Disclaimer : Mbak Joanne Kathleen Rowling dan seluruh stafnya..

Lagi. Lagi. Dan lagi. Mereka bertengkar lagi! Kapan, sih mereka bisa berhenti bertengkar? Kapan mereka bisa membiarkan aku sendiri? Dan sampai kapan mereka akan menganggapku tak ada?

Ah, mungkin aku bisa kerumah Lily. Menenangkan otakku. Menjernihkan pikiranku dengan memandang wajah indahnya. Atau siapa tahu dia bisa memberiku pencerahan masalahku.

"Hei, Sev." Panggil Lily pelan. Aku menoleh.

"Ya?"

"Kau tahu besok hari apa?" tanyanya. Aku mengernyit.

"Hari Rabu, kan?" jawabku polos. Lily menggeleng tak percaya.

"Astaga, Sev! Besok, kan hari ibu!" serunya.

"Ooooh." Jawabku tak bersemangat. Pandanganku kembali pada rumput di depanku. Trus? Gumamku dalam hati.

"Mau kasih apa pada ibumu?" tanya Lily lagik, tak peduli akan ketidakacuhanku. Aku menoleh lagi padanya.

"Buat apa?" tanyaku heran. Apalagi melihat Lily terlihat begitui bersemangat. Dia bukan orang yang suka melakukan hal-hal tak jelas.

"Ya, sebagai penghargaan buat ibu kamu, dong! Kan dia yang melahirkan kita, membesarkan kita dengan penuh kasih sayang…" jelasnya. Aku mendengus.

"Maksudmu, cuma kamu. Bukan kita." Gumamku tak jelas. Lily mengangkat alisnya.

"Eh?"

"Cuma ibu kamu yang kayak gitu. Ibuku, kan tak sayang aku.. Kalau dia sayang, dia taka akan bertengkar terus dengan Dad dan tak mengacuhkanku." Kataku getir. Lily tersenyum simpati.

"Dia sayang sama kamu, kok. Mana ada ibu yang taka sayang anaknya?" aku menunduk.

"Buktinya apa?" tanyaku lirih. Lily terdiam, entah karena tidak tahu apa yang mau dikatakan atau karena simpati. Selama sesaat kami terdiam.

Tiba-tiba dia memecah keheningan, "Bagaimana kalau nanti hadiahmu akan membuat orangtuamu berhenti bertengkar?" usulnya. Aku menoleh cepat.

"Memang ada, hadiah seperti itu?" tanyaku. Lily tersenyum.

"Ada kalau kamu mau berusaha." Jawabnya. Lalu ia segera bangkita dari tempat duduknya dan berlari pulang. Meninggalkanku sendirian dengan tanda tanya besar.

Selama perjalanan pulang, aku terus memikirkan kata-kata Lily. Memangnya ada, hadiah seperti itu? Namun, lamunanku terhenti ketika kakiku menginjak teras rumah. Terdengar suara-suara teriakan dan barang-barang pecah. Oh astaga.. mereka masih bertengkar? Aku sudah dua jam ada di rumah Lily dan mereka masih bertengkar? Yang benar saja!

Aku menutup telingaku rapat-rapat dan segera masuk ke kamarku lewat pintu samping. Pikiranku yang tadi mulai baikan sekarang kembali ruwet. Kenapa, sih orang tuaku itu? Kenapa mereka bertengkar terus?

Tiba-tiba terdengar suara pukulan dari ruang tengah. Ketika aku mengintip, aku terpekik. Ayah memukul Ibu! Aku memandang ngeri melihat ibu lebam-lebam. Sementara itu, seperti tanpa belas kasihan, Ayah masih terus memukul ibu memakai sebuah tongkat.

Ketika melihat ibu begitu kesakitan, refleks aku memeluk ibu dari belakang untuk melindunginya. Sehingga, ketika pukulan ayah melayang, pukulan itu mengenaiku, tepat di kepala belakangku. Membuat kepalaku mengucurkan cairan berwarna merah.

Ibu menjerit dan segera menyanggakau yang oleng. Kudengar isakannya lirih melihatku terkapar berlumuran darah. Samar-samar kulihat wajah ayahku yang shock. Pandanganku kembali pada ibu yang wajahnya bersimbah air mata.

"K, kenapa, Nak?" tanyanya lirih. "Kenapa kau melakukan ini?" aku menghela napas dan berusaha untuk tersenyum menyemangati ibuku, walau pandanganku mulai mengabur. Aku berbisik, pada ibu.

"Se, selamat hari ibu.." bisikku terputus-putus. "Mom..' sambungku. Tepat pada saat itu, nafasku berhenti dan mataku menutup. Tanpa kusadari, Ayahku tiba-tiba menjerit, memecah keheningan malam.

A/N: Tega banget.. ya aku..

Kok setiap di fanficku ada orang matinya..heheheheh #ditimpuk-penggemarnya-snape

Buat raiha, maaf publishnya telat en nda sesuai harapanmu..

Met Hari Ibu!

Review, ya..