Min Yoongi, 24 tahun.
Pemeran utama dalam kisah ini, perannya yang begitu menjiwai membuatnya dicintai banyak kalangan.
Seorang muda yang mengantongi banyak penghargaan di bidang seni sandiwara, membuatku makin memantapkan hati untuk berguru padanya. Kukira ini akan menjadi perjalanan yang mudah, namun nyatanya untuk masuk ke sanggarnya cukup sulit. Ribuan orang mendaftar audisi dengan menunjukkan kebolehannya masing masing.
Aku.
Nomor antrean ke seribu tiga puluh tiga, masuk kedalam gedung megah dengan ukiran emas nan elegan didalamnya, bisa kulihat dari panggung, betapa banyak ribuan bangku kosong terpampang dihadapanku. Bangku-bangku beludru mewah dengan bau khas ballroom megah, tempat dimana semua bentuk seni terukir dan diapresiasi.
Tanda pun dimulai.
Tubuh ini otomatis mengendurkan persendiannya, jemari kaki yang berjinjit, berputar menguasai panggung, semua nampak mengalir. Aku hanya menunjukkan tari kontemporerku serapih mungkin. Walau sederhana, tapi entah kenapa tubuhku sulit untuk melampiaskan emosi yang biasa kutumpahkan dalam tarian ini, mungkin karena dia.
Seorang muda bersurai hitam dengan kemeja putih yang kusut dan lengan tiga perempat, menatap setiap gerakku dengan tatapan takjub dan senyum yang manis. Tangan pucatnya sibuk menulis sesuatu di lembar kertas itu sesekali mencuri pandangku tepat disaat aku juga mencuri pandang padanya.
Ah, Tuan tolong hentikan senyummu.
Aku tak bisa fokus dalam tarian ini. Semua begitu lamban, hingga ketukan terakhir dalam melodi itu membuat semua badan ini berhenti dan secara otomatis, membungkukkan badan berpeluh ini pada Tuan Manis, Tuan Min namanya.
Tuan Manis itu lantas berdiri memberikan standing applause.
"Indah, Anda indah.." begitu godanya.
"Minggu depan, Anda resmi menjadi tamu terhormat saya di pementasan tunggal Romeo dan Juliet di Seoul. Selamat, Tuan Park, mulai saat ini Anda resmi menjadi bagian dari komunitas Teater ini," ucapnya dengan senyum yang membuatku menggila.
"Saya tunggu, Tuan Park," ucapnya sambil menjabat tanganku dan memeluk tubuh ini.
Nomor antrian terus bergulir, hingga urutan terakhir, aku masih disini setia memegang dan memandangi selembar tiket emas dengan kertas tebal bertulisakan nama Tuan tadi, Min Yoongi, dan judul pementasan yang terukir indah 'Romeo & Juliet'.
Aku bahagia, tapi bukan karena tiket ini.
Aku bahagia karena mulai dari sini, aku tahu belajar sandiwara di komunitas ini akan sangat menyenangkan
—dan menegangkan ...
Seoul 16/10/17
Kurebahkan badanku diatas ranjang ini, menimang nimang handycam yang sudah mati karena kehabisan daya baterai.
Tadi adalah pertunjukkan yang luar biasa, Tuan tadi benar benar membuatku gila.
Hampir 'basah' aku tiap kali mendengar ia memanggil nama Juliet.
Bisa mampus kalau ia memperlakukanku sama—
Seperti ia memperlakukan Juliet
Pernahkah ia berpikir? Mencium, merajah, bahkan menyetubuhi seseorang yang memang pada dasarnya tak memiliki nafsu lebih padamu, hanya untuk sebuah sandiwara? Hanya untuk kepuasaan orang lain?
Tidakkah dia berpikir bahwa ada yang lebih ikhlas dan tulus menerima perlakuannya? Perlakuan yang sama seperti ia lakukan pada Juliet?
Kalau iya,
"Aku mau jadi yang pertama dan yang terakhir."
pipinya merona, menutupi wajahnya dengan bantal yang empuk diatasnya, meredam semua teriakan bergairah dari pemuda bersurai abu itu.
Ia kembali mengambil napas, deru napasnya terengah dalam setiap bayangnya. Membayangkan sosok manis itu benar benar menyetubuhinya saat itu juga.
"Aku ingin ..." ucapnya menggila.
Pemuda Park memejamkan matanya, semua pikirannya kembali menerawang dan mereka ulang kejadian tadi, tak henti hentinya ia mengelus bibirnya, seraya berbisik "jadikan aku yang terakhir."
Ya, terakhir,
—karena, dirimu sudah banyak dicicipi gadis, Min Yoongi, aku tak bisa menjadi 'gadis' pertama yang menerima bibir halusmu itu. Kesempatanku hanya untuk menjadi yang terakhir, dan menutup semua kecupan manismu hanya untukku.
Setidaknya, kecupan sekilas di belakang panggung tadi sudah cukup memantapkan hatinya, bahwa Min Yoongi juga memilki hasrat yang sama dengan dirinya.
