Hak Paten

Rate T

Uchiha Sasuke – Haruno Sakura

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Story by Ice Fhaa

Mohon bimbingannya. Silakan baca dan review.


FourIce. Hak Paten.

"Ino!"Gadis bernomor punggung empat berteriak dengan tangan kanan yang dilambaikan tinggi. Rambutnya yang diikat bergoyang liar akibat gerakan badannya dicampur terpaan angin.

Ino, gadis berambut pirang panjang menoleh ke sumber suara dan langsung memberikan bola berwarna coklat ke arah teman setimnya tanpa berpikir panjang. Sakura dengan cekatan berhasil menangkap lemparan bola tersebut dan membuat decak kagum dari mulut penonton yang menyaksikan.

"Sakura! Masukan tanpa cacat!"teriaknya kencang. Penonton pun berteriak tak ingin kalah dari Ino. Pendukung mereka berteriak menyemangati dan pendukung lawan berteriak mencemooh.

Sakura berlari dengan cepat namun teratur. Decitan sepatu olahraga tiap pemain semakin memekikan telinga. Sebentar lagi. Sebentar lagi bola yang dipegang Sakura akan masuk ring itu.

Gadis itu meneguk ludahnya dan bola mata hijaunya terpaku pada ring yang menggantung. Ia menekukan kakinya, siap untuk menjebol ring dan menambah angka. Namun seketika, Sakura merasakan ngilu yang luar biasa di bagian belakang lututnya.

"Akh...sial. Kenapa harus sekarang?"

Bola terlempar ke atas hanya untuk mencium sisi lingkaran besi berjaring dan membuat pekikan kecewa dari penonton. Sakura membungkuk dan memegang lututnya. Ia menundukkan kepala dan merasakan keringat yang mengalir di pelipisnya.

Suara peluit terdengar dan setiap tim berkumpul di kubu masing-masing bersama pelatihnya yang mungkin sedang memberikan instruksi dan membuat strategi. Sakura berjalan tertatih menghampiri Ino. Ia menyengir.

"Hehe... Aku kram, ma—adaw!" Ino menjitak kepala berambut pink itu lalu memangku kedua tangannya di depan dada. Bola mata berwarna biru itu menatap—atau mungkin melotot—lurus pada Sakura.

Harusnya dari awal Ino menyadari kalau Sakura tadi tidak sempat melakukan peregangan karena datang saat peluit tanda pertandingan ditiup oleh wasit dan tidak seharusnya melakukan passing pada Sakura, mempercayakan padanya untuk menjebol ring. Tindakan bodoh. Ide gila.—sesal Ino dalam hati.

"Tapi setidaknya aku berhasil mencetak angka sampai dua puluh satu di ronde pertama dan tiga puluh dua di ronde kedua, Ino-buta~,"bela Sakura tak lupa sambil memasang wajah memelas. Ia tak ingin terus-terusan di deathglare Ino.

"Ya ya ya. Untungnya kau mempunyai pembelaan yang masuk akal dan tim kita masih unggul sepuluh angka dari lawan,"kata Ino. Tangannya dikibas-kibaskan di depan wajah Sakura yang memerah.

"Itu semua berkat forward handal," Sakura membusungkan dadanya dan menepuk-nepuknya.

"Kau forward yang merepotkan. Datang terlambat dan tidak melakukan peregangan. Bah. Aku tidak mengerti kenapa kau dipilih menjadi seorang forward," Ino mendengus. Berkata seperti itu meski ia tahu alasan kenapa Sakura dipilih menjadi seorang forward tidak lain karena kemampuannya dalam mencetak angka memang bagus.

"Hidoi~"

Perdebatan mereka terhenti saat Asuma-sensei melerai keduanya dan menyuruh mereka untuk membuat lingkaran kecil. Melihat dan mengamati pergerakan lawan selama lima menit sudah cukup bagi Asuma untuk membuat kesimpulan dan menyusun strategi baru. Tentu saja strategi yang lebih jitu dari sebelumnya.

"Yang bernomor empat itu, kau tahu namanya?"

"Yang berambut pink maksudmu?"

"Ya! Yang itu! Pemain itu luar biasa. Meski pada menit terakhir tadi dia gagal memasukan bola, tapi selama pertandingan, dialah yang sering mencetak angka!"

"Namanya Sakura kalau tidak salah. Dia seorang forward"

"Sial. Namanya indah mirip orangnya! Kurasa aku jatuh cinta padanya!"

Gelas plastik yang dipegang Sasuke kini tak berbentuk, diremas oleh si empunya. Berbeda dengan remasan tangannya, wajah Sasuke datar bak jalan tol di prefektur Hibara. Matanya mengamati setiap gerak yang dilakukan oleh gadis yang kini tengah berlari dengan semangat di lapangan.

"Oh! oh! Ronde keempat dimulai! Ayo Sakura-chan! Cetak angka dengan indah!"teriak seorang mahasiswa yang tadi membicarakan Sakura dengan gemas. Telinga Sasuke memerah. Gelas yang diremasnya ia buang tepat di depan mahasiswa tadi. Sontak teriakan girang mahasiswa itu terhenti dari pita suaranya dan menatap garang Sasuke. Ia ditatap tajam.

Maksudnya...Si mahasiswa itu ditatap tajam oleh objek yang tadi ditatapnya dengan garang. Membeku.

"HAHAHAHAHA... Jangan terlalu cemburuan, Teme. Kau tidak mau pacarmu memiliki penggemar, huh? Padahal itu akan berdampak positif kalau Sakura-chan memiliki penggemar, hmm." Naruto merangkul pundak Sasuke dengan santai dan tersenyum ramah pada mahasiswa yang berdiri di samping Sasuke yang memasang raut horor.

Sasuke mengalihkan pandangannya ke arah lapangan. Seketika, tatapan tajam yang tadi ia lempar untuk mahasiswa –yang menurut Sasuke—konyol berubah melembut pada gadisnya yang sedang men-dribble bola.

"Cemburu? Heh..," Sasuke tersenyum sarkatis. "hanya memberi tahu kalau gadis itu sudah dimiliki oleh orang lain," Posesif. Cemburuan. Naruto mencibir.

Mahasiswa tingkat tiga itu menyingkirkan lengan Naruto yang merangkulnya. Ia tidak ingin jika orang lain sampai melihat pemandangan yang sangat tidak enak dan menganggap bahwa dirinya dan Naruto adalah teman akrab.

Meski pada kenyataannya mereka akrab.

Oh. Sasuke hidoi.

Sasuke menggigit bibir bawahnya tanpa sadar saat pemandangan dimana gadis pinknya terjatuh dengan lutut terlebih dahulu mencium lapangan tergambar di retina matanya. Kakinya sedikit maju mendekati penghalang yang terbuat dari jaring berwarna biru di depannya. Matanya bergerak mengikuti gerakan tubuh kecil bernomor punggung empat itu.

Ia melihat Tenten menghampiri Sakura lalu berbicara entah apa. Mungkin menanyakan kondisi gadis pink itu. Terlihat dari raut muka Tenten yang cemas, sama seperti raut muka Sasuke.

"Cih," Sasuke mendecih lalu menggumamkan sesuatu entah apa.

Sakura tersenyum lebar sampai gigi-gigi putihnya terpampang menyilaukan mata dan membuat tim lawannya kalah telak. Ah. Andai imajinasi bodoh Sasuke menjadi kenyataan.

Gadis pink itu menolak tawaran Tenten untuk beristirahat—sepertinya.

"Sok kuat,". Desis Sasuke pelan. Naruto tersenyum.

"Oi oi... Dia hanya tidak ingin membuat orang lain khawatir, Teme." Naruto maju mendekati Sasuke. Kedua tangannya memegang jaring-jaring biru itu.

Sasuke terdiam. Kini Sakuranya sedang sibuk dengan dribbleannya. Ia berlari dengan wajah serius tanpa senyum. Matanya fokus pada ring dan gerakan bola di tangannya juga gerakan kakinya. Musuh di depan namun Shion dengan cepat menghadang dan tidak memberikan celah bagi musuh itu untuk merebut bola.

Hinata dengan poni yang menutupi dahinya tidak mengalami kesulitan menjaga musuh kiri dan Tenten berada di pojok kanan. Lain halnya dengan Ino yang menjaga defense musuh. Dengan tubuhnya yang tinggi, pertahanan tim lawan bukanlah apa-apa melainkan hanya seekor ayam. Ukh... Kejam.

One on one antara Sakura dan Karin membuat jantung para penonton berdetak lebih lebih cepat. Mereka sampai memegang dada kiri masing-masing. Dramatis.

Yang membuat dramatis adalah bahwa Fakultas Seni dan Budaya tidak pernah sekali pun menorehkan tinta pada catatan prestasi dalam olahraga basket puteri antar fakultas sejak dibangunnya Universitas D lima puluh tahun yang lalu. Dan tahun 2014 adalah Miracle of Year. Apalagi yang menjad wakil merupakan mahasiswi dari jurusan Sastra Jepang yang notabennya memiliki tubuh kecil. Pengecualian untuk Ino, tentunya.

Dan lawannya adalah anak-anak Fakultas Ekonomi. Tinggi, besar, kuat dan berisi juga seksi. Oh.

Fakultas Seni dan Budaya VS Fakultas Ekonomi.

Pertandingan yang benar-benar mutlak adanya di tahun 2014.

Sakura tidak lagi berlari. Kini ia berdiri tegak dengan tangan yang memantul-mantulkan bola ke lantai lapangan. Ia menatap Karin dengan ramah.

"Yo, Megane-san." Panggilan yang kurang sopan. Well, setidaknya Sakura memakai sufiks-san di belakangnya. Cukup sopan meski kurang sopannya lebih mendominasi panggilan tersebut.

"Jangan belagu, Haruno. Kau tidak akan berhasil memasukan bola itu,"desis Karin tak suka dengan pandangan mata yang memicing.

"Kenapa tidak? Tadi aku sukses-sukses aja kok," Terlalu polos atau bodoh?

"Heh... Coba saja," Sakura hampir kehilangan bolanya jika saja ia tidak memundurkan tubuhnya ke belakang dan memantulkan bolanya dengan lebih cepat saat tangan panjang nan putih milik Karin menyambar tangan kanannya. Hendak merebut.

"Uwoh... Hampir saja,"

Ino, sang kapten menahan urat kesal di dahinya yang tidak lebar seperti Sakura.

"Sakura! Kau ingin aku memotong rambutmu sampai botak, hah?" teriaknya memekikan telinga tim musuh di belakangnya.

"Tenang saja, Kapten! Kita akan mengharumkan Fakultas kita!" Dan Sakura berlari ke depan menghampiri ring yang menganga meminta bola. Ia sudah menekukan lututnya dan membuat posisi yang sempurna. Kedua lengannya di atas kepala memegang bola basket dan menembakkannya ke atas ring.

Nice shoot, baby.

Sasuke berkata dalam hati sambil tersenyum kecil, mendengus—bernapas lega—lalu memasukan kedua tangannya kembali ke dalam saku jeansnya. Menutup matanya hanya untuk mendengarkan suara kebahagiaan orang-orang lalu membukanya.

Ia melihat Sakura tengah dipeluk Karin. Raut wajah Sakura yang tersenyum berubah menjadi ringisan tapi kemudian tersenyum lagi. Paksa. Sasuke menaikan sebelah alisnya. Karin melepaskan pelukannya lalu menepuk pundak Sakura kemudian berjalan dengan lenggokan khasnya.

Naruto bersorak keras seperti para pendukung lain. Ikut senang ternyata fakultasnya dapat juga menorehkan tinta di catatan prestasi meski itu untuk prestasi puteri, bukan kaumnya.

Setidaknya, meski kaum Adam kalah telak di pertandingan sebelumnya, cukup baginya—untuk saat ini—kaum Hawa dari Fakultas Seni dan Budaya yang mengharumkan nama.

Ino berjingkrak ria di lapangan. Rambutnya yang panjang bergelantungan tak tentu arah. Hinata mengelus dadanya berulang kali sembari bergumam "yokatta, yokatta". Tenten memeluk Shion dan membuatnya sesak hingga air mata keluar dari mata ungu Shion. Para penonton bersorak bahagia mengguncang bahu teman yang berada di sampingnya dengan ganas.

Melupakan si pencetak angka tengah terduduk lesu sembari memegang perut bagian bawah kanannya yang mendadak sakit.

Namun pemandangan tersebut tidak berlangsung lama karena Sasuke melihat timnya menghampiri Sakura, lalu Ino dan Tenten memeluk gadisnya lama.

Ino sepertinya menangis. Terlihat bahunya yang bergetar dan muka yang disembunyikan di leher Sakura.

"Perempuan," Celetuk Naruto menanggapi dengusan Sasuke. Sasuke terdiam tidak biasa. Ia menatap gadisnya yang sedang menepuk-nepuk belakang kepala kapten basketnya itu. Sedang menghibur mungkin. Adik Itachi itu menggidikan bahu dan menghela napas panjang—mencoba—mengusir rasa khawatir yang terasa di hatinya.

Setelah mengucapkan salam pada tim lawan, Sakura dan yang lainnya berfoto di lapangan. Ia sempat protes keras dengan suara yang meggaung karena piala kejuaraan akan dibagikan hari esoknya saat upacara penutupan. Sakura merengek pada Asuma-sensei, meminta agar piala dipinjam barang sebentar saja untuk dipegang dan difoto bersama sang juara.

Nasihat Asuma tidak digubris Sakura. Gadis pink itu baru berhenti merengek setelah Ino memberi nasihat—amukan—sambil berkacak pinggang. Sasuke tersenyum kecil.

Gadisnya memang kekanak-kanakkan. Meski begitu, Sasuke tidak membenci sifat yang cenderung negatif itu. Ia menyukai Sakura yang selalu merengek padanya. Seperti bayi. Tapi bayi pinknya selalu bersikap sok kuat. Dan Sasuke tidak menyukai sikap tersebut.

Ia ingin melindunginya. Melindungi gadis pink cerewetnya. Ia ingin tahu air mata Sakura secara langsung di hadapannya tanpa harus menguntit Sakura yang pergi ke belakang gedung Fakultas tak kala dia mengingat orang tuanya yang meninggal dua tahun lalu dalam kecelakaan kereta api.

Sasuke ingin agar Sakura sekali saja mengeluhkan masalahnya dan menangis dalam pelukannya.

Sayangnya, ia tak pernah mengatakan keinginannya. Terlalu gengsi?

Sasuke berjalan ke sisi lapangan dan melihat Sakura yang melambaikan tangannya dengan cengiran yang tak terlepas dari wajahnya yang memerah. Dampak capek.

"Ne, ne Sasuke-kun! Kau lihat aku 'kan? Kau lihat 'kan?! Huwaaa akhirnya Fakultas kita berhasil menduduki kejuaraan basket tahun ini!" Sakura melompat ke arah Sasuke dan memeluknya erat. Berat.

Pemuda itu harus menahan kakinya agar tidak terjengkang ke belakang akibat lompatan Sakura yang terlalu bersemangat—jika tidak ingin disebut beringas—

"Kau bau,"ucap Sasuke.

"Kita menang! Kita menang, Sasuke-kun! Gyaaaaa!" Sakura melompat-lompat girang sedangkan kedua tangannya tidak melepaskan pelukan erat di tubuh Sasuke. Menghiraukan ucapan "bau" dari laki-laki yang dipeluknya.

Kepala pinkya diacak-acak.

"Ya. Well done, Sakura."

Sakura menyembunyikan kepalanya di perpotongan leher Sasuke. Bahagia dan malu. Senyuman kecil tak bisa Sasuke tahan.

"Kubelikan es krim," Sakura mendongak dan menggeleng. "Iie. Aku tidak mau,"tolaknya. Sasuke mengerutkan dahinya. Tidak biasanya bayi besarnya menolak tawarannya.

"Aku lapar, Sasuke-kun. Perutku sakit, un." Sakura menepuk perut datarnya dan mengerucutkan bibirnya. Rasanya Uchiha bungsu itu ingin tertawa keras jika ia tidak menyandang klan terhormat yang tercantum di akta kelahirannya.

"Baiklah. Pesan sesukamu," Sasuke menggandeng tangan Sakura dan beranjak dari lapangan setelah sebelumnya meminta izin pada Asuma yang tengah berbicara dengan Ketua Prodi untuk membawa Sakura pergi.

.

.

.

.

Hak Paten. Ice Fhaa

Selama perjalanan, Sakura tak banyak bicara. Ia hanya bersenandung dan mengayun-ayunkan tangannya yang digandeng Sasuke sambil tersenyum-senyum. Sasuke sendiri hanya menatap ke depan tanpa banyak tingkah seperti biasa.

Mereka duduk di kantin kampus di seberang kolam ikan. Sasuke melihat jersey Sakura yang terbuka di bagian perpotongan leher dan membenarkannya. Sakura hanya boleh dilihat olehnya seorang. Itu haknya. Sudah paten.

Itulah kenapa, selama pertandingan tadi, Sasuke selalu menghembuskan napasnya dengan panjang. Melihat Sakura memakai kaos olahraga hitam yang memperlihatkan lengannya yang putih dan lehernya yang terekspos jelas pada seluruh mata yang memandang membuat urat-urat di lengannya bermunculan.

Sudah cukup kesabaranya ia tahan. Sakura hanya miliknya.

"Kau ingin apa? Pesan saja. Hadiah untukmu,"kata Sasuke datar. Ia menatap Sakura yang sedang berpikir.

"Hmm... Aku hanya ingin bubur,"

Huh? Sasuke sangat yakin kalau pendengarannya baik-baik saja. Namun kata bubur yang keluar dari mulut gadis di depannya membuatnya merasa kalau pendengarannya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Bagaimana bisa seorang yang baru saja menyelesaikan pertandingan basket yang menguras tenaga menginginkan semangkuk bubur?

Meski merasa aneh, Sasuke tidak menanyakan perihal tersebut. Ia memanggil pelayan dan memesankan bubur untuk Sakura. Yang mempunyai pesanan hanya menyengir saat Sasuke kembali menatap dirinya dengan aneh.

.

.

.

.

"Kau yakin?" Sasuke memakaikan mantel hangatnya di tubuh Sakura. Kedodoran dan kebesaran. Dari dulu, pertumbuhan tubuh Sakura selalu ada dalam benak Sasuke. Membuatnya semakin ingin melindunginya.

"Huum! Lagi pula, apartemenku hanya beberapa meter dari kampus. Sasuke-kun tidak usah khawatir. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa harus tanggung jawab dong," Sakura tertawa renyah dan menepuk-nepuk pipi Sasuke yang kemerahan karena udara malam yang menggigit.

"Tapi aku bisa mengantar—"

"Kaichou, rapat sebentar lagi akan dimulai,"ucap Gaara di belakang. Sasuke menggigit bibir bawahnya.

Shit.

"Nah, kau sangat sibuk, Sasuke-kun, hihihi," Sakura terkikik geli.

"Kau... Hati-hatilah. Jam sepuluh bukanlah waktu yang aman. Langsung pulang, tidak usah mampir ke toko Sasame-san untuk membeli bahan masak. Setelah rapat usai, aku akan ke apartemenmu. Mengerti?"

Sakura tak berkedip di depan Sasuke lalu menjawil pipinya dengan gemas.

"Yes, Mister,"

Mereka berpisah. Sasuke menatap punggung Sakura dengan lama sampai si pemilik berbelok ke kanan dan menyisakan aroma tubuhnya yang terbawa angin.

To Be Continue...

.

.

.

Forward, pemain yang tugas utamanya adalah mencetak poin dengan memasukkan bola ke keranjang lawan. /source : wikipedia/

A/N :

Hallo. Ketemu lagi sama saya. Eheheh. Sepertinya gaya menulis saya berubah, yah? Akibat mabok UAS kemarin mungkin/mana ada.../

Yang menunggu HRS atau yang Yes I am Posessif blablabla update, maaf banget belum bisa. Stuck sama kata-katanya euy. Saya orang Sunda yang miskin akan kosa kata bahasa Indonesia. Nyeheh/saya tau saya warga negara yang buruk/susut idung pake jersey Akashi/alasan/

Saya kurang tau tentang dunia basket tapi keukeuh pengen bikin fict dengan bumbu olahraga greget ini. Jadi, kalo semisal banyak istilah yang salah atau malahan eror, tolong koreksi yah?/bilang aja males nyari tau/dicium Kise/

Huggie Love.

Ice.