Hola minnasan! XD
Second fic nih. Sasunaru. Teteup AU, tapi kali ini gak humor. Mohon kritik dan saran lewat review yaa??
Disclaimer : Naruto masih punya om Masashi kok, makanya ceritanya kagak kelar-kelar.. –ditendang-
Summary: Naruto tersenyum, lalu berjalan keluar dari kamar itu. "Terima kasih…," dia melirik papan di sisi tempat tidur bersprei putih itu, "Sasuke."
Chapter 1
"Huuuh…" pemuda berambut pirang itu mengerucutkan bibirnya sebal. Teman-temannya baru saja pulang, dan ia pun merasa sendirian lagi. Ya, lagi.
Baru saja Shino dan Kiba datang menjenguknya. Tadi pagi, kakek Sarutobi juga datang. Tapi sekarang mereka semua sudah pergi, hanya ia sendirian di kamar yang sunyi itu. Ia selalu benci sendirian, walaupun dia sendiri tidak punya keluarga―beruntung Sarutobi mau mengangkatnya sebagai cucu. Dan setidaknya dia juga punya banyak teman di sekolah dan di tim rugby yang baru dimasukinya tahun ini. Itu semua membuatnya cukup bahagia.
Merasa bosan, dia berjalan keluar kamar rawatnya. Dengan membawa bola rugby kesayangan di tangan kirinya―karena tangan kanannya masih terbalut perban. Dia terpaksa dirawat disini karena lengan kanannya terkilir. Perlahan dia berjalan sambil sesekali memainkan bola itu. Dan tentu saja, karena tangan kirinya tidak begitu lihai memainkan bola, bola itu jatuh menggelinding, masuk ke salah satu kamar rawat yang ada di samping koridor itu.
"Ah," gumamnya saat masuk mengikuti bola itu, dan mendapati seorang pemuda berambut hitam yang sedang duduk di tempat tidurnya―menatap kosong ke luar jendela. Sepertinya pemuda itu sedikit terkejut dengan kehadirannya.
"Maaf, aku―" kata-katanya terhenti saat matanya bertatapan dengan mata onyx yang ada di hadapannya itu. Sangat kontras dengan wajahnya yang pucat, tapi tetap saja begitu mempesona. Sang pemilik mata onyx mengalihkan pandangannya kembali ke luar jendela, membuat Naruto―si pemuda pirang tadi, sadar akan kalimatnya yang ternyata masih menggantung hanya karena ditatap oleh orang itu. Cepat-cepat matanya mencari-cari bola yang menjadi tujuan utamanya tadi.
"Ah, ketemu!" serunya ketika menemukan bola itu di bawah meja kecil di pojok ruangan, "aku kesini untuk mengambil ini…" tambahnya lagi sambil tersenyum sangat lebar.
"Hn." pemuda berambut hitam itu hanya melirik dari sudut matanya, lalu memandang keluar jendela lagi.
Tentu saja diacuhkan seperti itu membuat Naruto sebal, "Hei! Aku bicara denganmu, tahu! Kau ini melihat apa, sih?" tanyanya sebal sambil mendekat ke arah orang itu, ikut melihat ke luar jendela, berharap menemukan sesuatu yang menarik untuk dilihat.
Tapi ternyata ia hanya menemukan langit biru yang membentang sangat cerah, dengan sedikit tersaput awan seputih kapas yang menggumpal-gumpal. Oke, ini memang lukisan Tuhan yang sangat bagus―tapi, hei! Ini kan sudah biasa kita lihat setiap hari, kalau hari sedang tidak mendung. Jadi apa menariknya sih, memandanginya terus sepanjang hari dari balik jendela kamar? Begitulah yang ada di pikiran Naruto.
"Kau terus mematung disini hanya untuk melihat langit?"
Si rambut hitam mencuat―yang lebih terlihat seperti pantat ayam, menurut Naruto―itu pun menoleh sebal, 'memangnya siapa yang mengundangmu masuk ke sini?' batinnya. Tapi sebelum dia mengucapkan kata-kata itu, matanya terpaku menatap mata di hadapannya yang ternyata berwarna sama dengan warna langit cerah yang selalu dikaguminya. Tadi dia tidak begitu memperhatikannya, tapi sekarang dari dekat keindahan mata biru langit itu terlihat begitu jelas. Begitu cerah, seakan memancarkan harapan bagi yang memandangnya, sama sekali beda dengan matanya sendiri yang gelap dan dingin. Melihat sepasang mata biru cerah yang memandang langit dengan warna sama, sungguh sebuah keindahan yang mendamaikan, setidaknya bagi dirinya yang sudah cukup banyak mengalami getirnya dunia ini.
"Hei! Kau dengar aku tidak, sih?!" Naruto akhirnya menoleh dengan marah ke pemuda dingin di sampingnya, terlebih karena dia merasa sedang ditatap oleh si tampan itu. Lama-lama dia grogi juga. "Sekarang kau lihat apa lagi?!"
"Tidak ada," sahut si rambut ayam itu cepat, sambil mengalihkan pandangannya keluar jendela lagi. Sebenarnya dia enggan mengalihkan matanya dari mata biru itu, tapi ia tidak mau berharap lebih jauh lagi. Dia sudah terlalu lelah berharap.
"Haaah, tadi aku jalan-jalan keluar kamar karena di dalam sana sangat membosankan," ujar Naruto sambil berjalan dan membungkuk untuk mengambil bola rugby nya,"tapi berada disini ternyata juga sama membosankannya. Kau ini seperti patung saja."
"Kau bilang kesini hanya untuk mengambil bola itu saja, kan? Kalau tidak ada yang lain keluar saja." balasnya pedas sambil berbalik menatap Naruto. Hitam gelap bertemu biru cerah.
"Iya, aku keluar…" sahut Naruto asal sambil membawa bola itu dengan tangan kirinya―mengingat tangan kanannya yang masih diperban dan memakai kain penyangga yang digantungkan di lehernya. Lagi-lagi bola itu jatuh, kali ini di bawah tempat tidur si mata onyx itu. Baru saja Naruto akan mengambilnya, tiba-tiba sebuah tangan mendahuluinya mengambil bola itu. Naruto mendongak.
"Bukan begitu cara memegang bola," ujar pemuda itu, " pegang dengan jari-jarimu di bagian jahitannya agar genggamanmu kuat. Seperti ini."
Naruto tersenyum, dan menerima bola rugby yang diulurkan pemuda dihadapannya, lalu berjalan keluar dari kamar itu.
"Terima kasih…," dia melirik nama di papan di sisi tempat tidur bersprei putih itu, "Sasuke."
'Setidaknya aku sudah punya teman di rumah sakit yang membosankan ini…'
lololol
Naruto's POV
Hari-hari selanjutnya terasa lebih menyenangkan. Kupikir menjalani seminggu di rumah sakit membosankan ini akan terasa seperti neraka, ternyata tidak juga. Err, mungkin karena ada 'dia'―oke, memang jadi menyenangkan karena setiap hari aku berkunjung ke kamar Sasuke, walaupun dia sering mengejekku dan mungkin tidak suka aku berada di kamarnya. Tapi toh dia tidak mengusirku, haha…
Memikirkan dia selalu membuatku tersenyum sendiri. Perlahan aku memakai T-shirt oranye kesayanganku dengan sangat hati-hati―walaupun penyangganya sudah dilepas, tapi lengan kananku ini masih diperban dan belum boleh banyak bergerak. Lalu aku berjalan ke kamar Sasuke, untuk kesekian kalinya.
Normal's POV
"PAGI, SASUKE!"
Tanpa menoleh sedikitpun dari buku yang dibacanya, Sasuke sudah tahu siapa yang datang. Yah, walaupun yang datang ke kamar itu paling-paling kalau bukan perawat, ya Itachi. Dan tidak mungkin mereka berteriak konyol seperti orang ini.
"Hn. Jangan berteriak seperti itu, kau tahu kan ini rumah sakit? Dasar dobe."
"Hei, teme. Walau begitu kau suka kan kalau aku ada disini? Coba kalau aku tidak kesini setiap hari, pasti kamarmu ini akan semakin sepi dan tidak ada yang mengajakmu bicara―atau bertengkar. Kakakmu itu kan jarang sekali datang, kalau datangpun cuma sebentar. Ya kan?" Naruto terus saja menyerocos sambil memainkan bola rugby nya. Sekarang ia sudah cukup lihai, walaupun lima hari di rumah sakit dan tidak latihan sama sekali. Sasuke-lah yang mengajarinya. Tadinya Naruto sama sekali tidak menyangka kalau Sasuke yang dingin dan pucat itu ternyata bisa main rugby.
Tanpa Naruto ketahui, ekspresi Sasuke sedikit berubah saat mendengar perkataannya barusan.
"Hei, ada apa? Kenapa diam? Sasu―"
"Aku memang tidak punya siapa-siapa. Tidak ada teman yang menjengukku. Lalu kenapa? Aku tidak sepertimu yang punya banyak teman dan keluarga,"
Naruto tersentak mendengarnya, "kau ini kenapa sih, tiba-tiba jadi sensi? Pantas saja kau tidak punya teman kalau cepat marah begitu!"
Sekarang Sasuke menurunkan bukunya dan menatap Naruto geram, "apa itu teman? Omong kosong. Mereka hanya datang saat butuh kau! Tapi saat kau butuh mereka membuangmu! Apa itu yang disebut teman?!"
"Kalau begitu kau berteman dengan orang yang salah! Teman-temanku tidak seperti itu!"
"Kau―ugh!" Sasuke memegangi kepalanya sambil meringis menahan sakit.
"Sasuke! Kau tidak apa-apa? A-aku panggilkan dokter, ya!" seru Naruto panik.
"Ti-tidak, aku tidak apa-apa."
"Tidak apa-apa apanya? Kau ini―" Naruto yang beranjak untuk memncet bel di samping tempat tidur terkejut karena tiba-tiba tangan Sasuke menarik tangannya. "Sasuke…"
"Cukup kau saja yang disini, dobe..."
lololol
Naruto's POV
Akhirnya tadi malam aku menemaninya sampai tertidur. Dia memintaku menceritakan apa saja agar bisa membuatnya tenang. Aku menceritakan hari-hari konyolku di sekolah, klub rugby yang baru kumasuki beberapa minggu yang lalu, yang di pertandingan pertamaku malah membuatku masuk rumah sakit ini. Sesekali dia menanggapiku dengan tanggapan sinisnya yang biasa, tapi aku menikmati saat dia tertawa mendengar cerita konyolku. Sepertinya dia juga menikmatinya, entahlah mungkin dia jarang sekali bisa tertawa seperti itu.
Bisa membuatnya tertawa saja sudah membuatku begitu bahagia.
Normal's POV
"Pagi ini tidurnya lelap sekali. Tumben jam segini dia belum membuat keributan…"
Perlahan pemuda berambut pirang itu membuka matanya. 'Ah, sudah pagi…' pikirnya. Sepertinya tadi malam dia baru saja mimpi indah karena semalaman menemani Sasuke di kamarnya.
Dan dia terkejut melihat lengan kanannya yang sudah tidak diperban lagi.
"Eh?"
Shizune tersenyum, "Ya, kau sudah boleh pulang hari ini, Naruto. Lenganmu sudah tidak apa-apa."
"Benarkah? Sudah seminggu ya aku disini?"
"Bukankah ini yang kau tunggu-tunggu?" tanya Sarutobi sambil mengangkat tas besar berisi pakaian-pakaian Naruto selama berada di rumah sakit itu.
"Yay! Akhirnya sekolah lagi! Aku harus memberitahukan ini pada Sasuke!" seru Naruto senang sambil berlari keluar kamarnya.
"Hei! Kau mau kemana?" tanya Shizune, tapi yang ditanya sudah keburu pergi.
"Paling-paling ke kamar anak itu lagi, semakin hari mereka semakin akrab saja. Dasar anak muda…" ujar Sarutobi sambil terkekeh.
Shizune terdiam.
'Ah, Sasuke kan…'
lololol
Akhirnyaaa~
Bikin sasunaru juga… XD
Saia asli suka banget sasunaru, tapi belom pernah bikin, jadi fic kedua saia bikin sasunaru deh. Saia bingung, fic ini sebenernya mau jadi friendship apa yaoi yah? Menurut kalian gimana? Aneh ya ceritanya? Maaf deh kalo jelek, baru belajar nulis nih, hehe... XD Kasih saran lewat review ya!
Umm, mungkin ini bakal jadi fic minichapter kok, paling-paling cuma tiga chap. Saia gak mau bikin yang panjang-panjang, takutnya ntar bingung gimana endingnya dan akhirnya gak selesai-selesai…
Oiya, saia juga ngucapin makasih banget buat yang udah ngerepiu fic pertama saia, Prestige. Review kalian bikin saia jadi semangat nulis, eh ngetik, lho!
Tapi saia masih bingung gimana lanjutannya. -dilempar kulkas-
Jangan lupa kasih masukan buat saia yah? Saia tunggu lho ripiunyaaa….
Arigatou, minna… X)
