MINE!

CAST

YUNJAEYOOSUMIN

.

Ada yang udah nonton Orpheous Dont Look Back? Nah FF ini dapet inspirasi dari drama itu, thats why part I ini sedikit banyak mengambil adegan yang ada disana, karena author SUKA banget ama eps awal drama terbaru Korea itu but overall ceritanya bakal beda ditengah so yang punya pertanyaan silahkan di-keep coz siapa tahu jawabannya ada di part-part selanjutnya :D hepi reading readers, muahmuah#kecupbasah

.

.

"Aku tidak perduli! Memangnya kau pikir aku bodoh? Kau selalu beralasan dia seketaris barumu, haha lucu sekali mana ada seketaris dan bos pergi berdua saja ke hotel!"

"Kau keterlaluan! Menuduh suamimu berselingkuh sementara kau sendiri sering pergi pagi pulang pagi lagi, dimana etikamu sebagai istri!"

Duduklah seorang namja bertubuh mungil di tangga rumahnya yang megah dan luas, namja itu sudah berseragam lengkap dan akan pergi sekolah, namun saat ia menuruni tangga ia melihat kedua orang tuanya sedang beradu mulut. Namja yang terbilang cantik itu hanya menatap datar pertengkaran kedua orang tuanya, bukan kali pertama saja pasangan Kim bertengkar, sudah puluhan bahkan mungkin ratusan, dan bukan lagi sakit yang dirasa namja bernama lengkap Kim Jaejoong itu, melainkan bosan!

"Tuan muda"

Jaejoong menoleh saat seseorang menyapanya dari belakang.

"Ini sudah hampir jam tujuh tuan muda, apa tuan muda akan berangkat sekolah?"

Jaejoong melirik jam tangannya kemudian menghela napas pelan. Jika saja kamarnya itu tidak berada di lantai dua, pasti ia bisa meloncat keluar dengan mudah, satu-satunya jalan untuk keluar hanyalah melewati Umma dan Appanya yang sedang 'asik' ribut hanya karena saling menuduh masing-masing berselingkuh.

"Apa Jung ahjussi sudah menunggu?"

"Nde tuan muda"

Perlahan ia berdiri, dengan kedua tangan yang ia masukan kedalam saku celana ia berjalan santai melewati kedua orang tuanya yang tidak lelah bertengkar sejak 30 menit lalu, bahkan saat Jaejoong lewat-pun Kim Appa dan Kim Umma seolah cuek dengan keberadaan Jaejoong. Lebih baik begitu daripada ia harus mendengar ucapan basa basi kedua orang tuanya, pikir namja berambut almond itu sambil melangkah keluar.

"Selamat pagi tuan muda, anda sedikit terlambat hari ini"

"Hum, ahjussi hari ini tidak usah mengantarku sekolah"

"Waeo tuan muda?"

"Antarkan aku ke taman bermain"

"M-mwo? taman bermain? Tuan muda apa anda ingin membolos?"

"Sekarang sudah jam tujuh lewat, kalau aku harus ke-sekolah juga percuma pintu gerbang juga sudah ditutup"

"Keunde, kita bisa minta tolong kepada kepala sekolah untuk membukakan pintu untuk anda"

"Hanya karena Appaku pemilik dari sekolah itu bukan berarti aku bisa bertindak se-enaknya kan ahjussi? Sudahlah kalau ahjussi tidak mau mengantarku, aku naik bus saja!"

"E-eh tuan muda, baiklah saya akan mengantarkan anda, silahkan tuan muda" ucap Jung Kangin sambil membukakan pintu mobil, ia supir keluarga Jaejoong yang sudah mengabdi sejak Jaejoong masih didalam kandungan Kim Umma.

Selama di perjalanan Jaejoong hanya diam, tidak berniat berbicara pada supir yang sudah dianggapnya paman itu, atau sekedar bernyanyi menghilangkan rasa bosan, tapi ia memilih melihat pemandangan dari luar mobil, atau terkadang Jaejoong membuka kaca jendelanya lebar-lebar agar ia bisa merasakan udara pagi menerpa wajah pucatnya.

Tak berapa lama mereka-pun tiba di arena bermain, Jaejoong sedikit kecewa karena arena bermain terluas yang ada di Korea Selatan itu masih belum dibuka, dilirknya jam masih berkutat disekitar pukul delapan sedang tempatnya untuk menghilangkan penat itu baru dibuka pukul sepuluh, menyebalkan jika harus menunggu dua jam aniya?

"Tuan muda, sekarang bagaimana? Taman bermainnya belum dibuka"

Jaejoong diam, tidak dia tidak berfikir terlalu malas ia untuk berfikir, yang ia inginkan sekarang ini hanya diam.

DDDRRRRTTT…..DDDRRRTTTT….DDDRRRRTTTTT….

"Maaf tuan muda saya ada telepon, saya angkat sebentar"

Lagi, ia tidak menanggapi supir keluarga yang sudah berusaia 40an itu, ia hanya memandang kincir putar yang berada di dalam arena bermain dari kejauhan, tepatnya dari dalam mobil mewahnya.

"Yeoboseo, Jiyoolie wae geure? Mwo Oppamu sudah datang?"

"…"

"Ah jinjja? Appa sedang menjemput tuan muda Jaejoong sayang, kenapa tidak pulang sendiri eoh?"

"…"

"Aigoooo bagaimana bisa kau lupa jalan pulang? arraseo nanti Appa jemput ne, kalian tunggu disana ok?"

"…"

"Ndeee"

KLIK~

Kangin menaruh ponselnya kembali ke-saku kemejanya, ia bingung karena mendapat 'tugas' dari puteri bungsungnya untuk menjemput dia dan sang kakak yang baru saja tiba dari Gwangju di stasiun.

"Tuan muda" sapanya sambil melihat kearah kaca spion.

"Hum?"

"Tuan muda, saya mohon ijin sebentar untuk menjemput anak saya yang baru tiba dari Gwangju"

"Jiyolie habis mengunjungi halmonim?" tanya Jaejoong.

"Bukan tuan muda bukan Jiyol, tapi ini anak pertama saya yang sejak kecil memang sudah tinggal bersama neneknya di Gwangju, Omonim meninggal seminggu yang lalu jadi saya memutuskan untuk membawa anak pertama saya untuk bersekolah disini"

"Halmonim Jung meninggal? Kenapa ahjussi tidak memberitahuku?"

"Maaf tuan muda, tapi saya pikir itu bukanlah hal yang terlalu penting"

"Mwo? tidak penting? Jadi aku tidak penting buat ahjussi? Padahal aku sudah menganggap ahjussi seperti paman sendiri tapi ahjussi menganggapku orang lain, menyebalkan!"

"A-aniya bukan begitu tuan muda, tapi….."

"Arra arra, aku ingin kerumah Changmin antarkan aku kesana dulu baru ahjussi boleh pergi"

"Kerumah keluarga Shim tuan muda?"

"Apa ada Shim lain yang aku kenal selain anak kelebihan kalsium itu?"

"Ah ne baik tuan muda, maafkan saya"

Maserati berwarna hitam pekat itu melaju di tengah suasana kota Seoul yang mulai ramai, hingga tak berapa lama mobil yang dibelikan kakek Jaejoong saat dirinya berusia tepat tujuh belas tahun itu sudah terparkir rapi di depan halaman rumah luas milik sepupunya yang bermarga Shim.

"Tidak usah menjemputku aku akan pulang diantar Changmin nanti, ahjussi jemput saja anak ahjussi yang baru tiba dari Gwangju" ucapnya sebelum meninggalkan mobilnya.

"Nde tuan muda"

Mobil itu melaju keluar rumah sedang Jaejoong melangkah mantap masuk kedalam rumah sepupunya. Ia memang sangat dekat dengan Changmin, mungkin karena usia mereka yang terpaut tidak begitu jauh serta keduanya yang memang sama-sama terlahir sebagai anak tunggal. Appa Changmin, Shim In Sung adalah adik ipar dari Appa Jaejoong.

"Minnie~ah kau dimana? Ayo bertanding basket"

"Omo Joongie, kenapa kau ada disini eoh? membolos lagi?"

"Anyeong ahjumma, Minnie eoddiga?"

"Dia dikamarnya, yah kau belum menjawab ahjumma"

"Aku tidak membolos ahjumma, tapi aku terlambat masuk sekolah dan pintu gerbang sudah ditutup"

"Kenapa tidak menelpon ahjumma huh? Ahjumma akan menyuruh Pak Kang membuka pintunya untukmu"

"Aniyo, itu tidak perlu ahjumma"

"Waeo?"

"Ahjumma, hanya karena ahjumma kepala sekolah jadi ahjumma mau membeda-bedakan diriku dengan murid lain? tidak perlu memanjakanku begitu, kalau aku terlambat dan pintu gerbang sudah ditutup maka seperti murid lainnya aku tidak diperbolehkan masuk"

"Tapi jadinya Joongie membolos lagi kan? Ini sudah yang keberapa kalinya sayang?"

"Ish ahjumma cerewet! Apa aku tidak boleh main kesini? arra kalau begitu aku mau main ketempat lain"

"Yah yah kau mau kemana bocah kecil? Aigoooo sifat keras kepalamu itu sangat menurun dari Hankyung Oppa sepertinya, sudahlah kau naik saja keatas, Changmin diatas sepertinya sedang mengerjakan sesuatu"

"Eh? Mengerjakan sesuatu?"

"Hum sarapan, kerjaan favoritnya"

Jaejoong terkekeh kecil saat tante cantiknya itu menggoda putera semata wayang mereka yang memang sangat amat berlebihan dalam urusan perut.

"Ahjumma berangkat dulu ne, kau belum sarapan eoh? minta saja pada pengurus Lee dan ingat jangan mengganggu Changmin saat dia home schooling arrata?"

"Ndeeeeeee"

Jaejoong berlari kecil menaiki tangga menuju kamar sepupu sekaligus sahabatnya itu. Jika saja Changmin bersekolah umum maka ia sekarang berada di bangku kelas 1 SMA, bersekolah dengan cara home schooling adalah keinginan Changmin sendiri, karena ia merasa bisa lebih konsentrasi dengan pelajarannya, tapi meski ia bersekolah dirumah ia tidak kesepian, ia mempunyai banyak teman di tempat les. Yap, namja jangkung itu tidak hanya rakus tapi juga jenius, hari-harinya hanya di isi dua hal, makan dan belajar.

CKLEK~

Jaejoong membuka pintu kamar Changmin tanpa mengetuk atau sekedar menyapanya dari luar kamar, ia memang sudah biasa seperti itu.

"YAH! JOONGIE HYUNG APA TIDAK BISA MENGETUK DULU AISH JINJJA"

"Waeo?" tanya Jaejoong polos

"KAU TIDAK LIHAT AKU SEDANG TELANJANG HUH!" pekik Changmin saat dirinya baru saja selesai mandi dan akan memakai baju.

"Tidak usah berteriak, telingaku bisa pecah kalau harus mendengar teriakan setiap hari lagipula 'milikmu' dan 'miliku' kan sama, kenapa harus diributkan?"

"Ani, aku tidak memandang hyung sama even yeah 'milik' kita sama tapi penampakan luar dan dalam hyung jauh melebihi aku, aku sangat amat manly dan tampab sedang hyung sangat amat kelewat girly"

PLUK~

"YAH! JANGAN MELEMPARKU DENGAN BANTAL BURGER ITU! ITU DARI KYUNIE"

"Sudah kubilang jangan berteriak Shim"

Changmin berdecak kesal, akhirnya ia memutuskan untuk berpakaian dahulu daripada ia harus terus-terusan menutupi 'barang' miliknya dengan kedua tangannya. Dan saat ia sudah berpakaian lengkap, ia berbaring disamping Jaejoong yang terlihat asik bermain Hello Kitty Salon dari Iphonenya.

"See? Permainan hyung saja hello kitty, mana ada namja manly bermain hello kitty"

"Ck, kau juga sama! mana ada anak jenius bermain Anipang!"

"Anipang itu menyenangkan hyung, melatih otakmu dengan keterbatasan waktu"

"Hello Kitty Salon juga, lagipula ini lebih asik daripada Anipang kau bisa mendandani Hello Kitty sesukamu"

Changmin memutar bola matanya jengah, Jaejoongnya memang tidak bisa dibantah.

"Yah, hyung membolos lagi?"

"Ani, aku terlambat masuk sekolah"

"Ish sama saja kemarin-kemarin juga begitu, kenapa hyung bisa terlambat?"

"Bukan hal yang penting"

Changmin menatap intens Jaejoong ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan sepupunya cantiknya itu. Ia sangat mengenal Jaejoong, Jaejoong bukanlah anak pemalas, dia seorang namja ceria yang senang bergaul dengan teman-temannya dan terhitung cerdas, tak heran ia menjadi primadona di sekolah yang didirikannya Kakeknya itu. Tapi dua tahun belakangan ini entah kenapa Jaejoong lebih sering murung dan nampak lebih tertutup.

"Hyung, ada apa huh? Kau tahu aku bisa menyimpan rahasia dengan baik, ceritakanlah hyung"

Jaejoong menyimpan ponselnya, kemudian membalikan tubuhnya agar saling berhadapan dengan Changmin.

"Minnie~ah, dari jarak sedekat ini kau tampan juga"

"Y-yah hyung, jangan bicara yang aneh-aneh! Ingat kita sepupu oke? Aku tidak sudi incest dengamu lagipula aku sudah menyukai Kyuhyun dan lagi….."

"YAH! Kau ini benar-benar berisik! aku hanya memujimu tampan bukan berarti aku menyukaimu, pabo"

"Hehehe kupikir hyung jatuh cinta padaku"

Jaejoong mendengus, ia terdiam Changmin juga terdiam sejenak.

"Minnie~ah, apa aku boleh tinggal disini?" tanyanya yang kini berbaring menatap langit-langit berbeda dengan Changmin yang masih setia menatap wajah pualam sepupunya.

"Hum? Tinggal disini? Boleh saja, asal hyung buatkan aku makanan setiap hari, masakan Vic ahjumma tidak se-enak masakan buatan Joongie hyung"

"Jinjja? Baiklah aku akan membuatkan kau makan pagi siang sore berikut camilan, eotte?"

"Ahahaha kau ini hyung, memangnya kenapa dirumahmu sampai hyung ingin tinggal disini? Sekalian saja hyung mengganti marga menjadi Shim hehehe"

"Mengganti marga? Bisakah? Sepertinya menjadi bagian dari keluarga Shim nampak menyenangkan, ahjumma dan ahjussi tidak pernah bertengkar eoh? bolehkah aku menjadi anak angkat mereka?" ucap Jaejoong yang masih menatap langit-langit kamar Changmin.

Raut wajah Changmin berubah sendu, sekarang ia sedikit tahu bahwa Jaejoong sedang ada masalah, meski ia belum bisa menduganya tapi ia yakin bahwa masalah itu datang dari Umma dan Appa Kim. Ia memang pernah membaca surat kabar tentang rumor perselingkuhan Kim Appa, tapi ia tidak berhak menanyakan hal itu karena menurutnya itu masalah orang dewasa.

"Hyung waeu geure? Jangan membuatku khawatir"

Jaejoong kini menoleh menatap Changmin sambil terkekeh.

"Wae? Kau mencemaskan aku? Ahaha tenang saja, aku tidak akan melakukan sesuatu hal yang buruk"

"Jangan coba menutupi apapun dariku hyung"

"Ne ne arraseo tuan Shim, ah sudahlah aku lapar kau sudah sarapan?"

"Sudah 20 menit yang lalu, tapi kalau hyung masak anggap saja kejadian 20 menit lalu tidak pernah ada"

Jaejoong tertawa keras mendengar celotehan Changmin, dengan sigap ia menarik sepupu tampannya itu kedapur, sekedar membuatkannya nasi goreng kimchi. Meski Jaejoong namja dan terlebih ia anak seorang miliyarder tapi urusan memasak ia jagonya, Umma Kim yang mengajarinya.

_MINE_

"Yah Jiyolie, bagaimana mungkin kau bisa lupa jalan pulang kerumah ini eoh? apa otakmu itu sudah pikun?"

"Hehehe mian Appa Yolie benar-benar lupa, rumah yang besarnya seperti ini ada banyak jadi Yolie masih belum bisa menghapal benar jalannya"

"Aigoooo anak Appa harus banyak minum vitamin biar tidak lupa, atau Appa belikan peta saja ne?"

"Aish Appa! Yolie bukan Dora" poutnya Jung Jiyeol, yeoja kecil manis yang masih duduk di bangku kelas 6 SD.

"Appa, kenapa masih tinggal dirumah keluarga Kim? Kenapa tidak membeli rumah sendiri saja? Meskipun hanya sebuah flat kecil bukankah lebih nyaman?" tanya putera pertama Jung Kangin yang baru saja tiba dari Gwangju.

"Appa juga maunya begitu tapi tuan besar Kim menginginkan agar Appa tetap disini, lagipula rumah yang disebelah itu kan tidak digunakan, jadi sayang daripada menganggur lebih kita tempati"

"Keunde, kita jadi merasa kurang bebas disini Jiyeol tadi bercerita padaku bahwa ia sulit membawa teman-temannya main kerumah karena Nyonya besar Kim tidak suka keramaian"

"Bersabarlah, nanti kalau waktunya tepat kita pasti akan pindah darisini, kajja kita sudah sampai kau mandi dan istirahatlah dulu nanti sore kau akan kuperkenalkan dengan mereka"

Anak pertama Jung mengangguk mengerti, pekarangan rumah keluarga Kim sangatlah luas, didalam lingkungan rumah itu terdapat tiga bangunan, bangunan pertama sekaligus bangunan utama adalah bangunan mewah dan megah tempat tinggalnya Kim sekeluarga, bangunan kedua yang lebih kecil dan sederhana adalah rumah yang dulunya pernah dipakai Kim Umma untuk melukis dan menyimpan semua hasil lukisannya disana, tapi sekarang Umma Kim sudah memiliki galeri sendiri jadi rumah itu sempat dibiarkan kosong sebelum akhirnya ditempati keluarga Jung. Sedang bangunan satu lagi adalah rumah kaca, berisi semua tanaman dan bunga milik Jaejoong, yah Jaejoong sangat suka sekali berkebun.

"Oppa waeo? Kenapa diam?"

"Ani, rumah itu besar sekali"

"Itu rumah tuan dan nyonya Kim sajangnim Oppa, rumah itu juga rumah Joongie noona"

"Hum? Mereka punya anak perempuan? Kudengar dari Appa anak keluarga Kim itu laki-laki?"

"Hehehe memang laki-laki, tapi laki-laki cantik Oppa! Joongie noona sangat amat yeppo, kalau Oppa bertemu dengannya Oppa pasti menyukainya, dia juga sangat ramah keunde akhir-akhir ini Joongie noona jarang mengajak Yolie main lagi"

"Laki-laki cantik? Benarkah? Apa ada yang seperti itu?"

"Tentu saja, nanti Yolie kenalkan Oppa dengannya ne? tapi Oppa jangan menyukainya, Joongie noona sedikit galak hihihihi"

Putera pertama keluarga Jung itu mengacak pelan rambut sang adik yang tentu saja dibalas rengekan tidak terima sehingga menghasilkan pertengkaran kecil di depan pintu rumah mereka.

SORE HARINYA

"Gomawo Minnie~ya, kau tidak mau masuk dulu?"

"Ani hyung, aku harus menjemput Kyu di tempat les"

"Aish kau ini benar-benar niat sekali mengejar namja vampire itu eoh?"

"Hehehe tentu saja, doakan aku ne hyung"

"Ndeee, hati-hati menyetir"

"Bye hyung"

Jaejoong melambaikan tangannya saat mobil Changmin menjauh, ditatapnya rumah yang hampir dua tahun ini menjadi neraka pribadinya. Dengan malas ia melangkah masuk tanpa mengucapkan 'aku pulang' atau sapaan-sapaan yang menandakan dirinya sudah kembali.

Rumah megahnya nampak begitu sunyi, seperti tidak pernah ditempati, tapi lebih baik begini daripada harus mendengar teriakan serta makian dari kedua orang tuanya yang setiap saat selalu saja bertengkar. Saat dirinya melangkah menuju kamarnya.

PRANG~!

Terdengar sesuatu dari bawah, seperti pecahan kaca. Jaejoong berhenti, ia memutuskan kembali untuk melihat apa yang terjadi, dilihatnya pot Kristal tempat menaruh bunga Akasia itu tergeletak di lantai yang sudah berbentuk serpihan-serpihan kecil. Kedua orang tuanya bertengkar lagi, Jaejoong memandang Umma dan Appanya dari tangga, tanpa berniat untuk masuk kedalam kamar atau turun menenangkan mereka. Ia ingin mendengar masalah apalagi yang orang tuanya ributkan kali ini.

"Bukti? Kau bilang Koran ini sebagai bukti? YAH KIM HEECHUL SAMPAH INI TIDAK BISA DIJADIKAN BUKTI!"

"Omo, benarkah Koran itu tidak bisa dijadikan bukti? Apa menurutmu gambar-gambar yang ada dikoran itu adalah hasil photoshop? Hahaha berani sekali kalau begitu Koran sebesar Seoul Time memasang gambar hasil photoshop!"

"Ini tidak seperti yang kau lihat! Aku kesana untuk urusan bisnis"

"Aaaaahh benarkah? Urusan bisnis pada jam 10 malam? Urusan bisnis apa eoh?!" tanya Kim Heechul dengan mata menyalang.

"HAH TERSERAH KAU SAJA! Kau selalu meributkan hal ini hal itu, hal-hal yang tidak penting! Kau terlalu mudah percaya pada orang lain ketimbang suamimu sendiri, kalau begini aku sudah tidak tahan denganmu!"

"Oh jadi kau mau menceraikanku? Haha sudah terbukti siapa yang bersalah kalau begitu! Baik, kau pikir aku takut dengan ancamanmu? Kalau kau mau bercerai oke mari kita bercerai!"

DEG~

Organ penting Jaejoong meletup pelan saat mendengar kata cerai, ia tahu bahkan sangat tahu jika kemungkinan kedua orang tuanya bercerai itu ada, tapi ia tidak tahu bahwa saat itu akhirnya datang juga dan dia tentu saja belum merasa siap, apa mereka tidak bisa menunggu sampai dirinya masuk Universitas? sehingga dirinya bisa menetap di luar negeri dan tidak mendengar ataupun menjadi bahan perebutan kedua orang tuanya saat mereka bercerai nanti? Pikir Jaejoong.

"Kau yang meminta cerai dariku, jadi akan kubawa Joongie bersamaku"

"Membawanya bersamamu? Haha kau lucu sekali Heechul~ah, Joongie menyandang namaku jadi dia harus ikut bersamaku! Kau pergi saja dengan laki-laki yang kemarin mengantarmu pulang dan buatlah anak yang banyak dengannya!"

"KIM HANKYUNG kau keterlaluan! seharusnya kau yang pergi dengan seketarismu itu, Joongie anaku aku yang mengandung dan melahirkannya! Aku juga yang merawatnya selama ini"

Jaejoong tidak tahan! Sungguh rasanya ia ingin sekali terjun dari lantai dua rumahnya atau sekedar memecahkan kepalanya dengan sebongkah batu agar ia bisa melupakan sejenak tentang apa yang baru saja terjadi. Ia harus menghilang untuk sementara, ia akan kembali kerumah Changmin, yah rumah keluarga Shim adalah tempat kabur terbaik untuk dirinya. Jaejoong berjalan menuruni tangga dan begitu saja melewati kedua orang tuanya.

"Joongie~ah, kau memilih ikut Appa atau Umma? Kau tentu sayang pada Ummamu ini kan baby? Umma mengurusmu sejak kecil, jadi kau ikut Umma saja ne?"

"Joongie, kau akan Appa kuliahkan di luar negeri, kau bebas memilih Universitas mana saja yang kau mau, jadi kau harus tinggal dengan Appa"

"YAH! Kau selalu mengisi Jaejoong dengan materi, tidak bisakah kau tulus menyayanginya? Dan jangan kau pikir aku tidak sanggup membiayai kuliahnya! Kau ingat aku ini masih berstatus bangsawan jadi tanpa harta darimupun aku masih sangat sanggup membiayai kehidupan Joongie!"

JENGAH! Jaejoong jengah, ia terus saja melangkah keluar dibukanya pintu ruang tamu itu kasar dan melewati ketiga orang yang sepertinya sudah berada disana sejak tadi. Jaejoong melirik mereka tanpa menghentikan langkahnya, ia berjalan terus sampai lupa memakai sepatunya, yang tersisa hanya sepasang kaos kaki putih yang melekat dikulit pucatnya. Salah satu tradisi keluarga Kim adalah dilarang memakai sepatu kedalam rumah, seperti rumah-rumah di Jepang.

DEG~

Kedua mata itu saling bertatapan, sekilas memang tapi cukup meninggalkan kesan mendalam bagi keduanya.

"Siapa dia?"

"Itu dia yang namanya Jaejoong noona Oppa, eotte? Cantik kan?"

"Jiyolie kau kembali kerumah sekarang dan kau ikuti tuan muda Jaejoong"

"Eh? Waeo? Kenapa aku?"

"Sudah kau ikuti saja tuan muda Jaejoong Appa akan menelpon Kim sajangnim sepertinya pertengkaran ini sudah kelewat batas, aish ppaliwa!"

Meski ragu namun namja kelewat tampan itu akhirnya mengikuti juga Jaejoong dari belakang tanpa diketahui Jaejoong tentunya. Namja bertubuh ramping itu terus berjalan, didalam pikirannya ia tahu harus kemana tapi kondisi hatinya sungguh tidak bisa diajak kompromi sehingga membuat Jaejoong berjalan seperti tidak ada tujuan.

Malam semakin larut jam sudah menunjukan pukul Sembilan, tapi nampaknya belum ada tanda-tanda bahwa namja dengan doe eyes indahnya itu akan kembali pulang. Namja Jung yang sudah merasa pegal karena mengikuti Jaejoong seharian merasa kesal juga karena Jaejoong sejak tadi hanya terus berjalan, tanpa beristirahat atau menghentikan langkahnya sejenak.

Saat ia memutuskan akan menghampiri Jaejoong, dirinya dikejutkan dengan Jaejoong yang tiba-tiba terjatuh, sepertinya namja cantik itu tersandung sesuatu. Ia tidak segera mendekati namja bermarga Kim itu karena dilihatnya Jaejoong segera bangkit kembali, tapi sedetik kemudian Jaejoong kembali jatuh dan sekarang ia putuskan saatnya membantu Jaejoong.

"Gwaenchana?"

Jaejoong menolehkan kepalanya kesamping saat mendapati ada yang menahan lengan kanannya. Kedua alisnya berkerut bingung.

"Mari kubantu" ucap namja berwajah kecil itu yang kemudian membawa Jaejoong untuk duduk disebuah kursi taman yang letaknya tidak jauh darisana.

"Aku punya segelas air, kau mau? Sepertinya kau butuh minum"

"Aku tidak haus"

"Tapi sejak tadi sore kau belum makan atau minum apapun"

"Sejak tadi? Apa kau mengikutiku sejak tadi?"

Namja dengan rambut brunet itu diam ia malah menusukan sedotan ke gelas air mineral kecil dan memberikannya pada Jaejoong.

"Ini minumlah"

Jaejoong menatapnya sejenak tapi kemudian ia mengambil dan meminumnya, aneh tadi ia tidak merasa haus tapi setelah air murni itu melewati tenggorokannya ia merasa jadi sangat haus sehingga air mineral itu habis tak tersisa. Dan ia membuang gelas plastik itu kedalam tong sampah yang tak begitu jauh letaknya, setelahnya ia hanya diam.

"Seharusnya kau bilang terima kasih"

Jaejoong kembali menoleh kearah namja yang boleh dibilang tampan itu, matanya mendelik tajam.

"Aku sudah memberikan satu-satunya minumanku, jadi seharusnya kau mengucapkan terima kasih" ucap namja Jung itu tanpa mempedulikan tatapan dingin Jaejoong.

"Apa perlu?"

"Tentu saja, itu etika berteman namanya"

"Teman? Kau dan aku baru bertemu jadi jangan berharap kita berteman, dan lagi siapa kau?"

"Aku? Aku anak dari supir pribadi keluargamu, Jung Yunho"

"Kau anak Kangin ahjussi yang dari Gwangju itu?"

Yunho, namja berwajah tampan itu mengangguk sambil menunjukan senyum indahnya. Diam, keduanya hanya duduk terdiam. Yunho bingung harus mengatakan apalagi, sedang Jaejoong pikirannya entah kemana, di-otaknya sekarang ini tidak ada yang bisa ia pikirkan.

"Ini sudah malam, kajja kita pulang"

"Tidak mau"

"Waeo?"

"Apa urusanmu bertanya?"

"Tidak ada, aku hanya menuruti perintah Appaku untuk membawamu pulang"

"Kalau aku tidak mau?"

"Yah terserah kau saja, yang pasti aku tidak mau berada lama di taman ini, kudengar taman ini sangat menyeramkan kalau malam"

"M-menyeramkan? apa maksudmu?"

"Hummm kubaca dari internet dan cerita dari Jiyeol kalau taman ini sedikit angker, jadi kalau kau masih ingin tetap disini yah silahkan" Yunho bangkit dari tempat duduknya, berniat untuk meninggalkan Jaejoong.

"Y-Yah chakkaman aku ik ah…" pekik Jaejoong saat berdiri ia mendadak kedua telapak kakinya terasa sakit.

"Wae geure?"

"Kakiku ah appo" ringisnya.

"Coba kulihat"

Yunho duduk bersimpuh di hadapan Jaejoong, ia mengangkat kaki yang terbilang ramping untuk ukuran namja dan dilihatnya kaos kaki berwarna putih itu kini sudah berganti warna menjadi merah di telapak kaki Jaejoong.

"Omo kenapa ini? Kau terluka sepertinya terkena pecahan beling, aku buka kaos kakinya ne? ada beberapa pecahan beling kecil yang menempel, aku akan mencabutnya"

"M-Mencabutnya? Itu akan sakit sekali, shiruh!"

"Yah kalau tidak dibuka kakimu bisa infeksi dan bisa-bisa kaki indahmu ini diamputasi, kau mau?"

"Keunde…"

"Sudah tidak usah manja, tahan saja ok?"

Yunho membuka kaos kaki di kaki kanan Jaejoong terlebih dahulu, meski pelan tapi Jaejoong tetap meringis kesakitan, sungguh saat ia berjalan tadi ia tidak merasakan apapun mungkin sakit dihatinya jauh lebih sakit dibanding sakit yang ada di kakinya.

"Aigoooo ini parah sekali pecahan kacanya terlalu banyak aku tidak bisa mengambilnya"

"L-lalu bagaimana? Sssshhh sakit sekali"

"Kau tidak bisa berjalan?"

Jaejoong menggeleng. Yunho berfikir sejenak.

"Kajja naiklah ke punggungku kakimu kita obati dirumah"

"A-apa? Naik ke-punggungmu? Back hug maksudmu?"

"Back hug? Apa itu? Ah sudahlah apapun itu cepatlah naik kakimu bisa lumpuh kalau harus dipaksakan berjalan"

Demi seluruh majalah porno Shim Changmin, melakukan back hug dengan seseorang yang disukai Jaejoong adalah salah satu dream datenya, dia tidak akan melakukan back hug dengan siapapun kecuali dengan orang yang ia cintai, tapi sekarang ia harus melakukan itu dengan namja yang baru ditemuinya 20 menit lalu.

"A-aku tidak mau, berjalan saja lebih baik"

"Eh? Apa kau mau kakimu itu bertambah sakit? Cepatlah naik ini sudah semakin malam, bis terakhir jam 10 dan aku tidak membawa uang lebih untuk naik taksi, kajja ppaliwa"

"K-keunde"

"Aish jinjja kau lama sekali Kim Jaejoong"

SRET~

"YAH!A-APA YANG KAU LAKUKAN? TURUNKAN AKU!"

Kesal karena namja yang diakui Yunho itu memang cantik tidak juga menuruti perkataannya, akhirnya memilih menggendong Jaejoong dengan cara bridal style.

"Pegangan kalau tidak nanti kau jatuh"

"Pe-pegangan kemana? Yah turunkan aku Jung!"

"Aish kau ini cerewet sekali sudah diam dan peluk leherku atau kau bisa jatuh nantinya"

Ragu? Tentu saja, ini pertama kalinya Jaejoong memeluk atau dalam posisi seperti ini bisa dibilang ini pertama kalinya ia digendong seseorang, seorang namja lebih tepatnya.

"Aigoooo kau ringan sekali Jaejoong~ah, kau tidak pernah makan eoh?" ucap Yunho saat Jaejoong sudah merangkulkan tangannya di leher Yunho.

"Cerewet! Sudah jalan saja dan antarkan aku pulang" ketus Jaejoong.

"Arraseo, kita pulang sekarang"

Yunho berjalan setapak demi setapak, tubuh Jaejoong memang sangat ringan dan itu tidak membuatnya kesulitan menggendong namja cantik itu, tapi entah kenapa ia ingin membuat acara menggendong Jaejoong menjadi lebih lama. Rasanya ia bahkan tidak ingin melepaskan moment itu, apa yang terjadi dengannya? Dan kenapa dengan jantungnya? Kenapa jantung itu berdegup tak normal saat hidungnya mendapati wewangian bayi disekitar tubuh Jaejoong. Apa yang terjadi denganmu Jung? Ia tidak mengerti tapi yang ia tahu, mulai saat itu ia ingin melindungi Kim Jaejoong.

TBC

review? sankyu~