New person, new life
Summary :
Pekerjaan menuntut seorang Draco Malfoy untuk tetap fokus. Memiliki seorang anak sudah menyita sebagian besar waktunya dan memilki pasangan sama sekali tak ada dalam agendanya. Selama 5 tahun belakangan ia tetap berpegang teguh pada pendiriannya ini. Apakah Draco, pria yang takut berkomitmen dan takut pada pernikahan akan merubah pendiriannya setelah bertemu dengan ayah dari teman anaknya itu yang tak lain adalah sekretarisnya sendiri.
.
.
.
Cast:
Draco Malfoy
Harry Potter
Others
Genre : Drama/Romance
YAOI, BoyXBoy
Pairing : DRARRY
~J.K Rowling~ Harry Potter
Rated : T to M (maybe).
.
Warning : Typo berserakan, cerita ini asli dari pemikiran saya sendiri.
No flamers, No cry
Don't like, Don't read!
Just click X above and then leave this page
I've already warn you before
.
.
.
Summarry :
.
.
.
Prolog
.
.
Aku bisa merasakan semua mata tertuju padaku, tapi aku sudah terbiasa dengan ini. Satu hal yang selalu di tanamkan orang tuaku adalah untuk tak terlalu memperhatikan hal yan tak terlalu penting, apalagi jika kau adalah orang yang berbeda, seperti keturunan Malfoy yang istimewa, maka bisa di pastikan orang-orang akan memperhatikan setiap gerak-gerikmu.
"Pansy, ke ruanganku sekarang." Perintah Draco begitu ia sampai di depan ruangannya.
Draco pun berjalan melewati meja menuju ke kantor pribadinya.
"Baiklah sir." Ucap wanita yang merupakan sekretarisnya itu, mengkuti langkah kaki sang atasan untuk segera masuk keruangan yang merupakan ruangan terbaik di perusahaan ini.
"Aku ingin jadwalku di kosongkan besok dan aku ingin kau mengerjakan sesuatu." Terdengar perintah tegas menguar dalam suara berat atasannya. Terlihat Draco memberi sebuat map tebal ke arah wanita yang merupakan sekretarisnya.
"Oh iya, aku ingin kau menyelesaikannya siang ini juga."
"Baiklah sir. Tapi untuk besok, apa anda lupa anda ada rapat penting dengan perusahaan konstruksi New York?" Tanya Pansy pelan.
"Apa jadwalnya besok?" Tanyanya balik.
"Ya sir, ini sudah di jadwalkan dari 2 bulan yang lalu. Anda sendiri yang menyuruh saya mengatur dan menghubungi perusahaan itu." Tambahnya lagi.
"Jam berapa rapat itu di mulai?"
"Rapatnya di mulai sekitar jam 10 pagi, sir." Ujar sekertarisnya.
"Baiklah, rapatnya tetap berjalan sesuai schedule yang ada, tapi pastikan kau mengosongkan semua jadwalku untuk hari itu, mengerti?" Ucap Draco setelah terlihat menimbang lagi perkataan Pansy tadi.
"Baiklah, apa ada yang lain sir?"
"Kurasa itu saja, kau boleh keluar sekarang. Dan Pansy, aku ingin kopiku." Nada bicaranya terdengar lebih serius dari yang tadi.
"Maafkan aku sir, aku akan membuatnya sekarang." Balas Pansy cepat dan langsung meninggalkan ruangan itu.
Draco hanya menatap lurus arah pintu yang baru saja di tinggalkan wanita itu. Ia menghela nafas berat dan menyandarkan punggungnya pada sandaran ini masih terbilang pagi, ya tepatnya ia pergi kekantor hari ini lebih cepat 30 menit dari waktu biasanya. Pekerjaan yang menuntutnya lagi-lagi harus men-skip waktu tidurnya sendiri. Akhirnya setelah menyelesaikan semua perkerjaannya dan memastikan anaknya berada di sekolah, ia memutuskan untuk langsung berangkat ke arah perusahannya.
"Apa yang terjadi sampai pria yang bisa di bilang workholic itu melenceng dari rutinitasnya."
.
.
.
"Tapi anak itu agak sedikit aneh dad." Gerutu anak itu, ia menceritakan tentang teman sekolah yang menurutnya terkesan aneh menurutnya.
"Apa anak itu menganggumu di sekolah?" Tanya Harry berusaha menanggapi perkataan anaknya itu.
Sudah agak lama keduanya berjalan menuju gerbang sekolah yang terlihat sudah semakin dekat di hadapan mereka.
Sepertinya pertanyaan orang yang di panggilnya dad ini, mampu membuaatnya mengerutkan dahi.
"Tidak, bahkan dia tak pernah sedikitpun bebicara pada ku atau dengan teman yang lainnya. Itulah alasan semua orang mengatainya anak yang aneh, dad." Ucapnya cemberut.
"Kalau dia tak pernah menganggumu dan teman-temanmu, kenapa kalian menyebutnya aneh! Bukannya bisa saja anak yang kalian sebut aneh itu merasa kalau kalian tak menyukainya. Dan lagi kalian tak bisa menyebut orang lain seperti itu, jika kita tak coba mengenalnya lebih dulu. Kenapa anak daddy yang baik ini tidak coba berteman dulu dengannya?" Ucap Harry dengan sedikit tersenyum.
Terlihat anaknya mulai menimbang-nimbang perkataan sang daddy barusan. Menambah kini jumlah kerutan di dahinya.
"Apa kalau berteman dia tak akan menjadi anak aneh lagi dad?" Tanya anaknya bingung.
"Pasti."
"Bagaimana kalau dia tak mau berteman denganku dad?" Tanyanya lagi terdengar seikit frustasi.
"Bukankah anak dad ini anak yang baik, pasti dia mau berteman denganmu. Apa anak daddy ini sudah lupa kalau kita harus berusaha dulu untuk mencoba bukannya menjadi takut sebelum mencobanya. James masih mengingat kalimat ini kan? Bukannya daddy selalu mengucapkannya hampir setiap hari." Tambahnya.
"ya mana mungkin aku lupa, daddy akan mengucapkannya saat daddy pulang dan masih tak mendapatkan pekerjaan kan!" Sambung James Sirius Potter cepat dan terkikik geli memandangi wajah sang daddy yang kini berganti muram.
"Hah setidaknya daddy kan tetap berusaha. Apa anak daddy ini sudah berani mengatai daddynya sendiri?" Tanya Harry berpura-pura memasang tampang kesalnya.
"hihihihi." Hanya terdengar kekehan yang semakin lama semakin keras yang berasal dari anaknya ini.
"Nah, sekarang masuklah ke dalam dan belajar yang rajin." Ucap Harry ketika mereka sudah berada tepat di depan gerbang sekolah.
"Baiklah dad, mmn James akan mencoba berbicara dengan anak itu." Serunya dengan mantab dan menganggukkan kepalanya sebagai tambahan bahwa anak ini memang serius dengan ucapannya.
"Good boy, memang anak daddy yang terbaik." Goda Harry dan mengacak asal surai anaknya ini.
"Jangan 'good boy', itu terdengar seperti panggilan untuk anjing flat sebelah rumah, daddy menjengkelkan." Gerutu anaknya cepat mendengar ayahnya dengan seenaknya menyamakannya dengan anak anjing sebelah rumah. Akhirnya ia hanya bisa menghentak-hentakkan kakinya kesal dan bberjalan meninggalkan sang daddy.
Harry hanya tersenyum senang melihat kebiasaan anaknya ini, setidaknya semangatnya lebih terpacu setelah ini.
"Hari ini aku harus bisa mendapat pekerjaan." Semangatnya pada dirinya sendiri.
.
.
.
"Keruanganku sekarang." Geram Draco menutup gagang telepon dengan keras.
"Masuklah." Ujarnya mendengar suara ketukan pintu dari luar.
"Apa yang terjadi, bukankah rapatnya di mulai dari jam 10 pagi tadi. Dan apa ini, apa kau bisa melihat jam dengan benar ?" Tanyanya berusah keras untuk tidak berteriak di hadapan sekretarisnya ini.
"Aku juga tidak tau sir, aku sudah berusaha untuk menghubungi pihak perusahaan di sana, dan kata mereka harusnya perwakilan dari perusahaan mereka sudah berada di sini." Jawabnya.
"Apa kau tak bisa meminta mereka menghubungi perwakilan mereka itu, dan apa kau tau kalau rapat ini telah tertunda lebih dari 2 jam lamanya. Apa kau bisa mengerjakan sesuatu dengan benar ?" Terdengar nada suara Draco meninggi kali ini.
Draco jelas saja menyalahkan sekretarisnya ini. Di pikirnya, kalau saja wanita ini mengerjakan semuanya dengan benar dan sedikit teliti, tak mungkin ia terduduk di ruangannya sambil menunggu kedatangan tamu rapatnya, apalagi tak tanggung-tanggung, sudah hampir 3 jam ia rela menunda acara keluarga yang harus di hadirinya itu.
"M-maafkan aku sir." Ucap Pansy terbata, merasa bersalah sepertinya.
"Apa saja yang kau lakukan sedari kemarin? Bukankah kau yang memesan hotel tempat mereka menginap dan harusnya kau sudah menjamu tamu kita itu. Atau apa kau lupa melakukan itu?" Tanyanya penuh selidik.
"Itu memang harusnya aku yang melakukan sir. T-tapi karena kemarin aku ada sedikit keperluan, makanya semua tanggung jawab untuk hotel dan perjamuan makan ku berikan pada kepala bagian humas." Jelas Pansy panjang lebar.
"Apa katamu, bagaimana kau bisa memberikan tanggung jawab pekerjaanmu pada orang lain. Dan apa itu, menghubungkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan?. Apa ini sikap seorang sekretaris yang punya responsibility?. Aku tidak heran ini bisa jadi kacau seperti ini. Aku tak mau tau, hubungi mereka lagi. Aku akan tunggu sampai jam 1 siang ini, jika mereka belum juga datang, maka kau sebaiknya bersiap-siaplah untuk membereskan semua peralatanmu dan segera angkat kaki dari perusahaan ini." Marah Draco.
"T-tapi sir."
"Keluar sekarang." Ujarnya memberikan tatapan mendelik tajam pada sang sekretaris, sepertinya amarahnnya sudah di ambang batas kali ini. Ia bisa saja mentolerir dengan alasan yang lain, tapi untuk yang satu ini yaitu 'responsibility', maka ia tidak bisa membiarkan ada pegawainya yang melupakan satu kata penuh makna ini.
"B-baiklah sir, saya permisi sekarang." Ujar Pansy tertunduk takut dan langsung melangkah mengikuti instruksi pimpinannya itu.
Tatapan Draco tak pernah lepas dari punggung Pansy, bahkan sampai wanita itu sudah meninggalkan ruangannya. Mungkin ini ada hubungannya dengan amarahnya yang sudah mencapai batas limit otaknya.
"Shit." Geramnya marah.
.
.
.
"Maaf suster, apa pria itu baik-baik saja? Tanya harry setelah di lihatnya seorang suster berjalan keluar dari ruangan pemeriksaan itu.
"Oh, apa anda keluarga dari pasien di dalam?" Tanya suster itu balik.
"Bukan, tapi aku adalah orang yang membawa orang itu ke sini. Tadi pria itu ku temukan pingsan di jalanan." Jelasnya.
"Baiklah, pria di dalam baik-baik saja, mungkin ia hanya sedikit kecapekan mengingat usianya yang tak lagi muda, sebaiknya ia di biarkan beristirahat dulu untuk sementara.." Jelas suster itu.
"Kalau begitu aku permisi dulu sir, dan anda sudah bisa melihatnya sekarang sir."
"Baiklah, terima kasih." Ucap Harry mempersilahkan wanita itu melangkah pergi.
"Huh apalagi ini, harusnya aku sedang wawancara pekerjaan saat ini." Batinnya kacau. Kalau saja bukan karena melihat seorang orang tua yang sedang pingsan tepat di depannya saat ia sedang berjalan menuju salah satu perusahaan yang ingin mewawancarainya pagi ini, mungkin saja dewi fortuna sedang mengikutinya dari belakang, dan tak mustahil juga kalau ia bisa di terima di perusahaan itu. Hei, bukankah peluangnya di terima bekerja 50:50, jadi tak ada salahnya kan kalau Harry sedikit berandai-andai.
"Kurasa pekerjaan itu memang bukan untukku, pasti pekerjaan yang lebih baik sedang menungguku di luar sana." Ujarnya optimis, tak lupa senyuman lebar hinggap di wajahnya.
"Setidaknya aku sudah menolong seseorang hari ini, ini lebih bernilai dari wawancara itu." Ia pun mulai bermonolog sendiri.
"Apa yang ku lakukan, bukannya aku harus menjenguk pria tadi itu." Rutuk Harry mengingat kalau ia hampir saja lupa masuk ke dalam, malah asik bergelayut dengan pikirannya sendiri.
.
.
.
"Apa anda baik-baik saja sir?" Tanya Harry yang begitu masuk melihat seorang yang berbaring di atas ranjang pasien sudah membuka matanya.
"Ya, kurasa aku baik-baik saja, kurasa ini konsekuensi yang harus ku terima dari umur yang semakin menua. Dan kau?" Jawab orang itu sambil berusaha untuk duduk di kasurnya.
"Kenalkan, aku Harry James Potter, aku yang membawa anda kemari sir." Ucap Harry memasang senyum cerahnya dan berjalan mendekat ke arah tempat orang itu terbaring.
Dengan perlahan Harry membantu orang itu untuk duduk tak lupa ia menata bantal di punggung orang itu.
"Terima kasih Harry, maaf jika aku merepotkanmu. Albus Dumbledore." Tambahnya dan membalas senyuman Harry.
" , kata suster anda harus berada di sini untuk sementara, sepertinya anda agak kecapekan sampai pingsan di tengah jalan tadi."
"Baiklah Harry, aku akan berhati-hati lain kali"
"Maafkan aku, tapi apa kau punya seseorang yang bisa kau hubungi, maksudku keluarga anda sir?" Tanya Harry dan mengambil bangku kecil di sana dan duduk di samping pria tua itu.
"Kurasa aku tak bisa menghubungi mereka." Jawab Dumbledore.
"Maksud anda sir?, apa anda tak punya nomor telepon keluarga anda, atau mungkin kerabat dekat yang bisa di hubungi?" Tanya Harry lagi tak mengerti dengan maksud pria ini.
Tak ada kata yang keluar dari bibir Dumbledore, malah terlihat pria paruh baya ini sibuk menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Maksud anda, anda tak punya sanak saudara di sini sir?" Tanya Harry memastikan.
Dan kali ini dapat di lihatnya pria tua itu menganggukan kepalanya, tanda bahwa ia mengiyakan perkataan Harry barusan.
"Apa yang harus kulakukan?" Batin Harry merutuki 'lagi' nasibnya.
Bukannya apa, pria tua ini mengaku tak punya sanak saudara, jadi bisa di pastikan kalau Harry yang harus menyelesaikan biaya administrasi rumah sakit pria ini. Seorang pengangguran sepertinya dan harus mengeluarkan biaya rumah sakit yang bisa di perkirakannya tak bernominal sedikit, dan itu artinya, tabungannya akan semakin menipis. Bagaimana ia bisa memberi makan dirinya dan James anaknya nanti. Tabungan yang selama ini malah habis karena perusahaan tempat Harry bekerja sudah gulung tikar dari 2 bulan yang lalu mungkin tidak sanggup menghadapi persaingan global saat ini.
Tanpa disadarinya, pria tua ini menatap lekat mimik muka Harry yang tengah berpikir keras.
"Mengenai biaya administrasi dan lainnya, kau tak usah takut Harry, aku bisa menyelesaikannya sendiri." Ujar Dumbledore sambil tersenyum menatap wajah Harry yang seperti kebingungan itu.
"Aku punya tabungan, hey kau jangan mengira aku orang yang tak pandai berhitung. Semasa muda aku sibuk mengumpulkan uang di tabunganku, agar tua nanti aku tak perlu hidup susah bergantung pada orang lain, jadi aku pasti bisa membayar biaya rumah sakit ini." Tambahnya dengan sedikit membuat lelucon yang membuat harry tersenyum ketika mendengar penuturan pria tua ini.
"Baiklah, maafkan aku sir, aku tak bermaksud... kau tau" Harry merasa tak enak pada Dumbledore pastinya.
"Tak apa-apa Harry, aku mengerti."
"Ini sudah siang, apa kau tidak kembali ke kantor Harry?" Tanya Dumbledore yang melihat Harry lengkap dengan jas serta tas jinjing di tangannya.
"Tenang saja sir, aku punya banyak waktu luang." Ujarnya tersenyum mendengar pertanyaan Dumbledore barusan.
"Aku sedang mencari pekerjaan." Tambahnya lagi dan mengangkat map di tangannya, menandakan ia hanyalah seorang pria yang sedang tak punya kegiatan penting.
Dumbleore menatap map di tangan harry dan mengangguk kecil, menandakan kalau ia mengerti maksud Harry ini.
"Kurasa anda harus beristirahat sir, atau kau akan semakin lama berada di tempat ini." Canda Harry.
"Baiklah dan bisakah bantu aku berbaring lagi." Tanya Dumbledore.
"Tentu saja sir"
.
.
.
"Blam."
Bunyi pintu yang baru saja di tutup atau lebih tepatnya dibanting oleh atasannya itu membuat Pansy berbalik takut pada sesosok pria yang menatapnya tajam.
"01.01pm, Pansy , jadi kuharap kau sudah mulai membenahi semua peralatanmu dan segera keluar dari perusahaan ini."
.
.
.
TBC
.
.
.
A/N:
Karena ini mash Prolog makanya segini aja dulu(Alesan) Di tunggu responnya dari semua reader yang udah sempat buka page ini yach. Saya tunggu responnya ya. Ok see u next chap, and it'll be a super duper late an update, so be pation with me hehehe
Maaf kalau saya malah memposting cerita baru dan belum update fic saya yang kemaren, ini nih, saya benar-benar kehabisan ide buat cerita itu, tapi bakal tetap di lanjutin kok, cuman lagi nunggu ilham datang hahaha. Ok segitu aja, Tq all...
