pada Naruto" Minato menenangkan Kushina.

"Hinata, tenanglah aku tidak akan membiarkan kita berpisah" Naruto sedang memeluk erat Hinata yang sedang terisak pelan.

"Tapi, bagaimana? Naruto-kun dengar sendirikan tadi?" Hinata membuka suaranya dan menahan tangisnya.

"Aku akan tinggal di sini bersamamu, Hiashi tousan dan juga Neji nii" ucap Naruto menatap Hinata dengan penuh kehangatan.

"Tidak, Naruto-kun harus ikut bersama Minato tousan dan Kushina kaasan. Naruto-kun dengar sendiri tadi bahwa tousan berharap Naruto-kun ikut agar dapat belajar mengenai perusahaan"

"Kalau begitu, kau saja yang ikut kami, Hinata-chan"

"Maaf Naruto-kun, aku tidak bisa. Aku harus menemani ayah dan Neji-nii. Aku tidak mungkin meninggalkan mereka, siapa yang akan mengurusi mereka nanti?"

"Tapi, Hinata? Apa maksudmu kita.."

"Maaf, maafkan aku, tapi kita harus berpisah Naruto-kun" ucap Hinata dengan berat hati. Tangisnya kini ditahan kuat-kuat olehnya begitu melihat suaminya dalam keadaan rapuh.

"Aku… Aku tidak mau! Aku tidak setuju! Aku tidak ingin berpisah dengan Hinata-chan! Aku tidak mau! Aku… Aku.. Hikss…. Aku tidak bisa.. Hikss" tumpahlah air mata yang sejak tadi ditahan oleh bocah kuning itu. Ia sudah berusaha untuk tegar di hadapan istrinya namun tetap saja ia tidak mampu.

"Naruto-kun, sudah tenanglah" ucap Hinata dengan suara lembutnya. Dalam kerapuhan gadis kecil itu ada ketegaran dan kedewasaan yang luar biasa di sana.

"Kita mungkin akan berpisah, tapi Naruto-kun harus berjanji agar selalu mengunjungiku di sini. Dan jika kita besar nanti Naruto-kun harus menjemputku agar kita bisa bersatu lagi dan punya anak yang banyak" hibur Hinata, entah bagaimana gadis kecil itu mampu mengatakan hal yang begitu dewasa bagi anak-anak seumurannya. Dan dengan hangat Hinata membawa Naruto dalam rangkulannya.

"Hehehe..." tawa Naruto setelah cukup lama menangis.

"Hinata-chan benar, aku akan rajin mengunjungimu di sini dan ketika aku besar dan sudah bekerja nanti aku akan menjemput Hinata-chan lalu kita akan punya anak yang banyak" lanjut Naruto kini ia sudah ceria lagi. Keputusan sudah mereka dapatkan. Dan mereka akan berpisah.

"Hinata-chan, apa Hinata yakin dengan keputusan Hinata?" tanya Kushina saat Hinata membantunya membereskan barang Naruto yang akan dibawa ke Konoha.

"Iya kaasan, aku yakin. Naruto-kun bilang bahwa dia akan rajin mengunjungiku nanti dan setelah Naruto-kun besar dan sudah bekerja ia berjanji akan menjemputku lalu kami akan punya banyak anak" jelas Hinata dengan gaya anak tujuh tahun yang khas.

"Hehehe, jadi Naruto sudah berjanji ya?"

"Uhmm" angguk Hinata dengan senyum lebar di bibirnya.

"Tapi, apa Hinata-chan yakin tidak akan ikut bersama kami?" tanya Kushina untuk yang kesekian kalinya hari itu.

"Maaf kaasan, tapi aku tidak tega meninggalkan tousan dan Neji nii berdua di sini. Aku ingin bersama mereka dulu sebelum Naruto-kun menjemputku" ucap Hinata tenang, tiba-tiba saja sifat dewasanya muncul kembali.

"Kaasan pasti akan merindukanmu" dan tiap Hinata menjawab seperti itu Kushina pasti akan memeluknya dengan erat.

"Makanya, nanti kaasan rajin mengunjungi kami di sini"

"Hinata-chan, sekarang aku akan pergi ke Konoha." Ucap Naruto sesaat sebelum ia berangkat.

"Uhm, jaga diri Naruto-kun baik-baik ya?" balas Hinata mengingatkan Naruto.

"Tenang saja, aku akan jaga diriku. Kau juga harus menjaga dirimu baik-baik ya" kata Naruto sembari mengelus rambut pendek Hinata.

"Iya, aku akan baik saja, di sini kan ada Neji nii dan juga tousan yang menjagaku" ujar Hinata mantap.

"Neji nii tolong jaga Hinata-chan baik-baik untukku ya?" pinta Naruto yang menengokkan kepalanya ke belakang Hinata untuk melihat anggukan Neji dengan wajah datar seperti biasanya dan juga anggukan Hiashi dengan senyuman hangatnya.

"Baiklah, kurasa sudah saatnya kita berangkat Naruto" ucap Minato ketika selesai memsukkan semua koper ke dalam mobil dan mengucapkan salam perpisahan pada besannya.

"Iya tousan. Hinata-chan, tunggu aku ya. Aku akan mengunjungi Hinata dan suatu hari nanti aku akan menjemput Hinata-chan." Ujar Naruto sembari memeluk Hinata.

"Aku akan menunggu Naruto-kun, selalu disini." Hinata membalas pelukan Naruto.

"Hm, kami pergi dulu. Jaa ne, Hinata-chan" Naruto mengucapkan salam perpisahan untuk yang kesekian kalinya pada istrinya. Meski ada perasaan tidak rela namun ia tetap harus berangkat.

"Jaa ne, Naruto-kun" balas Hinata sembari melambaikan tangannya dan senyuman lebar terukir dibibirnya menatap mobil yang di kendarai oleh Minato semakin menjauh hingga akhirnya tidak terlihat karena membelok di tikungan. Perlahan senyuman itu memudar tergantikan sedikit rasa penyesalan.

"Ayo masuk Hime, liburan nanti Naruto akan mengunjungi kita disini." Hiashi mengajak putri satu-satunya itu masuk.

"Uhm" jawab Hinata singkat lalu menggandeng tangan Hiashi dan masuk bersama ke dalam rumah mereka dengan senyuman hangatnya.

Tidak ada seorang pun yang tahu jika selama beberapa malam ini Hinata selalu menangis sebelum Naruto berangkat. Gadis itu terlalu tegar untuk anak seumurannya. Tidak ada kata manja dalam kamusnya, yang ada hanya kata mandiri. Meskipun ayahnya termasuk pebisnis yang sukses tidak lantas membuat Hinata menjadi gadis yang tidak tahu bekerja dirumah. Satu-satunya alasannya tinggal di Suna adalah agar ia bisa belajar menjadi istri yang baik bagi suaminya, Naruto.

Seperti saat ini ia kembali menyepi di kamarnya. Malam sudah larut namun gadis itu belum juga tidur.

"Aku akan menunggumu selalu, Naruto-kun" ucap Hinata lirih sembari menatap bintang di balik jendela kamarnya, setetes air yang sedari tadi siang di tahannya kini mengalir dengan deras dari pelupuk mata indahnya.

"Aku akan menunggumu, selalu.." ucapnya sekali lagi seakan Naruto bisa mendengarnya.

Bersambung..

Chapter selanjutnya..

"Biarkan saja dia menungguku kaasan. Aku sedang tidak ingin menemuinya. Sekarang aku sedang mengincar seorang gadis dari sekolah lain!"

"Aku akan menunggumu selalu, Naruto-kun."

"Hi..Hinata-chan?"

"Kakak berciuman, mereka berciuman.. Kakak berciuman, mereka berciuman.."

Catatan Nana..

Chapter selanjutnya mereka sudah berumur lima belas tahun dan akan ada adegan dewasanya di sana. Itu Nana buat untuk pemanis cerita kok, bukan karena suka hentai (padahal iya, hehe . ).

Semoga readers senang membaca fic pertama saya, mohon maaf jika ada banyak kekurangan. Jika ada kritik atau saran silahkan tuang pada kolom review .

Sampai ketemu chapter depan.

Nana permisi