Cooking Lesson

Jeon Wonwoo x Kim Mingyu

with Sebong's member and any cast

rated T for Teen

[Disclaimer] this plot, story and theme pure from my head and heart. But, the cast not belongs me.

warning siaga satu . Boys Love . bahasa tidak baku . banyak kekurangan dan tambalan disana sini. unsur school-life . rating akan berubah seiring berlanjutnya cerita .

.

.

.

.

Okey. Scream name Hoshi Fighting!

.

.

.

.

.

Jeon Wonwoo. Bokong sintalnya ia mendaratkan diatas sofa empuk ruang tamu apartementnya. Alisnya ia tekuk sebal, mata tajam menyipit itu menatap garang seseorang yang dengan santainya terduduk dihadapannya, yang hanya terpisah meja kaca.

"Kenapa?" tanya pemuda itu heran. Wonwoo yang baru pulang sekolah tiba-tiba menemuinya di depan minimarket dan menyeretnya ke apartementnya. Pelaku —Wonwoo hanya mem-pout bibirnya. Nampak ingin merajuk. Pemuda itu menghela napas, Wonwoo dan segala sifat anehnya itu membuat ia darah tinggi.

"Ayolah, Wonu? Kau ada masalah, cepat ceritakan. Kenapa? Seokmin meledekmu lagi?"

Wonwoo menggeleng.

"Kalau masalah tugas dari guru-guru itu nggak mungkin kau menyeretku dan minta diajarkan. Lalu apa? —Oh! Soonyoung kau jahili lalu ia terjepit pintu seperti waktu itu" Jihoon merenggut nada beat cepat pada suara dan menjadi tinggi.

Wonwoo menggeleng dua kali lalu terhenti, kepalanya mengangguk dengan antusias. Cengiran lebar nan manis menghias wajah pucatnya. Walau ada niat bengis terselubung.

"Nggak. Tapi dia kembali menggoda adik kelas satu dan meminta nomor WA mereka." ucapnya dengan smirk andalannya. Ia ingin menertawakan si tokoh dari gossip dadakan itu. Wonwoo terdiam menatap Jihoon.

Jihoon menggeram. Lalu ia mengetik sesuatu dan mendekatkan layar ponsel kearah bibirnya.

'Ha—'

"SEMOGA KAU KEJEPIT PINTU LAGI DAN TERTABRAK TIANG APAPUN. JIKA AKU MENEMUIMU TANPA LUKA SEKECILPUN MAKA AKU YANG AKAN MEMBUNUHMUUU!"

'Y-yang!—'

Suara denyutan tanda telpon diputus sepihak mengakhiri teriakan Jihoon. Wonwoo hanya cekikikan mendengarnya. Walau agak mengerikan dan ekstrim mengingat ucapan sadis nan pedas untuk ukuran pemuda semanis Jihoon, right?

Masa bodo lah. Yang penting, Pembalasan dendam terhadap Soonyoung dalam kasus pencurian makan siang Wonwoo, dinyatakan, tamat.

"Ya, hyung abaikan saja si anak marmut itu dan kembali ketopik utama~" ucap Wonwoo ceria. Jihoon menatap datar Wonwoo.

"Nanti saja, moodku benar-benar buruk saat ini."

"Tapi, aku sangat membutuhkan saranmu, hyung~" Jihoon menghela nafas. Anak rubah dihadapannya ini sampai mendepetkan kedua telapak tangannya dan memohon dengan ekspresi seperti orang sembelit.

"Ya, ya, ya, terserah kau saja. Apa?" Wonwoo tersenyum sumringah. Jihoon jadi ingin ikut tersenyum melihat senyum polos anak rubah itu.

"Jihoon, hyung. Ajari aku memasak~"

Jihoon menangguk, "—tunggu! Apa tadi kau bilang?"

Wonwoo yang melihat reaksi Jihoon yang seperti tanda-tanda ingin meledeknya. Ia bungkam dengan wajah kembali di tekuk kesal-sebal-malu.

"Kalau mau ngeledek, aku nggak jadi minta saran dan bantuan hyung lagi!" Wonwoo memalingkan wajahnya kearah lain, dengan tangan ia lipat tinggi tanda ia dalam mode merajuk maksimal.

Jihoon hanya terkikik geli melihat anak sialan itu kalau marah lucu. Ingin rasanya Jihoon mengandanginya di rumahnya.

"Nggak gitu juga, Wonu~. Hyung nggak mau ngeledek, kok. Tapi tumben si Wonwoo mau masak?"

"Baru niat belajar masak."

"Iya, terserah kau saja. Memangnya kenapa? Uang sakumu tiap bulan sudah dikikis besar-besar oleh ibumu? Jadi kau mau buat bekal sendiri?" Jihoon menatap bingung Wonwoo yang menatap gusar kearah lantai marmer dan jari rampingnya itu ia pilin-pilin gemas.

"Iya.Tapi, ibu nggak mengurangi sakuku dengan begitu drastis. Aku hanya ingin coba belajar masak." jawab Wonwoo dengan suara pelan dan semakin berat. Ia merengut kesal lalu merengek lagi pada Jihoon.

"Wajahmu memang manis tapi tolong kondisi suara baritonemu itu. Sama sekali nggak balance!"

"Ah, masa bodo! Hyung ayo ajari aku memasak, memasak, memasak hyung~"

Wonwoo menarik lengan coat hitam Jihoon. Yang dibalas pekikan Jihoon dengan sikap anarkis Wonwoo yang terlalu brutal.

"Iya! Astaga! Hei, tapi aku tidak begitu bisa memasak." Wonwoo berhenti menggerayangi coat yang dipakai Jihoon lalu tersenyum lebar.

"Nggak apa-apa. Setidaknya ajari aku memasak walau cara masak telur mata sapi sekalipun."

Jihoon mengangguk. Wonwoo melepaskan tarikannya dan berlari menuju kamar ia harus bersih-bersih badan sebelum mulai kegiatan belajar memasaknya.

"Hei, Wonu? Kau minta diajarkan sekarang? Astaga."

"Oh my! Kau benar-benar jelek sekali dalam menggoreng telur mata sapi, Wonu."

"Jangan bilang jelek!"

"Tapi mata telurnya hancur dan seperti telur orak-arik. Jadi jelek!"

"Jangan bilang jelek, hyung~"

"Tapi itu fakta?"

"Hyung, kau buat aku down~"

Jihoon merenggut dahi kesal. Anak sialan ini memang ribet kalau sudah ada niat.

"Ya, ya, terserah kau saja. Setidaknya telurmu tidak gosong."

"Hehe,"

"Kali ini apa?"

"Daripada kau berurusan dengan kompor langsung. Lebih baik kuberikan beberapa materi,"

Wonwoo merenggut, keripik kentang dalam dekapannya ia letakkan diatas meja.

"Jadi menyebalkan."

"Kalau nggak mau ya, batalin saja."

"Hyung~!"

"Diam. Dan dengarkan. Kalau perlu kau hapali daripada kau lupa."

"Eung."

Jihoon menunjukkan jari telunjuk. "Satu, kau harus tau kegunaan peralatan memasak yang ada di dapur. Jangan sampai salah apalagi itu buat kau seorang pemula. Benda tumpul saja bisa membuatmu terluka."

Wonwoo mengangguk.

"Dua, perhatikan jari-jarimu saat memegang bahan yang mau diiris. Jangan salah letakkan ujung jari atau kau akan terluka." Jihoon mengucapkannya dengan nada pelan.

"Sungguh, kalimat yang terakhiran tadi sungguh bermakna."

"Ketiga, sangat lalai dalam memperhitungkan waktu memasak. Kalau salah resikonya ya makananmu masih mentah atau gosong."

"Kok diam, Wonu?"

"Aku coba ingatin ucapan hyung, tapi lupa."

Jihoon menggigit bibir kesal. Ia menggapai telinga Wonwoo dan menariknya maju mundur.

"Aw! Aw! Aw! Yakk! Hyung, telingaku~!"

"Dasar anak rubah sialan. Mati saja kau bersama Kwon-menyebalkan-Sonnyoung sanaaaaa!"

"AAAAARRRGGHT! HYUNG JANGAN KEDUA TELINGAA! EOMMAAAA!"

Hacyuuuu~

Bruk!

Brak!

Soonyoung meringis saat tubuhnya perlahan jatuh di trotoar jalan menuju rumahnya. Ia menggosok hidung tapi ia urungkan karena panggal hidungnya nyeri. Ia memaki dan berteriak pada tiang listrik yang berdiri menjulang dihadapannya.

"Oh astaga! Jihoonie benar-benar mengutukku~"

Pagi buta. Wonwoo baru selesai berpakaian seragam sekolahnya. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi, jujur, pagi yang cepat bagi seorang Jeon Wonwoo.

Pemuda tinggi itu berjalan gontai menuju dapur. Ia bersemangat. Tadi malam, sekitar pukul sebelas malam, Jihoon hyung kesayangannya menunjukkan tutorial cara memasak nasi goreng bumbu instan dan cara menggoreng nuget —walau pemuda mungil itu tadi malam menggerutu habis-habisan.

Wonwoo membuka lemari pendingin dua pintu dihadapannya, ia mengambil sebungkus nuget kemasan yang sudah terbuka dan beberapa sayuran serta kimchi.

Kata, Jihoon. Masukkan kimchi bersamaan dengan menambahkan bumbu penyedap instan.

Kompor gas yang sudah diletakkan wajan pun telah siap. Dan Wonwoo —dengan cengiran ragu-ragu— siap untuk memasak.

"Ini bakal mudah~"

"Wonuuu~, apa yang kau lakukan di kelas seorang diri seperti hantu perawan penunggu ituu~ —oh, waaah~" Boo Seungkwan. Bocah berisik yang kelakuannya menyaingi bocah playgroup itu berlari pelan kearah Wonwoo yang duduk dipojok kelas paling belakang.

Wonwoo menatap tajam bocah itu. Seungkwan sama sekali masa bodo dengan tatapan Wonwoo. Ia tersenyum lebar kearahnya —kotak bekal berwarna biru langit yang teronggok diatas meja.

"Waaah~ bawa bekal ya. Mau?" Seungkwan dengan sopan duduk dibangku sebelah Wonwoo dan menarik kotak bekal Wonwoo dengan brutal. Duh, santun sekali bocah diva ini.

"Selamat makan!" Seungkwan membuka kotak bekal yang masih terasa hangat itu. Ia berseri-seri melihat nasi goreng kimchi dan beberapa potong nuget. Seungkwanie kira Wonwoo hanya membawa roti isi buatan sendiri dengan selai kacang bercampur mayonaise serta selai blueberry seperti dua bulan yang lalu. Ewh, itu kenangan terburuk Seungkwan.

"Kau lapar ya?" Wonwoo buka suara saat ujung sendok berisi sesuap nasi penuh mengarah kemulut lebar Seungkwan. Bocah itu mengangguk.

"Wa-e?"

"Aku mau kekantin."

"Buat?"

"Mau beli pacar baru."

"Wonuu aku seriuuus~"

"Astaga aku lapar. Maag-ku bisa kambuh nanti." Wonwoo mengambil dompet hitam dari saku tas hitamnya. Seungkwan menaut alis bingung.

"Kau bawa bekal tapi kekantin? Oh—"

"Aku lupa, nasi gorengku kucampur sama ikan laut dan aku benci ikan laut. Makanya tidak kumakan."

"Bodoh. Pergi sana dan belikan aku sebotol air mineral dan dua kotak susu strawberry.

Wonwoo memberengut. " Strawberry atau pisang?"

"Cokelat."

"Oke. Dadah~"

Seungkwan tidak menanggapi ucapan sialan Wonwoo itu. Ia juga tidak melijat seringaian bocah Changwon itu.

Seungkwan menyuap dua sendok sekaligus dan menggigit sepotong nuget. Ia mengunyah, mengunyah dan mengunyah sampai matanya terbelalak dan memuntahkan isi mulutnya. Ewh sangat memang.

Wonwoo berjalan santai keluar kelasnya, setiba diluar langkahnya ia sedikit percepat. Senyum miring tercetak jelas diwajahnya.

"Satu, dua..."

Wonwoo terhenti dan berbalik. Ia berdiri 200 meter dari kelasnya. Persis dekat belokan koridor.

"... Ti-ga?"

"ASIIIIIN! ASIIIIN! ASIIIIN GILAA! WONWOO BIADAB, AWAS KAU NANTIII!~ SIAPA YANG PUNYA AIIIR!!"

Wonwoo tergelak puas. Astaga. Bocah sericuh Seungkwan itu memang menyebalkan, tapi mudah sekali di recoki oleh kejahilan garing nan biadab Wonwoo. Pemuda manis itu mempertahankan tawa membahanannya hingga ke kantin. Masa bodo dengan tanggapan siswa(i) lain dengan dirinya.

TBC

/keutt/

halo, pendatang baru disini. pengungsi dari planet Mars. andai kata saya akan jadi penulis abal-abal disini/amin/ saya akan jadi orang yang jinak/? dijamin, hehe.

kalo udah mbaca, ya suwun wes ngasih review ne ya/?